Anda di halaman 1dari 7

LATAR BELAKANG LAHIRNYA NAHDLATUL ULAMA

A.

Motivasi kelahiran Nahdlatul Ulama

pada awal abad ke-20 di Nusantara, yaitu madhabiyah traditionalism dan


salafiyah ortodoxy. Yang pertama menunjuk pada ekpresi keagamaan muslim
Nusantara sejak era awal penyebaran Islam, sedangkan yang kedua menunjuk
pada kelanjutan gerakan pembaharuan Islam di Timur Tengah yang mengkoreksi
orientasi idiologi yang sudah mapan (establish) sebelumnya.
Namun secara organisatoris Ahl al-Sunnah wa al-Jamaah mengalami
pelembagaan di tengah-tengah Muslim Nusantara sejak kehadiran Kyai Hasyim
dan generasi Muslim pada Zamannya. Bersama kolega-koleganya, Kyai Hasyim
berhasil mempelopori berdirinya organisasi Islam Nahdlatul Ulama yang secara
legal mengklaim berbasis pada Ahl al-Sunnah wa al-Jamaah.
Berdirinya Jamiyah Nahdlatul Ulama, tidak lepas dari peran Kyai Hasyim. Ia
dikenal sebagai ideolog, peletak dasar-dasar pemahaman keagamaan dan sendi
sendi sosial kemasyarakatan komunitas NU. Posisi Kyai Hasyim yang sangat
sentral di komunitas Nu tergambar dari gelar kulturnya sebagai Hadrat alSyaikh (yang mulia tuan guru) dan jabatan Rais Akbar(pemimpin besar) dalam
struktur organisasi Nahdlatul Ulama.
Nahdlatul ulama sebagai organisasi lahir pada tanggal 16 Rajab
1344 H atau
31 Januari 1926 M. Saat itu masih dalam suasana kebangkitan nasional. Secara
tegas dinyatakan bahwa kehadiran Nahdlatul Ulama dilatar belakangi dengan
beberapa faktor, antara lain :
1.
Faham Keagamaan
Pada awal abad ke-19 M, banyak muncul gerakan pembaruan Islam yang
dipimpin H. Miskin. Disinilah muncul perang padri, terjadinya perang padri ini
karena antara 2 saudara tidak sepaham dengan paham Wahabi yang
menerapkan melalui jalan kekerasan. Sehingga kejadian ini semua melibatkan
pihak Belanda. Hampir 30 tahun kekacauan ini terjadi di minangkabau (sumbar).
Bantuan berakhir setelah ditaklukkannya daerah tersebut oleh pemerintah
kolonial Belanda.
Selanjutnya terjadi pada akhir abad ke-19 M, muncul arus gerakan reformasi
yaitu gerakan SALAFIYAH yang berarti kembali ke jalan para pendahulu, yang
pelopori oleh Thahir Jalaluddin, Ibnu Taimiyah, Ibnu Qoyim dan Muhammad Bin
Abdul Wahab.
Pulau Jawa baru mengalami arus gerakan reformasi ini pada awal abad 20
dengan berdirinya beberapa organisasi keagamaan seperti Muhammadiyah
(1912), Al-Irsyad (1915), dan Persatuan Islam (1923). Dengan mengaku sebagai
pembaru, mereka menentang upacara-upacara keagamaan seperti tahlilan,
ziarah ke makam wali, selamatan untuk berkirim doa kepada orang muslim yang
sudah meninggal dan lain-lain. Mereka juga menentang bermadzhab dan lebih
parahnya meraka dengan lantang mempersoalkan masalah-masalah khilafiyah
yang sebenarnya merugikan bagi persaudaraan antara sesama muslim.
2.
Politik Kebangsaan
Sejak kedatangan kolonial Belanda ke Indonesia pada awal abad ke-17 M, umat
Islam menyambut dengan sikap perlawanan. Segala usaha yang dilakukan
Belanda untuk memperluas wilayah kekuasaannya selalu dihadang oleh umat
Islam. Kolonial Belanda terus melakukan pemberontakan-pemberontakan.
Pemberontakan tersebut masih dilakukan secara sporadic, terpisah dan tidak
terkoordinasi. Akibatnya dengan mudah pemerintahan kolonial Belanda
mematahkannya.

