Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

“Pemikiran Modern Di Mesir ( Jamaluddin Al-Afgani dan Muhammad Abduh)”

Tugas Ini Disusun Guna Memenuhi Mata Kuliah PPMDI

Dosen Pengampu : Arief Rohman Arofah, S.Sos, MA. Hum

Disusun Oleh :

Muhammad Azwar Tadjuddin (1731811053)

Rahmawati (1731811105)

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

SAMARINDA 2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami pannjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat dan hidayahNya penyusun dapat menyelesaikan tugas mata kuliah
PPMDI dengan baik.

Dalam penyusunan tugas ini penyusun banyak menemukan hambatan, namun


berkat bantuan dan bimbingan dari semua pihak, serta masukan dari teman-teman
maka penyusun dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik. Oleh karena itu tidak
lupa penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak, terutama kepada
dosen mata kuliah PPMDI yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas ini.
Sebagai manusia biasa, kami sadar bahwa dalam pembuatan MAKALAH ini
masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kami berharap akan adanya masukan
yang membangun, sehingga MAKALAH ini dapat bermanfaat baik bagi sendiri
mapun pengguna MAKALAH ini.

Samarinda, 2 Oktober 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI
Kata pengantar .......................................................................................................... i

Daftar Isi................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1

A. Latar Belakang ............................................................................................. 1


B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2
C. Tujuan Masalah ............................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................... 3

A. Biografi Jamaluddin Al-Afgani ................................................................. 3


B. Pemikiran Jamaluddin Al-Afghani .............................................................. 5
C. Ide-Ide Pembaharuan Jamaluddin Al-Afghani............................................. 7
D. Biografi Muhammad Abduh ..................................................................... 13
E. Pembaharuan Muhammad Abduh ............................................................... 14

F. Dasar dan Corak Pemikiran Pendidikannya Muhammad Abduh 16


G. Pemikiran Pendidikan Muhammad Abduh ................................................. 16

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................................. 21
B. Saran ............................................................................................................ 24

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 25

ii
3
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bila kita berbicara tentang pembaharuan dalam Islam atau pembaharuan
terhadap pemahaman Islam, maka pertanyaan yang muncul adalah aspek
manakah dari Islam itu yang perlu diperbaharui, karena Islam itu sendiri
merupakan suatu ajaran yang diturunkan oleh Allah SWT, melalui Rasul-Nya
untuk menjadi pedoman dalam penataan kehidupan umat manusia, baik secara
individu maupun kelompok. Sehingga mereka dapat mencapai suatu
kehidupan yang damai dan sejahtera. Salah seorang tokoh pemikir muslim
yang mencoba menjawab pertanyaan di atas adalah Jamaludin Al-Afghani. Ia
merupakan tokoh yang membawa ide-ide segar bagi dunia Islam. Di mana
dunia Islam pada saat kehadirannya, tengah mengalami kemunduran
diberbagai aspek kehidupan (ekonomi, sosial, politik, militer dan ilmu
pengetahuan).
Kemunduran dunia Islam ditandai dengan tidak berkembangnya ilmu,
sebagai akibat bekunya kegiatan berfikir rasional dikalangan umat Islam,
lemahnya ekonomi dan militer. Di lain pihak negara-negara Barat tengah giat-
giatnya mengembangkan falsafah, sains dan teknologi, sehingga membuat
mereka mulai dapat menguasai dunia, termasuk dunia Islam.
Muhammad Abduh ini, dia adalah sosok pembaharu Mesir yang terpana
dan terkagum-kagum dengan kemajuan Barat dan Eropa. Dia berpikiran
bahwa kemajuan Eropa tidak lepas dari budaya rasionalisme dan kebebasan
yang dianut oleh mereka, sehingga ia mencetuskan ide-ide baru yang
mengajak umat Islam untuk mengkaji ulang ajaran Islam dan meninggalkan
ajaran-ajaran lama yang dianggap statis dan tidak masuk akal, atau hal-hal
yang tidak membawa ke arah kemajuan. Bahkan ia menuduh taqlīd dan

1
penutupan pintu ijtihād yang dilakukan oleh Imam al-Ghazālī dan para
fuqahā’ sebagai sumber kemunduran dalam dunia Islam.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Biografi Jamaluddin Al-Afgani ?
2. Bagaimana Pemikiran Jamaluddin Al-Afghani
3. Apa Ide-Ide Pembaharuan Jamaluddin Al-Afghani
4. Apa Biografi Muhammad Abduh ?
5. Bagaimana Pembaharuan Muhammad Abduh ?
6. Bagaimana Dasar dan Corak Pemikiran Pendidikan Muhammad Abduh ?
7. Bagaimana Pemikiran Pendidikan Muhammad Abduh?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk Mengetahui Biografi Jamaluddin Al-Afgani
2. Untuk Mengetahui Pemikiran Jamaluddin Al-Afghani
3. Untuk Mengetahui Ide-Ide Pembaharuan Jamaluddin Al-Afghani
4. Untuk Mengetahui Biografi Muhammad Abduh
5. Untuk Mengetahui Pembaharuan Muhammad Abduh
6. Untuk Mengetahui Dasar dan Corak Pemikiran Pendidikannya
Muhammad Abduh
7. Untuk Mengetahui Pemikiran Pendidikan Muhammad Abduh

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Biografi Jamaluddin Al-Afgani (1838-1897M/1254-1314H)


Jamaluddin Al-Afghani lahir di As’adabad tahun 1254H/1838M dan wafat di
Istambul 1897M. Nama lengkapnya adalah Sayyid Jamaluddin Al-Afghani. Gelar
Sayyid yang disandangnya menunjukkan bahwa beliau berasal dari keturunan
Husein bin Ali bin Abi Thalib. Sedangkan Afghani adalah karena dia berasal dari
Afghanistan Jamaluddin Al-Afghani adalah anak dari Sayyid Safdar al-
Husainiyyah yang memiliki hubungan darah dengan seorang perawi hadist
terkenal yang telah bermigrasi ke Kabul Afganistan (Lewis, 1965: 416), Sayyid
Ali At-Turmudzi yang selanjutnya terhubung dengan Sayyidina Husain bin Ali
bin Abi Thalib. Ia dididik sejak kecil sampat remaja dilingkungan keluarga yang
bermazhhab Hanafi. Kemudian ia sekolah di Kabul dengan sistem pengajaran
yang konservatif. Selain itu, ia juga mengambil program ekstra kurikuler dalam
bidang filsafat dan ilmu pasti. Selanjutnya ia belajar ke India, guna mengikuti
program pendidikan dengan sistem kontemporer selama lebih dari satu tahun. Di
sinilah untuk pertamakalinya Jamaluddin Al-Afghani mengenal sains dan
1
teknologi modern.
Selanjutnya Harun Nasution,2 dalam bukunya menjelaskan bahwa masa kecil
Jamaluddin Al-Afghani tinggal di Kabul. Dia mempelajari ilmu aqli dan naqli,
juga mahir dalam bidang matematika. Al-Afghani sudah diajarkan mengkaji Al-
Quran oleh ayahnya sendiri, kemudian beranjak dewasa diajarkan Bahasa Arab
dan Sejarah. Kemudian ayahnya mendatangkan seorang guru Tafsir, Ilmu Hadist

