Anda di halaman 1dari 21

DINASTI HAMDANIYAH

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Terstruktur


Mata Kuliah Sejarah Peradaban Islam II
Asuhan: Wawan Hermawan, M.Ag

O
IR

Oleh:
Anan Bahrul Khoir

AN

AN

BA

KH

NIM: 1121020005

JURUSAN PERBANDINGAN AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI


SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2013

KATA PENGANTAR

Salam Sejahtera,
Puji Tuhan Penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Mahakasih, yang telah
melimpahkan kasih kasihnya kepada kita semua, sehingga Penyusun dapat menyelesaikan
makalah ini sesuai dengan waktunya. Tidak lupa, semoga salam dan pujian tetap tercurahkan
kepada Nabi Kita, beserta keluarganya, para sahabatnya, hingga umatnya sampai akhir jaman
nanti.
Penyusun ucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini. Penyusun tidak dapat menyebutkan-nya satu
persatu, oleh karena keterbatasan waktu dan tempat.
Juga, Penyusun merasa bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
Penyusun memohon kritik dan saran membangun supaya dapat memperbaiki kekurangan dari
makalah ini.
Akhirnya, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat, khususnya untuk Penyusun
dan masyarakat pada umumnya.

Bandung, 11 November 2013

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................

DAFTAR ISI .....................................................................................................................

ii

BAB I

PENDAHULUAN ............................................................................................

A. Latar Belakang Masalah .............................................................................

B. Rumusan Masalah ......................................................................................

C. Tujuan Masalah ..........................................................................................

BAB II

KEMUNCULAN, KEMAJUAN, DAN KEMUNDURAN DINASTI


HAMDANIYAH .............................................................................................

A. Kemunduran Dinasti Abbasiyah ................................................................

B. Sebab Munculnya Dinasti Hamdaniyah .....................................................

C. Kemajuan Dinasti Hamdaniyah ................................................................. 10


D. Kemunduran Dinasti Hamdaniyah ............................................................. 12
BAB III PENUTUP ........................................................................................................ 14
A. Kesimpulan ................................................................................................. 14
B. Saran ........................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 16
INDEKS ............................................................................................................................ 18

ii

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Kemunculan dinasti-dinasti kecil, baik di sekitar Baghdad maupun di luar Baghdad,
adalah dampak dari menurunnya pengaruh dinasti besar yang menjadi pusat dinastidinasti kecil tersebut. Perasaan kecewa dan tidak puas terhadap pemerintahan pusat,
menjadikan mereka melepaskan diri dari kekuasaan pusat. Kekecewaan dan
ketidakpuasan ini dapat terjadi dalam beberapa bentuk, diantaranya adalah pergolakan
politik yang bergejolak terlalu besar sehingga penguasa pada waktu itu tidak mampu
menanganinya.
Dinasti Abbasiyah, yang merupakan satu-satunya dinasti besar yang menjadi pusat
pemerintahan pada waktu itu, yang menggantikan dinasti besar lainnya, Dinasti
Umayyah. Kemajuan-kemajuan yang telah berhasil dicapai Dinasti Abbasiyah pada
masanya, tidak mampu menjadi alasan untuk tetap bergabung dalam dinasti yang telah
kelihatan kehancurannya. Khalifah terakhir Dinasti Abbasiyah, al-Mustasim (1242-1258
M.), hanya meneruskan pemerintahan secara formalitas belaka; karena pada dasarnya,
Dinasti Abbasiyah sudah dikuasai oleh para perwira dan tentara Turki.1
Salah satu dinasti kecil yang muncul adalah dinasti Hamdaniyah (929-1002 M).
Dinasti ini berkuasa di daerah Aleppo dan Mosul. Masa kekuasaannya tidak terlalu lama,
1

Al-Mutashim (833-842 M) adalah khalifah pengganti al-Mamun (813-833 M) yang mulai memasukkan
unsur-unsur Turki ke dalam pemerintahan. Mulanya, tentara Turki dipakai sebagai tentara pengawalnya.
Kehebatan tentara Turki menjadikan pengaruh Turki begitu besar dalam pemerintahan dan mulai berkuasa di
Istana. Akhirnya tentara Turki menguasai Dinasti Abbasiyah dan khalifah-khalifah dinasti tersebut hanya
boneka-boneka perwira dan tentara Turki. Jadi, pada hakikatnya, orang-orang Turkilah yang memerintah, bukan
para khalifah dinasti Abbasiyah.

