Anda di halaman 1dari 11

BAB II

PEMBAHASAN

A. Kebebasan
Manusia adalah puncak ciptaan Tuhan, yang dikirim ke bumi untuk menjadi
khalifah atau wakil-Nya. Oleh karena itu setiap perbuatan yang membawa perbaikan
manusia, oleh sesama manusia sendiri, mempunyai nilai kebaikan dan keluhuran
kosmis, menjangkau batas-batas jagad raya, menyimpan makna kebenaran dan
kebaikan universal, suatu nilai yang berdimensi seluruh alam. Dan karena manusia
dalam analisa terakhir terdiri dari individu-individu atau kenyataan-kenyataan
perorangan yang tidak terbagi-bagi, maka masing-masing perorangan itu menjadi
"instansi" pertanggung jawaban terakhir dan mutlak dalam pengadilan Hadirat Ilahi di
akhirat nanti.
Masing-masing perorangan itu pulalah yang akhirnya dituntut untuk
menampilkan diri sebagai makhluk moral yang bertanggungjawab, yang akan memikul
segala amal perbuatannya tanpa kemungkinan mendelegasikannya kepada pribadi yang
lain1.
Kebebasan adalah tidak dalam keadaan diam, tetapi dapat melakukan apa saja
yang dinginkan selama masih dalam norma-norma atau peraturan-peraturan yang telah
ada dalam kehidupan pribadi, keluarga , masyarakat, dan Negara.
Dalam arti luas kebebasan dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang
menyangkut semua urusan mulai dari sekecil-kecilnya sampai sebesar-besarnya sesuai
keinginan, baik individu maupun kelompok namun tidak bertentangan dengan norma-
norma, aturan-aturan, dan perundang-undanganyang berlaku.
Kebebasan sebagiamana dikemukakan Ahmad Charris Zubair adalah terjadi
apabila kemungkinan-kemungkinan untuk bertindak tidak dibatasi oleh suatu paksaan
dari keterikatan kepada orang lain. Seseorang disebut bebas apabila:
1. Dapat menentukan sendiri tujuan-tujuannya dan apa yang akan dilakukannya.
2. Dapat memilih antara kemungkinan-kemungkinan yang tersedia baginya.

1
H.A. Ludjito, Susunan Masyarakat Islam, (Jakarta: Pustaka firdaus,1986) hlm.43

2
3

3. Tidak dipaksa atau terikat untuk membuat sesuatu yang tidak akan dipilihnya sendiri
ataupun dicegah dari berbuat apa yang dipilihnya sendiri, oleh kehendak orang lain,
Negara atau kekuasaan apapun2

Dilihat dari segi sifatnya, kebebasan dibagi menjadi tiga, yaitu:

1. Pertama kebebasan jasmaniah, yaitu kebebasan dalam menggerakkan dan


mempergunakan anggota badan yang kita miliki.
2. Kedua kebebasan kehendak (rohaniah), yaitu kebebasan untuk menghendaki sesuatu.
Jangkauan kebebasan kehendak adalah sejauh jangkauan kemungkinan untuk
berpikir.
3. Ketiga kebebasan moral yang dalam arti luas berarti tidak adanya macam-macam
ancaman, tekanan, larangan dan desakan yang tidak sampai dengan paksaan fisik.
Islam mengajarkan kebebasan yang bertanggung jawab yang bertanggung jawab
dan memerhatikan norma-norma yang berlaku. Dengan kata lain, setiap orang memiliki
kebebasan, ia bebas melakukan apa saja yang dikehendaki selagi ia bisa
mempertanggung jawabkan dan tidak melanggar norma-norma yang ada.
Dalam ajaran islam, kebebasan yang diberikan kepada manusia adalah
kebebasan yang dipimpin oleh wahyu. Manusia bebas untuk berperilaku berlandaskan
norma-norma seperti yang di gariskan dalam Al-quran. Salah satu kebebasan yang
dapat disebutkan disini adalah kebebasan untuk menyatukan pendapat, namun harus
dilandasi pikiran yang sehat.
Kebebasan menyatakan pendapat disalahartikan, yaitu dengan demonstrasi atau
unjuk rasa. Demonstrasi adalah salah satu cara untuk menyampaikan keinginan atau
aspirasi dengan sopan dan sesuai dengan cara-cara mengemukakan pendapat dalam
islam. Demosntrasi merupakan suatu bentuk tekanan atau pengendalian sosial yang
efektif.