Ketidaksukaan umat Islam tidak semata-mata karena mereka merasa ditindas


tetapi lebih pada persoalan ajaran agama. Ketidaksukaan umat Islam terhadap
penjajah itu begitu dalam, sehingga segala sesuatu yang berbau Belanda
dipandang kotor dan haram.
Para ulama pesantren memilih sikap isolatif dengan mendirikan pondok
pesantren sebagai pusat perlawanan kultural keagamaan terhadap segala
sesuatu yang berbau barat. Inilah salah satu bentuk benteng pertahanan.
Awal abad ke-20 M, mulailah muncul perjuangan baru bangsa Indonesia
menentang kolonialisme Belanda. Para ulama menggunakan cara sistematis,
teratur dan berencana. Dibentuklah organisasi-organisasi modern yang bergerak
dibidang pendidikan, kebudayaan, ekonomi, sosial, politik maupun agama.
Organisasi-organisasi modern tersebut dibentuk berdasarkan hasrat yang mulai
tumbuh sejak kedatangan KH. Abdul Hasbullah dari menuntut ilmu ditanah suci
makkah. Pengetahuannya yang luas dan pandangannya yang jauh beliau
menangkap tanda-tanda jaman sedang berubah. Beliau membentuk sebuah
forum diskusi yang diberi nama Taswirul Afkar pada tahun 1914. Setelah itu
disusul dengan Nahdlatul Wathan (kebangkitan Tanah Air). Tidak kalah lagi
muncullah program dibidang pendidikan Jammiyah Nasihin dan madrasah
Khitabul Wathan (Mimbar Tanah Air) dan masih banyak lagi program-program
yang didirikan para ulama-ulama.
Dilihat dari segi nama-nama proyek yang lahir dari forum diskusi taswirul afkar
yang kesemuanya memakai predikat Wathan (Tanah Air). Terlihat jelas bahwa
semangat nasionalisme merupakan api yang mewarnai pemikiran para ulama
dalam Pergerakan Nasional Indonesia.
3.
Pemberdayaan Ekonomi
Nahdlatul Ulama didirikan oleh ulama pengasuh pesantren didalam komunitas
Islam dikenal mempunyai pandangan dan wawasan maupun kemasyarakatan.
Meraka juga dikenal akrab dengan semua masyarakat sehingga berhasil
membangun sikap dan watak santri dengan penuh antisipasi atas kemaslahatan
umat. Pada Tahun 1918 dimanifestasikan dalam kegiatan nyata dengan
membentuk Syirkah ini Murabathah Nahdlatul Tujjar. Tiga motivasi yang cukup
mendatar sebagai alasan pembentukan syirkah ini yaitu :
a.
Banyak pengikut Islam ahlussunnah wal jamaah bahkan sebagian ulama
waktu itu memaksa dirinya bersikap tawakal total (tajrid) tanpa berikhtiar untuk
peningkatan kualitas hidupnya, sehingga menjadi orang-orang yang serba
thama dari kaum elite.
b.
Banyak para ulama dan aqhniya ahlussunnah wal jamaah yang tidak
memperdulikan tetangga-tetangganya yang lemah agamanya terutama dari
kalangan yang lemah agamanya.
c.
Sebagian besar para santri dan kyai hanya mencukupkan pergumulannya
terhadap aktivitas tafaquh fiddin dan tidak menghiraukan ilmu-ilmu lain.
Sehingga ada kesenjangan antara ulamauddin dengan cendikiawan muslim
ahlussunna wal jamaah.
Dengan ketiga motivasi tersebut, pembentukan syirkah ini dimaksudkan sebagai
upaya ulama pesantren menggugah semangat keikhlasan, persaudaraan,
kebersamaan dan keperdulian seluruh pengikut Islam ahlussunnah wal jamaah
dalam membangun kehidupan yang bermanfaat dan bermaslahah, terutama
dalam bidang perekonomian. Dengan demikian kepedulian untuk membangun
kehidupan umat dengan titik sentralnya adalah Mashalihil amah
(kemaslahatan umum).
4.