1
Akmal Hawi,” pemikiran jamaluddin al-afghani (jamal ad-din al-afghani)” MEDINA-TE, VOL.16,
NO.1, Juni 2017 hal.9
2
.Muhammad Iqbal, Amin Husein Nasution,M.A, Pemikiran Politik Islam (Jakarta Prenadamedia
Group, 2015), hal 41

3
dan Ilmu Fiqih yang dilengkapi pula dengan Ilmu Tasawuf dan Ilmu Ketuhanan.
Kemudian, pada usia 18 tahun, Al-Afghani tidak hanya menguasai cabang Ilmu
Keagamaan saja, akan tetapi dia juga mendalami Ilmu Falsafah, Hukum, Sejarah,
Fisika, Kedokteran, Sains, Astronomi, dan Astrologi. Beberapa orang guru Al-
Afghan adalah Aqashid Sadiq dan Murtadha Al Anshori (Nasution, 1975: 76).
Setelah menyelesaikan pendidikan formalnya, Jamaluddin Al-Afghani mulai
melakukan aktivitas pertualangan politiknya dengan mengunjungi Hijaz dan
menunaikan ibadah haji ke Mekah (1857M) (Lewis, 1965: 416). Setelah kembali
dari menunaikan ibadah haji, ia segera melakukan aktivitas politiknya di
Afganistan. Namun perjuangan politiknya di negeri ini kurang menguntungkan
lalu ia terpaksa meninggalkan negeri kelahirannya, berkelana menuju berbagai
negara Islam dan Eropa, guna mewujudkan ide-ide pembaharuannya. Untuk itu ia
mengunjungi India, Mesir, Inggris, Perancis, Rusia, dan Turki Usmani. Al-
Afghani dikenal dengan seorang banyak melakukan pengembaraan. Dari Teheran
ia pindah ke al-Najd di Irak, pusat studi keagamaan Syi’ah , disitulah ia
menghabiskan waktunya selama empat puluh tahun sebagai murid Murtadha al-
Anshari, berkesan dari perjalanannya ini adalah kunjungan ke Mesir pada tahun
1869 dan di negeri ini ia memulai memunculkan pemikiran pembaruan, Al-
Afghani seorang refornis dan modernis, dikenal pula sebagai seorang yang pernah
aktif dalam dunia politik. Hal ini dibuktikan pada tahun 1876 ia bergabung
dengan para politikus di Mesir pada tahun 1879 membentuk suatu partai politik
dengan nama Hizb al-Wathani (partai Kebangsaan). Dengan partai ini ia berusaha
menanamkan kesadaran nasionalisme dalam diri orang-orang mesir. Al- Afgani
juga diakui sebagai seorang filosof, jurnalis dan sufi, namun yang lebih banyak
dipublikasikan adalah sebagai seorang politikus.
. Salah satu perjalanan yang paling Akhirnya di Istambul Turki pada usia 59
tahun, tanggal 9 Maret 1897 Masehi ia menghembuskan nafasnya yang terakhir
dengan meninggalkan nama besar dan sejumlah pemikiran pembaharuannya bagi
dunia Islam.

4
Jamaluddin Al-Afghani telah tiada, ia meninggalkan karya besar yang
digemari dan dikagumi baik Timur maupun Barat. Dia menulis buku “Al-Raddu
‘ala al-Dahriyin, menerbitkan majalah “Al-Urwat al-Wusqa” dan mendirikan
partai Hizbul Wathan di Mesir tahun 1879 M.

B. Pemikiran Jamaluddin Al-Afghani


Abad ke 19 hingga abad ke 20 merupakan suatu momentum dimana umat
Islam memasuki suatu gerbang baru, gerbang pembaharuan. Fase ini kerap
disebut sebagai abad modernisme, suatu abad dimana umat diperhadapkan dengan
kenyataan bahwa Barat jauh mengungguli mereka. Keadaan ini membuat
berbagai respon bermunculan, berbagai kalangan Islam merespon dengan cara
yang berbeda berdasarkan pada corak keislaman mereka. Ada yang merespon
dengan sikap akomodatif dan mengakui bahwa memang umat sedang terpuruk
dan harus mengikuti bangsa Barat agar dapat bangkit dari keterpurukan itu. Ada
pula yang merespon dengan menolak apapun yang datang dari Barat sebab
mereka beranggapan bahwa itu diluar Islam. Kalangan ini menyakini Islamlah
yang terbaik dan umat harus kembali pada dasar-dasar wahyu, kalangan ini kerap
disebut dengan kaum revivalis.
Sejumlah pemikir keagamaan muncul diantaranya Jamaluddin Al-Afghani dan
Muhammad Abduh yang berusaha menghidupkan kembali kalam dan
menambahkan ketertinggalan dengan menampikan tesis baru, serta berusaha
menyelesaikan beberapa masalah yang muncul di kalangan umat Islam yang
3
diakibatkan oleh peradaban modern.
Berbicara abad pembaharuan dalam Islam, maka tak lepas dari seorang tokoh
yang merupakan sosok penting dalam pembaharuan Islam, Jamaluddin Al-
Afghani, seorang pembaharu yang memiliki keunikan, kekhasan, dan misterinya
sendiri. Berangkat dari pembagian corak keIslaman di atas, Afghani menempati

3
Noorthaibah,” pemikiran pembaharuan jamaluddin alafghani: Studi pemikiran kalam tentang
Takdir” FENOMENA, Volume 7, No 2, 2015.hal 261

5
posisi yang unik dalam menanggapi dominasi Barat terhadap Islam. Di satu sisi,
Afghani sangat moderat dengan mengakomodasi ide-ide yang datang dari Barat,
ini dilakukannya demi memperbaiki kemerosotan umat. Namun di lain sisi,
Afghani tampil begitu keras ketika itu berkenaan dengan masalah kebangsaan
atau mengenai hal-hal yang berkaitan dengan keIslaman. Alhasil, Afghani
memijakkan kedua kakinya di dua sisi berbeda, ia seorang modernis tapi juga
fundamentalis. Agaknya tepat apa yang dikatakan Black bahwa Afghani adalah
puncak dari kalangan modernis dan fondasi bagi kalangan fundamentalis.
Dengan demikian demi terealisasinya keinginannya dalam memajukan Islam,
setidaknya terdapat dua keadaan yang mesti dilakukan oleh umat Muslim: 1)
Perubahan radikal signifikan dalam pola pikir mengenai ilmu pengetahuan dari
yang sebelumnya bercirikan kekakuan kepada keterbukaan dan rasionalisme; dan
2) Perlawanan terhadap segala bentuk penjajahan yang dilakukan oleh
imperialisme Barat.
Berkenaan dengan keadaan yang kedua, hal ini dapat kita lihat dari berbagai
aktivitas yang ia lakukan, baik melalui tulisan-tulisannya atau pun melalui
dakwah-dakwah yang ia sampaikan di berbagai belahan negara. Pada setiap
negara yang ia pernah tinggal di sana, ia selalu menyerukan nasionalisme
(terlepas dari agama yang dianut oleh suatu Negara). Di India misalnya yang kala
itu sedang mengalami kondisi kritis (yakni berada di bawah kolonialisme
Inggris), ia lebih mendukung nasionalisme urdu ketimbang Islam, karena tidak
ada kebahagiaan selain dalam kebangsaan, dan tidak ada kebangsaan selain dalam
bahasa.4 Dengan demikian yang menjadi inti dari seruannya adalah perlawanan
terhadap imperialisme barat.
Demikian beberapa pemikiran Jamaluddin Al-Afghani agar umat Islam
mencapai kemajuan. Ia telah menimbulkan pemikiran pembaharuan yang
mempunyai pengaruh besar dalam dunia Islam.

