Anda di halaman 1dari 11

BAB II

ISI MAKALAH

A. DEFINISI PUASA

Shaum (puasa) berasal dari kata bahasa arab yaitu shaama-yashuumu, yang
bermakna menahan atau sering juga disebut al-imsak. Yaitu menahan diri dari segala apa yang
membatalkan puasa.

Adapun puasa dalam pengertian terminology (istilah) agama adalah menahan diri dari makan,
minum dan semua perkara yang membatalkan puasa sejak terbitnya fajar sampai terbenamnya
matahari, dengan syarat-syarat tertentu.

B. MACAM-MACAM PUASA DARI SEGI HUKUM

Ulama madzhab Maliki, Syafii dan hambali sepakat bahwasanya puasa itu terbagi menjadi
empat macam, yaitu :

1. Puasa wajib, yaitu puasa bulan ramadhan, puasa kifarat, puasa nazar.

2. Puasa sunnah (mandub)

3. Puasa makruh

4. Puasa haram

Yang Pertama Ialah Puasa Wajib (Fardhu)

1. Puasa wajib atau fardhu yaitu puasa pada bulan ramadhan.

Telah kita ketahui bahwasanya puasa fardhu ialah puasa ramadhan yang dilakukan secara tepat
waktu artinya pada bulan Ramadhan secara ada dan demikian pula yang dikerjakan secara
qadha. Termasuk puasa fardhu lagi ialah puasa kifarat dan puasa yang dinazarkan. Ketentuan ini
telah disepakati menurut para imam-imam madzhab, meskipun sebagian ulama hanafiyah
berbeda pendapat dalam hal puasa yang dinazarkan. Mereka ini mengatakan bahwa puasa nazar
itu puasa wajib bukan puasa fardhu.

1. Puasa ramadhan dan dalil dasarnya

Puasa ramadhan adalah fardhu ain bagi setiap orang mukllaf yang mampu berpuasa. Puasa
ramdhan tersebut mulai diwajibkan pada tanggal 10 syaban satu setengah tahun setelah hijrah.
Tentang dalil dasarnya yang menyatakan kewajiban puasa ramadhan ialah Al-quran, hadits dan
ijma. Dalil dari Al-quran iala firma Allah swt :

)
Artinya : (bulan yang diwajibkan berpuasa didalamnya) ialah bu;lan ramdhan, yang didlamanya
diturunkan (permulaan) Al-quran.(Al-baqarah 185)

Yang kedua ialah puasa sunnah (mandub)

Puasa sunnah ialah puasa yang apabila kita kerjakan mendapat pahala, dan apabila kita
tinggalkan atau tidak kita kita kerjakan tidak berdosa.

Berikut contoh-contoh puasa sunnat:

Puasa hari Tasua asyura hari-hari putih dan sebagainya

Puasa sunnah diantaranya ialah berpuasa pada bulan Muharram. Yang lebih utama adalah tanggal
ke 9 dan ke 10 bulan tersebut.

Puasa hari arafah

Disunnahkan berpuasa pada tanggal 9 dari bulan Dzulhijjah, dan hari itu disebut hari arafah.
Disunnahkannya, pada hari itu bagi selain orang yang sedang melaksanakan ibadah haji.

Puasa hari senin dan kamis

Disunnahkan berpuasa pada hari senin dan kamis setiap minggu dan di dalam melakukan puasa
dua hari itu mengandung kebaikan pada tubuh. Hal demikian tak ada keraguan lagi.

Puasa 6 hari di bulan syawal

Disunnhakan berpuasa selama 6 hari dari bulan syawal secara mutlak dengan tanpa syarat-syarat

Puasa sehari dan berbuka sehari

Disunnahkan bagi oramg yang mampu agar berpuasa sehari dan tidak berpuasa sehari.
Diterangkan bahwa puasa semacam ini merupakan salah satu macam puasa sunnah yang lebih
utama.

Puasa bulan rajab, syaban dan bulan-bulan mulia yang lain.

Disunnahkan berpuasa pada bulan rajab dan syaban menurut kesepakatan tiga kalangan imam-
imam madzhab.

Adapun bulan-bulan mulia yaitu ada 4, dan yang tiga berturut-turut yakni: Dzulqadah,
dzulhijjah dan Muharram, dan yang satu sendiri yakni bulan Rajab, maka berpuasa pada bulan-
bulan tersebut memang disunnahkan .
Bila seseorang memulai berpuasa sunnah lalu membatalkannya

Menyempurnakan puasa sunnah setelah dimulai dan meng-qadha nya jika dibatalkan adalah
disunnahkan menurut ulama syafiiyyah dan hanafiyyah.

