Anda di halaman 1dari 8

Hakikat Kebenaran Dan Pengetahuan Nilai Kebaikan Dan Keindahan

Hakikat Kebenaran Dan Pengetahuan Nilai Kebaikan Dan Keindahan


Apa itu hakikat? Hakikat ialah realitas; realitas adalah “real” artinya kenyataan yang
sebenarnya. jadi, hakikat adalah kenyataan yang sebenarnya, keadaan sebenarnya sesuatu, bukan
keadaan sementara atau keadaan yang menipu, bukan keadaan yang berubah. Jika kita berbicara
tentang teori hakikat, maka sangat luas sekali. Segala yang ada dan yang mungkin ada, yang
boleh juga mencakup pengetahuan dan nilai (hakikat pengetahuan dan hakikat nilai). Oleh
karena itu, kajian hakikat ini dalam kajian filosofis dinamakan ontologi. Dalam makalah ini akan
kita bahas tentang hakikat kebenaran dan pengetahuan, serta nilai kebaikan dan keindahan.

A. HAKIKAT PENGETAHUAN DAN KEBENARAN


Pengetahuan dan kebenaran adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Pengetahun merupakan
hasil dari pencarian sebuah kebenaran. Kebenaran adalah hasil dari rasa ingin tahu. Jadi antara
pengetahuan dan kebenaran selalu bersama-sama. Banyak pendapat tentang pengetahuan
maupun kebenaran yang mengatakan keduanya saling terkait. Akan tetapi banyak orang masih
bingung tentang apa itu pengetahuan ataupun kebenaran.

Berfikir merupakan suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan yang benar. Banyak orang
merasa bahwa tujuan pengetahuan adalah mencari kebenaran, namun masalahnya tidak sampai
disitu saja. Problem kebenaran inilah yang memicu tumbuh dan berkembangnya efestimologi.

1. Definisi Pengetahuan
Pengetahuan dalam pandangan filsafat memiliki 3 teori, yakni teori pengetahuan yang
membicarakan cara memperoleh pengetahuan yang disebut epistemologi. Kedua teori hakikat
yang membicarakan pengetahuan itu sendiri yang disebut ontologi. Ketiga, teori nilai yang
membicarakan guna pengetahuan itu yang disebut aksiologi.

Ada sebagian ahli yang berpandangan bahwa pengetahuan dengan ilmu tidaklah berbeda.
Pengetahuan bagi mereka tidak ubahnya sebagai ilmu, sehingga ilmu dengan pengetahuan tidak
berbeda. Sebagian lagi memahami bahwa pengetahuan berbeda dengan ilmu atau ilmu
pengetahuan atau pengetahuan ilmiah. Sebagaimana dinyatakan M. Thoyibi (1994: 35),
pengetahuan ilmiah tidak lain adalah ‘a higner level’ dalam perangkat pengetahuan manusia
dalam arti umum sebagaimana kita saksikan dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan menurut
Amsal Bakhtiar (2005), pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk tahu.

Menurut Jujun S. Suriasumantri (1990: 105) pengetahuan pada hakikatnya merupakan segenap
apa yang kita ketahui tentang objek tertentu, termasuk di dalamnya adalah ilmu. Dengan
demikian, ilmu merupakan bagian dari pengetahuan yang diketahui oleh manusia disamping
berbagai pengetahuan lainnya, seperti seni dan agama.

Secara etimologi pengetahuan berasal dari kata dalam bahasa Inggris yaitu knowledge. Dalam
Encyclopedia of philosophy dijelaskan bahwa definisi pengetahuan adalah keparcayaan yang
benar (knowledgw is justified true belief). Sedangkan Maufur (2008:30), menjelaskan bahwa
ilmu adalah sebagian dari pengetahuan yang memiliki dan memenuhi persyaratan tertentu,
artinya ilmu tentu saja merupakan pengetahuan, tetapi pengetahuan belum tentu ilmu. Karena
pengetahuan untuk dapat dikategorikan sebagai ilmu harus memenuhi beberapa persyaratan,
yakni sistematis, general, rasional, objektif, menggunakan metode tertentu , dan dapat
dipertanggung jawabkan.

