Anda di halaman 1dari 9

Dakwah adalah amalan yang mulia dan sesuatu yang mulia harus disampaikan dengan cara yang mulia

yakni tidak melanggar syari’at dan ittibaus sunnah (mengikuti sunnah). Berikut ini adalah 10 kaidah penting
dakwah yang harus diperhatikan oleh para du’at:

1. Al Qudwah Qabla Ad Da’wah


(Menjadi Teladan Sebelum Berdakwah)
“Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedangkan kamu melupakan diri (kewajiban)mu
sendiri…”
(QS Al Baqarah: 44)

“Hai orang-orang yang beriman, mengapa kalian mengatakan sesuatu yang tidak kalian kerjakan ? Sungguh
besar murka di sisi Allah bila kalian mengatakan sesuatu yang tidak kalian kerjakan.”
(QS Ash Shaff: 2-3)

Pepatah Arab mengatakan

“Lisanul Hal Afsahu Min Lisanil Maqal”


(Bahasa perbuatan lebih fasih daripada bahasa lisan)

2. At Ta’lif Qabla At Ta’rif


(Mengikat Hati Sebelum Mengenalkan)

Objek dakwah (mad’u) adalah manusia yang sikap dan perbuatannya ditentukan oleh kondisi hatinya. Hati
adalah penentu fisik untuk dapat bergerak merespon pihak luar.

3. At Ta’rif Qabla At Taklif


(Mengenalkan Sebelum Memberi Beban/Amanah)

Kesalahan dakwah terbesar dalah membebankan suatu amalan kepadamad’u sebelum diajarkan dengan
baik. Baik beban suatu amal yang hukumnya wajib ataupun sunnah. Sebab dakwah itu tegak di atas landasan
ilmu dan dalil yang jelas bukan doktrin-doktrin yang membabi buta.

4. At Tadarruj fi At Taklif
(Bertahap Dalam Membebankan Suatu Amal)

Manusia memiliki tingkatan yang berbeda-beda, baik dari sudut pandang latar belakang pendidikan maupun
kondisi sosial yang melahirkannya. Oleh karena itu, dakwah kepada manusia dengan ragam tipologinya tersebut
tentu mengonsekuensikan perbedaan dakwah yang dilakukan.

5. At Taysir Laa At Ta’sir


(Memudahkan Bukan Menyulitkan)
“Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu…”
(QS Al Baqarah: 185)
6. Al Ushul Qabla Al Furu’
(Perkara Pokok Sebelum Perkara Cabang)

Da’i yang tidak memahami masalah-masalah ushul dan furu’ ini akan menjadikan dakwah tidak lagi menuai
maslahat, bahkan akan melahirkan kontraproduktif bagi dakwah itu sendiri. Hal ini dikarenakan perkara ushul
harus didahulukan daripada furu’ sedangkan furu’ akan dapat dilaksanakan dengan baik dan benar ketika
berpijak pada ushul yang baik dan benar pula.

7. At Targhib Qabla At Tarhib


(Memberi Harapan Sebelum Ancaman)

Seorang da’i harus senantiasa memberikan semangat kepada mad’unya agar dapat beramal.
Saat mad’u melakukan dosa, ia harus diberi harapan besar bahwa Allah selalu membuka pintu taubat bagi siapa
saja. Dengan cara ini dakwah (In syaa’Allaah) akan menuai hasil yang diharapkan.

8. At Tafhim Laa At Talqin


(Memberi Pemahaman Bukan Mendikte)
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya
pendengaran, penglihatan, dan hati semuanya itu akan dimintai pertanggungjawaban.”
(QS Al Israa’: 36)

9. At Tarbiyah Laa At Ta’riyah


(Mendidik Bukan Menelanjangi)

Menjaga kehormatan adalah termasuk tujuan syari’at Islam. Oleh karena itu, dakwah harus berupaya
memberikan didikan yang baik kepada mad’unya.

10. Tilmidzu Imam Laa Tilmidzu Kitab


(Murid Guru Bukan Murid Buku)

Sebuah pepatah mengatakan

“Guru tanpa buku akan melahirkan kejumudan sedangkan buku tanpa guru akan melahirkan kesesatan”

wallaahu a'lam bish-shawwab

Maraji’:

Kitab Ad Da’wah: Al Qawaa’id wal Ushul karya Syaikh Jum’ah Amin Abdul ‘Aziz.
Disarikan oleh Ustadz Rd. Laili Al Fadhli hafizhahullah dan disampaikan dalam ta’lim rutin MPI Bandung.
PROGRAM TEBAR DA’I PEDESAAN
Abu Utsman an-Nahdi (wafat tahun 100 H) yang memiliki nama asli Abdurrahman bin Mull
bin Amru bin Adi al-Bashri adalah seorang ulama besar di kalangan tabi’in. Ia mendapati
masa jahiliyah dan masa Islam. Ia masuk Islam pada zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
salam dan membayar zakat kepada petugas zakat yang beliau angkat, namun tidak sempat
bertemu dan melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam.
Abu Utsman an-Nahdi belajar hadits kepada sejumlah ulama besar generasi sahabat seperti
Umar bin Khathab, Ali bin Abi Thalib, Sa’ad bin Abi Waqash, Sa’id bin Zaid (empat sahabat
yang mendapat jaminan surga), Abdullah bin Mas’ud, Bilal bin Rabah, Hudzaifah bin
Yaman, Salman al-Farisi, Abu Musa al-Asy’ari, Usamah bin Zaid, Abu Hurairah, Abdullah
bin Abbas, dan lain-lain.

Abu Utsman an-Nahdi turut menyertai pasukan Islam dalam peperangan Yarmuk melawan
pasukan Imperium Romawi pada tahun 13 H. Ia juga turut serta dalam peperangan-
peperangan besar melawan Imperium Persia, yaitu dalam peperangan Qadisiyah, Jalula’,
Tustar, Nahawand, Azerbaijan, Mihran dan Rustum.

Selain seorang ulama dan mujahid, Abu Utsman an-Nahdi juga dikenal luas sebagai seorang
ahli ibadah. Ia telah melaksanakan 60 kali haji dan umrah, tekun melakukan shaum sunnah di
siang hari dan shalat tarawih serta witir di malam hari. Menurut riwayat para sejarawan, Abu
Utsman an-Nahdi dikaruniai usia 130 tahun. (Imam Adz-Dzahabi, Siyaru A’lam an-
Nubala’, 4/175-179)
Abu Utsman an-Nahdi pernah menuturkan sebuah kisah berharga. Diriwayatkan oleh imam
Ibnu Abi Hatim ar-Razi dan Ahmad bin Hambal bahwasanya Abu Utsman an-Nahdi berkata:
“Tidak ada seorang pun yang lebih sering duduk bermajlis (menimba ilmu) dengan Abu
Hurairah selain aku. Abu Hurairah lebih dahulu menunaikan ibadah haji, dan aku baru
menunaikan haji setelahnya.

Ternyata penduduk Bashrah (yang pulang dari ibadah haji) menceritakan bahwa Abu
Hurairah pernah berkata: “Saya telah mendengar Rasululullah Shallallahu ‘alaihi wa salam
bersabda:

‫سنَة‬ َ ‫ف أ َ ْل‬
َ ‫ف َح‬ َ ‫سنَةَ أ َ ْل‬
َ ‫ف ْال َح‬ َ ُ‫إِ َّن هللاَ ي‬
ُ ‫ضا ِع‬
“Sesungguhnya Allah melipat gandakan satu amal kebajikan dengan satu juta kebajikan.”

Saya pun berkomentar: “Apa-apaan kalian ini? Demi Allah, tidak ada seorang pun yang lebih
sering duduk bermajlis (menimba ilmu) dengan Abu Hurairah selain aku. Tapi aku tidak
pernah mendengar hadits ini dari Abu Hurairah.”

Maka aku segera menyiapkan bekal untuk menemui Abu Hurairah, namun ternyata ia telah
berangkat untuk menunaikan haji. Maka aku pun berangkat haji untuk menemuinya dan
menanyakan hadits ini. Aku berhasil menemuinya dan aku pun menanyakan hadits ini
kepadanya.

“Wahai Abu Hurairah, hadits apa yang dikatakan oleh penduduk Bashrah bahwa mereka
telah mendengarnya darimu?” tanyaku.

“Hadits apa itu?” Abu Hurairah balik bertanya kepadaku.

Aku menjawab, “Penduduk Bashrah mengatakan bahwa Anda telah menyatakan bahwa Allah
akan membalas satu amal kebajikan dengan satu juta kebajikan.”