Untuk mendapatkan kebebasan, diperlukan pengorbanan yang tidak sedikit.


Misalnya saja:

1. Untuk bisa lepas dan bebas dari penjajahan dan hidup merdeka, harus berkorban
harta, tenaga, pikiran, bahkan nyawa untuk melawan penjajah.
2. Untuk bisa memakai jilbab di sekolah umum, para siswa telah berjuang sampai ke
pengadilan.
2
Ahmad Charris Zubair, Kuliah Etika, (Jakarta: Rajawali Pers, 1990) hlm.39-40.
4

3. Pada zaman orde baru untuk mengemukakan pendapat telah diatur dalam pasal 28
UUD 1945
Didalam kebebasan yang dibenarkan adalah kebebasan yang tidak melanggar
norma dan ajaran islam. Apabila seseorang hidup tanpa adanya peraturan tentu
hidupnya kacau. Menurut Hobbes, arti kebebasan bagi setiap orang harus berdasarkan
prinsip kebaikan bersama diatas oleh hak setiap orang pada umumnya, bahwa hak saya
dan dalam melindungi hak dan dalam melindungi hak saya pemerintah menjaminnya.
B. Tanggung Jawab

Masyarakat modern ternyata menyimpan problema hidup yang sulit untuk di


pecahkan. Rasionalisme, sekularrisme, materialisme, dsb. Ternyata tidak menambah
kebahagiaan dan ketentraman hidup, akan tetapi sebaliknya, semakin menimbulkan
kegelisahan hidup.

1. Tanggung jawab spiritual


Husen Nasr dalam Islam and The Pligh of Modern Man menyatakan bahwa
akibat masyarakan modern yang mendewakan ilmu pengetahuan dan teknologi
menjadikan mereka beraada dalam wilayah pinggiran eksistensinya sendiri, bergerak
menjauh dari pusat, sementara pemahaman agama yang berdasarkan wahhyu mereka
tinggalkan, hidup dalam keadaan sekuler. Masyarakat yang demikian adalah
masyarakat Barat yang dikatakan the post industrial society telah kehilangan visi
keilahian. Masyarakat yang demikian ini telah tumpul penglihatan intelectusnya
dalam melihat realitas hidup dan kehidupan (Komaruddin Hidayat, dalam dDawam
Raharjo, 1985).
Kehilangan visi keilahian ini bisa mengakibatkan timbulnya gejala
psikologis, yakni adanya kehaampaan spiritual.Melihat gejala manusia modern yang
penuh problema tersebut, Husen Nasr, seorang ilmuwan Iran menawarkan alternatif
terapi agar mereka mendalami dan menjalani praktek tasawuf. Sebab Tasawuflah
yang dapat memberikan jawaban terhadap kebutuhan spiritual mereka.
Dalam tasawuf terdapat prinsip-prinsip positif yang mampu mengembangkan
masa depan manusia. Seperti melakukan introspeksi baik dalam kaitannya dengan
masalah vertikal maupun horisontal.kemudian meluruskan hal-hal yang kurang baik.
Selalu berdzikir kepada Allah SWT. Sebagai sumber gerak, Sumber kenormatifan,
Sumber motivasi dan sumber nilai yang dapat dijadikan acuan hidup.
5