4
H.A.Mukti Ali, Alam Pikiran Islam Modern di Timur Tengah (Jakarta Ikrar Mandiriabadi, 1995),
hal 259

6
C. Ide-Ide Pembaharuan Jamaluddin Al-Afghani
1. Pelestarian Kegiatan Ijtihad
Jamaludin Al-Afghani sebagai tokoh reformis, tidak hanya vokal
menyuarakan agar kembali membuka pintu ijtihad tetapi ia secara sistematis
membuat satu rencana untuk merelisasikan program ijtihadnya, yaitu
menyesuaikan pemahaman akan syari’at Islam dengan kondisi modern, semua ini
akibat pertemuan antara masyarakat muslim dengan Barat (Madkur, 1984: 98). Ia
menanggapi secara serius pernyataan Hakim Iyadl bahwa pintu ijtihad telah
tertutup (Madkur, 1984: 98). Menurut Jamaludin Al-Afghani, dengan tertutupnya
pintu ijtihad, menyebabkan munculnya kelemahan dan kemunduran serta
ketertinggalan umat Islam. Thesis semacam ini telah mendorongnya untuk selalu
memperjuangkan agar semua muslim yang memiliki kemampuan untuk
melakukan ijtihad. Bahkan perubahan dan kemajuan zaman itu adalah merupakan
inspirasi dan lahan yang luas untuk berijtihad
Pelestarian ijtihad menurut Jamaludin Al-Afghani adalah perenungan kembali
secara mendalam nilai-nilai Islam, dengan cara mengadakan ijtihad terhadap al-
Qur’an, menghilangkan fanatisme mazhab, menghilangkan taqlid golongan,
menyesuaikan prinsip al-Qur’an dengan kondisi kehidupan umat, melenyapkan
khurafat dan bid’ah-bid’ah dan menjadikan Islam sebagai satu kekuatan positif
untuk mengarahkan kehidupan (Nasution, 1991: 55).5
2. Salafiyah
Jamaluddin Al-Afghani juga mengembangkan pemikiran (dan gerakan)
salafiyah, yakni aliran keagamaan yang berpendirian bahwa untuk dapat
memulihkan kejayaannya, umat Islam harus kembali kepada ajaran Islam yang

5
Akmal Hawi,” pemikiran jamaluddin al-afghani (jamal ad-din al-afghani)” MEDINA-TE, VOL.16,
NO.1, Juni 2017 hal.14

7
masih murni seperti yang dahulu diamalkan oleh generasi pertama Islam, yang
juga biasa disebut salaf (pendahulu) yang saleh yaitu Muhammad SAW yang
membawa ajaran Islam yang murni. Sebenarnya Afghani bukanlah pemikir Islam
yang pertama yang mempelopori aliran salafiyah (revivalis). Ibnu Taymiyah telah
mengajarkan teori yang serupa, begitu pula Syeikh Mohammd Abdul Wahab pada
abad ke-18. Tetapi salafiyah (baru) dari Afghani terdiri dari tiga komponen
utama, yaitu : 1) Keyakinan bahwa kebangunan dan kejayaan kembali Islam
hanya mungkin terwujud kalau umat Islam kembali kepada ajaran Islam yang
masih murni dan meneladani pola hidup para sahabat Nabi, khususnya Al-Khulafa
al-Rasyidin; 2) Perlawanan terhadap kolonialisme dan dominasi Barat, baik
politik, ekonomi maupun kebudayaan; dan 3) Pengakuan terhadap keunggulan
barat dalam bidang ilmu dan teknologi, dan karenanya umat Islam harus belajar
dari barat dalam dua bidang tersebut, yang pada hakikatnya hanya mengambil
kembali apa yang dahulu disumbangkan oleh dunia Islam kepada Barat, dan
kemudian secara selektif dan kritis memanfaatkan ilmu dan teknologi Barat itu
untuk kejayaan kembali dunia Islam. Adapun alairan-aliran salafiyah sebelum
Afghani hanya terdiri dari unsur pertama saja
3. Pemurnian Ajaran Islam
Dalam rangka usaha pemurnian akidah dan ajaran Islam serta pengembalian
keutuhan umat Islam, Jamaluddin Al-Afghani berusaha untuk mencapai
pembaharuan tersebut, antara lain dengan cara : 1) Rakyat harus dibersihkan dari
kepercayaan ketakhayulan; 2) Orang harus yakin bahwa ia dapat mencapai tingkat
atau derajat budi luhur; 3) Rukun iman harus betul-betul menjadi pandangan
hidup; dan 4) Setiap generasi umat harus ada lapisan istimewa untuk memberikan
pengajaran dan pendidikan kepada manusia bodoh, memerangi hawa nafsu jahat
dan menegakkan disiplin (Saefuddin, 2003: 88).

8
Memurnikan ajaran Islam dari segala unsur tahayul, bid’ah dan khurafat. Gerakan
ini berusaha mengembalikan Islam kepada sumber aslinya membersihkan tauhid
darisyirik, membersihkan ibadah dari bid’ah, mengajarkan hidup sederhana sebagai
pengganti kemewahan hidup yang melanda kaum muslimin saat itu. Adapun cara-
cara dakwah untuk mencapai tujuan dari pembaharuan pemikiran yang dimunculkan
Jamaluddin al-Afghani adalah : 1) Dengan banyak mengunjungi negara-negara Islam;
2) Menerapkannya di dalam kurikulum sekolah atau universitas Islam; 3) Melalui
penerjemahan buku-buku asing; 4) Melalui penerbitan berbagai media cetak dan
organisasi Islam; dan 5) Melalui berbagai penelitian yang ditulisnya (Saefuddin,
2003: 89).
4. Bidang Politik
Menurut Jamaludin Al-Afghani, ada dua faktor politis yang menyebabkan
kemunduran Islam, yaitu faktor internal, meliputi: Pemerintahan otokrat-absolut,
kurangnya peralatan dan kekuatan militer, termasuk kekurangan profesionalisme
dalam bidang administrasi. Kemunduran faktor ekesternal, yaitu dominasi kekuatan
imprialisme Barat modern. Misalnya di Afganistan telah terjadi konflik antara
keluarga kerajaan dengan penguasa, karena politik Inggris dan karena tipu daya
Inggris itulah ia pindah ke India.
Dalam dakwahnya, Jamaludin Al-Afghani selalu menyatakan bahwa Inggris itu
adalah perampas kehormatan, pelanggar hak-hak azasi manusia dengan memaksa
manusia sebagai budak. Ia juga menegaskan kepada umat Islam bahwa agama suci ini
memerintahkan untuk mengusir penjajah dari negeri mereka, dan untuk tidak
mengakui kekuasaan asing yang menguasai negara umat Islam, bahkan penjajah-
6
penjajah itu harus dilawan dengan senjata (Saefuddin, 2003: 24).
Dalam perjuangan politiknya, Afghani kerap berpindah-pindah dari satu negara
ke negara lain, ini dilakukannya sebab seringkali pada suatu negara ia mengalami