Abu Hurairah menjawab, “Wahai Abu Utsman, kenapa engkau heran atas hal itu? Bukankah
Allah Ta’ala telah berfirman:

}ً‫يرة‬ ْ َ ‫ضا ِعفَهُ لَهُ أ‬


َ ِ‫ض َعافًا َكث‬ ُ ‫{ َم ْن ذَا الَّذِي يُ ْق ِر‬
َ ‫ض هللاَ قَ ْرضًا َح‬
َ ُ‫سنًا فَي‬

“Barangsiapa meminjamkan kepada Allah (berinfak di jalan Allah) sebuah pinjaman yang
baik, niscaya Allah akan melipat gandakan untukkan dengan kelipatan-kelipatan yang
banyak.” (QS. Al-Baqarah [2]: 245)
Allah Ta’ala juga berfirman:

ِ ‫ع ْال َح َيا ِة الدُّ ْن َيا ِفي‬


}ٌ‫اآلخ َر ِة ِإال قَ ِليل‬ ُ ‫{فَ َما َمت َا‬

“Maka kenikmatan hidup dunia itu dibandingkan dengan (kenikmatan di) akhirat hanyalah
sedikit belaka.” (QS. At-Taubah [9]: 38)?
Abu Hurairah berkata:

”‫سنَة‬ ِ ‫سنَةَ أ َ ْلفَ ْي أَ ْل‬


َ ‫ف َح‬ َ ‫ف ْال َح‬ َ ُ‫ “ ِإ َّن هللاَ ي‬:ُ‫سلَّ َم َيقُول‬
ُ ‫ضا ِع‬ َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ ْ‫َوالَّذِي نَ ْفسِي ِب َي ِد ِه لَقَد‬
ُ ‫س ِم ْعتُ َر‬
َ ِ‫سو َل هللا‬
“Demi Allah yang nyawaku berada di tangan-Nya, aku telah mendengar Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: ‘Sesungguhnya Allah melipat gandakan satu amal
kebajikan dengan dua juta kebajikan.” (HR. Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Jarir ath-Thabari.
Syaikh Syu’aib al-Arnauth berkata: Sanad ini lemah, karena Ziyad al-Jashash yaitu
Ziyad bin Abi Ziyad al-Jashash adalah perawi yang lemah)
Dalam riwayat lain dari imam Ahmad bahwasanya Abu Utsman an-Nahdi berkata kepada
Abu Hurairah: “Telah sampai berita kepadaku bahwa Anda menyatakan bahwa Allah akan
membalas satu amal kebajikan dengan satu juta kebajikan.”

Maka Abu Hurairah menjawab:

“ ‫سنَة‬ ِ ‫سنَةَ أ َ ْلفَ ْي أَ ْل‬


َ ‫ف َح‬ َ ‫ف ْال َح‬ َ ُ‫سلَّ َم ” ِإ َّن هللاَ لَي‬
ُ ‫ضا ِع‬ َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ ْ‫َو َما أ َ ْع َجبَكَ ِم ْن ذَلِكَ ؟ فَ َوهللاِ لَقَد‬
َ ُ‫س ِم ْعتُه‬

“Kenapa engkau heran atas hal itu? Demi Allah, aku telah mendengar Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa salam bersabda: ‘Sesungguhnya Allah benar-benar melipat gandakan satu amal
kebajikan dengan dua juta kebajikan.” (HR. Ahmad bin Hambal no. 7945 dan Ibnu Jarir
ath-Thabari. Syaikh Syu’aib al-Arnauth berkata: Sanad ini lemah, karena kelemahan
perawi Ali bin Zaid bin Jud’an)
Dalam riwayat lain, Abu Utsman an-Nahdi berkata kepada Abu Hurairah: “Telah sampai
kepadaku berita sebuah hadits, bahwa Anda telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa salam bersabda:

‫سنَة‬ َ ‫ف أ َ ْل‬
َ ‫ف َح‬ َ ‫سنَ ِة أ َ ْل‬
َ ‫ بِ ْال َح‬، َ‫إِ َّن هللاَ َع َّز َو َج َّل يُ ْع ِطي َع ْبدَهُ ْال ُمؤْ ِمن‬

“Sesungguhnya Allah melipat gandakan satu amal kebajikan seorang hamba-Nya yang
beriman dengan satu juta kebajikan.”

Abu Hurairah menjawab: “Tidak, justru aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
salam bersabda:

“ ‫سنَة‬ ِ ‫” ِإ َّن هللاَ َع َّز َو َج َّل يُ ْع ِطي ِه أ َ ْلفَ ْي أ َ ْل‬


َ ‫ف َح‬

“Sesungguhnya Allah melipat gandakan satu amal kebajikan seorang hamba-Nya yang
beriman dengan dua juta kebajikan.”
Abu Hurairah kemudian membacakan ayat:

‫ت ِم ْن لَدُ ْنهُ أَجْ ًرا َع ِظي ًما‬ َ ُ‫سنَةً ي‬


ِ ْ‫ضا ِع ْف َها َويُؤ‬ ْ ‫ِإ َّن هللاَ َال َي‬
َ ‫ظ ِل ُم ِمثْقَا َل ذَ َّرة َو ِإ ْن ت َكُ َح‬