Peningkatan Sumber Daya Manusia

Kehadiran pondok pesantren sebagai wujud kebangkitan ulama sejak semula


telah dipercaya oleh masyarakat sebagai udaha membentuk sebuah moral dan
intelektual muslim disamping keberhasilannya dalam proses islamisasi di
Indonesia.
Pada awalnya pondok pesantren bersifat isolatif (menutup diri), akan tetapi sejak
awal abad ke-20, pondok pesantren mulai menerima kehadiran lembaga
pendidikan formal dalam bentuk madrasah. Langkah para ulama pesantren
mendirikan lembaga-lembaga pendidikan dengan sistem berkelas semakin
berkembang dengan pesat setelah hadratus Syekh KH. Hasyim Asyari membuka
Madrasah Salafiyah dipondok pesantren. Karena posisi KH. Hasyim Asyari
yang sangat sentral dalam jaringan ulama pesantren di jawa dan madura, maka
pembaruan pendidikan pondok pesantren dengan cepat menyebar ke pondokpondok pesantren lainnya.
Memperhatikannya alur perkembangan pondok pesantren tersebut, terutama
pengaruh Hadratus Syekh KH. Hasyim Asyari, diketahui bahwa berdirinya
Nahdlatul Ulama erat kaitannya dengan hasrat para ulama pesantren untuk
menyatukan diri melakukan pembangunan dan peningkatan kualitas sumber
daya manusia melalui pembaruan system pendidikan sesuai tuntutan jamannya.
Dan ini harus dibaca sebagai gambaran rasa tanggung jawab para ulama
pesantren yang mendalam atas kelestarian izzul islam wal muslimin
B.

Peristiwa Menjelang Kelahiran Nahdlatul Ulama


Pada dasarnya ide pendirian Nahdlatul Ulama atau sebuah jamiyah
(organisasi) untuk para ulama pesantren, sudah dimunculkan sejak tahun 1924
yaitu ketika pertahanan Syarif Husen (raja hijaz) mulai goyah dan kemudian
jatuh ke tangan Ibnu Saud (raja nejed). Sementara kondisi dalam negeri
khususnya yang berkaitan dengan Central Comite Chilafat kurang
menguntungkan bagi aspirasi ulama penganut madzhab. Ide itu disampaikan
oleh KH. Abdul Wahab Hasbullah kepada gurunya Hadratus Syekh KH. Hasyim
Asyari namun beliau belum bisa menyetujuinya sebelum mengkorfimasikannya
terlebih dahulu kepada Allah SWT melalui istikhara, sebenarnya ide kyai wahab
itu diterima oleh Kyai Hasim Asyari tetapi masih dalam batas sebagai gagasan
cemerlang. Petunjuk pertama diterima pada tahun 1924 dimana KH. Khalil
mengutus KH. Asad Syamsul Arifin yang saat itu masih menjadi muridnya untuk
menyampaikan sebuah tongkat kepada KH. Hasyim Asyari di Tebu Ireng
Jombang disertai ayat Al-Quran yang menceritakan Mujizat Nabi Musa AS yaitu
Surat Thaha Ayat 17-23.
( 18) ( 17)
( 21) ( 20) ( 19)
(23) ( 22)
Artinya : Apakah itu yang ditangan kananmu wahai musa? Ini adalah tongkatmu
aku bertelekan padanya, dan aku pukul (daun) dengannya untuk kambingku dan
bagiku ada lagi keperluan lain padanya. Allah berfirman Lemparkanlah ia hai
musa! maka lalu dilemparkannya tongkat itu, tiba ia menjadi seekor ular yang
merayapo dengan cepat. Allah berfirman Peganglah ia dan jangan takut kami
akan kembalikan kepada keadaan semula dan kepitlah tanganmu keketiakmu,
niscaya ia akan keluar menjadi putih cemerlang tanpa cacat sebagai mujizat
yang lain pula, untuk kami perlihatkan kepadamu sebagian dari tanda-tanda
kekuasaan kami yang sangat besar.
Petunjuk kedua juga datang dari Kyai Kholil yang disampaikan kepada Kyai
Hasyim melalui Kyai Asad pada tahun 1925. Kyai Asad membawa tasbih yang
dikalungkan dilehernya. Tasbih itu disampaikan kepada Kyai Hasyim dengan

disertai bacaan Ya Qohhar Ya Jabbar tiga kali. Setelah itu baru Kyai Hasyim
mengatakan bahwa Allah SWT telah mengizinkan untuk mendirikan jamiyah
(organisasi) dan beliau memerintahkan Kyai Wahab untuk mempersiapkan
berdirinya sebuah organisasi.
C.