2. Tanggung jawab Etik


Sebagai akibat modernisasi dan industrialisasi, kadang manusia mengalami
degradasi moral yang dapat menjatuhkan harkat dan martabatnya. Kehidupan
modern seperti sekarang ini sering menampilkan sifat-sifat yang kurang dan tidak
terpuji, terutama dalam menghadapi materi yang gemerlap ini.Sifat-sifat yang tidak
terpuji tersebut adalah al-hirsh, yaitu keingnan yang berlebih-lebihan terhadap
materi. Dari sifat ini tumbuh perilaku menyimpang, seperti korupsi dan
manipulasi.sifat kedua ialah al-hasud, yaitu menginginkan agar nikmat orang lain
sirna dan beralih kepada dirinya. Sifat riya’ yaitu sifat suka memamerkan harta atau
kebaikan diri, dan sebagainya dari berbagai sifat hati.
Cara menghilangkan sifat-sifat tersebut ialah dengan mengadakan
penghayatan atas keimanan dan ibadahnya, mengadakan latihan secara bersungguh-
sungguh, berusaha mengubah sifat-sifatnya itu dengan mencari waktu yang tepat.
Karena kadang-kadang sifat tercela itu muncul dalam keadaan yang tidak tersadari,
maka seyogyanya setiap muslim selalu mengadakan introspeksi (muhasabah)
terhadap dirinya.
3. Tanggung jawab Politik
Tasawuf pada masa sekarang tidak lagi menjauhi pada kekuasaan,
sebagaimana dilakukan oleh para sufi-klasik. Akan tetapi tampil di tengah-tengah
politik dan masuk kedalam kekuasaan. Sebab menjauhinya menunjukkan
ketidakberdayaan dan kelemahan. Apabila pada masa klasik ada fatwa untuk
menjauhi dan bersifat oposan terhadap kekuasaan, hal ini sedikit bisa dibenarkan
karena kekuasaan padaa waktu itu bersifat individual, sementara itu kini kekuasaan
bersifat kolektif.
4. Tanggung jawab Intelektual
Tuntutan yang muncul akibat medernisasi dan industrialisasi tersebut, ialah
pengembangan kemampuan intelektual muslim sehingga memiliki kemampuan
dialogis dann fungsional terhadap perkembangan IPTEK, (Abdul Munir Mulkhan,
1993).
Secara epistimologis tasawuf memakai metode intuitif, yang pada abad ini
dijadikan sebagai salah satu alternatif dari rasionalisme dan empirisme dan
membantunya untuk melakukan terobosan baru dalam berbagai hal.Intuisi
6

merupakan salah satu tipe pengetahuan yang memiliki watak tinggi daripada
pengetahuan indra atau akal.3
C. Hati Nurani
Rasulullah SAW bersabda :
. ُ‫ِي ْلقَ ْلب‬
َ ‫ اََالَ َو ه‬،‫صل َح لَه سآ ِئِ ُُر ْالَبَدَ ِن‬ َ ‫صلَ َح ْال َج‬
َ ‫سد ُ ُكلُّهُ َو‬ َ ‫صلَ َح ْال َج‬
َ ‫سدُ ُكلُّهُ َو‬ ْ ‫صلَ َح‬
َ ‫ت‬ َ َ‫ اِذ‬،‫ضغَه‬ َ ‫ا ًِّن فِ ْي َج‬
ْ ‫س ِد اب ِْن اآدَ َم ُم‬
“sesungguhnya didalam jasad manusia itu terdapat segumpal daging. Jika segumpal
daging ini baik, maka seluruh jasadnya menjadi baik. Dan karenanya seluruh aktivitas
badanpun menjadi baik. Ingatlah, segumpal daging yang dimaksud adalah hati”(HR.
Bukhari dan Muslim)
Berdasarkan hadist tersebut, jelas bahwa yang menjadi barometer manusia
adalah hatinya. Hati bagaikan pemimpin yang ditaati oleh tubuh. Berikut akan
dipaparkan mengenai makna hati, roh, nafsu, dan akal.
1. Hati : Definisi menurut kejasmanian menjelaskan bahwa hati ialahDaging yang
berbentuk lentur yang terdapat disebelah kiri dada manusia dan didalamnya terdapat
rongga berisi darah hitam. Hati merupakan sumber dan tambang bagi roh. Dalam
definisi menurut kerohanian menjelaskan bahwa hati ialah benda yang sangat halus
yang didominasi oleh sifat ruhani atau spiritual. Seluruh anggota tubuh mempunyai
hubungan dengan benda yang satu ini, benda yang satu inilah yang mampu
mengenali Allah Ta’ala dan menjangkau semua yang tidak dapat dijangkau oleh
pikiran serta angan-angan. Dan dari hati itulah hakikat manusia dinilai oleh Allah.
Makna ini ditunjukkan melalui firman-Nya,
‫اِن فِي ذَآ لِكَ لَ ِذ ْك َُرآ ِل َم ْن كآ نَ لَهُ قَ ْلب‬
“sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang
yang mau memfungsikan hatinya”(QS. Qaf ayat 37).
Jika yang dimaksud ‘qalb’ yang dimaksud disini ialah jantung, maka benda
ini dimiliki oleh setiap manusia, jika ditelaah lebih dalam lagi, ketahuilah bahwa
hubungan benda yang sangat halus ini dengan daging pada anggota tubuh lainnya
adalah hubungan yang sangat pelik, sehingga tidak mudah untuk dijelaskan. Meski
demikian, pemahamannya bergantung pada penyaksian atas dirinya secara personal.
Adapun gambaran yang dikemukakan disini ialah, hati itu seperti raja, dan daging
lain yang terdapat pada tubuh laksana istana atau sebuah kerajaan yang dipimpinnya.