6
Ris’an Rusli, Pembaharuan Pemikiran Modern Dalam Islam (Jakarta Rajawali Pers, 2014), hal 56

9
pengusiran oleh penguasa setempat. Namun demikian talenta politik Afghani memang
telah tampak sejak awal, bahkan ia lebih menonjol sebagai seorang aktivis gerakan
politik ketimbang pemikir keagamaan. Pendapat tersebut dipaparkan Harun Nasution
yang juga ia kutip dari berbagai pendapat dari Stoddart maupun Goldzhier.
Pandangan ini memang bukan sekadar komentar, tapi suatu pandangan yang memiliki
dasar. Jika kita amati kronologi perjalanan hidup Afghani, maka kita akan mendapati
agenda beliau dipenuhi dengan aktivitas politik. Talenta politik ini memang sudah
tampak sejak dini. Pada usia 22 tahun, ia membantu pangeran Dost Muhammad Khan
di Afghanistan, lalu pada usia kurang lebih 25 tahun ia menjadi penasihat Sher Ali
Khan, dan beberapa tahun setelah itu Afghani diangkat sebagai perdana menteri oleh
A’zam Khan. Perjalanan politiknya ke berbagai negara pun patut mendapat sorotan,
semua ia lakukan untuk menggoyang posisi penguasa yang otoriter, penguasa yang
keluar dari rel amanat, dan juga untuk melawan dominasi barat atas Negeri-negeri
Muslim. Namun ia kerap kali terlibat pertentangan dengan para pemimpin, kendati
pemimpin itulah yang telah mengundangnya masuk ke negaranya. Misalnya saja pada
kasus Iran, ia diundang ke Iran untuk urusan Iran-Rusia, namun sikap otoriter syah
membuatnya menentang syah dan berpendapat bahwa Syah harus digulingkan.
Namun pendiriannya ini membuatnya terusir dari Iran. Nasib yang lebih tragis
diterimanya ketika ia berada di turki, alih-alih menjadi penasihat sultan Hamid II,
Afghani malah berakhir sebagai tahanan kota hingga akhir hayatnya Adapun ide-ide
pembaharuan Jamaludin Al-Afghani, dalam bidang politik adalah sebagai berikut:

10
Pan-Islamisme Salah satu ide Al-Afghani yang paling populer adalah Pan-
Islamisme. Ia bahkan dianggap orang yang paling bertanggung jawab dengan ide
tersebut. Dengan pemikiran ini, Al-Afghani umumnya dipandang sebagai penganjur
yang sebenarnya entitas politik Islam universal yang pada proyek politiknya terpusat
pada Pan-Islamisme atau persatuan dan kesatuan Negara Muslim Dalam rangka
usaha pemurnian akidah dan ajaran Islam, serta pengembalian keutuhan umat Islam,
Afghani menganjurkan pembentukan suatu ikatan politik yang mempersatukan
seluruh umat Islam (Jami’ah islamiyah) atau Pan-Islamisme. Menurut Afghani,
asosiasi politik itu harus meliputi seluruh umat Islam dari segala penjuru dunia Islam,
baik yang hidup dalam negara-negara yang merdeka, termasuk Persia, maupun
mereka yang masih merupakan rakyat jajahan. Ikatan tersebut, yang didasarkan atas
solidaritas akidah Islam, bertujuan membina kesetiakawanan dan persatuan umat
Islam dalam perjuangan yang pertama, menentang tiap sistem pemerintahan yang
dispotik atau sewenang-wenang dan menggantikannya dengan sistem pemerintahan
yang berdasarkan musyawarah seperti yang diajarkan Islam, hal mana juga berarti
menentang sistem pemerintahan Utsmaniyah yang absolut itu serta menentang
kolonialisme dan dominasi Barat.
Semasa hidupnya Jamaluddin Al-Afghani memang berusaha untuk
mewujudkan persatuan itu dan kemudian dikenal dengan Pan-Islam. Pan-Islamisme
bukan berarti leburnya kerajaan-kerajaan Islam menjadi satu, melainkan mereka
harus mempunyai satu pandangan bersatu dalam kerja sama. Persatuan dan kerjasama
merupakan sendi yang amat penting dalam Islam. Persatuan Islam hanya dapat
dicapai bila mereka berada dalam kesatuan pandangan dan kembali kepada ajaran
Islam yang murni, yaitu Al-Quran dan Sunnah Rasul (Asmuni, 1998 : 77).
Afghani berusaha menghimpun kembali kekuatan dunia Islam yang tercecer. Ia
yakin bahwa kebangkitan Islam merupakan tanggungjawab kaum Muslim, bukan
tanggung jawab Sang Pencipta. Masa depan kaum Muslim tidak akan mulia kecuali
jika mereka menjadikan diri mereka sendiri sebagai orang besar. Mereka harus
bangkit dan menyingkirkan kelalaian. Mereka harus