Menurut Drs. Sidi Gazalba pengetahuan adalah apa yang diketahui atau hasil pekerjaan tahu.
Pekerjaan tahu tersebut adalah hasil dari kenal, sadar, insaf, mengerti dan pandai. Pengetahuan
itu adalah semua milik atau isi pikiran. Dengan demikian pengetahuan merupakan hasil proses
usaha dari manusia untuk tahu.

Menurut kamus filsafat dijelaskan bahwa pengetahuan (knowledge) adalah proses kehidupan
yang diketahui manusia secara langsung dari kesadarannya sendiri. Dalam peristiwa ini yang
mengetahui (subjek) memiliki yang diketahui (objek) didalam dirinya sendiri sedemikian aktif
sehingga yang mengetahui itu menyusun yang diketahui pada dirinya sendiri dalam kesatuan
aktif. Orang pragmatis, tertuma John Dewey tidak membedakan pengetahuan dengan kebenaran
(antara knowledge dengan truth). Jadi pengetahuan itu harus benar, kalau tidak benar adalah
kontradiksi.

Beranjak dari pengetahuan adalah kebenaran dan kebenaran adalah pengetahuan, maka didalam
kehidupan manusia dapat memiliki berbagai pengetahuan dan kebenaran. Burhanuddin salam,
menjelaskan bahwa pengetahuan yang dimiliki manusia ada empat yaitu:
 Pengetahuan biasa, yakni pengetahuan yang dalam filsafat dikatakan dengan istilah
common sense, dan yang diartikan dengan good sense, karena sesorang memiliki sesuatu dimana
ia menerima secara baik. Bola itu dikatakan bulat karena memang berbentuk bulat, air jika
dipanaskan akan mendidih dan sebagainya. Pengetahuan ini diperoleh dari kehidupan sehari-
hari.
 Pengetahuan ilmu (secience), yaitu ilmu dalam pengertian yang sempit diartikan untuk
menunjukkan ilmu pengetahuan alam yang sifatnya kuantitatif dan obyektif.
 Pengetahuan filsafat, yakni pengetahuan yang diperoleh dari pemikiran yang bersifat
kontemplatif dan spekulatif. Filsafat membahas segala hal dengan kritis sehingga dapat diketahui
secara mendalam tetntang apa yang sedang dikaji.
 Pengetahuan agama, yakni pengetahuan yang hanya diperoleh dari Tuhan lewat utusan-
Nya, sehingga pengetahuan ini bersifat mutlak dan wajib diyakini oleh para pemeluk agama.
Adapun Scheler membedakan jenis pengetahuan menurut wujudnya dan menurut ketertiban
abadi daripada realita dalam skala sebagai berikut:
 Pengetahuan theologis
 Pengetahuan filosofis
 Pegetahuan tentang yang lain, baik kolektif maupun individual
 Pengetahuan tentang dunia lahir
 Pengertahuan teknis, dan
 Pengetahuan ilmiah.
Abd. Aziz, M.Pd.I membedakan pengetahuan manusia menjadi tiga jenis pengetahuan yaitu:
1. Pengetahuan Ilmiah: yaitu pengetahuan yang diperoleh dan dipertanggung
jawabkan kebenarannya secara ilmiah atau dengan menggunakan cara kerja atau metode
ilmiah.
2. Pengetahuan Moral: dalam hal moral tidak ada klaim kebenaran yang absah.
Penilaian dan putusan moral adalah soal perasaan pribadi atau produk budaya tempat
orang lahir dan dibesarkan.
3. Pengetahuan Religius: yakni pengetahuan kita tentang Tuhan yang sesungguhnya
berada diluar lingkup pengetahuan manusia.
2. Hakikat dan sumber pengetahuan
Pengetahuan berkembang dari rasa ingin tahu, yang merupakan ciri khas manusia karena
manusia adalah makhluk yang mengembangkan pengetahuan secara sungguh-sungguh. Manusia
mengembangkan pengetahuannya untuk mengatasi kebutuhan-kebutuhan kelangsungan hidup
ini. Dia memikirkan hal-hal baru, karena dia hidup bukan sekedar untuk kelangsungan hidup,
namun lebih dari itu manusia mmpunyai tujuan tertentu dalam hidupnya yang lebih tinggi dari
sekedar kelangsungan hidupnya. Inilah yang menyebabkan manusia mengembangkan
pengetahuannya, dan pengetahuan ini jugalah yang mendorong manusia menjadi makhluk yang
bersifat khas di muka bumi.