3
Amin Syukur, Menggugat Tasawuf(Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR, 1999)hlm. 112-123
7

2. Roh : dalam dunia kedokteran, roh ialah nyawa. Dalam definisi kerohanian, roh
merupakan hakikat makna hati. Roh dan hati mempunyai persamaan dengan arti
bisikan.
3. Nafsu ;
a. Makna yang mencakup kekuatan amarah, syahwat dan sifat-sifat yang tercela
lainnya. Hal tersebut terdapat dalam sabda Rasul
ُ ‫ا َ ْعدَ ى ا َ ْعدَا ِئِكَ نَ ْف‬
. َ‫سكَ التِ ْى َبىْنَ َج ْن ََبيْك‬
“Di antara musuhmu yang paling buruk adalah nafsu yang berada pada rongga
tubuhmu”(HR. At-Tirmidzi)
b. Bisikan Rabbani yang merupakan salah satu dari makna roh dan hati. Bersama
hati dan roh, secara mutlak nafsu juga diartikan dengan bisikan yang halus
tersebut. Dan itulah hakikat manusia yang membedakannya dari hewan serta
makhluk lainnya. Jika nafsu bersih serta selalu mengingat Allah Ta’ala dan
terlepas dari berbagai pengaruh syahwat serta sifat-sifat tercela lainnya, maka ia
disebut an-nafsul muthma’innah atau jiwa yang tenang.
4. Akal ;
a. Mengetahui hakikat segala sesuatu
b. Orang alim yang ilmunya menjadi sifat dirinya. Dan makna inilah yang dimaksud
dengan bisikan Rabbani. Sebab, tidak mungkin mengartikan akal dengan makna
yang pertama, berdasarkan sabda Nabi Muhammad SAW., “Yang pertama
diciptakan oleh Allah Ta’ala adalah akal. Kemudian Allah berfirman kepadanya
‘datanglah’ maka ia datang, kemudian Allah berfirman kepadanya ‘pergilah’
maka ia pun pergi”
Dengan kata lain, menjadi jelas bahwa yang dimaksud dengan hati, roh, nafsu
dan akal dalam hadist serta ayat-ayat al Qur’an yang dimaksud merupakan bisikan
Rabbani. Sebagaimana Sahal at-Tastari pernah mengatakan “Hati adalah tahta, dan dada
adalah kursinya”. Ini juga menunjukkan, bahwa yang dimaksud dengan hati adalah
sesuatu (esensi) di balik daging yang dinamakan dengan sanubari.
Hati memiliki dua pasukan, yakni pasukan yang dapat dilihat oleh mata kepala
(tangan, kaki, mata dan anggota tubuh lainnya) dan pasukan yang tidak dapat dilihat
oleh mata (sifat-sifat).
Hati harus menjadi pemimpin yang ditaati, sedang nafsu dan anggota tubuh
lainnya wajib menaati perintah dan larangannya. Jika tidak demikian, berarti manusia
telah dikuasai oleh nafsunya, maka pemimpinnya berbalik menjadi bawahan, sehingga
8

