Anda di halaman 1dari 140

1

ENSIKLOPEDI
PONPES LIRBOYO

Lirboyo-Kediri-Jatim-Indonesia

Ubaidillah Arsyad al-Fathawi

2
BIOGRAFI TIGA TOKOH PENDIRI LIRBOYO

KH. ABDUL KARIM

KH. Abdul Karim lahir tahun 1856 M


di desa Diyangan, Kawedanan,
Mertoyudan, Magelang, Jawa Tengah, dari
pasangan Kyai Abdur Rahim dan Nyai
Salamah. Manab adalah nama kecil beliau
dan merupakan putra ketiga dari empat
bersaudara. Saat usia 14 tahun, mulailah
beliau melalang dalam menimba ilmu
agama dan saat itu beliau berangkat bersama sang kakak (Kiai Aliman).

Pesantren yang pertama beliau singgahi terletak di desa Babadan,


Gurah, Kediri. Kemudian beliau meneruskan pengembaraan ke
daerah Cepoko, 20 km arah selatan Nganjuk, di sini kurang lebih
selama 6 Tahun. Setalah dirasa cukup beliau meneruskan ke Pesantren
Trayang, Bangsri, Kertosono, Nganjuk Jatim, disinilah beliau
memperdalam pengkajian ilmu Al-Quran. Lalu beliau melanjutkan
pengembaraan ke Pesantren Sono, sebelah timur Sidoarjo, sebuah
pesantren yang terkenal dengan ilmu Shorof-nya, 7 tahun lamanya
beliau menuntut ilmu di Pesantren ini. Selanjutnya beliau nyantri di

3
Pondok Pesantren Kedungdoro, Sepanjang, Surabaya. Hingga
akhirnya, beliau kemudian meneruskan pengembaraan ilmu di salah
satu pesantren besar di pulau Madura, asuhan Ulama’ Kharismatik;
Syaikhona Kholil Bangkalan. Cukup lama beliau menuntut ilmu di
Madura, sekitar 23 tahun.

Pada usia 40 tahun, KH. Abdul Karim meneruskan pencarian


ilmu di Pondok Pesantren Tebu Ireng, Jombang, Jatim, yang diasuh
oleh sahabat karibnya semasa di Bangkalan Madura, KH. Hasyim
Asy’ari. Hingga pada akhirnya KH. Hasyim asy’ari menjodohkan KH.
Abdul Karim dengan putri Kyai Sholeh dari Banjarmelati Kediri, pada
tahun1328 H/1908 M.

KH. Abdul Karim menikah dengan Siti Khodijah Binti KH.


Sholeh, yang kemudian dikenal dengan nama Nyai Dlomroh. Dua
tahun kemudian KH. Abdul karim bersama istri tercinta hijrah ke
tempat baru, di sebuah desa yang bernama Lirboyo, tahun 1910 M.
Disinilah titik awal tumbuhnya Pondok Pesantren Lirboyo.

Kemudian pada tahun 1913 M, KH. Abdul karim mendirikan


sebuah Masjid di tengah-tengah komplek pondok, sebagai sarana
ibadah dan sarana ta’lim wa ta’allum bagi santri.

Secara garis besar KH. Abdul karim adalah sosok yang sederhana
dan bersahaja. Beliau gemar melakukan Riyadhah; mengolah jiwa
atau Tirakat, sehingga seakan hari-hari beliau hanya berisi pengajian
dan tirakat. Pada tahun 1950-an, tatkala KH. Abdul Karim

4
menunaikan ibadah haji yang kedua kalinya -sebelumnya beliau
melaksanakan ibadah haji pada tahun 1920-an kondisi kesehatan
beliau sudah tidak memungkinkan, namun karena keteguhan hati
akhirnya keluarga mengikhlaskan kepergiannya untuk menunaikan
ibadah haji, dengan ditemani sahabat akrabnya KH. Hasyim Asy’ari
dan seorang dermawan asal Madiun H. Khozin.

Sosok KH. Abdul Karim adalah sosok yang sangat istiqomah dan
berdisiplin dalam beribadah, bahkan dalam segala kondisi apapun dan
keadaan bagaimanapun, hal ini terbukti tatkala beliau menderita sakit,
beliau masih saja istiqomah untuk memberikan pengajian dan
memimpin sholat berjamaah, meski harus dipapah oleh para santri.
Akhirnya, pada tahun 1954, tepatnya hari Senin tanggal 21 Ramadhan
1374 H, KH. Abdul Karim berpulang ke rahmatullah, beliau
dimakamkan di belakang masjid Lirboyo.

KH. MARZUQI DAHLAN

KH. Marzuqi Dahlan lahir tahun


1906 M, di Desa Banjarmelati, sebuah desa
di bantaran barat Sungai Brantas, Kota
Kediri. Beliau putra bungsu dari empat
bersaudara, dari pasangan KH. Dahlan dan
Nyai Artimah. Di bawah pengawasan

5
langsung kakeknya (KH. Sholeh Banjarmelati) Gus Zuqi kecil
menerima pengajaran dasar-dasar Islam seperti aqidah, tajwid, fiqh
ubudiyah, dll. Pernah satu waktu, sang ayah (Kyai Dahlan) meminta
agar Gus Zuqi kembali ke kampung halaman (Pondok Pesantren
Jampes) guna menuntut ilmu langsung di bawah asuhan ayah kandung
sendiri. Gus Zuqi bersedia, namun beberapa saat kemudian Gus Zuqi
kembali ke Banjarmelati.

Ketika Gus Zuqi beranjak muda, beliau pindah menuntut ilmu


Di Lirboyo, di bawah asuhan KH. Abdul Karim yang merupakan
paman Gus Zuqi. Di sinilah kemampuan berpikir Gus Zuqi semakin
terasah, sehingga dalam waktu yang singkat beliau dapat menyerap
berbagai ilmu keagamaan. Usai dari di Lirboyo, Gus Zuqi meneruskan
pengembaraan di pelbagai pondok pesantren diantaranya; Pondok
Pesantren Tebu Ireng asuhan Hadlratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari,
Pondok Pesantren Mojosari Nganjuk, asuhan KH. Zainuddin,
Pondok Pesantren Bendo Pare asuhan Kyai Khozin, cukup lama
beliau mondok di Pare hingga berusia 20-an tahun. Selanjutnya beliau
kembali ke kampung halaman untuk belajar langsung ke KH. Ihsan
Al-Jampasy, sang kakak yang juga pengarang kitab Shirojut Tholibin.
Sebuah kitab monumental dalam bidang tasawuf.

KH. Marzuqi Dahlan menikah dengan Nyai Maryam binti KH.


Abdul Karim dan berdomisili di Lirboyo tahun 1936 M. Meski telah
menikah, semangat beliau dalam mengaji tidak pernah luntur, hal ini

6
merupakan salah satu amanat yang disampaikan KH. Abdul Karim
kepada beliau, sesaat usai aqad nikah berlangsung, hingga himmah
beliau untuk tetap mendidik santri terus terjaga dan sangat istiqomah.

Pada tahun 1961 M, Nyai Maryam berpulang ke Rahmatullah,


meninggalkan beliau untuk selama-lamannya. Namun untuk
menghapus kedukaan yang berlarut-larut, keluarga menikahkan KH.
Marzuqi Dahlan dengan Nyai Qomariyah yang tak lain adalah adik
bungsu Nyai Maryam. Sosok KH. Marzuqi Dahlan adalah sosok
sederhana dan sangat bersahaja, hal ini terbukti dari penampilan beliau
sehari-hari yang jauh dari kesan mewah dan perlente. Padahal saat itu
beliau sudah menjadi pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo. Ketika
bepergian dan atau berziarah ke makam-makam Auila’ disekitar
Kediri, KH Marzuqi Dahlan lebih sering bersepeda. Bukan hanya
kendaraan, kediaman beliaupun terbilang sangat sederhana, yakni
berdindingkan anyaman bambu, hingga pada tahun 1942 M barulah
kediaman beliau berganti dengan tembok.

Pada Tahun 1973 M KH. Marzuqi Dahlan menunaikan Ibadah


haji. Dua tahun setelah menunaikan ibadah haji, kondisi beliau mulai
terganggu, sebab usia beliau memang sudah sepuh. Namun meski
demikian, semangat beliau untuk memimipin Pesanten Lirboyo tetap
terjaga, hingga pada bulan syawal pada tahun 1975, beliau jatuh sakit
dan harus dirawat di RS. Bayangkara, Kediri. Dua minggu lamanya
beliau dirawat. Karena tidak ada perubahan yang menggembirakan,

7
akhirnya keluarga memutuskan untuk membawa pulang KH.
Marzuqi Dahlan ke kediaman beliau, hingga pada hari Senin Tanggal
18 Nopember 1975 M beliau dipanggil sang pencipta, dihadapan
keluarga dan para santri yang sangat mencintainya.

KH. MAHRUS ALY

KH. Mahrus Aly lahir di dusun Gedongan, kecamatan


Astanajapura, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, dari pasangan KH. Aly
bin Abdul Aziz dan Hasinah binti Kyai
Sa’id, tahun 1906 M. Beliau adalah anak
bungsu dari sembilan bersaudara. Masa
kecil beliau dikenal dengan nama Rusydi
dan lebih banyak tinggal di tanah kelahiran.
Sifat kepemimpinan beliau sudah nampak
saat masih kecil. Sehari-hari beliau
menuntut ilmu di surau pesantren milik
keluarga. Beliau diasah oleh ayah sendiri, KH. Aly dan sang kakak
Kandung, Kyai Afifi. Saat berusia 18 tahun, beliau melanjutkan
pencarian ilmu ke Pesantren Panggung, Tegal, Jawa Tengah, asuhan
Kyai Mukhlas, kakak iparnya sendiri. Disinilah kegemaran belajar
ilmu Nahwu KH. Mahrus Aly semakin teruji dan mumpuni. Selain
itu KH. Mahrus Aly juga belajar silat pada Kyai Balya, ulama jawara

8
pencak silat asal Tegal Gubug, Cirebon. Pada saat mondok di Tegal
inilah KH. Mahrus Aly menunaikan ibadah haji pada tahun 1927 M.