Yang Ketiga Ialah Puasa Makruh

Puasa hari jumat secara tersendiri, puasa awal tahun Qibthi, puasa hari perayaan besar yang
keduanya disendirikan tanpa ada puasa sebelumnya atau sesudahnya selama hal itu tidak
bertepatan dengan kebiasaan, maka puasa itu dimakruhkan menurut tiga kelompok imam
madzhab. Namun ulama madzhab syafiI mengatakan : tidak dimakruhkan berpuasa pada kedua
hari itu secara mutlaq.

Yang keempat ialah puasa haram

Maksudnya ialah seluruh ummat islam memang diharamkan puasa pada saat itu, jika kita
berpuasa maka kita akan mendapatkan dosa, dan jika kita tidak berpuasa maka sebaliknya yaitu
mendapatkan pahala. Allah telah menentukan hukum agama telah mengharamkan puasa dalam
beberapa keadaan, diantaranya ialah :

1. Puasa pada dua hari raya, yakni Hari Raya Fitrah (Idul Fitri) dan hari raya kurban (idul
adha)

2. Tiga hari setelah hari raya kurban. Banyak ulama berbeda pendapat tentang hal ini(fiqih
empat madzhab hal 385)

3. Puasa seorang wanita tanpa izin suaminya dengan melakukan puasa sunnat, atau dengan
tanpa kerelaan sang suami bila ia tidak memberikan izin secara terang-terangan. Kecuali
jika sang suami memang tidak memerlukan istrinya, misalnya suami sedang pergi, atau
sedang ihram, atau sedang beritikaf.

C. Syarat Wajib Puasa

Beragama Islam
Baligh (telah mencapai umur dewasa)
Berakal
Mumayyiz
Berupaya untuk mengerjakannya.
Sehat
Tidak musafir

D. Syarat Sah Puasa

Beragama Islam
Berakal
Tidak dalam haid, nifas dan wiladah (melahirkan anak) bagi kaum wanita
Hari yang sah berpuasa.

E. Rukun-rukun puasa

1. Niat mengerjakan puasa pada tiap-tiap malam di bulan Ramadhan(puasa wajib) atau hari
yang hendak berpuasa (puasa sunat). Waktu berniat adalah mulai daripada terbenamnya
matahari sehingga terbit fajar. Meninggalkan sesuatu yang membatalkan puasa mulai
terbit fajar sehingga masuk matahari.

F. Hal-hal yang membatalkan puasa dan mengurangi nilai puasa

Beberapa hal yang membatalkan dan mengurangi nilai puasa:

1. Makan

Ayat yang menjelaskan tentang batalnya puasa karena makan adalah Surah Al-baqarah ayat 187.

Artinya : dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan istri-istri kamu,
mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui
bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan
memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah
ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlam hingga terang bagimu benang putih dari
benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai(datang) malam.

1. Minum

2. Hubungan seksual

Sama seperti surat diatas tapi yang membedakan adalah konsekuensi hukumnya yang lebih berat
yaitu bagi suami istri yamg vberhubungan sex saat puasa Ramadhan maka ia harus
membebaskan budak jika punya, atau jika tidak punya, berpuasalah selama 2 bulan berturut-
turut, atau jika tidak mampu, memberi makan fakir miskin 60 orang, dan mengganti puasanya.
Adapun jika bermimpi di siang hari atau bangun kesiangan padahal dia lupa mandi zunub maka
hal itu tidak membatalkan puasa.

1. Muntah dengan sengaja

Hadist yang menjelaskan tentang muntah yang disengaja yang artinya : Barang siapa yang
muntah maka tidak ada kewajiban mengganti terhadapnya. Namun barang siapa muntah denjgan
sengaja maka hendaklah ia menggantinya. (HR. Tirmidzi, abu daud, ibn mazah, dari abu
hurairah)

1. Keluar darah haidh dan nifas sebagai konsekwensi dari syarat syahnya puasa.

2. Gila saat sedang puasa


Sedangkan hal yang mengurangi nilai puasa adalah mengerjakan hal-hal yang memang dibenci
oleh Allah swt, seperti bertengkar berkata jorok, berperilaku curang, atau berbuat sesuatu yang
tidak ada manfaatnya dan semacamnya.