11
tahu realitas, melepaskan diri dari kepasrahan. Ia menjelaskan kebobrokan umat
Islam, dan menerangkan bahwa dunia Islam sedang terancam.
Afghani adalah pembaharu muslim pertama yang menggunakan term Islam dan
Barat sebagai dua fenomena yang selalu bertentangan. Sebuah pertentangan yang
justru harus dijadikan patokan berpikir kaum Muslim, yaitu untuk membebaskan
kaum Muslim dari ketakutan dan eksploitasi yang dilakukan oleh orang-orang Eropa.
Selanjutnya, pemikiran Afghani diteruskan dan dikembangkan oleh murid-
muridnya yakni Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha. Selanjutnya, pemikiran Islam
modern yang mereka kembangkan bukan hanya pada tingkat wacana, namun
ditransformasikan oleh pengikut-pengikut selanjutnya menjadi gerakan. Dapat
dikatakan bahwa gerakan Islam di abad ke-20 banyak terpengaruh olehnya dan
menjadikannya sumber inspirasi. Pengaruh tersebut terlihat dalam tokoh dan gerakan-
gerakan Islam modern masa kini seperti Hasan al-Banna dengan Ikhwanul Muslimin,
Abul A’la al-Maududi dengan Jama’atul Islam dan termasuk Muh Natsir dengan
Masyuminya.7
Banyak orang sepakat bahwa dialah yang menghembuskan gerakan Islam modern
dan mengilhami pembaharuan di kalangan kaum Muslim yang hidup ditengah-tengah
kemodernan. Dia pula yang pengaruhnya amat besar terhadap gerakan-gerakan
pembebasan dan konstitusional yang dilakukan dinegara-negara Islam setelah
zamannya. Ia menggabungkan ilmu-ilmu tradisional Islamnya dengan berbagai ilmu
pengetahuan yang diperolehnya dari Eropa dan pengetahuan modern (Amin, 2000:
293). Semua usahanya dicurahkan dengan menerbitkan makalah-makalah politik
yang membangkitkan semangat.
Inti Pan-Islamisme Afghani terletak pada ide bahwa Islam adalah satu-satunya
ikatan kesatuan kaum Muslim. Dan jika ikatan tersebut diperkokoh, jika menjadi
sumber kehidupan dan pusat loyalitas mereka, maka kekuatan solidaritas yang luar

7
Akmal Hawi,” pemikiran jamaluddin al-afghani (jamal ad-din al-afghani)” MEDINA-TE, VOL.16,
NO.1, Juni 2017 hal.17

12
biasa akan memungkinkan pembentukkan dan pemeliharaan Negara Islam yang kuat
dan stabil.

D. Biografi Muhammad Abduh (1849-1905 M/1266-1323 H)


Muhammad Abduh lahir di Mesir pada tahun 1849. Di antara para gurunya adalah
Syaikh Ahmad di Thanta. Dari ulama ini, Muhammad Abduh mempelajari agama.
Walaupun pada mulanya agak kurang bersemangat, namun karena dorongan dari
pamannya, Syaikh Darwis Khadar, Abduh akhirnya dapat menyelesaikan
pelajarannya di Thanta. Setelah itu ia melanjutkan studinya di Universitas Al-Azhar
dan selesai pada tahun 1877. Selama di Universitas Al-Azhar ia mempelajari manthiq
dan balaghah dari Syaikh Hasan al-Thawil dan Syaikh Muhammad al-Basyuni. Ia
juga pernah berguru kepada Jamaluddin al-Afghani dalam bidang filsafat.8

Dengan berbekal berbagai ilmu agama yang dimilikinya, Muhammad Abduh


kemudian terdorong untuk memilih bidang pendidikan sebagai medan
pengabdiannya, dan sekaligus menggunakannya sebagai media untuk menyampaikan
gagasan dan pemikirannya. Karena berbagai gagasan dan pemikirannya itu terkadang
bertentangan dengan kebijakan penguasa, maka ia terkadang berhadapan dengan
risiko yang harus ditanggung. la misalnya pernah diasingkan ke luar negeri, karena
dianggap ikut terlibat dalam revolusi Urabi Pasya pada tahun 1882. SelanjutT"ya
pada tahun 1884, ia diminta oleh Al-Afghani untuk datang keParis dan bersama-sama
menerbitkan majalah al-Urwah al-Wusga. Selanjutnya pada tahun 1885 ia pergi ke
Beirut dan mengajar di sana. Akhirnya atas bantuan temannya pada tahun 1888 ia
diizinkan pulang ke Kairo. Di sana ia kemudian diangkat sebagai hakim pada tahun
1894 ia menjadi anggota Majelis al- A’la al-Azhar dan telah banyak memberikan
sumbangan pemikiran bagi pembaruan di Mesir dan dunia Islam pada umumnya.

8
Sidiq Mustakim,” relevansi pemikiran muhammad abduh terhadap sistem pendidikan di pesantren”
Dirosat, VOL.1, NO.1, Juni 2016 hal.65

13
selanjutnya pada tahun 1899 ia diangkat sebagai Mufti Mesir hingga akhir hayatnya
pada tahun 1905 dalam usia kurang lebih56 tahun.

E. Pembaharuan Muhammad Abduh


Muhammad Abduh yang dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran al-Afghānī
menganggap bahwa kemunduran umat Islam yang terjadi disebabkan oleh kurangnya
rasionalisme dan kebebasan berpikir. Umat Islam menurut Muhammad Abduh,
terbelenggu oleh sifat taqlīd12, berpikir statis, dan tidak mau melakukan perubahan.
Maka seruan pertama yang Muhammad Abduh lakukan adalah mengajak semua
Islam untuk meninggalkan taqlīd, memeranginya sebagai hal yang bid‘ah dan tidak
sesuai dengan prinsip-prinsip yang diajarkan oleh Islam melalui Rasul-Nya.
Menurutnya, Islam adalah agama yang rasional dan selalu menganjurkan umatnya
untuk selalu berpikir. Menggunakan akal adalah merupakan dasar dari agama Islam,
tidaklah sempurna iman seseorang jika ia tidak menggunakan akal, orang yang tidak
berakal tidaklah beragama. Sumber dari Al-Azhar mengatakan Muhammad Abduh
pindah, namun sumber lain mengatakan ia melanjutkan studi ke Al-Azhar bukan
pindah Dalam hal ini Muhammad Abduh menempatkan posisi akal setara dengan
agama. Ia berpendapat bahwa agama tidak bertentangan dengan akal, dan juga
sebaliknya. Dan jika seandainya terdapat hal-hal yang secara lahiriah dalam agama
bertentangan dengan akal, maka haruslah dicari interpretasi yang membuat agama
sesuai dengan pendapat akal. Muhammad Abduh mengajak seluruh umat Islam untuk
kembali kepada al-Qur’an dan Hadis sebagai pegangan hidup, serta berhenti
menjadikan kitabkitab Fiqih sebagai pegangan umat. Ia berpendapat bahwa taqlīd
terhadap ulama tidaklah bisa dipertahankan, bahkan harus segera diperangi karena hal
tersebut hanya membuat Islam mundur dan ketinggalan dari bangsa-bangsa lainnya,
terutama Eropa dan Barat. Ia mengkritik habis-habisan para ulama Fiqih yang
menjadikan kitabkitabnya sebagai pegangan dan dianggap sebagai dasar agama. Ia
menuding kitab Fiqih-lah yang memalingkan umat Islam dari mengkaji al-Qur’an dan
Hadis. Dengan adanya kitab-kitab Fiqih umat Islam menjadi lebih banyak belajar