keadaan menjadi tidak terkendali. Dengan kata lain, sang raja menjadi tawanan yang
ditundukkan oleh para tawanan atau seorang musuh.
Oleh karena itu, jika seseorang sudah tunduk pada nafsu keserakahan atau
keinginan buruk yang lain, maka ia akan mendapati dirinya baik di waktu tidur maupun
terjaga telah bersujud dihadapan seekor babi (simbol keserakahan dan kekotoran) atau
seekor keledai (simbol kedunguan). Dan jika ia sudah tunduk pada amarah, maka ia
melihat dirinya bersujud di hadapan seekor anjing (simbol kerendahan). Karena pada
hakikatnya ia sudah dikuasai oleh bisikan syahwat, yang dalam keadaan seperti ini,
berarti ia sudah taat kepada setan yang memang suka menguasai manusia. Dan keadaan
inilah yang dimaksud ‘hati yang hitam’.
Fitrah hati manusia menghimpun empat noda atau sifat tercela. Di antaranya
sifat binatang buas, sifat hewan ternak, sifat setan, dan sifat Rabbani. Ketika sedang
dikuasai oleh amarah, ia akan bertindak selayaknya binatang buas. Kemudian ketika
sedang dikuasai oleh kesenangan, ia akan berlaku seperti binatang ternak. Manakala
kedua sifat tersebut telah menguasai hati manusia, kemudian melahirkan perbuatan
menipu, memaksa dan perbuatan tercela lainnya, maka ia telah dikuasai oleh setan.
Tetapi, karena didalamnya juga mengandung sifat Rabbani, maka hal itu dapat
mendorong orang tersebut memiliki sifat-sifat positif seperti; tidak mau tunduk kepada
tipu daya setan, juga merasa gembira karena mengetahui perkara dan sifat ini, serta
merasa sedih manakala tidak memilikinya. 4
D. Keterkaitan dengan Akhlak
Ada dua macam naluri manusia yang paling kuat yaitu ingin mempetahankan
hidupnya di dunia ini dan ingin mencapai kehidupan yang lebih baik di masa
mendatang.Di samping itu, dalam diri manusia ada hati nurani yang mendapat cahaya
Tuhan dan dapat menilai hal-hal yang baik untuk dikerjakan.Di dalam hati manusia
juga ada rasa malu jika seseorang melakukan keburukan dan kejahatan.
Akhlak seseorang dapat dinilai dari perilaku individu itu sendiri. Perilaku
seseorang dapat dikatakan bebas apabila tidak terikat oleh sesuatu apapun, bebas dalam
arti individu tersebut dapat menentukan sendiri tujuan-tujuannya dan apa yang
dilakukannya. Dia juga dapat memilih diantara berbagai kemungkinan yang tersedia.
Kebebasan disini tidak terikat dengan jenis kelamin, suku, ataupun hal lain yang

