Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

ISLAM WASATHIYAH MENURUT BERBAGAI PANDANGAN

GURU PENGAMPU MATA PELAJARAN :

Rahmat Widodo, M.Pd.

Disusun oleh :

KELOMPOK I

Callysta Cantika Queenaya W.

Kelvin Satria Pratama

Mighza Sofi Al Fikri

Nydia Murtopo

Tanisha Sharliz Rizqin

MAN INSAN CENDEKIA LAMPUNG TIMUR

2023/2024
2

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………..….2

1.1 Rumusan Masalah.…………………………………………………………….....3

1.2 Tujuan Penelitian……………………………………………………...…………3

1.3 Manfaat Penelitian.…………………………………………….………………...3

BAB II PEMBAHASAN.……………………………………………………………...4

2.1 Islam Wasathiyah.…………………………………………………..…………...4

2.2 Muhammadiyah………………………………………………………………….5

2.3 NU (Nahdlatul Ulama)…………………………………………………………...6

2.4 Pandangan NU dan Muhammadiyah………………………………………….. 7

BAB III PENUTUP……………………………………………………………..……..8

3.1 Kesimpulan.……………………………………………………………………....8

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………… 9
3

BAB I
PENDAHULUAN

Secara bahasa, kata washatiyah berasal dari kata wasatha (َ‫ ) َو َسط‬yang berarti adil atau
sesuatu yang berada di pertengahan. Sedangkan, menurut terminologi bahasa, makna
wasath adalah nilai-nilai Islam yang dibangun atas dasar pola pikir yang lurus dan
pertengahan, tidak berlebihan dalam hal tertentu.
Islam Wasathiyah adalah yakni Islam tengah antara dua titik ekstrim yang saling
berlawanan, yaitu antara taqshir (meremehkan) dan ghuluw (berlebih lebihan) atau antara
liberalisme dan radikalisme. Islam Washatiyah berarti Islam jalan tengah. Tidak terlibat
kekerasan, sampai pembunuhan, terbuka dan berada di atas untuk semua golongan.
Islam Wasathiyah, selanjutnya dikenal dengan Islam moderat, adalah Islam yang cinta
damai, toleran, menerima perubahan demi kemaslahatan, perubahan fatwa karena situasi
dan kondisi, dan perbedaan penetapan hukum karena perbedaan kondisi dan psikologi
seseorang adalah adil dan bijaksana.
Allah berfirman dalam surat Al-Baqarah :143

ۤ َ ِ‫َو َك ٰذل‬
ِ َّ‫ك َج َع ْل ٰن ُك ْم اُ َّمةً َّو َسطًا لِّتَ ُكوْ نُوْ ا ُشهَدَا َء َعلَى الن‬
ۗ ‫اس َويَ ُكوْ نَ ال َّرسُوْ ُل َعلَ ْي ُك ْم َش ِه ْيدًا‬

“Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) ‘umat pertengahan’
agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi
saksi atas (perbuatan) kamu.”

Dari ayat diatas disebutkan bahwa umat islam dijadikan sebagai “umat pertengahan”.
Makna dari wasath diatas adalah adil. Sebagaimana yang ditafsirkan oleh para ahli tafsir.
Selain itu disebutkan di QS. Al-Anbiya (21) : 107

َ‫ك اِاَّل َرحْ َمةً لِّ ْل ٰعلَ ِم ْين‬


َ ‫َو َمٓا اَرْ َس ْل ٰن‬

“Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat
bagi seluruh alam.”
4

Ayat diatas menyebutkan bahwa nabi Muhammad diutus untuk menjadi rahmat alam,
begitu pula agama yang dibawa oleh beliau. Oleh karena itu, agama islam sudah
seharusnya membawa kedamaian, dan hal itu dapat diwujudkan dengan islam
wasathiyah.

1.1 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian diatas penulis merumuskan masalah, sebagai berikut:
● Bagaimana memahami islam wasathiyah dari berbagai sudut pandang?
● Apakah islam wasathiyah efektif dalam menjaga kerukunan antar umat
beragama?

1.2 Tujuan Penelitian


● Memahami islam wasathiyah dari berbagai sudut pandang.

1.3 Manfaat Penelitian


● Dapat menumbuhkan rasa toleransi antar umat beragama.
5

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Islam Wasathiyah
Moderat atau Wasathiyah sebagai sikap dasar keagamaan memiliki pijakan kuat
pada ayat Al-Quran tentang ummatan wasathan dalam QS al-Baqarah ayat 143. Para
mufassir generasi pertama menyebut bahwa Islam sebagai ummatan wasathan antara
spiritualisme Nasrani dan materialisme Yahudi. Sementara Ibnu Katsir menyebut bahwa
ummatan wasathan merupakan citra ideal umat terbaik (khair al-ummah) sebagaimana
yang termaktub dalam QS Ali Imran ayat 110. Dalam Islam, wasathiyah pada intinya
bermakna sikap tengah di antara dua kubu ekstrem.