Pengetahuan ini mampu dikembangkan manusia yang disebabkan oleh dua hal utama, yakni
pertama manusia mempunyai bahasa yang mampu mengkomonikasikan informasi tersebut.
Kedua, yang menyebabkan manusia mampu mengembangkan pengetahuannya dengan cepat dan
mantap adalah kemampuan berfikir menurut suatu alur kerangka berfikir tertentu.

Ada dua teori untuk dapat mengetahui hakikat dari sebuah pengetahuan. Yaitu teori Realisme
dan idealisme.
 Teori realisme mengatakan bahwa pengetahuan adalah kebenaran yang sesuai dengan
fakta. Apa yang ada dalam fakta itu dapat dikatakan benar. Dengan teori ini dapat diketahui
bahwa kebenaran obyektif juga di butuhkan bukan hanya mengakui kebenaran subyektif. Contoh
kita mengetahui bahwa pohon itu memang tertancap ditanah karena kenyataannya memang
begitu dan obyeknya terlihat sangat nyata. Jadi teori ini mengakui adanya apa yang mengetahui
dan apa yang diketahui.
 Teori idealisme memiliki perbedaan pendapat dengan realisme. Pada teori ini dijelaskan
bahwa pengetahuan itu bersifat subyaktif. Oleh karena itu pengetahuan menurut teori ini tidak
menggambarkan hakikat kebenaran, yang diberikan pengetahuan hanyalah gambaran menurut
pendapat atau penglihatan orang yang mengatahui (subjek).
Kalau realisme mempertajam perbedaan antara yang mengatahui dan yang diketahui, idealisme
adalah sebaliknya. Bagi idealisme dunia dan bagian-bagiannya harus dipandang sebagai hal-hal
yang mempunyai hubungan seperti organ tubuh dengan bagian-bagiannya. Sebenarnya realisme
dan idealisme memiliki kelemahan-kelamahan tertentu. Realisme ekstrim bisa sampai pada
materialistik atau dualisme.

Dengan adanya kedua teori tersebut dapat dikatakan semua orang memiliki pengetahuhan
walaupun dasar yang mereka pakai berbeda-beda.