4
Imam al Ghozali, Ringkasan Ihya’ Ulumuddin(Jakarta Timur: Akbar Media Eka Sarana, 2008) hlm. 222-
225
9

bersifat fisik. Kebebasan merupakan hak setiap manusia dan melampaui jenis kelamin,
suku, bahasa, agama, dan lain-lain.
Sikap moral dewasa dalam diri manusia adalah sikap bertanggung jawab. Tidak
mungkin ada tanggung jawab jika tidak ada kebebasan.Inilah hubugan antara kebebasan
dengan tanggung jawab.Kebebasan berarti kemampuan untuk menentukan diri sendiri
dan kemampuan untuk bertangung jawab.Tingkah laku manusia yang didasarkan pada
sikap dan pola piker seseorang, berarti adalah tingkah laku yang berdasarkan pada
kesadaran diri sendiri.Sejalan dengan adanya kebebasan maka seseorang dituntut untuk
bertanggung jawab atas tindakannya, paling tidak terhadap hati nurani dan
keyakinannya.
Hati nurani merupakan wadah bagi manusia agar memperoleh saluran ilham dari
Tuhan. Sebenarnya hati nurani lebih cenderung kepada berbuat kebaikan daripada
keburukan.Untuk itu, hati nurani harus menjadi dasar pertimbangan dalam
melaksanakan kebebasan yang ada dalam diri manusia. Kebebasan yang menyalahi hati
nurani, tentu saja bertentangan dengan moral manusia yang baik. Akhlak yang baik
biasanya dilakukan tanpa paksaan, bebas, sesuai hati nurani, dan dapat
dipertanggungjawabkan.
10

III. PEMBAHASAN
A. Pengertian kebebasan, tanggungjawab dan hati nurani
1. Kebebasan
Secara bahasa kebebasan berasal dari kata bebas, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
bebas berarti lepas sama sekali, merdeka .
Secara istilah kebebasan yaitu,
a. Kebebasan sebagaimana dikemukakan oleh Ahmad Charris Zubair adalah terjadi apabila
kemungkinan-kemungkinan untuk bertindak tidak dibatasi oleh suatu paksaan dari atau
keterikatan kepada orang lain.
b. Kebebasan meliputi segala macam kegiatan manusia, yaitu kegiatan yang disadari,
disengaja, dan dilakukan demi suatu tujuan yang selanjutnya disebut tindakan.
c. Kebebasan dapat juga diartikan sebagai kemerdekaan seseorang tanpa ada kekangan dari
pihak manapun yang dapat menghalangi seseorang untuk melakukan suatu perbuatan.
d. Dalam arti luas kebebasan dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang menyangkut
semua urusan mulai dari sekecil-kecilnya sampai sebesar-besarnya sesuai keinginan, baik
individu maupun kelompok namun tidak bertentangan dengan norma-norma, aturan-
aturan, dan perundang-undangan yang berlaku.
Sementara itu, kebebasan menurut kaum Jabariyah dan Qodariyah yaitu,
Kaum Qadariyah berpendapat bahwa manusia mempunyai kemerdekaan dan kebebasan
dalam menentukan perjalanan hidupnya. Menurut paham Qadariyah manusia mempunyai
kebebasan dan kekuatan sendiri untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Dengan
demikian nama Qadariyah berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk pada
Qadar Tuhan. Dalam istilah Inggrisnya paham ini dikenal dengan nama free will and free
act.
Ayat-ayat yang digunakan kaum Qadariyah yaitu,
QS. Al-Kahf:29
“katakanlah:” kebenaran datang dari Tuhanmu. Siapa yang mau, percayalah ia, siapa yang
mau janganlah ia percaya.”

QS. Fussilat:40
“buatlah apa yang kamu kehendaki, sesungguhnya ia melihat apa yang kamu perbuat.”
Sementara itu menurut kaum Jabariyah berpendapat sebaliknya bahwa manusia tidak
mempunyai kemerdekaan dalam menentukan kehendak dan perbuatannya. Manusia dalam
paham ini terikat pada kehendak mutlak Tuhan. Jadi nama Jabariyah berasal dari kata
Jabara yang mengandung arti memaksa. Dalam istilah Inggris paham ini disebut fatalis
atau presdetination.
Ayat-ayat yang digunakan kaum Jabariyah yaitu,
QS. Al-Imran:164
“mereka sebenarnya tidak akan percaya, sekiranya Allah tidak menghendaki”
QS. Al-Saffat:96
“Allah menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat”
Dilihat dari sifatnya kebebasan itu dapat dibagi menjadi tiga yaitu,
Pertama, kebebasan jasmaniah, yaitu kebebasan dalam menggerakan dan mempergunakan
anggota badan yang kita miliki. Dan jika dijumpai adanya batas-batas jangkauan yang
dapat dilakukan oleh anggota badan kita, hal itu tidak mengurangi kebebasan melainkan
menentukan sifat dari kebebasan itu. Manusia misalnya berjenis kelamin dan berkumis,
tetapi tidak dapat terbang, semua itu tidak disebut melanggar kebebasan jasmaniah kita,
karena kemampuan terbang berada diluar kapasitas kodrati yang dimiliki manusia. Yang
dapat dikatakan melanggar kebebasan jasmaniah hanyalah paksaan, yaitu pembatasan oleh
seseorang atau lembaga masyarakat berdasarkan kekuatan jasmaniah yang ada padanya.
11