hanya berlangsung selama 73 tahun. Kekuasaan yang berlangsung singkat ini tidak
sedikit memberikan sumbangsih khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan.
B. Rumusan Masalah
Kemunculan Dinasti Hamdaniyah ini menjadi topik penting pada makalah ini. Oleh
karena itu, muncul beberapa masalah yang ingin diketahui oleh Penulis, khususnya.
Rumusan masalah yang diambil oleh Penulis diantaranya:
1. Bagaimana kemunculan Dinasti Hamdaniyah?
2. Apakah kemajuan-kemajuan yang dicapai oleh Dinasti Hamdaniyah?
3. Bagaimana kemunduran dan kejatuhan Dinasti Hamdaniyah?
C. Tujuan Masalah
Tiga rumusan masalah di atas adalah garis besar masalah yang akan dibahas dalam
makalah ini. Namun, tidak menutup kemungkinan ada pembahasan-pembahasan lainnya
yang berhubungan dengan Dinasti Hamdaniyah. Oleh karena itu, tujuan masalah dari
makalah ini diantaranya:
1. Untuk mengetahui bagaimana kemunculan Dinasti Hamdaniyah.
2. Untuk mengetahui kemajuan-kemajuan yang dicapai oleh Dinasti Hamdaniyah.
3. Untuk mengetahui bagaimana kemunduran dan kejatuhan Dinasti Hamdaniyah.

BAB II
KEMUNCULAN, KEMAJUAN,
DAN KEMUNDURAN DINASTI HAMDANIYAH

A. Kemunduran Dinasti Abbasiyah


Kemunduran Dinasti Abbasiyah merupakan faktor awal terhadap lahirnya dinastidinasti kecil di sekitarnya. Secara de facto dan de jure, Dinasti Abbasiyah diserang dan
dihancurkan oleh Hulagu Khan 2 pada tahun 1258.Khalifah al-Mustasim (1242-1258),
khalifah terakhir Dinasti Abbasiyah, tidak mampu mengimbangi kekuatan pasukan
lawan. 3 Oleh karena itu, dinasti ini ditutup oleh al-Mustasim yang dikalahkan oleh
kekuatan dari luar.4
Al-Mustasim harus menanggung beban-beban dari beberapa khalifah sebelumnya,
diantaranya adalah politik. Pergolakan politik yang terjadi pada Dinasti Abbasiyah dari
awal sampai akhir pemerintahannya, sebenarnya kelanjutan juga dari dinasti sebelumnya,
Dinasti Umayyah. Hanya saja, disintegrasi dalam bidang politik ini memuncak pada
masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah.5

Hulagu Khan adalah seorang berkebangsaan Mongol. Bangsa Mongol berasal dari daerah pegunungan
Mongolia, yang membentang dari Asia Tengah sampai ke Siberia Utara, Tibet Selatan, dan Manchuria Barat
serta Turkistan Timur. Nenek moyang mereka bernama Alanja Khan, yang mempunyai dua orang kembar, Tatar
dan Mongol. Kedua putra itu melahirkan dua suku bangsa besar, bangsa Mongol dan bangsa Tatar. Mongol itu
mempunyai anak bernama Ilkhan, yang melahirkan keturunan pemimpin bangsa Mongol di kemudian hari.
Lihat Ahmad Syalabi, Mausuah al-Tarikh al-Islami wa al-Hadharah al-Islamiyah, Juz VII, (Kairo: Maktabah
al-Nahdhah al-Mishriyah, 1979), hlm. 745. Lihat jugaBadri Yatim, Dirasah Islamiyah II, (Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 2008), hlm. 113.
3
Tentara perang yang dikirimkan oleh Hulagu Khan pada tahun 656 H/1258 M.Berjumlah sekitar 200.000
tentara.
4
Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008, Cetakan ke-10), hlm. 32.
5
Ibid., hlm. 33.

Faktor lain selain disintegrasi politik adalah dominasi bangsa Turki6 pada pemerintahan. Masuknya pengaruh Turki dalam pemerintahan Abbasiyah dimulai oleh khalifah
al-Mutasim (833-842), yang merupakan seorang anak dari Ibu berkebangsaan Turki. Ia
merekrut dan melatih tentara Turki dan menjadikannya sebagai pengawalnya. 7 AlMutasim adalah khalifah pengganti al-Mamun (813-833).Berbagai kebijakan yang
dikeluarkannya memberikan peluang yang besar bagi bangsa Turki untuk mengendalikan
negara. Alasan al-Mutasim memasukkan unsur Turki dalam pemerintahannya, di
samping ibunya yang berkebangsaan Turki, adalah al-Mutasim yang sedang menjabat
sebagai khalifah merasa terancam oleh pihak-pihak pendukung al-Mamun yang terdiri
dari orang-orang Persia dan pihak-pihak pendukung al-Amin yang terdiri dari orangorang Arab. Ia berusaha mencari pendukung dari luar yang berbeda dari khalifah
sebelumnya. Oleh karena itu, Ia membentuk prajurit-prajurit khusus andalannya yang
terdiri dari orang-orang Turki. Pembentukan prajurit khusus ini bermaksud menjadikannya sebagai pengawal pribadi khalifah.
Masuknya unsur Turki dalam kenegaraan pada masa awal pemerintahan alMutasim belumlah terlihat. Namun, dengan waktu yang singkat, dominasi bangsa Turki
mulai tampak. Terlebih ketika al-Mutamid membunuh khalifah sebelumnya, alMutawakkil (232-247 H/847-861 M), yang juga ayah dari al-Mutamid sendiri, maka
unsur Turki mulai menguasai pemerintahan beserta khalifahnya. Mereka menguasa
administrasi negara. Mereka mempunyai kekuasaan menurunkan, mengangkat,
memenjarakan, atau membunuh khalifah Abbasiyah yang tidak disukainya.8
Badri Yatim (2008: 67) mencatat bahwa perebutan kekuasan di pusat pemerintahan
yang terjadi antaranak khalifah. Masing-masing memperoleh dukungan dari orang6