Selain itu pengetahuan diperoleh pula dari sumber yang lebih dari satu. Yaitu sumber empirisme,
rasionalisme, intuisi dan wahyu.
1. Empirisme menyatakan bahwa manusia memperoleh pengetahuan dengan
pengalaman yang dialaminya. Teori ini bersifat inderawi jadi antara satu dengan yang
lain memiliki perbedaan. Akal dalam teori ini hanyalahmengelola konsep gagasan
inderawi saja dan tidak dikedepankan. Jhon locke (1632-1704) mengemukakan teori
tabula rasa. Maksudnya manusia pada awalnya kosong kemudian pengalaman mengisi
kekosongan tersebut sehingga menjadi pengetahuan. Pengalaman di dapat dari indera
yang awalnya sederhana menjadi sangat komplek jadi sekomplek apapun pengetahuan
akan dapat kembali pada sumbernya yaitu indera. Jadi pengetahuan yang tidak dapat di
indera bukan pengetahuan yang benar karena indera adalah sumber pengetahuan. Teori
ini menjadi lemah karena indera manusia memiliki keterbatasan.
2. Rasionalisme menjelaskan bahwa akal adalah dasar kepastian pengetahuan.
Pengetahuan yang benar diukur dan diperoleh dari akal. Teori ini membenarkan
pemakaian indera untuk memperoleh pengetahuan akan tetapi harus di olah dengan akal.
Jadi sumber kebenarannya adalah akal. Di sini juga dapat mengetahui tentang konsep-
konsep pengetahuan yang abstrak. Namun toeri ini memiliki kelemahan karena data-data
tidak selalu sempurna sehingga akal tidak dapat menmukan pengetahuan yang benar-
benar sempurna.
3. Intuisi menerangkan bahwa pengetahuan diperoleh dari pemikiran tingkat tinggi.
Kegiatan intuisi dan analisis bisa saling membantu untuk menemukan kebenaran. Mereka
yang menggunakan intuisi biasanya memperoleh pengetahuan dengan perantara hati
bukan indera maupun akal. Sehingga teori ini menggunakan metode perenungan yang
mendalam untuk mencari kebenaran.
4. Sumber yang terakhir adalah wahyu yang menjelaskan bahwa pengetahuan di
peroleh langsung dari Tuhan melalui perantara Nabi. Pengetahuan yang seperti ini tidak
memerlukan waktu untuk berfikir ataupun merenung. Pengetahuan didapatkan kemudian
dikaji lebih lanjut sehingga dapat meningkatkan keyakinan tentang kebenarannya.
Berbeda dengan ilmu pengetahuan yang melakukan penelitian terlebih dahulu baru
kemudian mendapat pengetahuan dan di ketahui kebenarannya.Wahyu Allah (agama)
berisikan pengetahuan, baik mengenai kehidupan seseorang yang terjangkau oleh
pengalaman, maupun yang mencakup masalah transedental, seperti latar belakang dan
tujuan penciptaan manusia, dunia, dan segenap isinya serta kehidupan di akhirat nanti.
3. Defenisi Kebenaran
Adapun kebenaran dapat didefinisikan sebagai kesetiaan pada realitas objektif, yaitu suatu
pernyataan yang sesuai dengan fakta atau sesuatu yang selaras dengan situasi. Kebenaran adalah
persesuaian (Agreement) antara pernyataan (statement) mengenai fakta dengan fakta aktual; atau
antara putusan (judgement) dengan situasi seputar (environmental situation) yang diberi
interpretasi.

Dalam tradisi Yunani kebenaran dibahas dari segi hakikat dan sifatnya. Kaum sofis berpendapat
bahwa kebanaran relatif dan subjektif. Setiap orang memiliki kebenaran sendiri-sendiri.
Phrotagoras salah satu tokoh Sufis mengatakan bahwa manusia adalah ukuran kebenaran segala
sesuatu.

Dalam filsafat pengkajian tentang standar kebenaran amat penting karena salah satu defenisi
filsafat adalah mencari kebenaran. Al-Gajali adalah ilmuan Islam yang sangat serius mencari
kebenaran, sampai dia mengalami keraguan yang sangat hebat, sehingga melemahkan fisiknya.
Pertama kali ia mempelajari ilmu kalam, tetapi dalil ilmu kalam tidak memuaskan dan
mendatangkan kebenaran serta belum bisa mengobati keraguannya. Menurut Al-Gajali, dalam
ilmu kalam terdapat beberapa aliran yang bertentangan. Selanjutnya, setiap pendapat atau
golongan merasa dirinya yang paling benar, sehingga timbul tanda Tanya dalam dirinya, aliran
manakah yang paling benar dari semua aliran. Keinginan Al-Gajali adalah mencari kebanaran
yang hakiki, yaitu kebenara adalah mencari kebenaran yang hakiki, yaitu kebenaran yang tidak
diragukan lagi, seperti sepuluh lebih banyak dari tiga. Al-Gajali sampai pada kebenaran yang
demikian dalam tasawuf setelah ia mengalami proses yang panjang dan berbelit-belit.
Tasawuflah yang menghilangkan keraguannya. Pengetahuan mistik menurutnya adalah cahaya
yang diturunkan oleh Allah SWT ke dalam dirinya. Cahaya itu adalah cahaya yang menyinari
dirinya seseorang sehingga itu adalah cahaya yang menyinari dirinya seseorang sehingga
terbukanya tabir yang merupakan sumber segala pengetahuan.