Di tahun 1929 M, KH. Mahrus Aly melanjutkan ke Pesantren


Kasingan, Rembang, Jawa Tengah asuhan KH. Kholil. Setelah 5
tahun menuntut ilmu di pesantren ini (sekitar tahun 1936 M) KH.
Mahrus Aly berpindah menuntut ilmu di Pondok Pesantren Lirboyo,
Kediri. Karena sudah punya bekal ilmu yang mumpuni KH. Mahrus
Aly berniat tabarukan di Pesantren Lirboyo. Namun beliau malah
diangkat menjadi Pengurus Pondok dan ikut membantu mengajar.
Selama nyantri di Lirboyo, beliau dikenal sebagai santri yang tak
pernah letih mengaji. Jika waktu libur tiba maka akan beliau gunakan
untuk tabarukan dan mengaji di Pesantren lain, seperti Pondok
Pesantren Tebu Ireng Jombang, asuhan KH. Hasyim Asy’ari. Pondok
Pesantren Watu congol, Muntilan, Magelang, asuhan Kyai Dalhar dan
juga pondok pesantren di daerah lainnya seperti; Pesantren Langitan,
Tuban, Pesantren Sarang dan Lasem, Rembang.

KH. Mahrus Aly mondok di Lirboyo tidak lama, hanya sekitar


tiga tahun. Namun karena alimnya kemudian KH. Abdul Karim
menjodohkan dengan salah seorang putrinya yang bernama Zaenab,
tahun 1938 M. Pada tahun 1944 M, KH. Abdul karim mengutus KH.
Mahrus Aly untuk membangun kediaman di sebelah timur Komplek
Pondok. Sepeninggal KH. Abdul Karim, KH. Mahrus Aly bersama
KH. Marzuqi Dahlan meneruskan tambuk kepemimpinan Pondok

9
Pesantren Lirboyo. Di bawah kepemimpinan mereka berdua,
kemajuan pesat dicapai oleh Pondok Pesantren Lirboyo. Santri
berduyun-duyun untuk menuntut ilmu dan mengharapkan barokah
dari KH. Marzuqi dahlan dan KH. Mahrus Aly, bahkan ditangan KH.
Mahrus Aly lah, pada tahun 1966 lahir sebuah perguruan tinggi yang
bernama IAIT (Institut Agama Islam Tribakti).

KH. Mahrus Aly ikut berperan dalam memperjuangkan


kemerdekaan dan ini nampak saat pengiriman 97 santri pilihan
Pondok Pesantren Lirboyo, guna menumpas sekutu di Surabaya,
peristiwa itu belakangan dikenal dengan perang 10 November. Hal
ini juga yang menjadi embrio berdirinya Kodam V Brawijaya. Selain
itu KH. Mahrus Aly juga berkiprah dalam penumpasan PKI di sekitar
Kediri.

KH. Mahrus Aly mempunyai andil besar dalam perkembangan


Jamiyyah Nahdlatul Ulama, bahkan beliau diangkat menjadi Rais
Syuriyah Jawa trimur selama hampir 27 Tahun, hingga akhirnya
diangkat menjadi anggota Mutasyar PBNU pada tahun 1985 M.

Senin, 04 Maret 1985 M, sang istri tercinta, Nyai Hj. Zaenab


berpulang ke Rahmatullah karena sakit Tumor kandungan yang telah
lama diderita. Sejak saat itulah kesehatan KH. Mahrus Aly mulai
terganggu, bahkan banyak yang tidak tega melihat KH. Mahrus Aly
terus menerus larut dalam kedukaan. Banyak yang menyarankan agar
KH. Mahrus Aly menikah lagi supaya ada yang mengurus beliau,

10
namun dengan sopan beliau menolaknya. Hingga puncaknya yakni
pada sabtu sore pada tanggal 18 mei 1985 M, kesehatan beliau benar-
benar terganggu, bahkan setelah opname selama 4 hari di RS
Bayangkara Kediri, beliau dirujuk ke RS Dr. Soetomo, Surabaya.
Delapan hari setelah dirawat di Surabaya dan tepatnya pada Hari Ahad
malam Senin Tanggal 06 Ramadlan 1405 H/ 26 Mei 1985 M, KH.
Mahrus Aly berpulang Ke Rahmatullah. Beliau wafat diusia 78 tahun.

SEJARAH SINGKAT LIRBOYO

Adanya semesta alam menunjukkan adanya sang pencipta,


sang kreator, inti dari segala bentuk penciptaan, yang maha
tunggal Allah SWT.
Begitupun segala sesuatu
yang ada di muka bumi
ini, tak akan lepas dari
adanya sang pelopor yang
telah di gariskan Allah
SWT. Dan, orang yang digariskan-Nya sebagai pelopor,
pastilah bukan orang yang tidak memiliki integritas
didalamnya.

11
Berdirinya Pondok Pesantren Lirboyo tidaklah muncul
dengan sendirinya, melainkan karena adanya sang pelopor,
yaitu KH. Abdul Karim. Beliau lahir pada tahun 1856 M. di
Dukuh Banar Desa Diyangan Kec. Mertoyudan Kab.
Magelang Jawa Tengah dengan nama kecil Manaf.

Semenjak kecil beliau dididik tentang ilmu agama oleh


orang tuanya, hingga beliau memutuskan mengikuti jejak
kakak kandungnya (Kiai Aliman) untuk nyantri ke berbagai
tempat khususnya daerah Jawa Timur. Tempat terlama beliau
nyantri yaitu ketika berguru kepada KH. Kholil, Bangkalan
(Madura) selama 23 tahun. Kemudian beliau melanjutkan
nyantri di Tebuireng (Jombang) yang pada waktu itu dipimpin
oleh teman beliau sendiri ketika nyantri di bangkalan, yaitu KH
Hasyim Asy'ari. Ketika menginjak waktu 5 tahun nyantri di
Tebuireng, beliau dipinang oleh Kyai Sholeh Banjarmelati
(Kediri) untuk menikahi putrinya, Siti Khodijah (Dlomroh).
Beliau menikah pada usia 52 tahun tepatnya tanggal 08 Shafar
1328 H/1908 M.

Lirboyo pada masa lalu merupakan sebuah desa dengan


kondisi kemasyarakatan yang carut marut, gemar mencuri,
berjudi dan buta akan ilmu agama serta di huni oleh banyak

12
makhluk halus. Melihat kondisi seperti itu. Kepala Desa
Lirboyo merasa prihatin. Sehingga, terbesitlah dalam
pikirannya untuk merubah keadaan desa Lirboyo menjadi
aman dan tentram. Keinginannya itu dia sampaikan berulang
ulang kali kepada Kyai Sholeh, dengan harapan agar Kyai
Sholeh berkenan untuk menempatkan seseorang yang alim dan
sholeh di desa Lirboyo. Sebenarnya Kyai Sholeh sudah lama
tertarik dengan desa Lirboyo. Hal itu terjadi ketika Kyai Sholeh
hendak menuju sawahnya yang berada di desa Semen, tiba-tiba
beliau melihat keajaiban yang muncul dari desa Lirboyo.
Dalam pandangan beliau, desa carut marut dan angker tersebut
berubah menjadi desa yang memancarkan kedamaian.

Keinginan Kades Lirboyo serta ketertarikan Kyai Sholeh


merupakan takdir Tuhan yang tidak bisa terbantahkan. Atas
bantuan Kades, akhirnya tanah seluas 1785 m2 berhasil dibeli
oleh Kyai Sholeh dari keluarga muslim yang tidak tahan hidup
didesa Lirboyo. Kyai Sholeh pun kemudian meng-adzani
tanah tersebut sehingga membuat makhluk halus lari
tunggang-langgang. Kejadian itu membuat para penduduk
desa Lirboyo tidak bisa tidur dalam beberapa hari karena

13
kegaduhan dan kesemerawutan yang ditimbulkan oleh
makhluk halus itu.

Setelah kejadian itu mereda, Kyai Sholeh pun lantas


mendirikan gubug sederhana beratap daun kelapa di lokasi
tanah itu. Kemudian beliau menemui menantunya (KH. Abdul
Karim) dan berkata: "Kyai, sampean sampun kule damelaken
griyo dateng Lirboyo (Kyai, anda telah saya buatkan rumah di
Lirboyo, red).

Malam harinya, KH. Abdul Karim diantar ke desa Lirboyo


oleh mertua dan adik ipar beliau, Kyai Asy'ari (versi lain: KH
Ma'ruf, Kedunglo) untuk menempati rumah baru beliau. Bekal
yang dibawa pun hanya satu bakul kecil nasi, semangkuk sayur,
selembar tikar kusut sebagai alas tidur dan sebuah lentera.
Setelah sampai, beliau ditinggalkan sendiri di Lirboyo terpisah
dari istrinya, Hj. Dhomlor (Khodijah) dan putri pertamanya
yang baru berusia satu tahun, Hannah Selang dua hari, barulah
istri dan anaknya menyusul dengan membawa perbekalan
hanya sebakul beras, seekor ayam blorok dan seikat kayu bakar.

Setelah tiga puluh lima hari menetap di Lirboyo, KH.


Abdul Karim mendirikan langgar angkring (surau kecil)

14
sederhana berbahan dasar kayu dan bambu yang merupakan
embrio dari Masjid Lirboyo saat ini.

Setengah tahun kemudian, Kyai Sholeh berinisiatif


mendirikan sebuah pondok disebelah utara surau lirboyo agar
kelak bisa dijadikan sarana dakwah agama Islam. Tahun 1329
H/ 1910 M, berdirilah sebuah bangunan dengan arsitektur
sederhana yang kemudian menjadi cikal bakan lahirnya
Pondok Pesantren Lirboyo. Sampai sekarang bangunan yang
dikenal dengan nama Pondok Lama tersebut masih berdiri, dan
telah mengalami renovasi tanpa merubah bentuk asli dari dari
bangunan tersebut.

AWAL KEDATANGAN SANTRI

Fasilitas yang berupa masjid, sumur dan pondok lama,


merupakan simbol
bahwasanya di Desa
Lirboyo terdapat satu
pesantren yang siap
menampung santri
yang ingin belajar

15
agama Islam kepada sang empunya, KH. Abdul Karim.
Kemudian sekitar 2 tahun setelah fasilitas tadi ada, datanglah
santri pertama bernama Umar yang berasal dari daerah Madiun
Kedatangannya seolah-olah menjadi legalitas keberadaan
Pondok Pesantren Lirboyo, Pemuda asal madiun ini ternyata
sangat rajin, ulet dan bersemangat dalam menimba ilmu dari
sang guru. Dia juga rajin membantu segala keperluan KH.
Abdul Karim dan keluarga.

Beberapa lama kemudian, datanglah tiga orang santri asal


Magelang bernama Yusya' (versi lain: Yusuf), Shomad dan
Sahlil. Lalu disusul dua orang santri asal Gurah -Kediri bernama
Syamsuddin dan Maulana, Baru dua hari tinggal d Lirboyo,
barang bawaan mereka berdua habis dicuri orang karena
kondisi saat itu belum aman dan masyarakat desa yang sering
berbuat onar. Akhirnya mereka berdua kembali ke kampung
halamannya.