Orang-orang Turki pernah menjabat jabatan penting dalam pemerintahan, diantaranya: Ahnaz, Wazir,
Wasif, Begha Kabir, Begha Saghir, Musa bin Begha, Itakh bin Khaqan, dan lain-lainnya.
7
Supriyadi, op.cit., hlm. 31.
8
Tsuroya Kiswati, Al-Juwaini: Peletak Dasar Teologi Rasional dalam Islam, (Jakarta: Erlangga, 2007,
Cetakan ke-7), hlm. 20.

orangTurki yang sengaja mengadu domba antara satu dengan yang lainnya. Akibatnya,
pemerintahan semakin parah. Akibatnya, kekuasaan khalifah hanya khalifah boneka
yang digerakkan oleh dalangnya, orang-orang Turki. Wewenang seorang khalifah hanya
pada persoalan keagamaan belaka. Ia hanya diperkenankan berkhutbah Jumat di masjid.
Sedangkan urusan negara sepenuhnya berada di tangan ayan dan amir atau kepala
rumah tangga istana yang semuanya terdiri dari orang-orang Turki.9
Kekacauan ini tidak disia-siakan oleh para pemberontak dan para gubernur yang
ingin melepaskan diri dari kekuasaan pusat, Baghdad. Akibatnya, muncullah banyak
dinasti kecil yang memproklamirkan diri sebagai negara yang berdiri sendiri dan tidak
terikat lagi dengan kekuasaan pusat.10
Pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah Pertama 11 atau dari khalifah Abu alAbbas (750-754) hingga al-Wathiq (843-847), sebenarnya telah muncul beberapa dinasti
kecil yang melepaskan diri dari pemerintahan pusat, seperti dinasti Aghlabiyah di
Tunisia, Idrisiyah di Maroko, dan Thahariyah di Khurasan.
Pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah Keduasemakin banyak dinasti-dinasti
kecil yang memisahkan diri dari pemerintahan pusat, seperti dinasti Syafawiyah di Persia,
Samawiyah di Khurasan, Ghaznawiyah di India, Hamdaniyah di Mosul dan Halb,
Tuluniyah dan Ikhsidiyah di Mesir dan Syam, Fathimiyah di Afrika Utara, Umayyah di
Cordova, Buwaihiyah di Persia, Zaidiyah di Tabaristan, Ray dan Jibal, Yaqubiyah di
Sana dan dinasti Saljukiyah di Transoxania, Khurasan, Persia, Irak, Syam, dan Anatolia
atau Asia Kecil.

Ibid., hlm. 21.


Ibid.
11
Periodesasi ini dikemukakan oleh A. Hasymy, seorang ulama Indonesia. Menurutnya, perodesasi sejarah
Islam terbagi menjadi delapan, yaitu: Permulaan Islam (610-661); Daulah Ammawiyah (661-750); Daulah
Abbasiyah Pertama (750-847); Daulah Abbasiyah Kedua (847-946); Daulah Abbasiyah Ketiga (946-1075);
Daulah Mughal (1261-1520); Daulah Utsmaniyah (1520-1801); dan Kebangkitan (1801-sekarang). Lihat Ali
Hasymi, Sejarah Kebudayaan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1978, Cetakan ke-2), hlm. 58.
10

Akhirnya, wilayah kekuasaan pusat semakin menyempit dan yang tersisa hanya
Baghdad, Sawad, dan Irak. Pada tahun 1258, Hulagu dari Mongol datang
menghancurkan dan merampas Baghdad dari tangan Khalifah Abbasiyah. Akibatnya,
dinasti Abbasiyah hancur dan hilang dari permukaan bumi untuk selamanya.12
Ada beberapa alasan mengapa bidang politik lebih bergejolak dibandingkan dengan
bidang-bidang lainnya. Kemungkinan, para khalifah Abbasiyah sudah merasa puas
dengan upeti yang dikirimkan oleh tiap provinsi. Pertama, khalifah tidak memiliki
kekuatan militer yang kuat untukmenundukkan provinsi-provinsi tertentu;13kedua, para
khalifah lebih menitikberatkan pada peningkatan peradaban dan kebudayaan daripada
politik dan perluasan wilayah. Akibatnya banyak provinsi-provinsi yang melepaskan diri
dari penguasa pemerintahan pusat. Hal ini kemungkinan bisa dilakukan melalui dua cara,
yaitu: pertama, seorang gubernur atau pemberontak melakukan pemberontakan dan
berhasil memperoleh kemerdekaannya, seperti daulah Umayyah di Spanyol dan Idrisiyah
di Maroko. Kedua, seseorang ditunjuk menjadi gubernur oleh khalifah, kemudian
kedudukannya semakin bertambah kuat, seperti daulah Aghlabiyah di Tunisia dan
Thahariyah di Khurasan.14
Watt mengatakan bahwa keruntuhan dinasti Abbas terlihat sejak awal abad
kesembilan. Hal ini terjadi dikarenakan para khalifah menunjuk orang-orang tertentu
dalam bidang militer untuk menjadi pengawalnya.15 Kekuatan militer Abbasiyah waktu
itu mengalami kemunduran, sehingga mereka merekrut orang-orang profesional dalam
bidang militer dan melatihnya secara independen. Dan yang paling berpengaruh sekali