4. Tingkatan dan kriteria kebenaran


Kebenaran bersifat relatif sehingga semua orang memiliki kriteria kebenaran yang berbeda-beda.
Tingkatan kebenaran dari yang terendah ke pemahaman yang tertinggi adalah sebagai berikut.
Pertama, adalah kebenaran inderawi. Inderawi merupakan kebenaran yang paling sederhana.
Sesuatau dikatakan benar jika dapat dilihat dengan indera tanpa berfikir lebih lanjut. Kedua,
adalah kebenaran ilmiah (sains). Kebenaran pada tingkatan ini didasarkan pada indera dan diolah
menggunakan rasio. Sehingga kebenaran dapat diakui jika dapat dirasio dan di lihat atau
dirasakan dengan indera. Ketiga, adalah kebenaran filsafat. Kebenaran pada tingkatan ini
diperoleh dari rasio dan pemikiran lebih mendalam (perenungan) tentang suatu hal. Sehingga
dapat diketahui kebenaran yang lebih mendalam. Yang terakhir kebenaran religius. Kebenaran
ini bisa juga dikatakan kebenaran yang mistis karena tidak dapat dilihat dengan indera dan di
rasio. Kebenaran ini bersifat mutlak karena kebenaran ini bersumber dari tuhan.

5. Teori kebenaran
Ada beberapa teori yang muncul tentang kebenaran, antara lain :

1. Teori koherensi
Koherensi merupakan teori kebenaran yang menegaskan bahwa suatu proposisi (pernyataan
suatu pengetahuan, pendapat, kejadian, atau imformasi) akan diakui shahih/dianggap benar
pabila memiliki hubungan dengan gagasan dari proposisi sebelumnya yang juga shahih dan dapat
dibuktikan secara logis sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan logika. Misalnya semua makhluk
hidup akan mati, pohon termasuk makhluk hidup jadi suatu saat pohon akan mati.

2. Teori korespondensi
Sesuatu dikatakan benar apabila sesuai dengan objek yang dituju. Contoh ibu kota Indonesia
adalah Jakarta, maka pernyataan ini adalah benar sebab pernyataan itu dengan obyek yang
bersifat faktual yakni Jakarta memang menjadi Ibu Kota Republik Indonesia.

3. Teori pragmatik
Merupakan teori kebenaran yang mendasarkan diri ada kreteria tentang fungsi atau tidaknya
suatu pernyataan atau tidaknya suatu pernyataan dalam ruang lingkup dan waktu tertentu.
Sesuatu dikatakan benar jika memiliki manfaat dan sudah diuji. Selama belum diuji belum
dikatakan benar atau tidak.

4. Teori positivisme
Aguste Comte (1798-18570 menyatakan cara pandang dalam memahami dunia dengan
berdasarkan sains adalah pandangan yang menganggap bahwa yang dapat diselidiki atau
dipelajari hanyalah “data-data yang nyata/ empiris” yang mereka nampakkan positif.
5. Teori esensialisme
Pendidikan yang didasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban
umat manusia.Esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak ada nilai-nilai yang
memeliki kejelasan dan tahan lama yang memberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang
mempunyai tata yang jelas.

6. konstruktivisme
Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran generatif adalah tindakan mencipta suatu
makna dari apa yang dipelajari.

7. Teori relegiusme
Teori ini memaparkan bahwa manusia bukanlah semata-semata makhluk jasmaniah, tetapi juga
makhluk rohaniah.Teori religius ini kebenaran nya secara ontologis dan aksiologis bersumber
dari sabda Tuhan yang disampaikan melalui wahyu dan bersifat mutlak.

B. NILAI KEBAIKAN DAN KEINDAHAN


Sebagaimana diketahui bahwa secara keilmuan, filsafat berada dalam posisi seperti pohon yang
memiliki cabang-cabang yang disebut aksiologi yang mempelajari tentang hakikat nilai. Dimana
ada 3 nilai yang dipersoalkan, yaitu nilai keindahan, nilai kebaikan, dan nilai kebenaran. Nilai
keindahan dipersoalkan secara khusus dalam cabang filsafat Estetika. Nilai Kebenaran
dipersoalkan dalam cabang filsafat Efestemologi, dan nilai kebaikan dipelajari dalam cabang
filsafat Etika.

