A. Definisi Puasa
Shaum (puasa) berasal dari kata bahasa arab yaitu صام يصوم صيامshoma-
yashuumu, yang bermakna menahan atau sering juga disebut al-imsak. Yaitu
menahan diri dari segala apa yang membatalkan puasa.
Adapun puasa dalam pengertian terminology (istilah) agama adalah menahan diri
dari makan, minum dan semua perkara yang membatalkan puasa sejak terbitnya
fajar sampai terbenamnya matahari, dengan syarat-syarat tertentu.
Ulama madzhab Maliki, Syafi’i dan hambali sepakat bahwasanya puasa itu
terbagi menjadi empat macam, yaitu :
1. Puasa wajib, yaitu puasa bulan ramadhan, puasa kifarat, puasa nazar.
2. Puasa sunnah (mandub)
3. Puasa makruh
4. Puasa haram
Puasa sunnah ialah puasa yang apabila kita kerjakan mendapat pahala, dan apabila
kita tinggalkan atau tidak kita kita kerjakan tidak berdosa.
Puasa sunnah diantaranya ialah berpuasa pada bulan Muharram. Yang lebih utama
adalah tanggal ke 9 dan ke 10 bulan tersebut.
Disunnahkan berpuasa pada tanggal 9 dari bulan Dzulhijjah, dan hari itu disebut
hari ‘arafah. Disunnahkannya, pada hari itu bagi selain orang yang sedang
melaksanakan ibadah haji.
Disunnahkan berpuasa pada hari senin dan kamis setiap minggu dan di dalam
melakukan puasa dua hari itu mengandung kebaikan pada tubuh. Hal demikian tak
ada keraguan lagi.
Disunnhakan berpuasa selama 6 hari dari bulan syawal secara mutlak dengan
tanpa syarat-syarat
➢ Puasa sehari dan berbuka sehari
Disunnahkan bagi oramg yang mampu agar berpuasa sehari dan tidak berpuasa
sehari. Diterangkan bahwa puasa semacam ini merupakan salah satu macam puasa
sunnah yang lebih utama.
Disunnahkan berpuasa pada bulan rajab dan sya’ban menurut kesepakatan tiga
kalangan imam-imam madzhab.
Adapun bulan-bulan mulia yaitu ada 4, dan yang tiga berturut-turut yakni:
Dzulqa’dah, dzulhijjah dan Muharram, dan yang satu sendiri yakni bulan Rajab,
maka berpuasa pada bulan-bulan tersebut memang disunnahkan .
Puasa hari jum’at secara tersendiri, puasa awal tahun Qibthi, puasa hari perayaan
besar yang keduanya disendirikan tanpa ada puasa sebelumnya atau sesudahnya
selama hal itu tidak bertepatan dengan kebiasaan, maka puasa itu dimakruhkan
menurut tiga kelompok imam madzhab. Namun ulama madzhab syafi’I
mengatakan : tidak dimakruhkan berpuasa pada kedua hari itu secara mutlaq.
Maksudnya ialah seluruh ummat islam memang diharamkan puasa pada saat itu,
jika kita berpuasa maka kita akan mendapatkan dosa, dan jika kita tidak berpuasa
maka sebaliknya yaitu mendapatkan pahala. Allah telah menentukan hukum
agama telah mengharamkan puasa dalam beberapa keadaan, diantaranya ialah :
1. Puasa pada dua hari raya, yakni Hari Raya Fitrah (Idul Fitri) dan hari raya
kurban (idul adha)
2. Tiga hari setelah hari raya kurban. Banyak ulama berbeda pendapat tentang
hal ini(fiqih empat madzhab hal 385)
3. Puasa seorang wanita tanpa izin suaminya dengan melakukan puasa sunnat,
atau dengan tanpa kerelaan sang suami bila ia tidak memberikan izin secara
terang-terangan. Kecuali jika sang suami memang tidak memerlukan istrinya,
misalnya suami sedang pergi, atau sedang ihram, atau sedang beri’tikaf.
➢ Beragama Islam
➢ Berakal
➢ Mumayyiz
➢ Sehat
➢ Tidak musafir
➢ Beragama Islam
➢ Berakal
➢ Tidak dalam haid, nifas dan wiladah (melahirkan anak) bagi kaum wanita
E. Rukun-rukun puasa
1. Niat mengerjakan puasa pada tiap-tiap malam di bulan Ramadhan(puasa
wajib) atau hari yang hendak berpuasa (puasa sunat). Waktu berniat adalah
mulai daripada terbenamnya matahari sehingga terbit fajar. Meninggalkan
sesuatu yang membatalkan puasa mulai terbit fajar sehingga masuk matahari.