12

Kiswati, op.cit., hlm. 21-22.


Sir William Muir, The Caliphat, (New York: AMS Inc., 1975), hlm. 432.
14
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2008,
edisi ke-20), hlm. 64.
15
W. Montgomery Watt, Politik Islam dalam Lintasan Sejarah, (Jakarta: P3M, 1998), hlm. 152.
13

adalah para tentara Turki yang selanjutnya menjadi ancaman besar bagi dinasti
Abbasiyah.16
Dinasti-dinasti yang melepaskan diri dari kekuasaan Baghdad pada masa dinasti
Abbasiyah, diantaranya:
1.

2.

3.

4.

16

Yang berbangsa Persia


a.

Thahiriyah di Khurasan (205-259 H/820-872 M);

b.

Shafariyah di Fars (254-290 H/868-901 M);

c.

Samaniyah di Transoxania (261-389 H/873-998 M);

d.

Sajiyah di Azerbaijan (266-318 H/878-930 M); dan

e.

Buwaihiyah(320-447 H/932-1055 M).

Yang berbangsa Turki


a.

Thuluniyah di Mesir (254-292 H/837-903 M);

b.

Ikhsidiyah di Turkistan (320-560 H/932-1163 M);

c.

Ghaznawiyah di Afganistan (351-585 H/962-1189 M);dan

d.

Dinasti Seljuk (429-700H/1037-1299M).

Yang berbangsa Kurdi


a.

Al-Barzuqani (348-406 H/959-1015 M);

b.

Abu Ali (380-489 H/990-1095 M); dan

c.

Ayubiyah (564-648 H/1167-1250 M).

Yang berbangsa Arab


a.

Idrisiyah di Maroko (172-375 H/788-985 M);

b.

Aghlabiyah di Tunisiyah (184-289 H/800-900 M);

c.

Dulafiyah di Kurdistan (210-285 H/825-898 M);

d.

Alawiyah di Tabaristan (250-316 H/864-928 M);

Yatim, op.cit.

5.

e.

Hamdaniyah di Aleppo dan Mosul (317-394 H/929-1002 M);

f.

Mazyadiyah di Hillah (403-545 H/1011-1150 M);

g.

Ukailiyyah di Mosul (386-489 H/996-1095 M); dan

h.

Midasiyah di Aleppo (414-472 H/1023-1079 M).

Yang mengaku dirinya sebagai Khalifah


a.

Muawiyah di Spanyol; dan

b.

Fathimiyah di Mesir.

B. Sebab Munculnya Dinasti Hamdaniyah


Terdapat perbedaan (pada referensi yang Penulis gunakan) tahun berdiri dan
berakhirnya Dinasti Hamdaniyah ini. Pertama, Badri Yatim mencatat bahwa dinasti ini
didirikan pada tahun 929 dan berakhir pada tahun 1002 (317-394 H/929-1002 M) 17 ;
kedua, Dedi Supriyadi mencatat tahun berdirinya dinasti ini adalah tahun 972 dan
berakhir pada tahun 1152. 18 Penulis tidak menemukan mengapa terjadi perbedaan
tersebut, namun Penulis menggunakan kedua referensi tersebut pada makalah ini.
Ketika dinasti Ikhsidiyah berkuasa di sebelah utara Mesir, muncul dinasti lain
sebagai tandingannya, yaitu dinasti Hamdaniyah yang beraliran syiah.19 Dalam konteks
ini, Watt mencatat bahwa para penguasa Hamdaniyah dianggap bersimpati terhadap
ideologi Syiah, tetapi Syiah Moderat. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya kebijakan
yang dikeluarkan oleh khalifah Hamdaniyah. Jauh sebelum pembentukan dinasti
Hamdaniyah, pada masa khalifah al-Mutamid, sebenarnya kelompok ini telah
melakukan beberapa pemberontakan dan makar namun selalu gagal. Usaha mereka
berhasil ketika kekhalifahan jatuh ke tangan al-Muqtadir.