Nilai adalah sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan. Menurut Riserri
Frondizi, nilai itu merupakan kualitas yang tidak tergantung pada benda-benda adalah sesuatu
yang bernilai. Ketidaktergantungan ini mencakup setiap bentuk emperis, nilai adalah kualitas
priori. Menurut Louis O.Kattsof nilai diartikan sebagai berikut:
1. Nilai merupakan kualitas emperis yang tidak dapat didefenisikan, tetapi kita dapat
mengalami dan memahami secara langsung kualitas yang terdapat dalam objek itu.
Dengan demikian nilai tidak semata-semata subjektif, melainkan ada tolak ukur yang
pasti terletak pada esensi objek tertentu.
2. Nilai sebagai objek dari suatu kepentingan, yakni suatu objek yang berada dalam
kenyataan maupun pikiran dapat memperoleh nilai jika suatu ketika berhubungan dengan
subjek-subjek yang memiliki kepentingan.
3. Sesuai dengan pendapat Dewey, nilai adalah sebagai hasil dari pemberian nilai,
nilai itu diciptakan oleh situasi kehidupan.
4. Nilai sebagai esensi nilai adalah hasil ciptaan yang tahu, nilai sudah sejak semula,
terdapat dalam setiap kenyataan namun tidak bereksistensi, nilai itu bersifat objektif dan
tetap.
5. Nilai Kebaikan Telah diketahui secara umum bahwa etika adalah suatu studi
filosifis mengenai moral (Philosophical study of morals). Jadi persoalan pokoknya adalah
tentang ‘hakikat moral’. Moral adalah masalah tingkah laku dalam hubungannya dengan
diri sendiri dan sesamanya, sejauh mana mengandung nilai kebaikan Hakikat kebaikan
yang menjadi persoalan sentral etika adalah ‘nilai baik’ menurut semua segi. Dipandang
dari sisi manapun, nilai kebaikan tidak pernah mengalami perubahan. Jadi bersifat
mutlak. Hal-hal seperti kesehatan, ketenangan, ketentraman, kemakmuran, kebahagiaan
dan sebagainya, tetap mengandung nilai kebaikan. Hanya saja jenis perilaku mana yang
bersesuaian dengan nilai kebaikan itu? Sebab, tidak semua jenis perilaku berbanding
lurus dengan nilai kebaikan.
Berdasar pada sistematika filsafat, nilai keindahan, kebenaran, kebaikan berada saling
berhubungan secara integral menurut hokum kausalitas. Maksudnya, yang bernilai baik
seharusnya benar dan indah, yang bernilai benar seharusnya baik dan indah, dan yang bernilai
indah seharusnya benar dan baik. Tetapi apakah fakta perilaku mencerminkan dimensi hubungan
seperti itu?

Pada hakikatnya, kehidupan ini indah, ketika semua pihak bekarja sama untuk saling menolong
dan memberi dalam ikatan kebersamaan yang harmonis Jadi, hakikat nilai kebaikan itu berada di
dalam perilaku. Dengan demikian, hakikatnya dapat diketahui dari fakta perilaku. Apakah
perilaku itu bersesuaian dengan derajat nilai kemanusiaan ataukah tidak. Sedangkan derajat nilai
kemanusiaan itu terletak pada apakah suatu perilaku mampu menumbuhkan moral menolong,
memberi, sehingga menjadikan semua pihak mampu hidup mandiri, kreatif, cakap, dan terampil
dalam kehidupannya.

Dari segi bahasa baik atau kebaikan dalah terjemahan dari kata Khoir, al-Birr, al- Ma’ruf (dalam
bahasa Arab). Good (dalam bahasa Inggris). Dikatakan bahwa yang disebut baik adalah sesuatu
yang menimbulkan rasa keharuan, kepuasan, kesenangan dan persesuaian.

Sedang ‘baik’ menurut ethik adalah sesuatu yang berharga untuk tujuan, sesuatu yang
mendatangkan dan memberikan rasa senang dan bahagia. Sebaliknya yang tidak berharga, tidak
berguna untuk tujuan dan merugikan maka disebut buruk. Jadi disebut baik atau kebaikan adalah
sesuatu yang diinginkan, yang diusahakan dan menjadi tujuan manusia. Walaupun tujuan orang
atau golongan di dunia ini berbeda-beda, sesungguhnya pada akhirnya semuanya mempunyai
tujuan yang sama sebagai tujuan akhir tiap-tiap sesuatu.