Intinya, bila seluruh panca indera dan anggota badannya tidak ikut dipuasakan terhadap hal-hal
yang memang dibenci bahkan dilarang oleh allah swt maka dapat mengurangi bahkan
menghilangkan bobot puasanya, sehingga dia termasuk orang yang merugi.

G. Adab-adab berpuasa

1. Niat karena Allah swt semata.

Niat ini cukup dalam hati tanpa diucapkan. Akan tetapi banyak ulama yang berbeda pendapat
tentang hal ini. Yang pertama ialah menurut imam hanbali, menurut beliau niat cukup pada awal
puasa saja untuk satu bulan penuh. Kedua, ialah menurut imam Maliki yang mengatakan niat
bisa dimulai ketika awal ramadhan sekaligus. Yang terakhir yaitu menurut imam Syafii yang
mengatakan bahwa niat dilakukan setiap malam atau bertepatan dengan terbitnya fajar shadiq.
Bahkan jika semisal ada seseorang yang berniat puasa satu tahun yang lalu itupun sebenarnya
sudah bisa dikatakan niat.

Berbeda halnya dengan puasa wajib, untuk puasa sunat kebanyakan ulama membolehkan berniat
puasa pada siang hari, sebagaimana riwayat dari Aisyah bahwa Rosululloh saw pernah datang
kepadanya dan bertanya apakah kamu punya sesuatu (maksudnya makanan?) jawab aisyah
tidak! Kata Nabi saw kalau begitu saya puasa saja. Dan dari riwayat tersebut dapat
disimpulkanb bahwa niat puasa sunat bisa dilakukan pada siang hari.

1. Makan sahur

Nabi saw bersabda yang artinya sahurlah kalian, karena pada sahur itu terdapat berkah (HR.
Jamaah kecuali abu Daud, dari Anas ra). Dari riwayat tersebut sudahlah jelas bahwa sahur pada
saat akan berbuasa sangatlah dianjurkan.

Sedangkan waktu makan sahur yang disunatkan dan yang paling baik menurut Nabi saw yaitu
diakhir malam.

1. Menjahui hal-hal yang dapat membatalkan puasa atau mengurangi nilai puasa.

Selain yang telah disebutkan di atas berkumur secara berlebihan saat berwudu juga termasuk
salah satu hal yang bisa mengurangi nilai puasa. Seperti sabda Nabi saw yang artinya
sempurnakanlah dalam berwudhu, sela-selailah diantara jari-jemarimu dan smpikanlah (ke
dalam-dalam) dalam berkumur, kecualai kamu berpuasa. ( HR. Imam yang lima, dari Laqith bin
Shabirah).
1. Berbuka puasa dengan segera.

Bila waktu berbuka sudah tiba, sangat dianjurkan untuk menygerakannya. Hal ini karena Nabi
saw bersabda yang artinaya: manusia senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka
menyegerakan berbuka. Segerakanlah berbuka karena orang Yahudi mengakhirkannya.

H. Halangan puasa

Beberapa uzur (halangan) yang membolehkan berbuka(tidak berpuasa)

1. Sakit dan menderita kepayahan yang sangat

Beberapa uzur atau halangan yang membolehkan orang yang berpuasa, berbuka atau
membatalkan puasanya diantaranya ialah sakit. Apabila orang yang berpuasa jatuh sakit dan ia
merasa khawatir bertambah sakit jika berpuasa atau ia khawatir terlambat kesembuhannya, atau
ia malah menderita kepayahan yang sangat jika berpuasa maka ia diperbolehkan berbuka.

1. Khawatirnya wanita hamil dan wanita menyusui terhadap bahaya bila berpuasa.

Apabila wanita hamil dan wanita menyusui merasa khawatir ditimpa bahaya akibat berpuasa
yang kelak akan menimpa pada diri mereka dan anak mereka sekaligus, atau pada dirinya saja,
atau pada anak mereka saja, maka mereka diperbolehkan tidak berpuasa(berbuka).

1. Berbuka sebab bepergian

Diperbolehkan berbuka(tidak berpuasa) bagi orang yang bepergian dengan syarat bepergiannya
itu dalam jarak yang jauh yang membolehkan shalat qashar, sesuai dengan ketentuannya. Dan
dengan syarat hendaknya ia telah mulai pergi sebelum terbit fajar, yaitu sekiranya ia bisa sampai
di tempat dimana ia memulai meng-qashar shalat sebelum terbit fajar. Apabila keadaan pergi itu
yang membolehlkan meng-qashar shalat, maka ia tidak boleh berbuka.