17

Yatim, op.cit., hlm. 66;Lihat juga Jurji Zaidan, History of Islamic Civilization, (New Delhi: Kitab
Bhavan, 1978), hlm. 263.
18
Supriyadi, op.cit., hlm. 167.
19
http://sejukkan-iman.blogspot.com/2012/10/dinasti-islam-di-seluruh-dunia.html diakses pada tanggal 31
Oktober 2013 pada pukul 14:12 WIB.

Dinasti ini didirikan oleh Hamdan bin Hamdun yang bergelar Abul Haija, seorang
Amir dari suku Taghlib. Putranya, al-Husain, adalah panglima pemerintahan Abbasiyah
dan Abu al-Haija Abdullah diangkat menjadi gubernur Mosul, Irak, oleh khalifah alMuktafi pada tahun 905.
Abu Hamdan bin Hamdun pernah ditangkap oleh khalifah Abbasiyah karena
beraliansi dengan kaum Khawarij untuk menentang kekuasaan bani Abbas. Akan tetapi,
putranya menyelamatkannya dan Abu Hamdan di ampuni oleh khalifah Abbasiyah.
Wilayah kekuasaan dinasti Hamdaniyah terbagi menjadi dua, yaitu wilayah
kekuasaan di Mosul, Irak; dan wilayah kekuasaan di Halb, Aleppo.
Setelah meninggal Haija, tahta kerajaan di Mosulberalih kepada putranya, yaitu
Hassan bin Abu Haija yang diberi gelar oleh khalifah sebagai Nashir ad-Daulah dan Ali
bin Abu Haija yang bergelar Syaif ad-Daulah. Syaif ad-Daulah inilah yang berhasil
menguasai daerah Halb dan Hims dari kekuasaan dinasti Ikhsidiyah yang kemudian
menjadi pendiri dinasti Hamdaniyah di Halb.
Tiga orang bersaudara memperoleh jabatan penting dan diangkat menjadi gubernur
pada saat diangkatnya al-Muqtadir diangkat sebagai khalifah dinasti Abbas, diantaranya:
Abdullah bin Hamdan diangkat menjadi gubernur Mosul; Said bin Hamdan diangkat
menjadi gubernur Nahawad; dan Ibrahim bin Hamdan diangkat menjadi gubernur untuk
daerah-daerah suku Rabiah. Diantara keturunan Abdullah bin Hamdan, Abu
Muhammad bin Abdullah yang bergelar Nashir ad-Daulah adalah anaknya yang paling
menonjol sehingga gubernur Mosul selanjutnya digantikan oleh Abu Muhammad.
Sedangkan anaknya yang lain, Husein bin Abdullah yang bergelar Sayf ad-Daulah
ditempatkan di Halb, Aleppo.
Keduanya melakukan beberapa kebijakan
berkembang

pesat.

Abu

Muhammad

yang menyebabkan dinasti ini

melakukan

perluasan

dan

berusaha

mempertahankan wilayah kekuasaannya dari serangan bangsa Romawi. Ia pun mengaju


kepada penguasa dinasti Ikhsidiyah untuk menyerahkan wilayah utara Syria kepadanya
untuk mempermudah pengawasan apabila terjadi penyerangan yang dilakukan oleh
bangsa Romawi. Bahkan Ikhsidiyah membayak upeti kepada dinasti Hamdaniyah dengan
syarat tidak mengganggu Damaskus yang menjadi wilayah kekuasaan dinasti Ikhsidiyah.
Kehebatan Abu Muhammad pernah membuat tunduk Baghdad selama kurang lebih satu
tahun dari genggaman dinasti Buwaihi. Abu Muhammad berhasil mendesak dan
mengusir dinasti Buwaihi. Akan tetapi, ketika kekuatan dinasti Buwaihi kembali, mereka
menyerang dinasti Hamdaniyah di Baghdad dan berhasil mengusirnya.
Setelah kematian dua penguasa terkuat dinasti ini, kekuasaannya mulai redup. Abu
Muhammad meninggal pada tahun 356 H, sedangkan Husein meninggal dua tahun
sesudahnya, yaitu pada tahun 358 H.
C. Kemajuan Dinasti Hamdaniyah
Seperti dijelaskan sebelumnya, dinasti ini menguasai dua wilayah yang berbeda,
yaitu Halb di Aleppo dan Mosul di Irak. Wilayah kekuasaan di Halb terkenal dengan
kesusastraan Arab dan ilmu pengetahuan. Kemajuan dalam bidang sastra pada masa
dinasti Hamdaniyah ini mengingatkan kita pada masa al-Rasyid dan al-Mamun.Pada
masa dinasti Hamdaniyah, muncul ilmuwan-ilmuwan muslim terkenal, seperti Abi alFath dan Usman bin Jinny yang menggeluti bidang nahwu, Abu Thayyib al-Mutannabi20,