Agar kejadian serupa tidak terulang lagi, maka dibentuklah


satuan penjaga keamanan pondok yang berkeliling di sekitar
Pesantren. Untuk masalah keamanan ini pada waktu itu di
pegang oleh adik ipar KH. Abdul Karim, yaitu Kyai Ya'kub

16
atas petunjuk KH.Sholeh, Hingga saat ini sistem keamanan
tersebut masih terus berjalan.

Tahun demi tahun lirboyo semakin dikenal masyarakt


luas, tak hanya ditanah jawa saja, bahkan merambah ke negeri
Malaysia dan Singapura. Pon Pes Lirboyo yang tadinya hanya
terdiri dari langgar angkring dan pondok lama, mengalami
perkembangan yang signifikan. Tercatat kemudian kamar Blok
A dibangun lebih kokoh dan permanen. Kemudian tahun
1936, santri Malaysia dan Singapura mendirikan kamar Malaya.
Diantara pemrakarsa pembangunan tersebut adalah H. Rusydi
dari Singapura.

Jumlah santri kian hari kian bertambah banyak, sementara


fasilitas yang ada tidak mencukupi. Akhirnya, Pon.Pes Lirboyo
memberikan hak otonom kepada santri untuk membangun
kamar dilingkungan Pon.Pes Lirboyo sesuai kebutuhan.

TEMPAT - TEMPAT KENANGAN

Masjid Lawang Songo

Sekitar dua setengah tahun setelah berdirinya pondok


pesantren Lirboyo (tepatnya pada tahun 1913 M), KH Sholeh

17
selaku mertua yang sangat perhatian kepada KH. Abdiul
karim- menggagas
untuk mendirikan
masjid di sekitar
pondok. KH. Sholeh
menganggap pondok
pesantren lirboyo
belum sempurna tanpa
adanya masjid dan didasari dengan kebutuhan akan tempat
beribadah dan mengaji santri-santri yang akan datang di
kemudian hari, setelah sebelumnya disebelah utara masjid telah
di bangun Pondok Lama dengan jumlah enam kamar.

Semula masjid itu amat sederhana sekali hanya berupa


langgar angkring biasa, berdinding bambu dan berlantai papan.
Tiga belas tahun berlalu, masjid pun mulai rapuh di makan usia
bahkan nyaris roboh ketika kawasan Lirboyo dan sekitarnya
dilanda angin puting beliung. Hal itu membuat Kyai
Muhammad Banjarmelati (kakak ipar KH. Abdul karim merasa
prihatin. Beliau pun berkunjung ke Lirboyo untuk
menanyakan dan meminta pertimbangan mengenal kondisi
masjid. Tak lama kemudian KH Abdul Karim mengutus Kyai

18
Ya'kub untuk menemui Kyai Ma'ruf Kedunglo membahas
tentang renovasi masjid. Akhirnya disepakati bahwa biaya
perbaikan dan pemugaran masjid berasal dari sumbangan
dermawan dan simpatisan, diantaranya adalah H. Syukur dan
Ngletih Ngadiluwih.

Setelah dana terkumpul, masjid pun di pugar untuk di


jadikan masjid yang lebih kuat dan permanen. Peletakan batu
pertama saat itu bertepatan dengan acara ngunduh mantu Nyai
Salamah (putri ke-2 KH Abdul Karim) dengan KH. Manshur
Anwar (Paculgowang-Jombang) pada tanggal 15 Rabiul Awal
1347 H/ 1928 M. Akhirnya berdirilah Masjid baru yang
berdinding dan berlantai batu merah dengan interior klasik
perpaduan antara arsitektur Jawa dan Timur Tengah.

Untuk mengenang masa kejayaan islam atas inisiatif Kyai


Ma'ruf, pintu masjid yang semula hanya satu di tambah menjadi
sembilan, sebagai mana kebanyakan masjid di Mesir pada masa
kejayaan Daulat Fathimiyyah, Jayabaya (Raja Kediri Zaman
Dahulu) pernah meramalkan bahwa "Masjid berpintu sembilan
yang ada di sebelah barat sungai Brantas akan menjadi pusat
pendidikan agama". Tak disangka tak dinyana, PonPes Lirboyo
yang memiliki masjid berpintu sembilan serta ribuan santri

19
yang berasal dari berbagai daerah di nusantara, bahkan luar
negri. Lantas apakah ramalan Jayabaya itu merupakan
gambaran tentang Lirboyo? Wallahu a'lam.

Selang beberapa tahun setelah bangunan masjid itu


rampung, santripun kian bertambah banyak. Sebagai
akibatnya, masjid yang semula dirasa longgar semakin terasa
sempit. Kemudian diadakanlah perluasan dengan menambah
serambi muka yang sebagian besar dananya dipikul oleh H.
Bisyri, derwawan dari Branggahan Kediri, pembangunan itu
dilakukan sekitar tahun 1984.

Tidak sampai di situ, sekitar tahun 1994 M. ditambah pula


bangunan serambi depan masjid yang lebih luas menjorok ke
arah muka. Pembangunan ini diharapkan bisa mencukupi
kegiatan berjama'ah para santri. Akan tetapi kenyataan
mengatakan lain, jama'ah para santri selalu membludak.
Sehingga, sebagian santri harus berjama'ah diluar masjid.
Bahkan sampai kini bila berjama'ah sholat jum'at, banyak santri
dan penduduk yang harus beralaskan aspal jalan umum.

Untuk menjaga dan melestarikan amal jariyyah pendahulu


serta menghargai dan melestarikan nilai ritual dan historis,

20
sampai sekarang masjid itu tidak mengalami perubahan, hanya
saja setiap menjelang akhir tahun dinding- dindingnya dikapur
dan sedikit ditambal sulam.

MAQBAROH

Lokasi yang berada


di sebelah barat masjid
agung lawang songo ini
merupakan salah satu
tempat keramat bagi para
santri. Hampir setiap hari
lokasi ini dipadati dengan berbagai aktifitas santri, diantaranya;
membaca Al-qur'an tahlilan, istighotsah, ngelalar, dan
sebagainya. dengan berharap mendapatkan keberkahan.
Karena disinilah sang Murobbi Ruhinaa, KH. Abdul Karim
wadzuriyyatihi disemayamkan.

Beliau wafat pada hari senin tanggal 21 Romadlon 1374 H


Pukul 13.30 Wis. Awan-awan kedukaan mengelabu
menyelimuti siang hari itu. Perlahan lahan air matapun tak
kuasa menetes membanjiri bumi Lirboyo. Para santri dan

21
masyarakat dari berbagai penjuru daerah berdatangan
memberikan penghormatan terakhir kepada beliau. Baru
pukul 22.00 Wis. jenazah beliau dikebumikan.

Walaupun beliau telah meninggalkan kita secara lahiriah,


namun akhlak dan perilaku beliau senantiasa membekas di hati
kita. Oleh sebab itu maqbarah beliau kini selalu ramai diziarahi
oleh para santri dan masyarakat yang ingin mengalap barokah
dan meneladani perjuangan beliau dalam mencari,
mengamalkan dan menyebarkan ilmu.

Dalam perkembangannya maqbarah Mbah Manab kian


hari, kian banyak peziarah. Namun tempat yang ada kurang
mencukupi untuk menampung para peziarah. Memang rezeki
datang tak disangka-sangka. Pada tahun 2008, seorang
dermawan asal Ambarawa Semarang Jateng, dengan sukarela
menyumbangkan uangnya sebesar 1,75 Miliar rupiah guna
merenovasi dan memperluas area Maqbarah. Atas restu KH.
Ahmad Idris Marzuqi dan Masyayikh Pondok Pesantren
Lirboyo, dibangunlah area Maqbaroh yang cukup luas dan di
atasnya juga dibangun Asrama Santri sebanyak dua lantai.

22
GERBANG LAMA

Gerbang yang letaknya di sebelah timur masjid lawang


songo itu merupakan gerbang yang dahulunya sering dilewati
mbah Yai Manab saat beliau
hendak mengaji ke masjid,
oleh sebab itu gerbang lama
bisa dikatakan 'gerbang Mbah
Manab'. Gerbang lama dulu
menjadi pemisah antara
halaman masjid dengan
halaman rumah Mbah Yai Manab (sekarang ndalemnya KH.
Habibullah Zaini). Dulu disisi Gerbang lama juga memiliki
pagar yang lebarnya sampai ke tengah milik yai Habibulloh
Zaini. Dengan tujuan menjaga situs-situs bersejarah yang ada
di Pondok Pesantren Lirboyo, maka Gerbang lama sampai
sekarang tidak di pugar atau dihilangkan.

AULA AL-MUKTAMAR

Gedung megah yang terletak di Desa Campur Rejo atau


tepatnya dibagian barat pondok pesantren lirboyo ini dibangun

23
tahun 1999 M. dalam rangka mensukseskan acara muktamar
NU yang ke-
XXX. Konon
pembangunan
gedung yang bisa
menampung
5000 orang ini
menelan biaya
hingga 1 milyar
lebih.

Bangunan yang megah serta didukung fastlitas yang sangat


memadai, menjadikan Aula ini sebagai magnet bagi berbagai
macam even, baik lingkup Pondok maupun masyarakat
umum, Seperti acara khataman, haflah akhirussanah, resepsi
pernikahan hingga acara-acara besar yang bertaraf nasional
maupun internasional.

MASJID AL-HASAN

Masjid yang ber-arsitektur jawa klasic ini berada di selatan


Aula Al-Muktamar. Dan dibangun pada tahun 1999 M.

24
bersamaan pembangunan Aula Al-Muktamar dengan tujuan
yang sama yaitu mensukseskan perhelatan akbar muktamar NU
ke-XXX di pon-pes lirboyo.

Namun seiring waktu, masjid berlantai dua yang memiliki


ciri khas "soko
miring" ini
digunakan
untuk pusat
kegiatan para
santri. Di
antaranya adalah
untuk pusat
kegiatan belajar siswa ibtidaiyyah PPMQ pada waktu pagi dan
malam hari, sedangkan sorenya digunakan pengajian Taman
Pendidik n Qur'an Al-muktamar (TPQA).

Pasca tahun 2003, Masjid bergenteng hijau yang terletak


di dusun campur rejo ini resmi beralih status menjadi Masjid
Jami' yang digunakan untuk Jama'ah sholat jum'at bagi
masyarakat sekitar. Tidak jarang juga para peziarah dari
berbagai daerah yang hendak berziarah ke makam sesepuh
Lirboyo, bersinggah dahulu ke Masjid ini untuk melakukan

25
sholat atau sekedar beristirahat guna melepas penat selama
perjalanan. Masjid ini selain dilengkapi fasilitas umum
sebagaimana yang ada di masjid-masjid lainnya, juga dilengkapi
dengan taman dan area parkir yang sanga luas.