Kedua, kebebasan kehendak (rohaniah), yaitu kebebasan untuk menghendaki sesuatu.


Jangkauan kebebasan kehendak adalah sejauh jangkauan kemungkinan untuk berfikir,
karena manusia dapat memikirkan apa saja dan dapat menghendaki apa saja. Kebebasan
kehendak berbeda dengan kebebasan jasmaniah. Kebebasan kehendak tidak dapat dibatasi
secara langsung dari luar. Orang tidak dapat dipaksakan menghendaki sesuatu, sekalipun
jasmaniahnya terkurung.
Ketiga, kebebasan moral yang dalam arti luas berarti tidak adanya macam-macam
ancaman, tekanan, dan lain desakan yang tidak sampai berupa paksaan fisik. Dan dalam
arti sempit berarti tidak adanya kewajiban, yaitu kebebasan berbuat apabila terdapat
kemungkinan-kemungkinan untuk bertindak.
2. Tanggung Jawab
Tanggung jawab secara sempit yaitu, suatu usaha seseorang yang diamanahkan harus
dilakukan. Istilah dalam Islam tanggung jawab merupakan amanah. Secara luas tanggung
jawab diartikan sebagai usaha manusia untuk melakukan amanah secara cermat, teliti,
memikirkan akibat baik dan buruknya, untung rugi dan segala hal yang berhubungan
dengan perbuatan tersebut secara transparan menyebabkan orang percaya dan yakin,
sehingga perbuatan tersebut mendapat imbalan baik maupun pujian dari orang lain.
Tanggung jawab dapat diartikan sebagai konsekensi atas apa yang telah dilakukan walau
apapun resikonya. Berdasarkan GBHN tahun 1998, tanggung jawab pendidikan oleh kedua
orang tua terhadap anak antara lain sebagai berikut,
a. Memelihara dan membesarkannya. Tanggung jawab ini merupakan dorongan alami
untuk dilaksanakan, karena anak memerlukan makan, minum dan perawatan agar ia dapat
hidup secara berkelanjutan.
b. Melindungi dan menjamin kesehatannya, baik secara jasmaniah maupun rohaniah dari
berbagai gangguan penyakit atau bahaya lingkungan yang dapat membahayakan dirinya.
c. Mendidik dengan berbagai pengetahuan dan keterampilan yang berguna bagi hidupnya,
sehingga apabila ia telah dewasa ia mampu berdiri sendiri dan membantu orang lain (
hablum minannas ) serta melaksanakan kekhalifahannya.
d. Membahagiakan anak untuk dunia dan akhirat dengan memberikan pendidikan agama
sesuai dengan ketentuan Allah swt sebagai tujuan akhir hidup manusia. Tanggung jawab
ini dikategorikan juga sebagai tanggung jawab kepada Allah.
Tanggung jawab mendidik dan membina anak secara terus menerus perlu dikembangkan
kepada setiap orang tua. Mereka juga perlu dibekali teori-teori modern sesuai dengan
perkembangan zaman. Apabila tanggung jawab ini dilakukan oleh setiap orang tua, maka
generasi yang akan mendatang telah mempunyai kekuatan mental untuk menghadapi
perubahan dalam masyarakat.
3. Hati nurani
Hati dalam bahasa Arab disebut dengan qolb, yang berarti “sesuatu yang berputar atau
berbalik.”
Hati nurani atau intuisi merupakan tempat dimana manusia dapat memperoleh saluran
ilham dari Tuhan. Hati nurani ini diyakini selalu cenderung kepada kebaikan dan tidak
suka kepada keburukan. Menurut Webster Intuisi adalah kemampuan manusia untuk
memperoleh pengetahuan langsung atau wawasan langsung tanpa melalui observasi atau
penalaran terlebih dahulu. Atas dasar inilah muncul aliran atau paham intuisisme, yaitu
paham yang mengatakan bahwa perbuatan yang baik adalah perbuatan yang sesuai dengan
kata hati, sedangkan perbuatan yang buruk adalah perbuatan yang tidak sejalan dengan
kata hati atau hati nurani.
Karena sifatnya yang demikian, maka hati nurani harus menjadi salah satu dasar
pertimbangan dalam melaksanakan kebebasan dalam diri manusia, yaitu kebebasan yang
tidak menyalahi atau membelenggu hati nuraninya, karena kebebasan yang demikian itu
12