F. Hal-hal yang membatalkan puasa dan mengurangi nilai puasa
1. Makan
2. Minum
Ayat yang menjelaskan tentang batalnya puasa karena makan adalah Surah Al-
baqarah ayat 187.
Artinya : dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan
istri-istri kamu, mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian
bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu,
karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka
sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah
untukmu, dan makan minumlam hingga terang bagimu benang putih dari benang
hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai(datang) malam.
3. Hubungan seksual
Sama seperti surat diatas tapi yang membedakan adalah konsekuensi hukumnya
yang lebih berat yaitu bagi suami istri yamg berhubungan sex saat puasa
Ramadhan maka ia harus membebaskan budak jika punya, atau jika tidak punya,
berpuasalah selama 2 bulan berturut-turut, atau jika tidak mampu, memberi makan
fakir miskin 60 orang, dan mengganti puasanya. Adapun jika bermimpi di siang
hari atau bangun kesiangan padahal dia lupa mandi zunub maka hal itu tidak
membatalkan puasa.
5. Keluar darah haidh dan nifas sebagai konsekwensi dari syarat syahnya
puasa.
6. Gila saat sedang puasa
Sedangkan hal yang mengurangi nilai puasa adalah mengerjakan hal-hal yang
memang dibenci oleh Allah swt, seperti bertengkar berkata jorok, berperilaku
curang, atau berbuat sesuatu yang tidak ada manfaatnya dan semacamnya.
Intinya, bila seluruh panca indera dan anggota badannya tidak ikut dipuasakan
terhadap hal-hal yang memang dibenci bahkan dilarang oleh allah swt maka dapat
mengurangi bahkan menghilangkan bobot puasanya, sehingga dia termasuk orang
yang merugi.
G. Adab-adab berpuasa
Berbeda halnya dengan puasa wajib, untuk puasa sunat kebanyakan ulama
membolehkan berniat puasa pada siang hari, sebagaimana riwayat dari Aisyah
bahwa Rosululloh saw pernah datang kepadanya dan bertanya “ apakah kamu
punya sesuatu (maksudnya makanan?( jawab aisyah “ tidak! Kata Nabi saw “
kalau begitu saya puasa saja”. Dan dari riwayat tersebut dapat disimpulkanb
bahwa niat puasa sunat bisa dilakukan pada siang hari.
1. Makan sahur
Nabi saw bersabda yang artinya “ sahurlah kalian, karena pada sahur itu terdapat
berkah” (HR. Jama’ah kecuali abu Daud, dari Anas ra(. Dari riwayat tersebut
sudahlah jelas bahwa sahur pada saat akan berbuasa sangatlah dianjurkan.
Sedangkan waktu makan sahur yang disunatkan dan yang paling baik menurut
Nabi saw yaitu diakhir malam.
H. Halangan puasa
Orang yang sudah lanjut usia tidak berkewajiban meng-qadha’. Sebab sudah tidak
mampu melakukan puasa.
7. Orang yang ditimpa penyakit gila disaat berpuasa.
Apabila orang yang berpuasa ditimpa penyakit gila, meskipun hanya sekejap
mata, maka ia tidak berkewajiban berpuasa dan puasanya tidak sah. Kewajiban
atas meng-qadaha’ puasanya itu dijelaskan oleh imam syafi’I sebagai berikut:
“bila ia sengaja dengan penyakit gilanya misalnya di malam harinya secara
sengaja memakan sesuatu benda yang pagi harinya bisa menghilangkan akalnya,
maka ia berkewajiban meng-qadha’ hari-hari dimana ia gila. Tetapi kalau ia tidak
bersengaja gila, maka ia tidak berkewajiban meng-qadha’.
Begitu juga tidak bisa mencukupi melakukan qadha’ pada bulan Ramadhan yang
sedang tiba saatnya. Sebab bulan tersebut ditentukan untuk menunaikan
kewajiban puasa secara khusus. Jadi tidak bisa untuk dibuat melakukan puasa
selainnya. Melakukan puasa qadha’ dianggap sah pada hari syak, karena pada hari
itu melakukan puasa sunnah dianggap sah. Ketentuan meng-qadha’ ialah dengan
cara mengikuti jumlah puasa yang terluput(tertinggal), bukan mengikuti hilal atau
tanggal bulan. Jadi kalau seseorang meninggalkan puasa selama 30 hari atau
sebulan penuh, maka ia harus meng-qadha(berpuasa) selama 30 hari juga. Jika
dalam bulan yang ia puasa tersebut ada 29 hari, maka ia harus menambah 1 hari
lagi.