RUMAH SAKIT LIRBOYO

Cikal bakal RSU Lirboyo pada mulanya merupakan


sebuah Balai Pengobatan Santri (BPS) yang bertempat di Itihad
1 yang berfungsi sebagai tempat pemeriksaan santri yang
mempunyai
penyakit
ringan. Pada
saat itu yang
menangani
hanyalah
pengurus dari
seksi
kesehatan. Belum ada dokter umum ataupun spesialis yang
menangani secara langsung. Hanya menyediakan obat-obatan
untuk mengobati gejala ringan saja. Seperti obat untuk sakit
demam, gatal, obat Flu dan sejenisnya. Sehingga ketika ada

26
santri yang sakitnya parah, maka pihak BPS akan merujuknya
dan mengantarkan ke RS Gambiran atau RS lainnya.

Pada perkembangannya, BPS berubah menjadi Rumah


Sakit Umum. Tentu Pelayanannyapun tidak hanya kepada
santri saja, melainkan juga melayani masyarakat umum.

Awal pembangunan rumah sakit ini pada tahun 2004.


Peletakan batu pertama dilaksanakan oleh Presiden RI KH.
Abdurrohman Wahid dan diresmikan oleh wakil Presiden RI
H. Hamzah Haz pada tanggal 02 Maret 2004. Dalam acara
peresmian, dihadiri pula oleh Mentri Agama KH. Aqil Al
Munawwar beserta segenap Masyayikh PonPes. Lirboyo.
Semenjak itu, pembangunan dan penambahan alat-alat medis
terus dikembangkan. Pada tanggal 14 Juli 2006, RSU Lirboyo
diresmikan lagi oleh Menteri Kesehatan RI Ibu Siti Fadillah
Supari Berselang tiga tahun kemudian, tepatnya tanggal 23
Januari 2009, H. M. Yusuf Kalla yang pada waktu itu menjabat
sebagai wakil Presiden RI bersama istri meninjau langsung
perkembangan RSU Lirboyo. Selain itu, beliau juga
memberikan peralatan medis yang di butuhkan di RSU
Lirboyo.

27
LABORATORIUM BAHASA

Meskipun pondok pesantren Lirboyo sangat kental nuansa


salafnya, bukan berarti pondok pesantren Lirboyo buta atau
menutup mata
terhadap segala
perkembangan
zaman kekinian.
Terbukti dengan
adanya sarana untuk
belajar bahasa asing
bagi. santri, yakni laboratorium bahasa yang terletak di sebelah
utara Aula Al Muktamar. Demi meningkatkan kwalitas santri
dalam bidang pengetahuan umum, pramuka juga mengadakan
ekstrakurikuler jurnalistik, falak kepribadian, pidato dan kursus
komputer Semuanya dilaksanakan di laboraturium ini yang
dilengkapi dengan AC. Kadang juga dijadikan sebagai Studio
Radio ELSA (El-Salafi) yang hanya mengudara pada saat
liburan akhir tahun.

28
TEROWONGAN MISTERI

Terowongan misteri ini,


sebelumnya adalah sebuah
lorong jalan penghubung dari
kamar-kamar santri ke Masjid
Lawang Songo dan kediaman
pengasuh. Uniknya, tak
hanya dijadikan jalan pintas,
di sepanjang lorong tersebut
terdapat beberapa kamar. Karena gelapnya suasana, kamar-
kamar tersebut lebih mirip seperti goa dan dihuni sejumlah
santri. Satu-satunya alat penerangan di lorong tersebut adalah
lampu berukuran kecil yang hanya dinyalakan pada malam
hari. Lorong ini memiliki panjang 20 m dan lebar 2,5 m.

Terowongan ini dibongkar pada tahun 2008 silam, saat


Badan Pembina Kesejah-teraan PP. Lirboyo memutukan
untuk memperluas kawasan makam pendiri pondok sebagai
tempat ziarah dan penambahan kamar santri.

Dari proses pembongkaran itulah misteri muncul Air


hujan yang jatuh tepat di atas terowongan menetes dan
menghasilkan aroma wangi, layaknya bunga melati. Bahkan

29
jika pakaian terkena tetesan itu, maka akan berbau wangi
sampai berhari-hari, kejadian ini disaksikan dan dialami banyak
santri.

Bangunan terowongan saat ini hanya tersisa sekitar 4


meter. Keberadaannya saat ini menjadi penyangga kamar santri
yang dibuat seperti bangunan rumah gadang, yang dibuat
berbahan dasar kayu

PERNAK-PERNIK PON.PES LIRBOYO

WEBSITE LIRBOYO (www.lirboyo.com)

Website ini sebenarnya telah ada sejak tahun 2006.


Namun karena pengelolaan
yang kurang baik, dan
banyaknya kendala-
kendala serta adanya
keluhan para pakar dunia
maya yang merasa kesulitan
membuka website Lirboyo.
Akhirnya bertepatan
dengan terbentuknya LTN pada tanggal 19 Februari 2007,

30
pengurus BPK P2L menetapkan pembaharuan website dan
mengkolaborasikan dua lembaga untuk merampingkan
kepengurusan. Saat itu alamat websitenya adalah
www.lirboyo.com dan masih belum ditangani secara
maksimal. Lalu di tahun 2011 alamat website Lirboyo berubah
menjadi www.lirboyo.net. Sedangkan untuk alamat e-mail
resmi Pon.Pes Lirboyo ialah admin@lirboyo.com.

Dengan hadirnya website Lirboyo, ponpes lebih mudah


berkomunikasi dengan masyarakat luar, serta membantu
memberikan informasi tentang seputar Lirboyo bagi
masyarakat yang membutuhkannya. Sehubungan antara LTN
dan website masih dalam satu lembaga yang saling
mensukseskan satu sama lain, maka website mendapat tugas
untuk memasarkan, mempromosikan dan mempergunakan
karya-karya ilmiah para santri dan Pondok Pesantren ke dunia
luar.

31
SEJARAH MADRASAH HIDAYATUL MUBTADI-IEN
(MHM)

Sistem pendidikan di Pondok Pesantren Lirboyo diawal


berdirinya menggunakan metode salafi, sebuah metode dengan
format pengajian weton,
sorogan (santri membaca
dan mengulas pelajaran
langsung dihadapan kiai)
dan bandongan (santri
menyimak dan memaknai
kitab sesuai dengan makna
yang dibacakan oleh kiai).
Seiring dengan perkembangan PP. Lirboyo dan grafik statistik
santri yang terus meningkat setiap tahunnya, sementara metode
belajar pada saat itu masih kurang maksimal dalam
mengakomodir santri dan kompleksitas materi yang harus
dipelajari, adalah sebuah keharusan bagi Lirboyo untuk
menerapkan sistem klasikal.

Atas inspirasi Jamhari (santri senior yang sepulangnya dari


Makkah berganti nama KH. Abdul Wahab), bersama Syamsi
dari Gurah Kediri, pada tahun 1925 merintis sistem pendidikan

32
klasikal. Dan atas restu KH. Abdul Karim dengan dawuh,
“Santri kang durung biso moco lan nulis kudu sekolah” (Santri
yang belum bisa membaca dan menulis harus sekolah), maka
berdirilah Madrasah Hidayatul Mubtadi-ien (MHM). Metode
ini hingga sekarang masih dipertahankan dan terus mengadopsi
metode baru yang lebih efektif dan inovatif sesuai
perkembangan zaman.

MHM Masa Awal

Berdirinya sebuah madrasah disebagian besar pesantren


pada masa itu merupakan hal
yang benar-benar baru,
begitu juga PP. Lirboyo.
Perjalanan MHM yang
dimulai pada tahun 1925
sampai masa sebelum
kemerdekaan terus
mengalami pasang surut, seperti ketika harus vakum selama dua
tahun (1931-1932).

33
Berkat usaha KH. Abdulloh Jauhari (ayahanda Gus
Makshum) bersama Kiai Kholil (Ketua PP. Lirboyo saat itu)
dari Melikan, Kediri, yang mengajak Kiai Faqih Asy’ari
(alumni PP. Tebuireng yang tahu banyak tentang sistem
pendidikan klasikal) dari Sumbersari, Pare, Kediri, maka
MHM berdiri kembali pada bulan Muharram 1353 H./ 1933
M. Waktu itu, untuk menunjang kegiatan belajar mengajar, 44
orang siswa yang tedaftar di MHM setiap bulannya dikenai
sumbangan sebesar 5 Sen. Sumbangan ini dikoordinir langsung
oleh Agus Abdul Qodir dari Banyakan, Kediri.

Semenjak itu, MHM menggunakan sistem klasikal


(sekolah) dengan dua tingkatan, tingkatan Sifir (kelas persiapan)
selama 3 tahun dan tingkatan Ibtda’iyah selama 5 tahun. Waktu
belajarnya malam hari, mulai puku 19.00-23.00 Wis dengan
materi pelajaran berupa ilmu nahwu sharaf, balaghah, dan
materi pendukung lainnya seperti tulis menulis, ilmu tajwid,
dan al-Quran.

Perkembangan MHM sejak kembali aktif sangat


signifikan. Grafik siswa terus meningkat meski tidak terlalu
pesat, dari 44 siswa menjadi 60 dan meningkat lagi menjadi 70
siswa. Di tahun 1936 M. mulai ada siswa yang berhasil

34
menyelesaikan pelajarannya walaupun hanya 18 siswa.
Keadaan ini sangat dimaklumi karena pada masa penjajahan
Belanda semua pendidikan diawasi oleh penjajah secara ketat,
apalagi pendidikan di pondok pesantren. Terlebih setelah
penjajah Belanda digantikan oleh Jepang, keadaan ekonomi
Indonesia semakin tak menentu. Hal ini berdampak terhadap
perkembangan MHM. Waktu sekolah yang tadinya malam
diganti siang, karena waktu itu bahan bakar untuk penerangan
sangat sulit didapatkan, dan kalaupun ada harganya teramat
mahal. Jumlah siswa yang pada masa penjajah Belanda
mencapai 350 siswa, menjadi hanya 150 saja pada masa penjajah
Jepang. Setelah Jepang hengkang, kondisi itu tetap
berlangsung, bahkan pernah hanya 5 siswa yang bisa tamat
belajar di MHM.

MHM Masa Perkembangan

Pada tahun 1947 M. MHM merombak sistem


pendidikannya. Untuk tingkat Sifir diganti dengan tingkat
Ibtidaiyah (4 tahun) dan tingkat Ibtidaiyah menjadi tingkat
Tsanawiyah (4 tahun). Di tahun ini pula timbul gagasan dari

35
KH. Zamroji (yang pada waktu itu menjadi guru kelas terakhir
tingkat Tsanawiyah) untuk mendirikan tingkatan Mu’allimin
(setingkat Aliyah),
KH. Abdul Karim
menyetujui gagasan
tersebut. Sedangkan
materi yang diajarkan
pada tingkatan
Mu’allimin tersebut
adalah Fathul Wahab, Uqudul Juman, Jam’ul Jawami’, dan
lain-lain.