Proses Kelahiran Nahdlatul Ulama


Bersamaan dengan perintisan kelahiran organisasi para ulama pesantren
ini, terjadi peristiwa penting di Makkah dan di Madinah. Ibnu Saud seorang
pemimpin suku yang taat kepada Muhammad Bin Abdul Wahab dari Nejed
(pengikut aliran Wahabi yang ajaran-ajarannya sangat konservatif) berhasil
menggulingkan Syarif Husen raja yang berkuasa sebagai wakil kesultanan Turki.
Penguasa hijaz yang baru ini bermaksud menyelenggarakan muktamar Islam
untuk membahas masalah khilafah islam sedunia dengan mengundang para
pemimpin islam seluruh dunia pada bulan Juni 1926 untuk keperluan tersebut.
Indonesia dibentuk Central Comite Chilafat (CCC) disingkat Komite Khilafat.
Pada tanggal 21-27 Agustus 1925 diselenggarakan kongres al-islam di
Yogyakarta. Pada kesempatan tersebut KH. Abdul Wahab mengusulkan agar
delegasi umat Islam Indonesia yang dikirim CCC ke muktamar dunia Islam
dimakkah nanti mendesak raja Ibnu Saud supaya tetap melindungi kebebasan
bermadzhab di Makkah dan di Madinah. Menanggapi hasil keputusan kongres alIslam dibanding tersebut, KH. Abdul Wahab Hasbullah bersama ulama yang
tergabung dalam taswirul afkar dan Nahdlatul Wathan dengan restu KH. Hasyim
Asyari memutuskan untuk mengirimkan delegasi sendiri yang diberi nama
komite Hijaz. Susunan komite Hijaz terdiri atas :
Penasehat :
KH. Abdul Wahab Hasbullah
KH. Cholil Masyhuri (lasem)
Ketua
:
H. Hasan Gipo
Wakil Ketua :
H. Sholeh Syamil
Sekretaris
:
Muhammad Sodiq
Pembantu :
KH. Abdul Halim
Pada Tanggal 31 Januari 1926 komite hijaz mengadakan rapat di
Surabaya dengan mengundang para ulama terkemuka dijawa dan madura, yang
juga dihadiri oleh KH. Hasyim Asyari dan KH. Asnawi Kudus. Rapat telah
memutuskan untuk menunjuk KH. Asnawi sebagai delegasi komite hijaz untuk
menghadap langsung kepada raja Ibnu Saud dimakkah, maka rapat itupun
dengan mufakat bulat Alwi Abdul Aziz diberi nama Nahdlatul Ulama
(bangkitnya / bergeraknya ulama). Maka sejak tanggal 16 Rajab 1344 / 31
Januari 1926 berdirilah jamiyah Nahdlatul Ulama di Surabaya. Pada saat itu juga
konsep anggaran dasar yang sudah disiapkan dapat disetujui bersama,
kemudian disusunlah kepengurusan lengkap yang terdiri dari syariah dan
tanfidziyah. Adapun pengurus besar Nahdlatul Ulama yang pertama susunannya
sebagai berikut :
Syuriah
Rois Akbar : KH. Hasyim Asyari (Jombang)
Wakil Rois
:
KH. Dahlan Achyad (Surabaya)
Katib :
KH. Abdul Wahab Hasbullah (Surabaya)
Naibul Katib :
KH. Abdul Halim (Surabaya)
Awan :
KH. Mas Alwi Bin Abdul Aziz (Surabaya)
KH. Ridwan Abdullah (Surabaya), KH. Amin Abdus Syukur (Surabaya)
KH. Amin (Surabaya) ,
KH. Nahrawi Thahir (Surabaya)
KH. Hasbullah (Surabaya), KH. Hasbullah (Surabaya) KH. Syarif (Surabaya
KH. Yasin (Surabaya)
KH. Nawawi Amin (Surabaya)
KH. Bisyri Syansuri (Jombang) KH. Abdul Hamid (Jombang)
KH. Abdullah Ubaid (Surabaya) KH. Dahlan Abdul Kahar (Mojokerto)

KH. Abdul Majid (Surabaya)