Nabi Muhammad pernah menampilkan sikap wasathiyah ketika berdialog dengan


para sahabat. Kisah yang direkam Aisyah ini menceritakan tiga orang sahabat yang
mengaku menjalankan agamanya dengan baik. Masing-masing dari ketiga sahabat itu
mengaku rajin berpuasa dan tidak berbuka; selalu shalat malam dan tidak pernah tidur;
dan tidak menikah lantaran takut mengganggu ibadah. Rasulullah saat itu menegaskan
bahwa ‘aku yang terbaik di antara kalian’. Karena Nabi berpuasa dan berbuka, shalat
malam dan tidur, dan menikah.

Apa yang dilakukan Nabi sejalan dengan perintah Allah yang mengecam sikap
ekstrem di semua dimensi hidup: dalam ibadah ritual, dilarang untuk ghuluw (QS.
An-Nisa: 171), dalam muamalah dilarang keras untuk israf (QS. Al-A’raf :31), bahkan
dalam perang sekalipun tidak membolehkan melakukan tindakan-tindakan di luar batas
(QS. Al-Baqarah: 190). Konsep-konsep dasar ini menjadi pijakan oleh para ulama
sehingga ideologi-ideologi ekstrem selalu marginal dan tertolak dalam Islam.

Pada dasarnya, wasathiyyah merupakan sebuah sikap tengah yang jauh dari sikap
pragmatis dengan hanya berpihak pada salah satu kutub. Sebab Yusuf Qardhawi
mengungkapkan bahwa perilaku wasath ialah sebagai sikap yang mengandung arti adil
dan proporsional. Di samping itu, ulama lulusan al-Azhar ini melihat wasathiyah sebagai
perilaku yang penuh keseimbangan antara dunia dan akhirat, kebutuhan fisik dan jiwa,
6

keseimbangan akal dan hati, serta berada di posisi tengah antara neoliberalisme
(al-mu’aththilah al-judud) dan neo-liberalism (al-zhahiriyyah al-judud).

2.2 Muhammadiyah

Muhammadiyah dihadirkan oleh K.H Ahmad Dahlan di Yogyakarta mengusung


purifikasi praktik peribadatan umat Islam Jawa yang sangat kental dengan budaya klenik.
Pemikiran K.H Ahmad Dahlan yang banyak terinspirasi dari Muhammad Abduh dan
Rasyid Ridha menegaskan bahwa maraknya praktik takhayul, bid’ah dan khurafat di
tengah masyarakat Muslim kala itu adalah salah satu bentuk aktivitas anti tauhid yang
dapat mengotori akidah Islam dan bahkan termasuk tindakan syirik.

Ahmad Dahlan sempat dituduh menciptakan agama baru atas gerakan purifikasi
ini. Sikap resistensi terhadap Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah dari sebagian
masyarakat Jawa tidak hanya menyangkut gerakan purifikasi dalam tataran praktik
keberagamaan saja. Dalam bidang pendidikan, sekolah-sekolah yang dirintis
Muhammadiyah sempat mendapat cemooh dari masyarakat karena mengajarkan
ilmu-ilmu umum semisal ilmu alam, ilmu hitung, bahasa Belanda, tulisan latin, dan
sebagainya.

Di tengah pemahaman yang berkembang saat itu, bahwa hanya ilmu agama yang
wajib dipelajari, sedangkan ilmu umum yang kebetulan diperkenalkan di Indonesia oleh
sekolah-sekolah Belanda hukumnya haram karena dianggap sebagai ilmu kafir,
sekolah-sekolah Muhammadiyah justru mendobrak anggapan masyarakat umum ini
dengan langkahnya memodernisir diri. Ahmad Dahlan bahkan sempat dicap sebagai kyai
kafir karena mengadopsi sistem pendidikan Barat ini. Tidak hanya dengan mengajarkan
ilmu-ilmu umum yang dianggap sebagai ilmu kafir, tetapi juga memberlakukan sistem
klasikal, proses pendidikan yang menyertakan siswa laki-laki dan perempuan di kelas
yang sama (Niam, 2019).