“Sesungguhnya Allah tidak akan menzalimi hamba-Nya walau sebesar satu biji sawi. Jika
satu biji sawi itu berupa amal kebaikan, niscaya Allah akan melipat gandakannya dan
mengaruniakan dari sisi-Nya pahala yang besar.” (QS. An-Nisa’ [4]: 40)
Abu Hurairah lantas berkata:

ُ‫إِذَا قَا َل هللاُ َع َّز َو َج َّل {أَجْ ًرا َع ِظي ًما} فَ َم ْن يَ ْقد ُُر قَد َْره‬

“Jika Allah telah berfirman ‘pahala yang besar’, maka siapa yang bisa memperkirakan
besarnya?” (HR. Ahmad. Al-Hafizh Nuruddin al-Haitsami dalam Majma’ az-Zawaid wa
Mamba’ al-Fawaid, 10/145 no. 17188-17189 berkata: “Diriwayatkan oleh imam Ahmad
dengan dua sanad dan juga oleh imam Al-Bazzar semisalnya. Salah satu dari dua sanad
Ahmad adalah sanad yang bagus)
Saudaraku seislam dan seiman…
Kisah Abu Utsman an-Nahdi di atas disebutkan oleh para ulama tafsir saat menjelaskan dua
ayat tentang jihad dengan nyawa dan jihad dengan harta, yaitu firman Allah Ta’ala:

ْ َ ‫ضا ِعفَهُ لَهُ أ‬


َ ِ‫ض َعافًا َكث‬
ُ‫يرةً َوهللا‬ ُ ‫) َم ْن ذَا الَّذِي يُ ْق ِر‬244( ‫س ِمي ٌع َع ِلي ٌم‬
َ ‫ض هللاَ قَ ْرضًا َح‬
َ ُ‫سنًا فَي‬ َ َ‫س ِبي ِل هللاِ َوا ْعلَ ُموا أ َ َّن هللا‬
َ ‫َوقَاتِلُوا فِي‬

ُ ‫س‬
)245( َ‫ط َوإِلَ ْي ِه ت ُ ْر َجعُون‬ ُ ِ‫يَ ْقب‬
ُ ‫ض َويَ ْب‬

“Dan berperanglah kalian di jalan Allah dan ketahuilah sesungguhnya Allah Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui. Barangsiapa meminjamkan kepada Allah (berinfak di
jalan Allah) sebuah pinjaman yang baik (tanpa mengungkit-ungkit dan tanpa menyakiti hari
penerima infak) niscaya Allah akan melipat gandakan untukkan dengan kelipatan-kelipatan
yang banyak. Allah menggenggam (menyempitkan rizki atas sebagian hamba-Nya) dan
melimpahkan (rizki kepada sebagian hamba-Nya yang lain) dan hanya kepada-Nya kalian
dikembalikan.” (QS. Al-Baqarah [2]: 244-245)
Pada ayat 244, Allah memerintahkan kaum beriman untuk berperang di jalan Allah demi
menegakkan syariat Allah. Itulah jihad dengan nyawa.
Pada ayat 245, Allah menganjurkan kaum beriman untuk berinfak guna membiayai perang di
jalan Allah. Infak tersebut harus dikeluarkan dengan jiwa yang ikhlas, dari harta yang halal,
tanpa diiringi sikap riya’, sum’ah, mengungkit-ungkit dan menyakiti hati orang yang
menerimanya. Itulah jihad dengan harta dan memberi “pinjaman yang baik” kepada Allah.
Allah menamakan jihad dengan harta tersebut “pinjaman”, sebagaimana Allah menamakan
jihad dengan nyawa “jual-beli” dalam surat At-Taubah [9]: 111.

Allah Ta’ala menjanjikan balasan pahala yang berlipat kali dari besarnya infak di jalan Allah
yang diberikan oleh hamba-Nya yang beriman. Hadits-hadits dari Abu Hurairah di atas
menjelaskan bahwa balasan pahala dari Allah tersebut bisa mencapai 2 juta kali lipat. Bahkan
ْ َ ‫ )أ‬dalam QS. Al-
َ ‫ض َعافًا َك ِث‬
bisa lebih besar lagi, berdasar keumuman lafal “berkali-kali lipat” (ً ‫يرة‬
Baqarah [2]: 245 dan “pahala yang besar” (‫ )أَجْ ًرا َع ِظي ًما‬dalam QS. An-Nisa’ [4]: 40.

Saudaraku seislam dan seiman…


Ayat yang mulai ini merupakan pendorong yang sangat agung bagi setiap muslim, khususnya
di bulan suci Ramadhan yang penuh berkah ini, untuk memperbanyak infak hartanya.