KH. Masyhuri (Lasem)
Musytasyar :
KH. Moh. Zubair (Gresik)
KH. Raden Muntaha (Madura) , KH. Mas Nawawi (Pasuruan)
KH. Ridwan Mujahid (Semarang) , KH. R. Asnawi (Kudus)
KH. Hanbali (Kudus) ,
Syekh Ahmad Ghanaim Al Misri (Surabaya)
Tanfidziyah
Ketua :
H. Hasan Gipo (Surabaya)
Wakil Ketua :
H. Sholeh Syamil (Surabaya)
Sekretaris
:
Moh. Shiddiq (Surabaya)
Wakil Sekretaris
:
H. Nawawi (Surabaya)
Bendahara :
H. Muhammad Burhan (Surabaya)
H. Jafar (Surabaya)
Setelah pengurus lengkap terbentuk, giliran selanjutnya adalah
masalah lambang organisasi untuk menentukan lambang ini diserahkan
sepenuhnya kepada KH. Ridwan Abdullah. Lambang Nahdlatul Ulama yang
berupa bola dunia dilingkari tali dan sembilan bintang diciptakan oleh KH.
Ridwan Abdullah berdasarkan mimpi setelah beliau beristikharah minta petunjuk
kepada Allah menjelang muktamar Nahdlatul Ulama yang pertama. Adapun
tulisan Nahdlatul Ulama dalam huruf arab adalah tambahan KH. Ridwan Abdullah
sendiri.
Program pertama yang dilaksanakan oleh pengurus besar NU adalah
menyukseskan misi komite hijaz delegasinya KH. R. Asnawi Kudus, akan tetapi
utusan ini gagal berangkat ke Makkah karena kesulitan transportasi. Kemudian
pengurus besar NU mengirim KH. Abdul Wahab Hasbullah dan Syekh Ghonaim Al
Misri mereka berdua berangkat ke Makkah pada tahun 1928 melalui Singapura
untuk menghadap langsung ke raja Ibnu Saud agar raja mau menjamin
diberlakukan kebebasan bermadzhab ditanah hijaz dan permintaan ini diterima
oleh raja dengan baik dan akan menyanggupinya.
D. Respon Atas Kelahiran Nahdlatul Ulama
1.
Respon Masyarakat Pesantren
Keberadaan Nahdlatul Ulama merupakan upaya peneguhan kembali sebuah
tradisi keagamaan dan sosial yang sebenarnya telah melembaga dalam jaringan
struktur dan pola kepemimpinan yang mapan. Lembaga-lembaga pesantren,
Kyai, Santri dan Jamaah mereka tersebar diseluruh tanah air sebagai unit-unit
komunitas sosial budaya masyarakat Islam menjadikan NU tanpa kesulitan
menyebarkan sayap organisasinya. Apalagi pengaruh KH. Hasyim Asyari dan
Kyai Abdul Wahab Hasbullah dilingkungan pesantren cukup kuat, sehingga NU
pertama kali diperkenalkan, begitu mudah menarik minat dan simpati serta
dukungan para Kyai yang memimpin pesantren.
Disamping itu hubungan kekerabatan antara Kyai dalam lingkungan pesantren
dijawa sangat membantu menyebarkan NU ke daerah-daerah pada awal
berdirinya, Nahdlatul Ulama memang seperti koordinator pesantren pengurus
Nahdlatul Ulama merupakan gabungan dari para pengasuh pesantren, sehingga
batas antara pesantren dengan Nahdlatul Ulama sangat tipis dan nyaris tindak
bisa dipisahkan. Dalam pada itu, sebagian besar pada kyai pesantren masih
menyimpan sisa-sisa kemandiriannya dan belum dapat meleburkan diri sebagai
anggota organisasi NU. Kemandirian mereka ini meskipun adakalanya
menyulitkan pengrus strukturan tetapi ada hikmanya yang besar. Yakni ketika
jalur structural tidak mampu mengatasi masalah besar biasanya para ulama
non struktural yang mengatasinya.
Hampir semua pesantren tidak ada yang menolak kehadiran Nahdlatul Ulama
dan semua organisasi atau perkumpulan yang telah dibentuk meleburkan dan