6. Nilai Keindahan
Berbicara tentang keindahan (estetika), Semiawan (2005:159) menjelaskan sebagai “the study of
nature of beauty in the fine art”, mempelajari tentang hakikat keindahan di dalam seni. Estetika
merupakan cabang filsafat yang mengkaji tentang hakikat indah dan buruk. Estetika membantu
mengarahkan dalam membentuk suatu persepsi yang baik dari suatu pengetahuan ilmiah agar ia
dapat dengan mudah dipahami oleh khalayak luas.

Keindahan adalah persesuaian antara bermacam-macam pengalaman dalam diri seseorang satu
dengan yang lainnya untuk menghasilkan efek yang maksimal. Keindahan merupakan hubungan
antara unsur-unsur realitas disamping hubungan dengan kebendaan. Oleh sebab itu sesuatu
bagian dari pengalaman dapat menjadi bahagian yang indah.

Tuhan itu indah dan menyukai keindahan, menurut sebuah ungkapan. Apa yang dimaksud indah?
Menurut Jalal al-Din Rumi (1207-1273 M) keindahan adalah manifestasi cinta, kepada Tuhan
sebagai keindahan sejati maupun keadaan selain-Nya sebagai keindahan imitasi.

Menurut Thomas Aquinas (1224-1274) dan Jacques Maritain, keindahan adalah realitas indah
yang ada pada objek yang kemudian memberikan perasaan enak dan senang pada objek.
Keindahan bersifat objektif, sebaliknya menurut George Santyana (1863-1952 M), indah adalah
perasaan nikmat atau suka dari subjek pada suatu objek yang kemudian menganggapnya sebagai
milik objek, artinya apa yang disebut indah sangat subjektif.

Jadi dapat kita katakan bahwa kalau alam ini adalah hasil buatan zat yang tidak terbatas, maka
keindahan ini ada artinya, sedangkan perkataan lain kalau Tuhan ada maka pengalaman
keindahan adalah suatu hal yang harus kita rasakan. Menurut Al-Gajali, keindahan mempunyai
persyaratan seperti:
 Perwujudan dari kesempurnaan yang dapat dikenali kembali dalam suatu dengan
sifatnya
 Memiliki perfeksi yang karakteristik
 Semua sifat pada sesuatu yang indah, merupakan representasi (mewakili) keindahan yang
bernilai tinggi
 Nilai keindahan dari suatu yang indah, sebanding dengan nilai keindahan yang terdapat
didalamnya. Dalam sebuah karangan (tulisan) harus memiliki sifat-sifat perfeksi yang khas,
keharmonisan huruf-huruf, hubungan arti yang tepat satu sama lain, pelanjutan dari spasi yang
tepat serta susunan kata dan kalimat yang menyenangkan.
Syarat lain untuk keindahan adalah tercakupnya nilai-nilai spiritual, moral, dan agama.
Oleh karena itu, hakikat keindahan yang paling esensial sangat ditentukan antara lain
 Rasa menyenangkan dan menimbulkan rasa senang
 Adanya hubungan antara bagian-bagian sebagai suatu keseluruhan (obyek, subyek)
sebagai suatu kesatuan didalam suatu keseluruhan.
 Tercakup unsur kebaikan, sehingga dapat memupuk rasa kemoralan
 Antara keindahan dan kebaikan memiliki keterdekatan. Karena intisari mutlak dari
hakikat yang indah itu harus baik, mengandung keharmonisan, nyata dan teraga, berguna serta
lebih bermamfaat.
 Harus terkait dengan nilai-nilai spiritual, moral dan agama.
Walaupun keindahan itu tidak tetap sifatnya. Berdasarkan rumusan-rumusan yang dikemukakan,
namun dapat disimpulkan bahwa hakikat keindahan itu terletak didalam keabadian dari
keindahan itu sendiri. Walaupun cara memandang, mengamati, menghayati sesuatu yang indah
senantiasa ditentukan oleh alur pikiran dan perasaan masing-masing.

DAFTAR PUSTAKA;

Anda mungkin juga menyukai