14
Fiqih, yang menurut Muhammad Abduh hanya memuat pertentangan pendapat para
ulama dan terkadang bertentangan dengan al-Qur’an dan Hadis, daripada belajar isi
kandungan dari al-Qur’an dan Hadis.14 Bahkan menurut Muhammad Abduh
pendapat ijmā‘ ulama pun tidak harus diikuti dan tidak bersifat ma‘ṣūm.
Muhammad Abduh juga berpendapat bahwa di antara penyebab keterbelakangan
umat Islam adalah ajaran-ajaran yang membodohi umat, seperti pujaan dan
penghormatan yang berlebihan terhadap shaykh, guru, dan wali, termasuk juga
kepatuhan membuta terhadap ulama. Ajaran-ajaran tersebut menurut Muhammad
Abduh hanya akan membekukan akal, sehingga umat berhenti untuk berpikir,
mengkaji dan mengembangkan agama Islam. Muhammad Abduh yang sudah
mempelajari filsafat dari Jamāl al-Dīn al-Afghānī, juga menentang ajaran fatalisme
atau paham Jabariyah yang mengajarkan untuk pasrah menerima apa adanya
terhadap qaḍā’ dan qadr. Ia mempercayai bahwa manusia memiliki kebebasan dalam
berpikir dan bertindak seperti yang ada pada paham Qadariyah. Ia berpendapat
bahwa manusialah yang menciptakan perbuatannya dengan kemauan dan usahanya
sendiri. Ia sependapat dengan penulis-penulis Barat yang mengatakan bahwa umat
Islam mundur karena paham fatalisme. Menurutnya faham fatalisme ini harus dirubah
menjadi faham kebebasan, kebebasan dalam berkemauan dan kebebasan dalam
bertindak.16 Dalam hal ini, Muhammad Abduh juga menyerukan perubahan-
perubahan dalam sistem pendidikan, ia mengusulkan supaya sekolah-sekolah agama
memasukkan pelajaran-pelajaran modern, agar ulama-ulama Islam mengerti
kebudayaan modern dan mampu menyelesaikan persoalan-persoalan yang dihadapi
secara modern. Maka, ketika ia diangkat menjadi anggota majlis idārah di Al-Azhar
di bawah kepemimpinan Hasunah Al-Nawawi sekitar tahun 1892, ia menyerukan
perubahan dalam sistem pendidikan Al-Azhar, ia meyerukan perubahan dalam hal
metode pembelajaran dan kurikulum yang merupakan bagian sangat mendasar dalam
sistem pendidikan Al-Azhar. Seruannya ini mendapat tantangan yang luar biasa dari

15
ulama-ulama Al-Azhar, bahkan mereka menuduh Muhammad Abduh sebagai orang
yang keluar dari Islam. 9
F. Dasar dan Corak Pemikiran Pendidikan Muhammad Abduh

Dengan latar belakang pendidikan, pengalaman serta motivasinya yang kuat


untuk memajukan dunia Islam, Muhammad Abduh tidak hanya memiliki
pemikiran pendidikan yang bercorak modern, melainkan juga memiliki pemikiran
dalam bidang politik, kebangsaan, sosial kemasyarakatan, teologi dan filsafat.140
Selain itu, corak pemikiran pendidikan Muhammad Abduh juga berdasar pada
pemikiran teologi rasional, filsafat dan sejarah. Dengan dasar dan corak
pemikirannya yang demikian itu, maka Muhammad Abduh dapat mengemukakan
gagasan dan pemikirannya dengan cara yang segar dan sesuai dengan
perkembangan zaman pada waktu itu.10

G. Pemikiran Pendidikan Muhammad Abduh

Pemikirannya dalam bidang pendidikan lebih banyak ditokuskan pada masalah


menghilangkan dikotomi po mengembangkan kelembagaan pendidikan,
pengembangan kurikulum dan metode pengajaran. Beberapa gagasan dan
pemikirannya ini dapat dikemukakan secara singkat sebagai berikut.

1. Menghilangkan Dikotomi Pendidikan


Menurut Muhammad Abduh, bahwa di antara faktor yang membawa
kemunduran dunia Islam adalah karena adanya pandangan dikotomis yang
dianut oleh umat Islam, yakni dikomiatau mempertentangkan antara ilmu
agama dan ilmu umum. berbagai lembaga pendidikan Islam di dunia pada

9
Supriadi,” konsep pembaruan sistem pendidikan islam Menurut muhammad ‘abduh” KORDINAT
Vol. XV No. 1 April 2016 hal.33
10
Abuddin Nata, Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat (Jakarta Rajawali Pers, 2012), hal 66

16
umumnya hanya mementingkan ilmu agama, dan kurang mementingkan mu
umum. Menurut Muhammad Abduh, corak pendidikan yang demikian itu
lebih banyak berdampak negatif dalam dunia pendidikan. Sistem madrasah
lama akan menghasilkan ahli ilmu agama, sedangkan sekolah pemerintah
mengeluarkan tenaga ahli yang tidak mempunyai visi dan wawasan
keagamaan. Keadaan ini mirip dengan yang terjadi di Indonesia sebelum
tahun 70an. Yakni pada waktu itu madrasah yang bernaung di bawah
Departemen (sekarang Kementerian) Agama hanya mengajarkan ilmu agama,
sedangkan sekolah yang berada di bawah Kementerian Pendidikan Nasional
kurang mementingkan agama. Untuk mengatasi masalah dikotomi yang
demikian itu, Muhammad Abduh mengusulkan agar dilakukan lintas disiplin
ilmu antarkurikulum madrasah dan sekolah, sehingga jurang pemisah antara
kaum ulama dan ilmuwan modern akan hilang. Gagasannya ia terapkan di
Universitas Al-Azhar, yaitu dengan melakukan penataan kembali struktur
pendidikan di Al-Azhar, yang kemudian dilanjutkan pada sejumlah lembaga
pendidikan yang berada di Thanta, Dassus, Dimyat, Iskandariyah, dan
lainnya. Dengan usahanya ini, Muhammad Abduh berharap berbagai lembaga
pendidikan di berbagai negara lainnya akan mengikutinya, karena Universitas
'Al-Azhar pada saat itu adalah merupakan lambang dan panutan pendidikan
Islam di Mesir khususnya, uan di dunia Islam pada umumnya.

2. Pengembangan Kelembagaan Pendidikan

Dalam upaya mengembangkan kelembagaan pendidikan, Muhammad Abduh


mendirikan sekolah menengah Pemerintah untuk menghasilkan tenaga ahli dalam
berbagai bidane dibutuhkan, yaitu bidang administrasi, militer, kesehatan, per
industrian, dan sebagainya. Melalui berbagai lembaga pendidil ini, Muhammad
Abduh berupaya memasukkan pelajaran agama sejarah dan kebudayaan Islam.
Selain itu, pada madrasah-madrasah yang berada di bawah naungan al-Azhar,

17
Muhammad Abduh mengajarkan Ilmu Manthi Falsafah dan Tauhid. Hal ini
merupakan gagasan baru, karena sebelumnya al-Azhar memandang Ilmu Manthiq
dan Falsafah itu sebagai barang haram. Selain itu, di rumahnya Muhammad
Abduh juga mengajarkan kitab Tahzib al-Akhlaq karangan Ibn Miskawaih, serta
kitab Sejarah Peradaban Eropa yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab,
karangan seorang Prancis, dengan judul al-Tuhfat al-Adaabiyah fi Tarikh
Tamaddun alMamalik al-Awribiyah.