Dirasa belum sempurna, tahun 1949 M., KH. Abdul


Lathif asal Kolak, Ngadiluwih, Kediri, yang pada saat itu
menjadi Pimpinan MHM mengusulkan agar meteri yang
diajarkan di kelas ditetapkan sebagai kurikulum yang baku
dalam pembelajaran di MHM. Tahun 1950 M., saat MHM
dinahkodai oleh Ali bin Abu Bakar asal Bandar Kidul, Kediri,
dan dibantu Yasin asal Ngronggot, Nganjuk, mengusulkan
untuk tingkat Ibtidaiyah menjadi 5 tahun dan tingkat
Tsanawiyah menjadi 3 tahun serta materi pelajaran Tsanawiyah

36
ditambah fan ilmu Tafsir, Hadis, Falak, ‘Arudl. Semua usulan
itu disepakati dan diberlakukan di MHM.

Sebagai respon pendidikan luar pondok pesantren, pada


tahun 1977-1978 M. Sidang Panitia Kecil yang dipimpin oleh
KH. Ilham Nadzir yang dihadiri oleh PP. Lirboyo
menetapkan; jenjang tingkat Ibtidaiyah menjadi 6 tahun dan
untuk tingkat Mu’allimin dirubah menjadi tingkat Aliyah.
Maka sejak itu, jenjang pendidikan Madrasah yang ada
dibawah naungan Ponpes Lirboyo adalah tingkat Ibtidaiyah (6
tahun), Tsanawiyah (3 tahun), dan Aliyah (3 tahun). Sedangkan
untuk materi pelajaran tingkat Aliyah, Sidang Panitia Kecil
MHM yang dipimpin oleh KH. Ilham Nadzir pada tahun 1983
M., menetapkan kurikulum untuk tingkat Aliyah adalah Jam’ul
Jawami’, al-Jami’us Shoghir, al-Mahalli, ‘Uqudul Juman, dan
lain-lain.

Karena agenda pendidikan di MHM menggunakan


kalender Hijriyah, maka waktu penerimaan siswa baru tidak
sama dengan pendidikan nasional yang menggunakan tahun
Masehi. Untuk mengantisipasi siswa yang daftar terlambat
karena perbedaan kalender tersebut, maka tanggal 25 Juli 1989
MHM membuka tingkatan I’dadiyah/ Sekolah Persiapan (SP).

37
Tingkatan SP ini terdiri dari dua kelas, SP I dan II. SP I
(dengan materi pelajaran ‘Awamil Jurjani, Tanwirul Hija dan
lainnya) dilaksanakan pagi hari dan diproyeksikan untuk siswa
yang akan masuk di kelas II atau III Ibtidaiyah. Sedangkan SP
II (dengan materi pelajaran al-Ajurumiyah, Qa’idah Sharfiyah,
al-Amtsilatut Tashrifiyah dan lainnya) dilaksanakan pagi hari
atau malam hari dengan mempertimbangkan kelas dan gedung
yang tersedia. SP II ini diproyeksikan untuk siswa yang akan
masuk di kelas IV Ibtidaiyah. Akan tetapi pada perkembangan
selanjutnya, di kelas ini banyak siswa yang karena pernah
belajar di pesantren lain dan ingin meneruskan pendidikannya
di MHM, akhirnya masuk ke kelas I Tsanawiyah atau Aliyah
melalui tes.

Sedangkan materi ujian yang harus dijalani siswa yang


ingin masuk kelas I Tsanawiyah diantaranya adalah: Fikih
(membaca kitab Fathul Qorib), ujian bab shalat dan
mufassholat mulai surat an-Nas sampai surat as-Syamsi, serta
hafalan nadzom Alfiyah ibnu Malik 350 bait. Untuk yang ingin
masuk tingkat I Aliyah harus menjalani tes dengan materi
antara lain: Fikih (membaca kitab Fathul Mu’in), ujian bab

38
shalat dan mufassholat mulai surat an-Nas sampai surat al-‘Ala,
serta hafalan nadzom ‘Uqudul Juman sebanyak 350 bait.

Untuk menunjang pelajaran di kelas, MHM mengadakan


kegiatan ekstrakurikuler berupa Muhafazhoh mingguan,
tamrin (ulangan) tiap malam Senin, musyawarah kitab Fathul
Mu’in, Fathul Qorib, al-Mahalli, koreksian kitab, muhafazhoh
Akhirussanah dan kegiatan-kegiatan lainnya yang kesemuanya
itu demi kelancaran proses belajar mengajar dan meningkatkan
kwalitas siswa.

Tampuk kepemimpinan MHM yang di tahun 2011 ini


dipegang oleh KH. A. Habibulloh Zaini, memiliki jumlah
siswa sebanyak 5.749. Dan sebagai lembaga pendidikan yang
besar, sudah selayaknya MHM memiliki gedung-gedung yang
sangat diperlukan sebagai fasilitas penunjang kegiatan belajar
mengajar.

39
Gedung al-Ihsan

Dibangun secara
bertahap mulai tahun
1972-1977 M. Memiliki
tiga lantai; lantai dasar
dan lantai dua memiliki
enam ruang kelas,
sedangkan lantai tiga merupakan auditorium (lantai dua dan
tiga gedung ini menggunakan kayu jati). Namun seiring
perkembangan jumlah santri yang kian bertambah, lantai tiga
ini digunakan sebagai ruang kelas. Gedung yang merupakan
salah satu “cagar budaya” Lirboyo ini merupakan saksi bisu bagi
setiap tamatan MHM.

Gedung al-Ittihad I & II

Kedua Gedung ini


memiliki tiga lantai.
Gedung al-Ittihad I
dibangun tahun 1987
M. dengan kapasitas 28

40
ruangan; lantai satu dan dua digunakan untuk 4 kantor, 1 lab
komputer, dan 17 ruangan untuk asrama santri. Untuk lantai
tiga yang terdiri 6 ruang, digunakan sebagai tempat kegiatan
belajar mengajar. Sedangkan al-Itihad II dibangun tahun 1992
M. dengan kapasitas 12 ruang kelas dan diresmikan oleh
Menteri Agama RI, Prof. DR. Quraisy Shihab tanggal 08 Mei
1998.

Gedung al-Ikhlas

Gedung yang
berdampingan dengan
Blok R ini dibangun
tahun 1993, mempunyai
tiga lantai dan
berkapasitas 18 ruang
kelas. Selain berfungsi sebagai kegiatan belajar mengajar,
gedung ini sering digunakan untuk baths al-Masâîl HP
(Himpunan Pelajar) yang belum mempunyai auditorium
sendiri. Berbagai daerah yang belum memiliki ruang

41
pertemuan sendiri juga melaksanakan Jamiyyah wilayah di
gedung ini.

Gedung al-Muhafadzoh

Gedung ini
dibangun pada tahun
1994, didesain tanpa sekat
dan berkapasitas
menampung 500 orang.
Awal dari fungsi gedung
ini untuk kegiatan lalaran
rutinan (muhafadzoh
mingguan). Gedung ini
juga berfungsi sebagai pusat kegiatan Jam’iyyah atau seminar
para santri. Tepatnya pada tahun 2002, gedung ini disekat
menjadi 6 ruang kelas. Selain kedua fungsi di atas, mulai tahun
2005, gedung ini juga berfungsi sebagai tempat belajar
mengajar siswa tingkat I’dadiyyah I dan II pada siang hari.

42
Gedung an-Nahdloh

Gedung ini
mulai dibangun
tahun 1998,
pembangunannya
dengan sistem
bertahap, gedung
ini berkapasitas 29
lokal. Lantai satu paling utara digunakan sebagai kantor pusat
M3HM. Dua lokal Lantai dua sebelah utara digunakan sebagai
kantor pusat kelas dua dan tiga Aliyah. 7 lokal lantai dua
digunakan sebagai aula yang berfungsi sebagai tempat
digelarnya Muhafadhah Akhîr as-Sanah. Dikarenakan
lokasinya berdekatan dengan Aula al-Muktamar, gedung ini
sering digunakan sebagai penginapan peserta yang menghadiri
acara di aula seperti pada saat muktamar NU XXX tahun 1999,
Munas Himasal, Reuni Akbar Himasal tahun 2004 dan
MQKN II pada tahun 2006.

43
MAJELIS MUSYAWARAH MADRASAH HIDAYATUL
MUBTADI-IEN (M3HM)

Majelis Musyawarah Madrasah hidayatul Mubtadi-ien


(M3HM) adalah
sebuah lembaga
dibawah naungan
MHM, yang diberi
amanat khususnya
untuk menangani
musyawarah
(diskusi) siswa MHM. Hal ini sangat diperlukan untuk
menunjang pemahaman, pendalaman dan pengembangan
materi pelajaran di MHM, sehingga keberadaan M3HM sangat
diperlukan. Dalam perkembangannya M3HM kemudian juga
menangani beberapa pelajaran ekstrakurikuler dari berbagai
disiplin ilmu pengetahuan, untuk ikut serta mengembangkan
daya kreatifitas siswa. Namun, mengingat arti pentingnya
musyawarah dalam meningkatkan kwalitas sumber daya
manusia, sebagian aktifitas M3HM dihilangkan agar lebih
memfokuskan tugas untuk menangani musyawarah.

44
Keberadaan M3HM sebenarnya sudah dirintis sejak tahun
1947 M. oleh KH. Zamroji dari Kencong, Pare, Kediri. Pada
awalnya, peserta yang mengikuti musyawarah tak kurang dari
90 orang. Kemudian MHM mewajibkan siswanya yang
berdomisili di pondok untuk mengikutinya, dan ternyata bisa
berjalan lancar sampai sekarang.

Tahun 1955 M. M3HM berdiri dengan nama PPHM


(Persatuan Pelajar Hidayatul Mubtadi-ien) sebagai respon dari
perkembangan IPNU di tanah air. Tepatnya pada tahun 1955,
Tholhah Mansur (mahasiswa UGM) dan Bahtiar Sutiono
(pelajar ST Nganjuk) utusan dari pengurus IPNU pusat, sowan
kepada KH. Mahrus Aly agar di Lirboyo didirikan IPNU.
Namun, karena keberadaan IPNU sendiri belum diketahui
oleh pesantren dan yang sowan KH. Mahrus Aly adalah
delegasi non pesantren, maka MHM mendirikan organisasi
pelajar sendiri. Akhirnya, berdirilah PPHM yang hampir sama
dengan OSIS dan tidak berafiliasi kepada IPNU. Sementara
yang ditunjuk sebagai ketua pada waktu itu adalah Agus Ali bin
Abu Bakar, putra dari KH. Abu Bakar dari Bandar Kidul,
Kediri.