20

Nama lengkapnya adalah Abu Thayyib Ahmad bin Husain al-Mutannabi. Al-Mutannabi (w. 303 H/915965 M) mengabadikan nama Syaif ad-Daulah pada beberapa syairnya yang awalnya dinyanyikan untuk
memujanya, tetapi kemudian dinyanyikan untuk mengejeknya; lihat Philip K. Hitti, History of The Arabs,
(Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2006, Cetakan ke-2), hlm. 578. Contoh Bait syair karya al-Mutannabi
seperti berikut:
Orang yang tak mampu mencapai batas-Mu adalah tebusan bagi-Mu
Oleh karena itu, dia tidak memiliki pilihan kecuali menebus-Mu
Lihat Abu Abdirrahman al-Sulami, Tasawuf: Buat yang Pengen Tahu, (Jakarta: Penerbit Erlanggam 2007,
Cetakan ke-11), hlm. 32.
Nama al-Mutannabi disinggung oleh tokoh Orientalis, Regis Blachere (1900-1973). Ia memperoleh gelar
doktornya dengan dua karya, karya pertamanya berjudul Syair Arab dari Abad keempat Hijriah: Abu athThayyib al-Mutannabi dan karya keduanya yang merupakan diterjemahkan ke dalam bahasa Perancis

10

Abu Firas Husain bin Nashr ad-Daulah, Abu Ala al-Maari, al-Isfahani21, dan Syaif adDaulah sendiri mendalami ilmu sastra bahkan Ia merupakan pelindung sastra Arab.
Juga, lahir seorang filosof terkenal, yaitu al-Farabi 22 . 23 Ia membuktikan kerja
samanya dengan pemerintahan dinasti Hamdaniyah, yaitu Syaif ad-Daulah. Karena
kehebatan al-Farabi pada masa itu, Syaif ad-Daulah memanfaatkannya dengan baik
sehingga rakyat menjadi makmur dan sejahtera.24
Selain dari itu, Ibnu Sina (370-429 H/980-1037 M) atau terkenal di Barat dengan
nama Avicenna pernah menjabat menteri pada pemerintahan dinasti Hamdaniyah karena
kecakapannya sebagai seorang dokter, filosof, dan ahli ilmu pengetahuan lainnya.
Karena kemampuannya mengobati Nuh bin Mansur (976-997 M), seorang penguasa
dinasti Samaniyah, Ia diangkat menjadi menteri oleh khalifah dinasti Hamdaniyah
selama dua periode, namun pada akhirnya ia dipecat dari jabatannya sebagai seorang
menteri,

dan

di

penjarakan

karena

pemikirannya

dianggap

merugikan

penguasa.25(Ensiklopedi Islam, 2005:3, 103)

yaituThabaqat al-Umam-nya Shaid al-Andalusi yang isinya diserta komentar-komentarnya yang cukup
penting. Abdurrahman Badawi, Ensiklopedi Tokoh Orientalis, (Yogyakarta: LKIS, 2003), hlm. 93.
21
Ia juga merupakan seseorang yang ahli dalam bidang musik. Lihat Hitti, op.cit., hlm. 580.
22
Nama lengkapnya adalah Abu Muhammad bin Muhammad bin Tarkhan bin Auzalagh. Ia lahir di Wasij,
distrik Farab (sekarang di kenal dengan kota Atrar/Transoxiana), Turkistan pada tahun 257 H (870 M). Ayahnya
seorang jenderal berkebangsaan Persia dan ibunya berkebangsaan Turki. Di kalangan orang-orang Latin abad
Pertengahan, al-Farabi lebih dikenal dengan Abu Nashr (Abunaser), sedangkan sebutan nama al-Farabi diambil
dari nama kota Farab, tempat ia dilahirkan.
Al-Farabi lahir pada masa pemerintahan al-Mutadid (870-892). Situasi ketika itu sedang diguncang. Tidak
ada stabilitas politik sama sekali. Timbul banyak tantangan, bahkan pemberontakan terhadap kekuasaan
Abbasiyah dengan berbagai motif.
Yang Ia pelajari adalah: bahasa dan sastra Arab kepada Abu Bakar as-Saraj; Logika dan filsafat kepada
Abu Bisyr Mattitus bin Yunus; berguru kepada Yuhana bin Jilad.
Usia 75 tahun Ia pindah ke Damaskus dan berkenalan dengan Saif ad-Daulah al-Hamdani, sultan dinasti
Hamdan di Aleppo. Sultan memberinya kedudukan sebagai seorang ulama istana dengan tunjangan yang besar
sekali, tetapi al-Farabi lebih memilih zuhud. Ia hanya perlu empat dirham untuk kebutuhan sehari-harinya, dan
sisa tunjangannya, Ia serahkan kepada fakir miskin dan amal sosial di Aleppo dan Damaskus. Lihat Dedi
Supriyadi, Filsafat Islam: Konsep, Filsuf, dan Ajarannya, (Bandung: Pustaka Setia, 2010, Cetakan ke-2), hlm.
80.
23
Supriyadi, op.cit., hlm. 167-168.
24
Fauzul Iman, Lensa Hati, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2005), hlm. 58.
25
Muhammad Sholikhin, Filsafat dan Metafisika dalam Islam: Sebuah Penjelajahan Nalar, Pengalaman
Mistik, dan Perjalanan Aliran Manunggaling Kawula-Gusti, (Yogyakarta: Narasi, 2008), hlm. 150.