Maksud Fidyah ialah satu cupak makanan asasi tempatan yang disedekahkan
kepada fakir miskin mewakilli satu hari yang tertinggal puasa Ramadhan padanya.
Makanan asasi masyarakat Malaysia adalah beras, maka wajib menyedekahkan
secupak beras kepada fakir miskin bagi mewakili sehari puasa. Ukuran secupak
beras secara lebih kurang sebanyak 670gram. Contohnya sipulan telah
meninggalkan puasanya sebanyak 5 hari, maka dia wajib membayar Fidyahnya
sebanyak 5 cupak beras kepada fakir miskin. Firman Allah yang bermaksud :
“(Puasa Yang Diwajibkan itu ialah beberapa hari Yang tertentu; maka sesiapa di
antara kamu Yang sakit, atau Dalam musafir, (bolehlah ia berbuka), kemudian
wajiblah ia berpuasa sebanyak (hari Yang dibuka) itu pada hari-hari Yang lain;
dan wajib atas orang-orang Yang tidak terdaya berpuasa (kerana tua dan
sebagainya) membayar Fidyah Iaitu memberi makan orang miskin. maka sesiapa
Yang Dengan sukarela memberikan (bayaran Fidyah) lebih dari Yang ditentukan
itu, maka itu adalah suatu kebaikan baginya; dan (Walaupun demikian) berpuasa
itu lebih baik bagi kamu daripada memberi Fidyah), kalau kamu
mengetahui.” (Al-Baqarah : 184)
Fidyah dikenakan kepada orang yang tidak mampu berpuasa dan memang tidak
boleh berpuasa lagi. Maka dengan itu Islam telah memberikan keringanan
(rukshoh) kepada mereka yang tidak boleh berpuasa dengan cara membayar
Fidyah yaitu memberikan secupak beras kepada orang fakir miskin. Begitu juga
kepada orang yang meninggalkan puasa dan tidak menggantikan puasanya
sehingga menjelang puasa Ramadhan kembali (setahun), maka dengan itu mereka
dikehendaki berpuasa dan juga wajib memberikan secupak beras kepada fakir
miskin. Begitu juga pada tahun seterusnya. Fidyah akan naik setiap tahun selagi
mana orang tersebut tidak menggantikan puasanya.
K. Hikmah puasa
Puasa memiliki hikmah yang sangat besar terhadap manusia, baik terhadap
individu maupun social, terhadap ruhani maupun jasmani.
Terhadap ruhani, puasa juga berfungsi mendidik dan melatih manusia agar
terbiasa mengendalikan hawa nafsu yang ada dalam diri setiap individu. Puasa
juga mampu melatih kepekaan dan kepedulian social manusia dengan merasakan
langsung rasa lapar yang sering di derita oleh orang miskin dan di tuntunkan
untuk membantu mereka dengan memperbanyak shadaqah.
Berikut ini hikmah yang kita dapatkan setelah berjuang seharian sacara umum:
1. Bulan Ramadhan bulan melatih diri untuk disiplin waktu. Dalam tiga puluh
hari kita dilatih disiplin bagai tentara, waktu bangun kita bangun, waktu
makan kita makan, waktu menahan kita sholat, waktu berbuka kita berbuka,
waktu sholat tarawih, iktikaf, baca qur’an kita lakukan sesuai waktunya.
Bukankah itu disiplin waktu namanya? Ya kita dilatih dengan sangat disiplin,
kecuali orang tidak mau ikut latihan ini.
2. Bulan Ramadhan bulan yang menunjukkan pada manusia untuk seimbang
dalam hidup. Di bulan Ramadhan kita bersemangat untuk menambah amal-
amal ibadah,
dan amal-amal sunat.
3. Bulan Ramadhan adalah bulan yang mengajarkan Manusia akan pentingnya
arti persaudaraan, dan silaturahmi.
4. Bulan Ramadhan mengajarkan agar peduli pada orang lain yang lemah.
5. Bulan Ramadhan mengajarkan akan adanya tujuan setiap perbuatan dalam
kehidupan.