bergabung dengan Nahdlatul Ulama. Sikap para ulama ini kemudian diikuti oleh
masyarakat sekitarnya, karena masyarakat pesantren sangat tunduk pada
ulamanya. Dengan demikian NU benar-benar menjadi organisasinya para ulama
dan masyarakat pesantren. Ada ungkapan yang mengatakan bahwa NU adalah
pesantren besar, sedangkan pesantren adalah NU kecil
2.
Respon Umat Islam
Berbeda dengan organisasi-organsasi lain yang sebelum dibentuk, para
perintisnya mengadakan serangkaian pembicaraan untuk mencari kesamaankesamaan
dalam
cita-cita,
program
dan
lain-lain.
Kemudian
mensosialisasikannya kepada orang-orang yang diharpakan menjadi anggotanya
Nahdlatul Ulama tidak melakukannya hal ini disebabkan:
a.
Kesamaan-kesamaan dimaksud sudah dimiliki kaum muslimin Indonseia
yaitu paham ahlussunnah wal jamaah dengan berhaluan madzhab yang menjadi
modal dasar NU
b.
Para calon anggota adalah pada umumnya adalah mereka yang berada
dibawah bimbingan para ulama pesantren yang mendirikan NU sehingga dengan
mudah dan cepat menerimanya.
Disamping itu lahirnya NU merupakan langkah pembaruan terhadap aspirasi dan
realitas sosial masyarakat Islam ketika itu. Ada beberapa hal yang
memperlihatkan adanya gerak maju dengan kelahiran NU yaitu :
a.
Masyarakat Islam yang ketika itu relative tertutup dengan lahirnya NU
telah berhasil membuka komunikasi dengan dunia luar serta mampu
menciptakan
antisipasi
terhadap
masalah-masalah
nasional
maupun
internasional.
b.
Dengan ciri pendekatan yang luwes NU berhasil mendorong terjadinya
proses pembaruan dalam usaha-usaha pendidikan Islam melalui pengaruh para
kyai
c.
Karena NU memang lahir dari realitas sosial yang ada dengan sendirinya
NU telah memberikan andilnya yang sangat besar terhadap usaha perawatan
dan pengambangan nila-nilai nasional dan warisan budaya bangsa.
Masyarakat umum nahdlatul ulama lebih banyak dikenal sebagai jamaah bukan
jamiyah. Mereka memahami nahdlatul ulama sebagai identitas diri dan legalitas
atas amalan-amalannya. Acara-acaranyapun tidak banyak mengalami perubahan
hanya beberapa penambahan yang bersifat organisasi. Sehingga dalam
perjalanannya sehari-hari, lebih dikendalikan oleh kyai atau tokoh setempat dari
pada instruksi organisasi diatasnya. Respon masyarakat yang demikian ini terus
berlanjut sampai sekarang. Cepatnya perkembangan NU terutama dalam jumlah
anggota yang bergabung dari satu sisi amat menggembirakan, tetapi dari sisi
lain agak memprihatinkan karena sekian banyak orang yang mendadak
bergabung ke dalam NU ternyata tidak mampu diurus secara organisatorisadministratif pada dasarnya NU jamiyah menjadikan kader-kader militan dengan
tugas-tugas yang lebih berat. Antara lain untuk membimbing kelompokkelompok yang terdiri dari NU jamaah. Semuanya berada pada jaringan yang
tidak terputus, saling mendukung dan saling melengkapi.
3.
Respon Pemerintahan Hindia Belanda
Sejak awal belanda memperoleh perlawanan rakyat Indonesia dan dalam
perlawanan tersebut peranan para ulama cukup besar ketidaksukaan rakyat
Indonesia terhadap Belanda bukan semata-mata karena mereka tertekan secara
politik dan ekonomi tetapi terlebih dari itu juga soal agama. Ketidaksukaan
rakyat khususnya kalangan santri terhadap belanda memunculkan istilah Londo
Kapir

Sebenarnya sikap politik belanda terhadap umat Islam lebih netral dibanding
penjajah spanyol dan portugis, akan tetapi sejak akhir abad ke-19 sikap ini
berubah yang ditandai antara lain dengan pemberian subsidi kepada umat
Kristen yang melebihi subsidi yang diterima umat Islam. Belanda sendiri juga
mencurigai hubungan umat Islam Indonesia dengan timur tengah yang semakin
intensif, baik melalui jamaah haji maupun para pelajar yang studi di Makkah,
Madinah, Mesir dan lain-lain.
Atas pengesahan ini lantas timbul teori mengenai lahirnya NU yang dikaitkan
dengan keterlibatan Belanda. Namun teori ini tidak benar karena kelahiran NU
tidak semata-mata terdorong oleh arus gerakan pembaruan Islam, tetapi lebih
dari itu adalah keinginan untuk menciptakan semangat nasionalisme dan
mewujudkan kemaslahatan umat, memang Nahdlatul Ulama adalah
organisasinya para ulama pesantren, tetapi untuk kepentingan umat Islam dan
seluruh bangsa Indonesia. Dari sisi faham keagamaan, Nahdlatul Ulama didirikan
untuk melestarikan dan mempertahankan ajaran Islam ahlussunnah wal jamaah
dari sisi nasionalisme untuk mewujudkan bangsa yang merdeka dan mandiri
sedangkan dari sisi ekonomi adalah untuk memberdayakan dan meningkatkan
kemaslahatan umat manusia. Oleh sebab itu yang diharapkan dari Nahdlatul
Ulama adalah kesejahteraan dan kemaslahatan umat (maslahatul ammah).

Anda mungkin juga menyukai