45
Pada awal berdirinya, PPHM belum mempunyai arah dan
tugas yang pasti. Sementara itu musyawarah yang telah berjalan
saat itu belum ada wadah yang menanganinya. Akhirnya,
pengelolaanya diberikan kepada PPHM. Pada tahun 1958 M.
organisasi ini mengubah namanya menjadi Majelis
Musyawarah Madrasah Hidayatul Mubtadi-ien (M3HM) yang
kala itu diketuai oleh Abdul Ghoni Ali dari Pasuruan. Mulai
tahun ini pula kepengurusan sudah tidak lagi merangkap
mengajar di MHM, namun dipegang oleh siswa anggota
musyawarah dengan bimbingan pengajar yang terkumpul
dalam dalam Dewan Pengurus M3HM. Dalam perkembangan
selanjutnya, M3HM membawahi Pengurus Pusat Kelas (PPK)
dan Pengurus Lokal Kelas (PLK).

Tahun 1975 M. M3HM menyusun AD/ART dan hingga


sekarang susunan kepengurusan yang dibentuk pada awal
berdirinya tetap dipertahankan, hanya saja ditambahkan seksi-
seksi yang diperlukan sesuai kebutuhan.

Kegiatan M3HM selain mengkoordinir musyawarah dan


muhafazhah, juga bertugas memfasilitasi santri membuat Kartu
Tanda Keluarga (KTK) PP. Lirboyo. Selain itu, M3HM juga
mengkoordinir kegiatan ekstrakurikuler yang berupa jamiyah

46
nahdliyyah dan penataran keroisan. Dalam seminar jam’iyah
nahdliyyah M3HM mendatangkan tutor-tutor handal dan
berpengalaman. Tema yang diangkat pun bukan hanya khusus
tema-tema keagamaan, namun juga masalah sosial
kemasyarakatan, diantaranya manajemen organisasi,
leadership, politik, ke-NU-an, dan lain-lain. Fungsi pokok
kegiatan ini adalah sebagai media pembekalan bagi santri agar
kelak lebih siap ketika bermasyarakat. Kegiatan ini sempat
ditiadakan tahun 2005 karena berbagai pertimbangan,
kemudian atas intruksi dari KH. Ahmad Idris Marzuqi kegiatan
ini diagendakan kembali satu kali dalam setahun.

Sedangkan kegiatan penataran keroisan difungsikan untuk


memberikan bekal dan lebih memantapkan siswa/ santri dalam
bermusyawarah. Kegiatan ekstra ini diikuti oleh delegasi dari
tiap-tiap lokal. Penataran Keroisan ini di bagi menjadi dua
tahap. Tahap pertama merupakan pembekalan bagi siswa kelas
II – V Ibtidaiyyah, dengan materi dititik beratkan pada
pengenalan musyawarah ala Lirboyo. Tahap kedua adalah
pembekalan musyawarah menuju Bahtsul Masa-il. Pada tahap
ini yang menjadi peserta penataran adalah perwakilan siswa
kelas VI – III Tsanawiyyah.

47
SEKILAS MAJALAH DINDING LIRBOYO

Memasuki era 80an, makin banyak saja santri yang


menimba ilmu di
Lirboyo. Demi menjaga
karakteristiknya sebagai
pesantren salaf, Lirboyo
terbilang menutup diri
dari dunia luar. Itu
dibuktikan pada tahun
1985, pihak pesantren gencar melarang santrinya membaca
koran dan majalah. Dengan program itu, diharapkan para santri
fokus melakukan kegiatan belajar.

Namun begitu, Lirboyo tetap memandang perlu menjaga


hubungan baik dengan pihak luar. Supaya setelah para santri
merampungkan studinya, mereka sudah mengenal dunia luar.
Setidaknya mereka mengerti dengan medannya ketika telah
kembali ke kampung halaman.

Berlandaskan hal itu, pada 17 Agustus 1985 pesantren


Lirboyo ikut serta dalam Pameran Pembangunan Kodya

48
Kediri. Dalam pameran yang bertempat di alun-alun Kediri,
Lirboyo menampilkan berbagai macam karya. Termasuk
membuat majalah dinding, meskipun waktu itu di dalam
pondok sendiri belum ada. Baru seusai pameran, gagasan
membuat majalah dinding muncul di benak para santri.

Adalah sosok Fadloli el Munir, santri asal Jakarta


(Pengasuh Pondok Pesantren Ziyadatul Mubtadi-en, Cakung,
Jakarta Timur, Sekaligus ketua Forum Betawi Rempug, wafat
pada selasa, 29 Maret 2009), waktu itu menjabat Ketua Umum
Majelis Musyawarah Madrasah Hidayatul Mubtadi-ien
(M3HM), yang menggebu untuk merealisasikan gagasan
pembentukan majalah dinding di Lirboyo.

Gagasan itu menimbulkan kontraversi dikalangan


pimpinan Lirboyo, sulit sekali mencetuskan kata sepakat.
Pendapat yang kontra menganggap naïf atas usulan itu. Namun
Kang Fadloli tidak pernah menyerah. Ia tetap gigih
memperjuangkan gagasannya. Dengan kecerdasan dan sifat
kerasnya (begitulah informasi yang kami dapat), ia menjelaskan
bahwa dengan majalah dinding santri Lirboyo justru diajak
meningkatkan gairah belajar, disamping mengembangkan
bakat tulis menulisnya.

49
Akhirnya perjuangan Kang Fadloli membuahkan hasil.
Dengan dukungan Bapak Marwan Masyhudi, Mudier (kepala)
Madrasah Lirboyo saat itu, gagasannya mendapat lampu hijau,
walau secara resmi belum mendapat surat izin penerbitan.

Dan tepat pada 9 September 1985, Sidang Redaksi


pertama majalah dinding digelar. Fadloli ditampuk sebagai
Pimpinan Redaksi, dibantu Nur Badri, Ma’ruf Asrori (pemilik
penerbitan Khalista, Surabaya), Bastari Alwi, Sahlan Aidi,
Badrudin Ilham dan beberapa santri lainnya.

Di awal berdirinya HIDAYAH sederhana dan apa adanya.


Naskah-naskah HIDAYAH hanya direkatkan dengan lem
pada papan tanpa kaca. Sehingga, waktu itu pembaca dengan
mudahnya mencorat coret naskah. Bahkan tidak jarang redaksi
kehilangan foto yang dipampang.

Walaupun masih tampil apa adanya, periode 1987-1988


HIDAYAH masuk finalis ke 30 dalam Lomba Koran Dinding
Nasional di Jakarta. Dan pada akhir periode ini, dengan
pimpinan redaksi Imam Ghozali Aro (pernah menjadi
wartawan harian Surya) untuk pertama kalinya HIDAYAH
menerbitkan bundel.

50
HIDAYAH mengalami kemajuan dari segi tampilan pada
periode 1988-1989. Naskah aman dari corat coret, karena
periode ini papan HIDAYAH ditutupi kaca. HIDAYAH juga
mencatat prestasi menjadi juara IV dan juara favorit dalam
Lomba Koran Dinding se Jawa Timur di Surabaya yang
diselenggarakan harian Jawa Pos, Majalah Nona dan Majalah
Kartini.

HIDAYAH kembali berprestasi dalam Lomba Koran


Dinding antar Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) se Jawa
Timur yang digelar di Surabaya. Dalam lomba yang
diselenggarakan harian Jawa Pos dan Universitas Airlangga
(Unair) ini, HIDAYAH menjadi juara III.

Memasuki era 90an, tidak ada lagi lomba-lomba Koran


dinding Nasional maupun Propinsi. Paling tidak sampai tahun
1997 M. HIDAYAH terakhir kali menunjukkan
kebolehannya pada Lomba Koran Dinding Nasional yang
diselenggarakan majalah Kartini, Tempo dan PGRI (tanpa
kepanjangan, hanya tertulis PGRI; sebagaimana tertera pada
medali) tahun 1991 M. Waktu itu, HIDAYAH menjadi satu-
satunya Koran dinding Jawa Timur yang meraih prestasi,
HIDAYAH berhasil memboyong juara II.

51
Diusianya yang ke dua puluh lima, HIDAYAH memang
minim dalam hal prestasi. Namun bukan berarti sepi dari
perkembangan. Prestasi kurang karena memang beberapa
tahun belakangan, jarang diadakan lomba koran dinding yang
searah dengan HIDAYAH. Yang lebih mementingkan isi
dengan tampilan seadanya. Tahun 2000-an, media-media
yang dulu sering menjadi penyelenggara lomba koran dinding
dengan penekanan kreatifitas tulisan, beralih menekankan pada
tampilan. Misalnya Jawa Pos. Jika dulu, HIDAYAH bisa unjuk
kebolehan didepan jurnalis-jurnalis senior, sekarang tidak lagi.
Karena lombanya pada keunikan tampilan, bukan pada tulisan.
Yang tentunya memakan biaya lebih. Namun demikian, di
Lirboyo sendiri HIDAYAH tidak sepi dari perkembangan.

Kini, saat Lirboyo telah melewati seabad kelahirannya,


HIDAYAH tampil dengan aneka ragam kreatifitas para santri.
Di papan yang terbungkus karpet dengan penutup kaca, tiap
dua minggu sekali, dua puluh dua naskah kreasi santri
terpampang dengan corak yang beragam.

52
LAJNAH BAHTSUL MASAIL PONDOK PESANTREN
LIRBOYO (LBM P2L)

Lembaga yang pada Rabu, 9 Muharram 1432 H. / 15


Desember 2010,
menggelar peletakan
batu pertama
gedung baru yang
rencananya berlantai
tiga ini, pada awal
kelahirannya
bernama Majelis
Musyawarah
Pondok Pesantren Lirboyo (MM P2L). Setelah namanya
berganti menjadi LBM P2L, bertepatan dengan penutupan
bahtsul masa-il yang bertempat di serambi masjid Lirboyo
diakhir tahun 2001, KH. Ahmad Idris Marzuqi atas nama
Badan Pembina Kesejahteraan Pondok Pesantren Lirboyo
(BPK P2L) mengeluarkan maklumat tentang status LBM P2L
menjadi badan otonom yang mempunyai otoritas khusus
dalam menentukan dan mengatur segala kebijakannya.

53
Tujuan pembentukan lembaga ini adalah karena
memandang; Pertama, bahtsul masail bisa dijadikan sebagai
mediator dalam rangka mensosialisasikan gagasan-gagasan baru
pemahaman ajaran Islam kepada masyarakat.