Masihkah kita berat dan kikir untuk meraih lipatan dua juta pahala dari sisi Allah di bulan
suci Ramadhan yang penuh berkah ini? Jika di bulan Ramadhan saja kita masih merasa berat
dan kikir, lantas kapan hati kita akan tergerak? Wallahu a’lam bish-shawab.
Begitu banyaknya keutamaan, tak heran jika Ramadhan memiliki banyak julukan, di
antaranya:syahrul ‘ibadah (bulan ibadah), syahrul Qur’an (bulan Al-Qur’an), syahrur
rahmah (bulan rahmat),syahrul mubarak (bulan keberkahan), syahrul maghfirah (bulan
ampunan dosa), syahrut tarbiyah(bulan pendidikan), syahrul jihad wal falaah (bulan jihad
dan kemenangan), syahrush shabr (bulan kesabaran) dan syahrul judd (bulan kemurahan).
“Barang siapa yang melakukan ibadah pada malam hari bulan Ramadhan karena iman dan
mengharapkan ridha Allah, dosa-dosanya yang telah lalu diampuni” (Muttafaqun ‘Alaihi)
Jadikan Ramadhan sebagai bulan taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah dengan
memperbanyak ibadah. Jangan lewatkan detik-detik Ramadhan tanpa nilai ibadah.
Selain shiyam dan qiyam, perbanyak shadaqah pada bulan Ramadhan, sebagaimana
dianjurkan dan dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Shahabat Anas RA mengabarkan,
ditanyakan kepada Rasulullah, “Sedekah manakah yang paling utama?” Rasulullah
menjawab, “Sedekah di bulan Ramadhan” (HR. Tirmidzi).
...Bayangkan jika kita bisa memperbanyak pahala dengan bonus pahala puasa orang lain.
Pahala yang kita raih akan berlipat lagi. Subhanallah!..
Rasulullah SAW adalah orang yang paling dermawan, dan kedermawanan beliau lebih
dahsyat lagi di bulan Ramadan. Begitu tingginya nilai shadaqah di bulan Ramadhan, sebuah
hadits menggambarkan bahwa antusias Rasulullah SAW bersedekah di bulan suci ini
melebihi kecepatan angin yang melesat.
“Rasulullah SAW adalah orang yang paling dermawan. Dan beliau lebih dermawan lagi di
bulan Ramadhan saat beliau bertemu Jibril. Jibril menemuinya setiap malam untuk
mengajarkan Al-Qur’an. Dan kedermawanan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
melebihi angin yang berhembus” (HR Bukhari).
Salah satu shadaqah yang tinggi nilainya adalah memberi hidangan berbuka (ifthar) bagi
orang yang berpuasa. Dengan memberi ifthar, maka pahalanya sepadan dengan pahala orang
yang berpuasa.
Bayangkan jika kita bisa memperbanyak pahala dengan bonus pahala puasa orang lain,
tentunya pahala yang kita raih lebih berlipat lagi. Subhanallah! Dan ini bisa terjadi dengan
sedekah, yaitu dengan memberikan hidangan berbuka puasa untuk orang lain yang berpuasa.
Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa memberi makan berbuka kepada orang yang
berpuasa, maka baginya pahala seperti pahala orang yang berpuasa dan tanpa mengurangi
pahala orang yang berpuasa itu sedikitpun” (HR Ahmad, Tirmidzi dan Ibnu Majah).
...Selain menambah pahala puasa, memberi ifthar kepada anak-anak Yatim bisa mendekatkan
jarak ke surga bersama Rasulullah SAW...

Betapa Allah Ta’ala sangat pemurah kepada hamba-Nya dengan membuka kesempatan
menuai pahala begitu lebarnya di bulan yang penuh berkah ini.
Untuk meningkatkan kekhusyukan ibadah Ramadhan sebagai momen peningkatan ukhuwah
islamiyah (kepedulian sosial), Jalinan Keluarga Da’wah (JKD) Lembaga Al-Qolam akan
menggelar serangkaian program amaliah Ramadhan. Alhamdulillah, kita sedang menggelar
amaliah Ramadhan dengan menyalurkan dana sebesar Rp 7 juta rupiah dalam berbagai
program dakwah.

Lampiran

Anggaran tebar da’i pedesaan

Akomodasi Rp. 100.000/ orang

Honor Rp. 100.000/ orang

Jumlah da’i 5 orang

Lama program 7 hari

Total Rp.200.000 x 5 orang x 7 hari

= Rp.7.000.000
Terbilang : Tujuh juta rupiah

Anda mungkin juga menyukai