11

Syaif ad-Daulah terkenal dalam sejarah Arab karena perhatian dan dukungannya
yang besar dalam bidang pendidikan; juga semangat juangnya membangkitkan semangat
perlawanan terhadap musuh-musuh Islam dari kalangan Kristen yang sekian lama tidak
dilakukan oleh para penguasa Muslim.26
Perlu dicatat bahwa dinasti Hamdaniyah merupakan salah satu dinasti yang mampu
menjadi benteng pertahanan terhadap serangan bangsa Romawi.27
Kekuasan lainnya adalah pada bidang militer. Terbukti ketika Abu Muhammad
berhasil menyerang dinasti Buwaihi dan menguasai Baghdad dari genggamannya.
Walaupun berkuasa kurang lebih hanya satu tahun, namun hal ini menunjukkan bahwa
kekuatan militer dinasti Hamdaniyah pada waktu itu begitu kuat.
D. Kemunduran Dinasti Hamdaniyah
Kemunduran dinasti Hamdaniyah disebabkan karena beberapa faktor. Pertama,
walaupun dinasti ini berkuasa di daerah yang cukup subur dan makmur serta memiliki
pusat perdagangan yang strategis, sikap kebaduiannya yang tidak bertanggungjawab dan
destruktif tetap Ia jalankan. Karena sikapnya yang demikian, Suriah dan Aljazair merasa
menderita karena kerusakan perang yang ditimbulkan karena peperangan. Hal inilah
menjadikan simpati terhadap dinasti Hamdaniyah berkurang dan wibawanya jatuh.
Setelah wafatnya dua orang bersaudara, yaitu Abu Muhammad dan Husein; para
penggantinya selalu berebut kekuasaan sehingga mereka hanya terfokus pada perebutan
kekuasaan saja. Inilah yang menyebabkan melemahnya struktur pemerintahan dan sendisendi kekuatan militer.
Kedua, bangkitnya kembali dinasti Bizantium di bawah kekuasaan Macedonia yang
bersamaan dengan berdirinya dinasti Hamdaniyah di Suriah menyebabkan dinasti
Hamdaniyah tak bisa menghindar dari invasi wilayah yang dilancarkan oleh Bizantium.
26

Philip K. Hitti, History of The Arabs, (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2006, Cetakan ke-2), hlm. 580.
http://bijehpade.blogspot.com/2011/10/kekhalifahan-abbasiyah diakses pada tanggal 31 Oktober pada
pukul 14:15 WIB.
27

12

Invasi yang dilakukan oleh Bizantium terhadap Suriah mengakibatkan Aleppo dan Hims
jatuh ke tangan Bizantium.
Ketiga, kebijakan ekspansionis Fathimiyah

28

ke Suriah bagian selatan, juga

melumpuhkan dinasti ini. Bahkan sampai terbunuhnya Said ad-Daulah yang sedang
memegang kekuasaan dinasti Hamdaniah. Akhirnya dinasti ini takluk kepada dinasti
Fatimiahpada tahun 394 H/1004 M.29

28

Ekspansi dinasti Fatimiyah selalu berhasil, terbukti dengan ditaklukannya beberapa dinasti kecil di
sekitarnya, seperti: Idrisiyah, Aghlabiyah, Ikhsyidiyah, dan Hamdaniyah pun ditaklukannya.
29
Supriyadi, Sejarah..., (Bandung: Pustaka Setia, 2008, Cetakan ke-10), hlm. 168.

13

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dinasti-dinasti kecil lahir dari buruknya politik yang sedang melanda pemerintahan
dinasti Abbasiyah. Puncak dari munculnya dinasti-dinasti kecil tersebut adalah pada
periode Daulah Abbasiyah Kedua atau sekitar abad kesembilan.
Dinasti Hamdaniyah adalah salah satunya. Terlepas dari politik yang buruk, wilayah
kekuasaan dinasti ini cukup jauh dari jangkauan pemerintahan pusat yang menyebabkan
dengan mudah melepaskan diri darinya. Walaupun khalifah pertama dinasti Hamdaniyah
pernah dihukum oleh khalifah Abbasiyah, namun pendirian dinasti ini tidak pernah surut.
Beberapa kemajuan dicapai oleh dinasti ini namun hanya sedikit saja, yaitu pada
bidang sastra Arab dan beberapa ilmu pengetahuan, seperti filsafat. Tercatat beberapa
nama yang ahli pada bidang sastra Arab pada masanya, dan al-Farabi tercatat sebagai
filsuf yang berasal dari Syam. Bahkan Ia dipekerjakan di kerajaan oleh Khalifah Hamdan
bin Hamdun dengan bayaran yang sangat besar.
Keruntuhan dinasti ini seperti beberapa dinasti kecil sebelumnya yang ada di timur
Baghdad, yaitu diserang dan dihancurkan oleh dinasti Fathimiah. Walaupun keduanya
adalah dinasti berhaluan syiah, namun dinasti Fathimiah ingin melakukan ekspansi yang
lebih jauh. Oleh karena itu, Mesir yang lebih dahulu ditaklukan oleh Fathimiah, sehingga
Syam adalah daerah terdekat selanjutnya yang ditaklukan. Memang benar bahwa
kekuatan militer dinasti Fathimiah ini sangat kuat hingga tiap penyerangannya selalu
berhasil mengalahkan dinasti-dinasti lawannya.
14