6. Bulan Ramadhan mengajarkan pada kita hidup ini harus selalu mempunyai
nilai ibadah. Setiap langkah kaki menuju masjid ibadah, menolong orang
ibadah, berbuat adil pada manusia ibadah, tersenyum pada saudara ibadah,
membuang duri di jalan ibadah, sampai tidurnya orang puasa ibadah,
sehingga segala sesuatu dapat dijadikan ibadah. Sehingga kita terbiasa hidup
dalam ibadah. Artinya semua dapat bernilai ibadah.
7. Bulan Ramadhan melatih diri kita untuk selalu berhati-hati dalam setiap
perbuatan, terutama yang mengandung dosa.
8. Bulan Ramadhan melatih kita untuk selalu tabah dalam berbagai halangan
dan rintangan.
9. Bulan Ramadhan mengajarkan pada kita akan arti hidup hemat dan
sederhana.
10. Bulan Ramadhan mengajarkan pada kita akan pentingnya rasa syukur kita,
atas nikmat-nikmat yang diberikan pada kita.
Dan masih banyak lagi manfaat atau hikmah puasa yang lain baik di dalam bidang
kesehatan dan lain-lain.
KESIMPULAN
Puasa adalah salah satu rukun islam, maka dari itu wajiblah bagi kita untuk
melaksanakan puasa dengan ikhlas tanpa paksaan dan mengharap imbalan dari
orang lain. Jika kita berpuasa dengan niat agar mendapat imbalan atau pujian dari
orang lain, maka puasa kita tidak ada artinya. Maksudnya ialah kita hanya
mendapatkan rasa lapar dan haus dan tidak mendapat pahala dari apa yang telah
kita kerjakan. Puasa ini hukumnya wajib bagi seluruh ummat islam sebagaimana
telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kita. Sebagaimana firman Allah swt
yang artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertaqwa”(Q.S Al-Baqarah)
Berpuasalah sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah dibuat oleh Allah swt.
Allah telah memberikan kita banyak kemudahan(keringanan) untuk mengerjakan
ibadah puasa ini, jadi jika kita berpuasa sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang
telah kami sebutkan diatas, kita sendiri akan merasakan betapa indahnya berpuasa
dan betapa banyak faidah dan manfaat yang kita dapatkan dari berpuasa ini.
Di antara pesan penting dari hadits ini adalah agar setiap muslim
melakukan aktifitas yang mampu menjaga fisik agar tetap sehat. Salah
satu metode yang dapat ditempuh dengan menjalankan puasa termasuk
pada bulan Ramadhan.
Bulan Ramadhan adalah bulan penuh berkah dimana
keberkahannya tidak hanya sebatas pada urusan akhirat saja namun juga
pada urusan dunia (termasuk kesehatan). Momen puasa Ramadhan
merupakan kesempatan terbaik untuk kembali ke gaya hidup sehat
karena dengan puasa, seorang muslim akan dapat mengatur pola
makannya5. Terdapat banyak penelitian yang menjelaskan manfaat Puasa
Ramadhan bagi kesehatan namun belum terangkum secara komprehensif
dalam sebuah literatur review. Maka dari itu, penulisan literature review
ini akan memaparkan berbagai manfaat kesehatan puasa Ramadhan
misalnya bagi kesehatan saraf mata, ibu hamil, pasien dengan diabetes,
gangguan fungsi renal, gangguan kolesterol dan obesitas, hormon
kortisol, sistem kekebalan subuh, pasien dengan ulkus peptikum, dan
pasien dengan kanker.
Ajabnoor, G. M., Bahijri, S., Borai, A., Abdulkhaliq, A. A., Al-Aama, J. Y., &
Chrousos, G. P. (2014). Health Impact of Fasting in Saudi Arabia
during Ramadan: Association with Disturbed Circadian Rhythm and
Metabolic and Sleeping Patterns.
Akrami Mohajeri, F., Ahmadi, Z., Hassanshahi, G., Akrami Mohajeri, E.,
Ravari, A., & Ghalebi, S. R. (2013). Dose Ramadan Fasting Affects
Inflammatory Responses: Evidences for Modulatory Roles of This
Unique Nutritional Status via Chemokine Network. Iranian Journal of Basic
Medical Sciences, 16(12), 1217-1222.
Al-Hader, A. F., Abu-Farsakh, N. A., Khatib, S. Y., & Hasan, Z. A.
(1994). The effects of Ramadan fasting on certain biochemical
parameters in normal subjects and in type II diabetic patients. Annals
of Saudi Me