Kedua, bahtsul masail dapat difungsikan sebagai ajang


penempaan ketrampilan, kreatifitas dan kualitas intelektual
santri di pesantren, pemupukan jiwa kritis dan inovatif
terhadap berbagai disiplin ilmu-ilmu agama, khususnya fikih.

Ketiga, melalui bahtsul masail dapat dipersiapkan sejak


dini kader-kader yang mumpuni dalam mengakomodir
beragam perbedaan pemikiran yang berkembang di kalangan
umat, untuk kemudian memberikan formulasi terbaik secara
arif dan bijaksana.

Untuk merealisasikan tujuan besar tersebut, LBM P2L


diantaranya membuat tiga program utama; Sorogan,
Musyawarah dan Bahstul Masa`il.

Program sorogan dimaksudkan sebagai bentuk usaha


untuk memberikan bimbingan dan pembinaan santri semenjak
dini dalam penguasaan ilmu alat (Nahwu dan Shorof). Sorogan
dilaksanakan tiga kali dalam seminggu dengan menggunakan

54
standar kitab Sulam At-taufîq dan Fathul Qarib yang dibagi
dalam tiga tingkatan; tingkat Ula, Wustho dan Ulya.
Metodenya, pertama, siswa membaca materi kitab sesuai
dengan tingkatannya dan disimak oleh pembimbing, kemudian
pembimbing mengajukan pertanyaan-pertanyaan seputar
Nahwu dan Shorof sesuai dengan standar kitab Nahwu dan
Shorof yang diajarkan di kelasnya. Khusus untuk tingkat Ulya,
terkadang pembimbing juga memberikan pertanyaan yang
berkaitan dengan penjelasan materi yang dibaca. Masing-
masing tingkatan diselesaikan dalam waktu empat bulan,
itupun kalau siswa lulus dalam ujian evaluasi kenaikan
tingkatan.

Dalam lingkungan Pesantren Lirboyo, penggunaan istilah


musyawarah dibedakan dengan istilah bahtsul masail. Secara
substansi sebenarnya tidak ada perbedaan yang mendasar antara
kedua istilah tersebut, akan tetapi secara teknis keduanya
mempunyai cakupan kajian sendiri-sendiri. Prgram
musyawarah merupakan forum kajian terhadap ragam
persoalan hukum yang dilakukan oleh para santri dengan
standar kitab yang telah ditentukan, sementara bahtsul masail
adalah forum kajian yang tidak terikat dengan standar kitab.

55
Musyawarah di Pesantren Lirboyo terbagi dalam dua
tingkatan. Pertama, Musyawarah Fathul Qarib dan kedua
Musyawarah Al-Mahalli. Pada mulanya musyawarah dibagi ke
dalam tiga tingkatan, yakni Musyawarah Fathul Qarib,
Musyawarah Fathul Mu’in, Musyawarah Muhadzab dan
Musyawarah Fathul Wahhab, kemudian karena
pertimbangan-pertimbangan praktis dirubah menjadi
Musyawarah Fathul Qarib dan Musyawarah Al-Mahlli.

Pemberian nama Fathul Qarib atau Al-Mahalli tersebut


dimaksudkan hanya untuk menandai bahwa kitab-kitab
tersebut merupakan rujukan utama dalam masing-masing
musyawarah. Hal ini bukan berarti bahwa peserta musyawarah
pada masing-masing tingkatan dalam mengkaji persoalan
hukum harus berkutat pada kedua kitab tersebut. Musyawirin
diperbolehkan merujuk pada referensi di luar kitab rujukan
utama. Dengan kata lain, pada tingkatan musyawarah Fathul
Qarib misalnya, ketika musyawirin mengkaji berbagai
persoalan hukum, maka sudah barang tentu mereka harus
merujuk pada kitab Fathul Qarib. Namun demikian, mereka
tetap saja diberikan kebebasan untuk melihat kitab-kitab lain,

56
dengan catatan bahwa referensi-referensi yang dijadikan
rujukan masih berada dalam satu level.

Musyawarah Fathul Qarib ini dilaksanakan setiap malam


Kamis dan diikuti oleh peserta mulai kelas satu Tsanawiyah
sampai kelas tiga Aliyah dimana setiap lokal diwajibkan
mengangkat minimal lima siswa sebagai anggota tetap, dan
Mutakhorrijîn (alumni) MHM.

Sistem dalam musyawarah ini adalah, musyawarah


dipimpin oleh dua orang utusan dari kelas atau mutakhorrijin,
sebagai rais yang akan membacakan materi pembahasan dan
sebagai moderator. Musyawarah dibagi dalam empat tahap.
Yakni, pembacaan materi serta menyimpulkan materi
pembahasan (murod); pertanyaan berkisar pada murod; dan
pertanyaan yang berkaitan dengan materi pembahasan. Ketika
terdapat permasalahan yang tidak berhasil diselesaikan
(mauquf), akan ditindaklanjuti dalam forum bahtsul masa`il.

Penekanan dalam musyawarah ini lebih pada metode


pemahaman fiqhiyyah yang hanya berkisar pada komparasi
ta’bir-ta’bir (teks-teks) dalam kitab rujukan yang sudah jadi.
Artinya, pada musyawarah tingkat ini, wilayah diskusi hanya

57
berkisar pada pemahaman redaksional keterangan dalam kitab
kuning saja dan santri tidak diharuskan mampu mendiskusikan
materi berdasarkan teori dan prinsip-prinsip fikih secara
metodologis.

Pola kajian hukum dalam musyawarah (musyawirin) level


ini, dalam melihat suatu kasus harus mencarikan teks-teks
dalam kitab-kitab yang telah ditentukan, baik teks itu secara
kongkrit menjelaskan status hukum persoalan yang disoroti
atau hanya sebagai bahan bandingan. Jika dalam suatu persoalan
terdapat beberapa pendapat, maka mereka tidak melakukan
pemilihan untuk memutuskan apakah pendapat ulama A atau
pendapat ulama B yang lebih kuat dan unggul. Biasanya
mereka hanya menyimpulkan bahwa dalam persoalan tersebut
terdapat khilâf (kontroversi) di antara ulama.

Sedangkan musyawarah al-Mahalli dilaksanakan setiap


malam Senin dan diperuntukkan bagi semua siswa tingkat
Aliyah, Mutakhorrijin (alumni) MHM dan siswa tingkat
Tsanawiyah yang berminat. Sistemnya hampir mirip dengan
musyawarah Fathul Qarib. Hanya saja dalam musyawarah Al-
Mahalli, tahap akhir diisi dengan menyelesaikan pembahasan
draft yang sebelumnya telah ditentukan. Draft ini berupa

58
pertanyaan-pertanyaan metodologis yang diangkat dari materi
atau bab yang sedang dimusyawarahkan.

Di tahun 2011, musyawarah al-Mahalli mengalami


perubahan drastis. Model musyawarah sebelumnya yang
menitikberatkan pada kajian metodologis ushul fikih, kaidah
fikih dan dlawabith tetap dipertahankan. Namun yang
digunakan sebagai standar bukan lagi kitab al-Mahalli,
melainkan Bidayatul Mujtahid. Dengan perubahan ini para
santri diharapkan tidak lagi hanya mampu memahami hasil jadi
dan metode dari madzhab Syafi’i saja, namun ke depan juga
mampu untuk mengkomparasikan berbagai pendapat, alur
pemikiran dan metode ijtihad dari madzhab-madzhab lain atau
yang lebih dikenal dengan perbandingan madzhab. Ke depan,
diharapkan muncul generasi santri yang berpengetahuan luas
dan mumpuni, lintas madzhab, dan lintas konsep.

Di samping itu, dalam musyawarah al-Mahalli dikenalkan


sistem musyawarah baru yang dikenal dengan sistem
khulashoh. Dalam hal ini, para musyawairin menitikberatkan
pembahasan pada meneliti, menganalisa, mengumpulkan
berbagai perbedaan pendapat ulama dalam satu persoalan secara
komprehensif dari berbagai sisi. Untuk standar tetap

59
menggunakan kitab al-Mahalli dengan menitikberatkan
khilafiyyah pada Imam Ibu Hajar al-Haitamiy, Imam Ramli
Shoghir, Imam Khothib as-Syirbiniy, Imam Zakariya al-
Anshori. Dalam prakteknya seringkali juga muncul pendapat
yang berbeda dari ulama lain seperti Imam Ramli Kabir, Imam
Syabramalisiy, Imam Zayadi, Imam Ibnu Qasim al-Abbadiy,
dan lain-lain.

Untuk program Bahtsul Masa`il dibagi menjadi tiga


tingkatan; Ibtidaiyah (MUSGAB), umum dan bahtsul masa`il
kubro. Bahtsul masa`il tingkat Ibtidaiyah atau MUSGAB
(Musyawarah Gabungan), kendati forum tersebut secara teknis
persis sebagaimana bahtsul masa`il pada umumnya, namun
kualitas forum ini sepertinya belum layak disebut forum bahtsul
masa`il. Karena memang modal berdiskusi siswa Ibtdaiyyah
belum dikatakan cukup. Bisa dikata, forum ini sekedar ajang
pelatihan dan materi yang diketengahkan terbatas seputar
permasalahan nahwu dan shorof. Bahtsul masa`il tingkat
Ibtidaiyah ini dilaksanakan dua kali dalam setahun untuk
masing-masing kelas. Pesertanya meliputi utusan dari masing-
masing lokal dan delegasi yang diundang.

60
Bahtsul masail umum juga bisa dikatakan bahtsul masail
tingkat lokal, karena hanya diikuti oleh intern santri Lirboyo
sendiri. Pelaksanaan bahtsul masail tingkat lokal ini
diselenggarakan satu kali dalam seminggu, yakni setiap malam
Selasa. Bahtsul masa`il ini diselenggarakan oleh Pengurus LBM
P2L dan siswa tingkat Tsanawiyah dan Aliyah secara bergilir.
Umumnya dalam setahun setiap kelas mendapat giliran
menyelenggarakan bahtsul masa`il sebanyak tiga kali. Dua kali
yang pertama hanya diikuti peserta dari kelas yang
menyelenggarakan bahtsul masa`il. Untuk penyelenggaraan
bahtsul masa`il ketiga, mengundang kelas lain, jam’iyah dan
pondok-pondok unit (HMC, HMA, HMP, HY & DS).

Masing-masing kelas, jam’iyyah atau pondok unit yang


diundang minimal megirimkan dua delegasinya dalam forum
ini. Khusus untuk kelas penyelenggara bahtsul masa`il, mereka
bisa mengirimkan delegasi lebih dari jumlah yang telah
ditetapkan untuk undangan yang lain. Sedangkan bahtsul
masa`il yang diselenggarakan Pengurus LBM P2L, dalam
setahun umumnya sebanyak enam sampai tujuh kali dan diikuti
oleh undangan dari kelas tingkat Tsanawiyah, Aliyah dan
pondok Unit (HMC, HMA, HMP, HY, DS & Ar-Risalah).

