3 komentar
SHARE URL telah disalin
Menurut salah satu takmir Masjid Kiai Sholeh Darat, Homsin, pesantren tersebut
awalnya didirikan mertua KH Sholeh Darat yaitu Kiai Murtadho tahun 1700-an berupa
langgar. Kemudian setelah KH Sholeh Darat datang ke Semarang dari menimba ilmu
dan menjadi guru di Makkah, ia membesarkan langgar mertuanya pada tahun 1870.
Meskipun demikian di Pesantren yang beradda di Kampung Darat itu, tercatat pernah
mondok dua orang santri yang bersahabat. Keduanya adalah Hasyim Asy'ari yang di
kemudian hari mendirikan Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammad Darwis atau
kemudian terkenal bernama Ahmad Dahlan yang kemudian mendirikan
Muhammadiyah.
"Mbah Sholeh Darat dulu mengajar tidak hanya fokus di pesantren tapi juga mengajar
ke luar," kata dia, Minggu (22/10/2017).
Foto:
Angling Adhitya Purbaya/detikcom
Kitab itu tercatat sebagai kitab terjemahan Quran pertama dalam bahasa Jawa. Kitab
tafsir pertama dalam Arab Pegon tersebut diberi nama Faidhur Rohman. Pihak Belanda
yang kala itu melarang orang menterjemahkan Quran, tidak melarang karena tidak
paham isinya.
"Kitab itu diberikan kepada Kartini sebagai kado pernikahan dengan Bupati Rembang
(RM Joyodiningrat)," terang Homsin.
Sepeninggala Kiai Sholeh Darat tahun 1903, pesantren tersebut tidak ada yang
meneruskan dan pamornya meredup. Salah seorang menantu, Kiai Amir
memindahkannya ke Kedungwuni Pekalongan. Sedangkan santri senior di sana yaitu
Kiai Idris membawa sejumlah santri ke Solo untuk menghidupkan lagi Pondok
Pesantren Jamsaren yang pernah didirikan Kiai Jamsari atau Zam Ashari.
"Sekarang bekasnya sudah tidak ada sama sekali di sini," pungkas Homsin.