1. Puasa wanita yang sedang haidh dan nifas

Apanila wanita yang sedang berpuasa datang bulan atau haidh, atau nifas, maka wajiblah
berbuka dan haramlah baginya berpuassa. Jikalau ia memaksakan diri berpuasa, maka puasanya
adalah batal dan dalam hal ini ia berkewajiban meng-qadha.

1. Orang yang ditimpa kelaparan atau kehausan yang sangat.

Adapun kelaparan dan kedahagaan yang sangat yang dengan kedua-duanya itu seorang
seseorang tidak kuat berpuasa, maka bagi orang yang tertimpa hal seperti itu boleh berbuka dan
ia berkewajiban meng-qadha.

1. Orang yang sudah lanjut usia


Orang yang telah berusia lanjut, yang tidak kuat melakukan puasa pada seluruh masa dalam
setahun, ia boleh berbuka, artinya ia boleh tidak berpuasa Ramadhan, tetapi ia berkewajiban
membayar fidyah, yaitu memberi makan orang miskin.

Orang yang sudah lanjut usia tidak berkewajiban meng-qadha. Sebab sudah tidak mampu
melakukan puasa.

1. Orang yang ditimpa penyakit gila disaat berpuasa.

Apabila orang yang berpuasa ditimpa penyakit gila, meskipun hanya sekejap mata, maka ia tidak
berkewajiban berpuasa dan puasanya tidak sah. Kewajiban atas meng-qadaha puasanya itu
dijelaskan oleh imam syafiI sebagai berikut: bila ia sengaja dengan penyakit gilanya misalnya
di malam harinya secara sengaja memakan sesuatu benda yang pagi harinya bisa menghilangkan
akalnya, maka ia berkewajiban meng-qadha hari-hari dimana ia gila. Tetapi kalau ia tidak
bersengaja gila, maka ia tidak berkewajiban meng-qadha.

I. Hal-hal yang disunnahkan dalam berpuasa

Disunnahkan bagi orang yang berpuasa itu beberapa hal, yaitu:

1. Bersegera untuk berbuka setelah nyata-nyata matahari terbenam. Dan berbuka itu
dilakukan sebelum shalat. Dan disunnahkan berbuka itu dengan kurma basah, atau kurma
kering, atau manisan atau air. Hendaknya yang dibuat berbuka itu ganjil, yaitu tiga atau
lebih.

2. Berdoa setelah berbuka dengan doa yang telah diajarkan oleh Nabi SAW.

3. Makan sahur dengan sesuatu makanan walaupun sedikit. Meskipun hanya seteguk air.
Seperti sabda Nabi SAW yang menjelaskan tentang makan sahur itu adalah berkah.

4. Mencegah lisan dari omongan yang tidak berfaidah. Sedangkan mencegah lisan dari hal
yang haram seperti menggunjing (ghibah) dan adu domba, maka hal itu adalah wajib
setiap saat, dan hal itu lebih dikukuhkan pada bulan Ramadhan.

5. Memperbanyak sedekah dan berbuat baik kepada sanak saudara, kaum fakir dan miskin.

6. Menyibukkan diri dalam menunutut ilmu, membaca Al-Quran, berzikir, membaca


shalawat atas Nabi SAW. Bilamana ada kesempatan untuknya baik siang hari maupun
malamnya.

7. Beritikaf.
J. Meng-qadha puasa Ramadhan

Barang siapa berkewajiban meng-qadha puasa Ramadhan karena membatalkannya secara


sengaja, atau karena suatu sebab dari beberapa sebab terdahulu, maka ia berkewajiban meng-
qadha sebagai pengganti hari-hari yang ia batalkan dan ia qadha pada masa yang diperbolehkan
melakukan puasa sunnah. Jadi tidak dianggap mencukupi meng-qadha puasa Ramadhan pada
hari-hari yang dilarang berpuasa padanya. Seperti hari raya, baik idul fitri maupun idul adha.
Juga tidak dianggap mencukupi pada hari-hari yang memang ditentukan untuk berpuasa fardhu,
seperti bulan ramadhan yang sedang tiba waktunya, hari-hari nazar yang ditentukan, misalnya ia
bernazar akan berpuasa sepuluh hari diawal bulan bulan Dzulqodah. Jadi meng-qadha puasa
ramadhan pada hari-hari itu tidak bisa dinilai mencukupi. Sebab telah ditentukan untuk nazar.
Demikianlah menurut kalangan ulama Malikiyah dan Syafiiyyah.