3.2 Saran
Penulis rasa makalah ini sangat jauh dari kata baik. Hal ini karena kurangnya
referensi yang Penulis temukan. Beberapa buku sejarah hanya mencatut namanya saja
sebagai hiasan bukunya belaka tanpa ada detail mengenainya. Pun beberapa buku
menjelaskannya namun tidak lebih dari dua lembar yang membahas dinasti ini.
Oleh karena itu, Penulis mengharapkan kritik dan sarannya yang bersifat
membangun sehingga Penulis dapat memperbaiki makalah ini dikemudian hari. Seperti
kata pepatah, tak ada gading yang tak retak.

15

DAFTAR PUSTAKA

a. Buku
Badawi, Abdurrahman. 2003.
Ensiklopedi Tokoh Orientalis. Yogyakarta: LKIS.
Iman, Fauzul. 2005.
Lensa Hati. Yogyakarta: Pustaka Pesantren.
Kiswati, Tsuroya. 2007.
Al-Juwaini: Peletak Dasar Teologi Rasional dalam Islam. Jakarta: Erlangga. Cetakan
ke-7.
Muir, Sir William. 1975.
The Caliphate. New York: AMS Inc.
Philip K. Hitti. 2006.
History of The Arabs. Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta. Cetakan ke-2.
Sholikhin, Muhammad. 2008.
Filsafat dan Metafisika dalam Islam: Sebuah Penjelajahan Nalar, Pengalaman
Mistik, dan Perjalanan Aliran Manunggaling Kawula-Gusti. Yogyakarta: Narasi.
Supriyadi, Dedi. 2008.
Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Setia. Cetakan ke-10.
Supriyadi, Dedi. 2010.
Filsafat Islam: Konsep, Filsuf, dan Ajarannya. Bandung: Pustaka Setia. Cetakan ke-2.

16

Syalabi, Ahmad. 1979.


Mausuah al-Tarikh al-Islami wa al-Hadharah al-Islamiyah. Kairo: Maktabah alNahdhah al-Mishriyah. Juz VII.
Watt, W. Montgomery. 1998.
Politik Islam dalam Lintasan Sejarah. Jakarta: P3M.
Yatim, Badri. 2008.
Dirasah Islamiyah II. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Edisi ke-20.
Zaidan, Jurji. 1978.
History of Islamic Civilization. New Delhi: Kitab Bhavan.
b. Internet
http://bijehpade.blogspot.com/2011/10/kekhalifahan-abbasiyah-terpecah-dinasti.html
http://sejukkan-iman.blogspot.com/2012/10/dinasti-islam-di-seluruh-dunia.html

17

INDEKS

Irak......................................................... 6, 9, 10, 11

Abbasiyah ...............1, 3, 4, 5, 6, 7, 9, 12, 13, 15, 17


Abu al-Abbas......................................................... 5
Abu al-Abbas (750-754) ........................................ 5
Aleppo ........................................2, 8, 10, 11, 12, 14
Al-Farabi........................................................ 12, 15
Al-Mutashim ........................................................ 1

K
Khawarij................................................................. 9
M
Mongol............................................................... 3, 6
Mosul ............................................. 2, 6, 8, 9, 10, 11
Mutadid (870-892).............................................. 12
Mutannabi ............................................................ 11

B
Baghdad....................................1, 5, 6, 7, 11, 13, 16
Buwaihiyah........................................................ 6, 7

Romawi.......................................................... 10, 13

Fathimiyah................................................... 6, 8, 14

Syaif ad-Daulah ................................. 10, 11, 12, 13


Syiah ..................................................................... 9

Halb ........................................................... 6, 10, 11


Hamdan bin Hamdun....................................... 9, 15
hamdaniyah...............2, 3, 6, 8, 9, 10, 11, 13, 14, 15
Hamdaniyah........2, 3, 6, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15
Hulagu Khan...................................................... 3, 4

T
Turki .................................................... 1, 4, 5, 7, 12
U
Umayyah.................................................... 1, 4, 6, 7

I
Ikhsidiyah ................................................ 6, 8, 9, 10

18

Anda mungkin juga menyukai