Sejak awal dibangun, Muhammadiyah telah menerapkan prinsip islam


washatiyah. Berikut ini beberapa prinsip Islam Wasathiyah yang telah diterapkan :

1. Memilih untuk tidak memihak kepada salah satu mazhab fiqh yang ada. Sikap ini
bukan berarti menunjukan bahwa Muhammadiyah merupakan organisasi anti
mazhab, tetapi dengan tidak memihak pada mazhab manapun, maka pandangan
dapat diambil lebih luas. Selain itu hal tersebut juga didorong oleh pemikiran
7

untuk menciptakan generasi Islam yang tidak terkotak-kotak oleh


perbedaan-perbedaan mazhab.
2. Sejak kelahirannya, organisasi ini menegaskan bahwa tujuan didirikannya
Muhammadiyah adalah terwujudnya masyarakat Islami dan penegakkan amar
ma’ruf nahi munkar. Hal tersebut menyebabkan Muhammadiyah tidak
memaksakan bangsa untuk menjadi negara Islam.

2.3 NU (Nahdlatul Ulama)

Lahirnya organisasi Nahdlatul Ulama yang cikal bakalnya berasal dari sebuah
komite yang mengusulkan kepada Raja Saud di Arab Saudi untuk tidak menghancurkan
situs-situs bersejarah umat Islam di Tanah Hijaz, termasuk makam Nabi Muhammad
SAW dan para sahabat. Komite Hijaz inilah yang pada tanggal 31 Januari 1926 akhirnya
bermetamorfosis menjadi Nahdlatul Ulama (NU) yang sedari lahirnya memproklamirkan
diri sebagai organisasi pelestari tradisi dan nilai-nilai luhur budaya bangsa. Jargon ‫المحافظة‬
mengambil dan baik yang tradisi memelihara (‫ )على القديم الصالح واألخذ بالجديد األصلح‬hal baru
yang lebih baik) sangat populer di kalangan kaum Nahdliyin.

Salah satu penerapan prinsip Islam Wasathiyah yang dilakukan oleh NU adalah
tradisi memilih jalan damai dalam wacana politik NU umumnya melalui prinsip-prinsip
yurisprudensi dan kaidah-kaidah yang menganjurkan minimalisasi risiko, pengutamaan
asas manfaat, dan menghindari hal-hal yang ekstrem. Inilah yang dalam penilaian Greg
Fealy lebih menggambarkan pragmatisme politik ketimbang sikap idealis.

2.4 Pandangan NU dan Muhammadiyah

NU dan Muhammadiyah memegang beberapa prinsip Islam Wasathiyah yang


sama. Salah satunya adalah kedua organisasi Islam ini memaknai jihad tidak semata-mata
perang melainkan segala kesungguh-sungguhan dan kerja keras dalam setiap kebaikan
adalah salah satu bentuk dari jihad. Termasuk bersungguh-sungguh memerangi
kebodohan, kemiskinan, korupsi, dan bentuk kezaliman yang lain, bisa dimaknai sebagai
jihad. Selain itu NU dan Muhammadiyah juga, berpendapat bahwa di wilayah manapun
umat Islam bisa beribadah dengan bebas maka ia adalah dar al-Islam yang tak boleh
diperangi.
8

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pada dasarnya ada konsep ini dikarenakan ada umat muslim terutama yang
fanatik terhadap agamanya sendiri. Allah tidak menyukai sesuatu yang berlebihan
Jadi kita diharuskan untuk menerapkan konsep ini di kehidupan sehari hari.
sesuatu yang diperintahkan oleh Allah itu pasti akan berdampak baik bagi
makhluk makhluknya. Bahkan konsep ini telah dilaksanakan oleh dua organisasi
islam terbesar yang ada di Indonesia sehingga tidak menimbulkan perpecahan
umat
9

DAFTAR PUSTAKA

● M. Basir Syam, ISLAM WASATHIYAH DALAM PERSPEKTIF


SOSIOLOGI, 2018.
● Zainun Wafiqatun Niam, KONSEP ISLAM WASATHIYAH SEBAGAI
WUJUD ISLAM RAHMATAN LIL’ALAMIN: PERAN NU DAN
MUHAMMADIYAH DALAM MEWUJUDKAN ISLAM DAMAI DI
INDONESIA, 2019.
● Ahmad Dimyati, ISLAM WASATIYAH : Identitas Islam Moderat Asia
Tenggara dan Tantangan Ideologi, 2017.
● Made Saihu, PEDIDIKAN MODERASI BERAGAMA: KAJIAN ISLAM
WASATHIYAH MENURUT NURCHOLISH MADJID, 2021.
● Ilham, 2021,
https://muhammadiyah.or.id/islam-wasathiyah-begini-pengertian-dan-penje
lasannya/

Anda mungkin juga menyukai