Begitu juga tidak bisa mencukupi melakukan qadha pada bulan Ramadhan yang sedang tiba
saatnya. Sebab bulan tersebut ditentukan untuk menunaikan kewajiban puasa secara khusus. Jadi
tidak bisa untuk dibuat melakukan puasa selainnya. Melakukan puasa qadha dianggap sah pada
hari syak, karena pada hari itu melakukan puasa sunnah dianggap sah. Ketentuan meng-qadha
ialah dengan cara mengikuti jumlah puasa yang terluput(tertinggal), bukan mengikuti hilal atau
tanggal bulan. Jadi kalau seseorang meninggalkan puasa selama 30 hari atau sebulan penuh,
maka ia harus meng-qadha(berpuasa) selama 30 hari juga. Jika dalam bulan yang ia puasa
tersebut ada 29 hari, maka ia harus menambah 1 hari lagi.

Bagi yang mempunyai kewajiban meng-qadha puasa disunnahkan untuk segera meng-qadha
puasanya. Disunnahkan juga agar dilakukan secara berturut-turut dalam melakukannya. Dan
berkewajiban juga meng-qadha secara segera apabila Ramadhan yang selanjutnya akan segera
tiba. Barang siapa mengundur-undur qadha hingga bulan Ramadhan keduanya tiba maka ia
berkewajiban membayar fidyah sebagai tambahan atas kewajiban meng-qadha. Yang dimaksud
fidyah ialah memberi makanan orang miskin untuk setiap hari dari hari-hari qadha. Ukurannya
ialah sebagaimana yang diberikan kepada orang miskin dalam kifarat.

Cara mengeluarkan fidyah

Maksud Fidyah ialah satu cupak makanan asasi tempatan yang disedekahkan kepada fakir miskin
mewakilli satu hari yang tertinggal puasa Ramadhan padanya. Makanan asasi masyarakat
Malaysia adalah beras, maka wajib menyedekahkan secupak beras kepada fakir miskin bagi
mewakili sehari puasa. Ukuran secupak beras secara lebih kurang sebanyak 670gram. Contohnya
sipulan telah meninggalkan puasanya sebanyak 5 hari, maka dia wajib membayar Fidyahnya
sebanyak 5 cupak beras kepada fakir miskin. Firman Allah yang bermaksud :

(Puasa Yang Diwajibkan itu ialah beberapa hari Yang tertentu; maka sesiapa di antara kamu
Yang sakit, atau Dalam musafir, (bolehlah ia berbuka), kemudian wajiblah ia berpuasa sebanyak
(hari Yang dibuka) itu pada hari-hari Yang lain; dan wajib atas orang-orang Yang tidak terdaya
berpuasa (kerana tua dan sebagainya) membayar Fidyah Iaitu memberi makan orang miskin.
maka sesiapa Yang Dengan sukarela memberikan (bayaran Fidyah) lebih dari Yang ditentukan
itu, maka itu adalah suatu kebaikan baginya; dan (Walaupun demikian) berpuasa itu lebih baik
bagi kamu daripada memberi Fidyah), kalau kamu mengetahui. (Al-Baqarah : 184)

Fidyah dikenakan kepada orang yang tidak mampu berpuasa dan memang tidak boleh berpuasa
lagi. Maka dengan itu Islam telah memberikan keringanan (rukshoh) kepada mereka yang tidak
boleh berpuasa dengan cara membayar Fidyah yaitu memberikan secupak beras kepada orang
fakir miskin. Begitu juga kepada orang yang meninggalkan puasa dan tidak menggantikan
puasanya sehingga menjelang puasa Ramadhan kembali (setahun), maka dengan itu mereka
dikehendaki berpuasa dan juga wajib memberikan secupak beras kepada fakir miskin. Begitu
juga pada tahun seterusnya. Fidyah akan naik setiap tahun selagi mana orang tersebut tidak
menggantikan puasanya.

K. Hikmah puasa

Puasa memiliki hikmah yang sangat besar terhadap manusia, baik terhadap individu maupun
social, terhadap ruhani maupun jasmani.

Terhadap ruhani, puasa juga berfungsi mendidik dan melatih manusia agar terbiasa
mengendalikan hawa nafsu yang ada dalam diri setiap individu. Puasa juga mampu melatih
kepekaan dan kepedulian social manusia dengan merasakan langsung rasa lapar yang sering di
derita oleh orang miskin dan di tuntunkan untuk membantu mereka dengan memperbanyak
shadaqah.