3. Pengembangan Kurikulum

Muhammad Abduh melakukan pengembangan kurikulum Sekolah Dasar, Sekolah


Menengah dan Kejuruan, serta Univer" sitas Al-Azhar. Pengembangan tersebut
secara singkat dapa dikemukakan sebagai berikut.

1) Pengembangan Kurikulum Sekolah Dasar, Menurut Muhammad Abduh


bahwa dasar pemben jiwa agama hendaknya dilakukan sejak masa karena itu,
mata pelajaran agama agar dijadikan wajib pada semua mata pelajaran.
Pandangan ini anggapan bahwa ajaran agama (Islam) merupaka bentukan
jiwa dan pribadi Muslim. Dengan memiliki jiwa dan pribadi Muslim, maka
rakyat Mesir akan memiliki jiwa kebernaan dan nasionalisme yang
selanjutnya dapat menjadi dasar bagi pengembangan sikap hidup yang lebih
baik, dan sekaligus dapat meraih kemajuan.
2) Pengembangan Kurikulum Sekolah Menengah dan Pengembangan kurikulum
Sekolah Menengah dan Sekolah Kejuruan dilakukan dengan memasukkan
mata pelajaran Manthiq dan falsafah yang sebelumnya tidak boleh diajarkan.
Selain itu, dimasukkan pula pelajaran tentang sejarah dan peradaban Islam
dengan tujuan agar umat Islam mengetahui berbagai kemajuan dan
keunggulan yang pernah dicapai dunia Islam di masa silam, sebagai pemicu

18
bagi lahirnya kebanggaan terhadap Islam serta semangat untuk membangun
kembali kejayaan umat Islam.
3) Pengembangan Kurikulum Universitas Al-Azhar, Pengembangan kurikulum
Universitas Al-Azhar dilakukan dengan cara menyesuaikan kebutuhan
masyarakat pada waktu itu dengan para lulusan pendidikan, yakni orang-
orang yang dapat berpikir kritis, komprehensif, progresif dan seimbang
tentang ajaran Islam, yaitu para ulama yang intelek dan intelek yang ulama,
atau dengan kata lain menjadi ulama yang modern. Berkaitan dengan ini,
maka Muhammad Abduh mengusulkan untuk dimasukkannya mata kuliah
filsafat, logika, dan ilmu pengetahuan modern ke dalam kurikulum
Universitas Al-Azhar.11

4. Pengembangan Metode Pengajaran

Menurut Muhammad Abduh bahwa metode pengajaran yang selama ini hanya
mengandalkan hafalan perlu dilengkapi dengan metode yang rasional dan
pemahaman (insight). Dengan demi, di samping para siswa menghafal suatu dapat
memahaminya dengan kritis, objektif dan komprehensif. Berkenaan dengan ini,
Muhammad Abduh n menghidupkan kembali metode munadzarah (diskusi)
dalam memahami pengetahua12n dan menjahukan diri dari metode taklid buta
terhadap para ulama.Selain itu, ia juga mengembangkankebebasan ilmiah di
kalangan mahasiswa Al-Azhar. Ia juga jadikan bahasa Arab yang selama ini
hanya merupakan tidak berkembang menjadi ilmu yang berkembang yang
dipergunakan untuk menerjemahkan teks-teks pengetahuan modern ke dalam
bahasa Arab. Muhammad Abduh juga membuat sebuah metode yang sistematis
dalam menafsirkan Al-Qur'an dengan berpedoman pada lima prinsip sebagai

11
Ibid.,hal.76
12
.Muhammad Iqbal, Amin Husein Nasution,M.A, Pemikiran Politik Islam (Jakarta Prenadamedia
Group, 2015), hal 56

19
berikut. Pertama, menyesuaikan berbagai peristiwa yang ada dalam masyarakat
dengan nash-nash Al-Qur'an; Kedua, menjadikan Al-Qur'an sebagai sebuah
kesatuan; Ketiga, menjadikan surat sebagai dasar untuk memahami ayat;
Keempat, menyederhanakan bahasa penafsiran Al-Qur'an, dan Kelima, tidak
mengabaikan berbagai peristiwa sejarah yang menyertai turunnya ayat-ayat Al-
Qur'an

20
BAB III

PENUTUP
A. Kesimplan
1. Jamaluddin Al-Afghani lahir di As’adabad tahun 1254H/1838M dan wafat
di Istambul 1897M. Nama lengkapnya adalah Sayyid Jamaluddin Al-
Afghani. Jamaluddin Al-Afghani adalah anak dari Sayyid Safdar al-
Husainiyyah yang memiliki hubungan darah dengan seorang perawi hadist
terkenal yang telah bermigrasi ke Kabul Afganistan Ia dididik sejak kecil
sampat remaja dilingkungan keluarga yang bermazhhab Hanafi.
Kemudian ia sekolah di Kabul dengan sistem pengajaran yang konservatif.
Selain itu, ia juga mengambil program ekstra kurikuler dalam bidang
filsafat dan ilmu pasti. Selanjutnya ia belajar ke India, guna mengikuti
program pendidikan dengan sistem kontemporer selama lebih dari satu
tahun. Di sinilah untuk pertamakalinya Jamaluddin Al-Afghani mengenal
sains dan teknologi, Salah satu perjalanan yang paling Akhirnya di
Istambul Turki pada usia 59 tahun, tanggal 9 Maret 1897 Masehi ia
menghembuskan nafasnya yang terakhir dengan meninggalkan nama
besar dan sejumlah pemikiran pembaharuannya bagi dunia Islam. Modern
2. Pemikiran Jamaluddin Al-Afghani, Abad ke 19 hingga abad ke 20
merupakan suatu momentum dimana umat Islam memasuki suatu gerbang
baru, gerbang pembaharuan. Fase ini kerap disebut sebagai abad
modernisme, suatu abad dimana umat diperhadapkan dengan kenyataan
bahwa Barat jauh mengungguli mereka. Dengan demikian demi
terealisasinya keinginannya dalam memajukan Islam, setidaknya terdapat
dua keadaan yang mesti dilakukan oleh umat Muslim: 1) Perubahan
radikal signifikan dalam pola pikir mengenai ilmu pengetahuan dari yang
sebelumnya bercirikan kekakuan kepada keterbukaan dan rasionalisme;