pada hakekatnya adalah kebebasan yang merugikan secara moral.


Dari pemahaman kebebasan yang demikian itu, maka timbullah tanggung jawab, yaitu
bahwa kebebasan yang diperbuat itu secara hati nurani dan moral harus dapat
dipertanggungjawabkan. Disinilah letak hubungan antara kebebasan, tanggung jawab dan
hati nurani.

B. Hubungan kebebasan, tanggung jawab, dan hati nurani


Pada uraian terdahulu telah disinggung bahwa suatu perbuatan baru dapat dikategorikan
sebagai perbuatan akhlaki atau perbuatan yang dapat bernilai akhlak, apabila perbuatan
tersebut dilakukan atas kemauan sendiri, bukan paksaan dan bukan pula dibuat-buat dan
dilakukan dengan tulus ikhlas. Untuk mewujudkan perbuatan akhlak yang ciri-cirinya
demikian baru bisa terjadi apabila orang yang melakukannya memiliki kebebasan atau
kehendak yang timbul dari dalam dirinya sendiri. Dengan demikian perbuatan yang
berakhlak itu adalah perbuatan yang dilakukan dengan sengaja secara bebas. Di sinilah
letak hubungan antara kebebasan dan perbuatan akhlak.
Selanjutnya perbuatan akhlak juga harus dilakukan atas kemauan sendiri dan bukan
paksaan. Perbuatan yang seperti inilah yang dapat dimintakan pertanggungjawabannya
dari orang yang melakukannya. Di sinilah letak hubungan antara tanggung jawab dan
perbuatan akhlak.
Dalam pada itu perbuatan akhlak juga harus muncul dari keikhlasan hati yang
melakukannya, dan dapat dipertanggungjawabkan kepada hati sanubari, maka hubungan
akhlak dengan kata hati menjadi demikian penting.
Dengan demikian, masalah kebebasan, tanggung jawab dan hati nurani adalah merupakan
faktor dominan yang menentukan suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai perbuatan
akhlaki. Di sinilah letak hubungan fungsional antara kebebasan, tanggung jawab dan hati
nurani dengan akhlak. Karenanya dalam membahas akhlak seseorang tidak dapat
meninggalkan pembahasan mengenai kebebasan, tanggung jawab dan hati nurani.
IV. KESIMPULAN
Kebebasan adalah kemerdekaan seseorang tanpa adanya kekangan dari pihak manapun
yang dapat menghalangi seseorang untuk melakukan perbuatannya, namun perbuatan
tersebut tidak bertentangan dengan norma-norma, aturan-aturan yang berlaku. Kebebasan
yang baik adalah kebebasan yang mengandung sikap moral yaitu kebebasan yang dapat
dipertanggung jawabkan. Namun manusia dalam melakukan tindakannya tidak bisa lepas
dari hati nuraninya, hati nurani selalu cenderung mengajak kepada kebaikan dan menolak
keburukan. Apabila seseorang melakukan keburukan maka hati nuraninya akan
menghukum dirinya sendiri. Disinilah letak hubungan antara kebebasan, tanggung jawab
dan hati nurani.

Anda mungkin juga menyukai