Sedangkan terhadap jasmani, puasa bisa mempertinggi kekuatan dan ketahanan jasmani kita,
karena pertama, umumnya penyakit bersumber dari makanan, dan kedua, sebenarnya Allah SWT
menciptakan makhluq-Nya termasuk manusia sudah ada kadarnya. Allah memberikan kelebihan
demikian pula keterbatasan pada manusia, termasuk keterbatasan pada soal kadar makan-
minumnya.

Berikut ini hikmah yang kita dapatkan setelah berjuang seharian sacara umum:

1. Bulan Ramadhan bulan melatih diri untuk disiplin waktu. Dalam tiga puluh hari kita
dilatih disiplin bagai tentara, waktu bangun kita bangun, waktu makan kita makan, waktu
menahan kita sholat, waktu berbuka kita berbuka, waktu sholat tarawih, iktikaf, baca
quran kita lakukan sesuai waktunya. Bukankah itu disiplin waktu namanya? Ya kita
dilatih dengan sangat disiplin, kecuali orang tidak mau ikut latihan ini.

2. Bulan Ramadhan bulan yang menunjukkan pada manusia untuk seimbang dalam hidup.
Di bulan Ramadhan kita bersemangat untuk menambah amal-amal ibadah,
dan amal-amal sunat.

3. Bulan Ramadhan adalah bulan yang mengajarkan Manusia akan pentingnya arti
persaudaraan, dan silaturahmi.
4. Bulan Ramadhan mengajarkan agar peduli pada orang lain yang lemah.

5. Bulan Ramadhan mengajarkan akan adanya tujuan setiap perbuatan dalam kehidupan.

6. Bulan Ramadhan mengajarkan pada kita hidup ini harus selalu mempunyai nilai ibadah.
Setiap langkah kaki menuju masjid ibadah, menolong orang ibadah, berbuat adil pada
manusia ibadah, tersenyum pada saudara ibadah, membuang duri di jalan ibadah, sampai
tidurnya orang puasa ibadah, sehingga segala sesuatu dapat dijadikan ibadah. Sehingga
kita terbiasa hidup dalam ibadah. Artinya semua dapat bernilai ibadah.

7. Bulan Ramadhan melatih diri kita untuk selalu berhati-hati dalam setiap perbuatan,
terutama yang mengandung dosa.

8. Bulan Ramadhan melatih kita untuk selalu tabah dalam berbagai halangan dan rintangan.

9. Bulan Ramadhan mengajarkan pada kita akan arti hidup hemat dan sederhana.

10. Bulan Ramadhan mengajarkan pada kita akan pentingnya rasa syukur kita, atas nikmat-
nikmat yang diberikan pada kita.

Dan masih banyak lagi manfaat atau hikmah puasa yang lain baik di dalam bidang kesehatan dan
lain-lain.

BAB IV

Kesimpulan

Puasa adalah salah satu rukun islam, maka dari itu wajiblah bagi kita untuk melaksanakan puasa
dengan ikhlas tanpa paksaan dan mengharap imbalan dari orang lain. Jika kita berpuasa dengan
niat agar mendapat imbalan atau pujian dari orang lain, maka puasa kita tidak ada artinya.
Maksudnya ialah kita hanya mendapatkan rasa lapar dan haus dan tidak mendapat pahala dari
apa yang telah kita kerjakan. Puasa ini hukumnya wajib bagi seluruh ummat islam sebagaimana
telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kita. Sebagaimana firman Allah swt yang artinya:
Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan
atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa(Q.S Al-Baqarah)

Berpuasalah sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah dibuat oleh Allah swt. Allah telah
memberikan kita banyak kemudahan(keringanan) untuk mengerjakan ibadah puasa ini, jadi jika
kita berpuasa sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah kami sebutkan diatas, kita sendiri
akan merasakan betapa indahnya berpuasa dan betapa banyak faidah dan manfaat yang kita
dapatkan dari berpuasa ini.

Maka dari itu saudara-saudari kami sekalian, janganlah sesekali meninggalkan puasa, karena
puasa ini mempunyai banyak nilai ibadah. Mulai dari langkah, tidur dan apapun pekerjaan orang
yang berpuasa itu adalah ibadah.
BAB IV

Daftar pustaka

1. Kuliah fiqh ibadah oleh Syakir Jamaluddin, MA.

2. Fiqih Empat Madzhab (bagian ibadah) oleh Drs. H. Moh. Zuhri, Dipil. Tafl dkk.

3. Buku puasa lahir dan batin oleh Malaki Tabrizi

4. Terjemah ihya ulumiddin( jilid II) oleh imam ghazali

Anda mungkin juga menyukai