21
dan 2) Perlawanan terhadap segala bentuk penjajahan yang dilakukan oleh
imperialisme Barat.
3. Ide-Ide Pembaharuan Jamaluddin Al-Afghani, Pelestarian Kegiatan Ijtihad
Jamaludin Al-Afghani sebagai tokoh reformis, tidak hanya vokal
menyuarakan agar kembal membuka pintu ijtihad tetapi ia secara
sistematis membuat satu rencana untu merelisasikan program ijtihadnya,
yaitu menyesuaikan pemahaman akan syari’at Islam dengan kondisi
modern, semua ini akibat pertemuan antara masyarakat muslim dengan
Barat, Salafiyah Jamaluddin Al-Afghani juga mengembangkan pemikiran
(dan gerakan) salafiyah, yakni aliran keagamaan yang berpendirian bahwa
untuk dapat memulihkan kejayaannya, umat Islam harus kembali kepada
ajaran Islam yang masih murni seperti yang dahulu diamalkan oleh
generasi pertama Islam, yangjuga biasa disebut salaf (pendahulu) yang
saleh yaitu Muhammad SAW yang membawa ajaran Islam yang murni.
Pemurnian Ajaran Islam Dalam rangka usaha pemurnian akidah dan
ajaran Islam serta pengembalian keutuhan umat Islam, Jamaluddin Al-
Afghani berusaha untuk mencapai pembaharuan tersebut, antara lain
dengan cara : 1) Rakyat harus dibersihkan dari kepercayaan ketakhayulan;
2) Orang harus yakin bahwa ia dapat mencapai tingkat atau derajat budi
luhur; 3) Rukun iman harus betul-betul menjadi pandangan hidup; dan 4)
Setiap generasi umat harus ada lapisan istimewa untuk memberikan
pengajaran dan pendidikan kepada manusia bodoh, memerangi hawa nafsu
jahat dan menegakkan disipli. Bidang Politik Pan-Islamisme
Salah satu ide Al-Afghani yang paling populer adalah Pan-Islamisme. Ia
bahkan dianggap orang yang paling bertanggung jawab dengan ide
tersebut. Dengan pemikiran ini, Al-Afghani umumnya dipandang sebagai
penganjur yang sebenarnya entitas politik Islam universal yang pada
proyek politiknya terpusat pada Pan-Islamisme atau persatuan dan
kesatuan Negara Muslim Dalam rangka usaha pemurnian akidah dan

22
ajaran Islam, serta pengembalian keutuhan umat Islam, Afghani
menganjurkan pembentukan suatu ikatan politik yang mempersatukan
seluruh umat Islam.
4. Biografi Muhammad Abduh (1849-1905 M/1266-1323 H), Muhammad
Abduh lahir di Mesir pada tahun 1849. Di antara para gurunya adalah
Syaikh Ahmad di Thanta. Dari ulama ini, Muhammad Abduh mempelajari
agama. Walaupun pada mulanya agak kurang bersemangat, namun karena
dorongan dari pamannya, Syaikh Darwis Khadar, Abduh akhirnya dapat
menyelesaikan pelajarannya di Thanta. Setelah itu ia melanjutkan studinya
di Universitas Al-Azhar dan selesai pada tahun 1877. Selama di
Universitas Al-Azhar ia mempelajari manthiq dan balaghah dari Syaikh
Hasan al-Thawil dan Syaikh Muhammad al-Basyuni. Ia juga pernah
berguru kepada Jamaluddin al-Afghani dalam bidang filsafat
5. Pembaharuan Muhammad Abduh, Muhammad Abduh yang dipengaruhi
oleh pemikiran-pemikiran al-Afghānī menganggap bahwa kemunduran
umat Islam yang terjadi disebabkan oleh kurangnya rasionalisme dan
kebebasan berpikir. Umat Islam menurut Muhammad Abduh, terbelenggu
oleh sifat taqlīd12, berpikir statis, dan tidak mau melakukan perubahan.
Maka seruan pertama yang Muhammad Abduh lakukan adalah mengajak
semua Islam untuk meninggalkan taqlīd, memeranginya sebagai hal yang
bid‘ah dan tidak sesuai dengan prinsip-prinsip yang diajarkan oleh Islam
melalui Rasul-Nya. Menurutnya, Islam adalah agama yang rasional dan
selalu menganjurkan umatnya untuk selalu berpikir. Menggunakan akal
adalah merupakan dasar dari agama Islam, tidaklah sempurna iman
seseorang jika ia tidak menggunakan akal, orang yang tidak berakal
tidaklah beragama
6. Dasar dan Corak Pemikiran Pendidikannya Dengan latar belakang
pendidikan, pengalaman serta motivasinya yang kuat untuk memajukan
dunia Islam, Muhammad Abduh tidak hanya memiliki pemikiran

23
pendidikan yang bercorak modern, melainkan juga memiliki pemikiran
dalam bidang politik, kebangsaan, sosial kemasyarakatan, teologi dan
filsafat.140 Selain itu, corak pemikiran pendidikan Muhammad Abduh
juga berdasar pada pemikiran teologi rasional, filsafat dan sejarah. Dengan
dasar dan corak pemikirannya yang demikian itu, maka Muhammad
Abduh dapat mengemukakan gagasan dan pemikirannya dengan cara yang
segar dan sesuai dengan perkembangan zaman pada waktu itu
7. Pemikiran Pendidikan, Menghilangkan Dikotomi Pendidikan Menurut
Muhammad Abduh, bahwa di antara faktor yang membawa kemunduran
dunia Islam adalah karena adanya pandangan dikotomis yang dianut oleh
umat Islam, yakni dikomiatau mempertentangkan antara ilmu agama dan
ilmu umum, Pengembangan Kelembagaan Pendidikan. Dalam upaya
mengembangkan kelembagaan pendidikan, Muhammad Abduh
mendirikan sekolah menengah Pemerintah untuk menghasilkan tenaga
ahli dalam berbagai bidane dibutuhkan, yaitu bidang administrasi, militer,
kesehatan, per industrian, dan sebagainya. Pengembangan Kurikulum
Muhammad Abduh melakukan pengembangan kurikulum Sekolah Dasar,
Sekolah Menengah dan Kejuruan, serta Universitas Al-Azhar.

B. Saran

Menurut kami, manusia adalah makhluk hidup ciptaan Allah yang


mempunyai akal untuk berpikir dan bekerja. Sehingga manusia harus tetap
semangat dalam bekerja demi memenuhi kebutuhan hidupnya.

24
DAFTAR PUSTAKA

Ali Mukti .1995. Alam Pikiran Islam Modern di Timur Tengah (Jakarta : Djambatan)

Nata Abuddin, 2012, Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat (Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada)
Iqbal Muhammad dan Nasution Amin Husein, 2015. Pemikiran Politik Islam (Jakarta
: Kencana)
Rusli Ris’an 2013,Pembaharuan Pemikiran Modern Dalam Islam (Jakarta : Rajawali
Pers)
Hawi Akmal 2017. pemikiran jamaluddin al-afghani (jamal ad-din al-afghani).
Jurnal , Medina-Te (16) .

Noorthaibah. 2015.pemikiran pembaharuan jamaluddin alafghani.Jurnal


Fenomena,7(2).

Mustakim Sidiq.2016, relevansi pemikiran muhammad abduh terhadap sistem


pendidikan di pesantren, Jurnal Dirosat,1 (1)

Supriadi .2016, konsep pembaruan sistem pendidikan islam menurut muhammad


‘abduh, Jurnal Kordinat,1(15)

25

Anda mungkin juga menyukai