61
Mekanisme penjaringan pertanyaan dalam bahtsul masa`il
ini berasal dari peserta (mubahitsin) sendiri. Dan dianjurkan
persoalan yang diajukan merupakan persoalan yang aktual.
Setelah seluruh persoalan terkumpul, selanjutnya Pengurus
LBM P2L akan menyeleksi untuk menentukan as’ilah yang
layak untuk didiskusikan. Hal ini dilakukan untuk
menghindari overlaping (tumpang tindih). Sebab, jika tidak
diseleksi, ada kemungkinan persoalan yang diusulkan
sebenarnya sudah pernah dibahas pada bahtsul masail di waktu-
waktu sebelumnya. Di samping itu, yang demikian juga untuk
mengukur tingkat kesulitan persoalan yang diusulkan. Karena,
kalau terlalu sulit, hal itu hanya akan menjadi kontra produktif
(mauqûf).

Berbeda dengan bahtsul masail umum, bahtsul masail


kubro disamping diikuti oleh utusan dari siswa tingkat
Tsanawiyah dan Aliyah dan utusan dari pondok Unit, bahtsul
masail kubro ini juga diikuti oleh para alumni (Mutakharrijîn)
MHM dan utusan dari Pondok Pesantren se Jawa Madura yang
diundang. Bahtsul masa`il ini dilaksanakan satu kali dalam satu
tahun, yaitu menjelang akhir tahun.

62
Adapun persoalan yang dikaji dalam bahtsul masail ini
merupakan hasil inventarisasi dari peserta bahstul masail
sendiri, dan terkadang persoalan yang dikaji juga didapat dari
usulan masyarakat luas. Bahkan tak jarang tema yang diangkat
adalah isu-isu berskala nasional. Dan dalam konteks ini, LBM
P2L bertindak sebagai pihak pelaksana.

Bahtsul masa`il tingkat ini melakukan kerja sama dengan


pihak-pihak di luar pesantren seperti NU Cabang Kediri,
Perguruan Tinggi se Kota Kediri, dan pesantren-pesantren
yang ada di Kota dan Karesidenan Kediri. Seringkali jika pihak
pesantren merasa bahwa permasalahan yang disodorkan adalah
masalah yang perlu adanya validitas penjelasan yang lebih
akurat, pesantren mengundang pihak-pihak yang ahli dalam
bidangnya sebagai narasumber, seperti dokter, praktisi hukum,
politikus, ekonom, dll. untuk menyampaikan sejumlah
informasi mengenai persoalan yang sedang dikaji. Keterlibatan
para ilmuan dan praktisi yang berkompeten dibidangnya
diharapkan dapat memperjelas duduk persoalan suatu masalah,
yang pada gilirannya keputusan-keputusan yang diambil
nantinya benar-benar bisa dipertanggung jawabkan secara
ilmiah.

63
Diluar ketiga program utama di atas, LBM P2L juga
memiliki kesibukan lain. Seperti menghadiri undangan bahtsul
masa`il dari luar Lirboyo, pembuatan karya ilmiah, mengasuh
rubrik dalam website dan majalah, menjadi narasumber televisi
lokal, radio, seminar dan diskusi-diskusi ilmiah lainnya.
http://lbm.lirboyo.net/.

LEMBAGA ITTIHAADUL MUBALLIGHIIN (LIM)

Lembaga ini merupakan sebuah lembaga yang berada


dibawah naungan Pondok Pesantren Lirboyo. Sesuai dengan
arti harfiahnya, Ittihaadul Muballighiin adalah suatu organisasi
yang menghimpun para
mubaligh yang berdomisili di
Pondok Pesantren Lirboyo.
Organisasi ini didirikan sejak
tahun 12 Februari 2003 M.
Organisasi ini bermula dari
ide para siswa tamatan MHM
tahun 2002 M. Sekitar 66
siswa asal kediri sowan pada Romo KH. Ahmad Idris Marzuki
menjelang paripurna belajar di MHM Lirboyo. Saat itu juga

64
Romo Yai memerintahkan pada mereka untuk membuat
kegiatan semacam Kuliah Kerja Nyata (KKN). Kegiatan ini
diadakan di desa-desa kawasan Kediri yang masih sangat
membutuhkan pembinaan tentang pengetahuan agama. Selain
untuk memberikan pengetahuan terhadap masyarakat,
diharapkan juga bisa melatih dan menambah kesiapan santri
jika kelak terjun dimasyarakat mereka masing masing.

Untuk menindak lanjuti Amanah Romo Yai dengan


dikoordinir oleh Agus Abdul Qodir Ridlwan, mereka
kemudian langsung mencoba berdakwah pada bulan
Ramadhan tahun 1423 H/2003 M, dan Kegiatan ini
dinamakan dengan SAFARI RAMADHAN. Teknis
pelaksanaan Safari Ramadhan kala itu dipusatkan pada
beberapa tempat peribadatan, seperti Mushola ataupun Masjid.
Pada setiap Mushola ataupun Masjid diasuh oleh dua orang
Muballigh.

Sedang waktu pelaksanaannya dimulai tiga hari sebelum


Ramadhan hinggga tanggal 20 Ramadhan. Sedangkan materi
yang disampaikan disesuaikan dengan kebutuhan masyrakat.
Misalnya, kuliah subuh dan kultum setelah Shalat Tarawih
yang meliputi masalah peribadatan dan hikmah-hikmah Puasa

65
Ramadhan. Alokasi waktu pertemuan yang sangat singkat itu
dimanfaatkan sebaik mungkin oleh para santri Mutakhorijin
2002 asal kediri ini. Dan mereka hanya berniatan lii'la'
kalimatillah dengan mengharap ridho dari Allah SWT.

Seiring perkembangan zaman dan kebutuhan yang ada


maka LIM membentuk devisi-devisi yang diperlukan sesuai
dengan tanggung jawabnya. Diantaranya adalah Panitia Safari
Dakwah Rutinan (PSDR) yang menangani dakwah setiap
malam Jum'at dan dakwah di bulan Ramadhan, Bidang
Penelitian dan Pengembangan (BALITBANG) yang
ditugaskan mengisi kegiatan di lembaga-lembaga Formal
setingkat SLTP & SLTA, serta Bidang Wira Usaha dan
pengiriman guru bantu ke pondok pesantren di berbagai
daerah.

66
KEGIATAN EKSTRAKURIKULER PRAMUKA

Pada dasarnya pendidikan pesantren dititik tekankan pada


pendalaman ilmu-
ilmu agama.
Namun, melihat
pesatnya kemajuan
zaman dibidang
ilmu pengetahuan
dan bidang
teknologi telah banyak memberikan kontribusi bagi kemajuan
bangsa maupun dunia. Bahkan tanpa kita sadari, kemajuan-
kemajuan tersebut cenderung melampui batas-batas kesiapan
kita untuk menghadapinya, baik secara teori pengetahuan
maupun pengalaman.

Dari realita yang ada kita bisa menyimpulkan bahwa


dinamika masyarakat modern telah menghadirkan sejumlah
kekhawatiran sekaligus menjadi tantangan serta peluang bagi
kita semua, khususnya lembaga pendidikan Islam, utamanya
pesantren, terlebih ketika pesantren telah go international.
Untuk itulah tepat pada tahun 2002 Pondok Pesantren Lirboyo

67
memperkenalkan kepada para santrinya tentang pengetahuan
umum lewat berbagai kegiatan ekstrakulikuler, yang meliputi
ilmu bahasa Inggris dan bahasa Arab yang dikemas dalam
program Lirboyo English Cours dan jurnalistik Kegiatan ini
diadakan di laboratorium bahasa yang terletak di dekat aula Al
Muktamar. Dengan demikian kemahiran dalam
berkomunikasi teramat dibutuhkan, baik komunikasi lokal
maupun interlokal.

Selain itu Pondok Pesantren Lirboyo juga memberikan


pendidikan computer terhadap santri yang berminat untuk
mempelajarinya. Selain dimaksudkan untuk menepis image
tentang kekolotan pondok pesantren, pendidikan ini
dimaksudkan agar nantinya santri lebih siap terjun dalam
masyarakat di era perang peradaban ini.

68
LAJNAH FALAKIYAH

Lajnah Falakiyah merupakan tim yang berada dibawah


naungan Pondok Pesantren Lirboyo. Dan ditetapkan langsung
oleh Badan Pembina Kesejahteraan Pondok Pesantren Lirboyo
(BPK P2L)
pada tanggal
17 Jumadil
Ula 1428 H/
03 Junt 2007
M. Tim ini
bertugas
mengadakan
rukyat, hisab,
praktek falakiyah, menyusun kalender dan almanak Pondok
Lirboyo. Pada awalnya, tim ini hanya berjumlah 6 orang
mutakhorijin Lirboyo yang memiliki keahlian dalam ilmu
Falak yang diketuai KH. Sholeh Abdul Jalil (Bandar Kidul) dan
beranggotakan Mudi Samsudi (jamsaren), Masruhan Zein
(Maesan Mojo), Agus Reza Zakaria (Slumbung), dan Ahmad
Yazid Fatta (Malang). Namun seiring dengan waktu dan

69
perkembanganya, tim Lajnah Falakiyah yang ternyata sangat
dibutuhkan oleh masyarakat seperti halnya penentuan jadwal
shalat, petunjuk awal bulan dan penentuan arah kiblat, serta
kursus dan konsultasi ilmu Falak. Melihat begitu banyak tugas
yang di bebankan, maka berdasarkan kebijakan BPK P2L
memutuskan adanya penambahan anggota baru yakni H. Saiful
Islam (kediri) dan Asmuji (Kras Kediri).

PENGAJIAN AL HIKAM

Pengajian ini sudah berlangsung sekitar 19 tahun silam.


Tepatnya pada
hari kamis
Legi pada
bulan Syawal
1420 H./1999
M. Setelah
wafatnya KH.
Idris Marzuqi
Pengajian Kitab Al Hikam dipimpin oleh KH. Anwar
Mansyur. Dalam pelaksanaannya bukan hanya mengaji kitab

70
kuning saja, namun juga diselingi dengan pengkajian politik,
berita-berita terkini bahkan terkadang juga ada akad nikah.

Rutinitas pengajian ini dilaksanakan setiap bulan sekali


pada hari Kamis Legi, Pengajian ini bukan hanya dihadiri oleh
para alumni dari Kediri saja, namun, juga para alumni yang
berasal dari luar kota. Tak lain adalah sebagai wahana untuk
tetap menjalin tali silaturrohin para alumni dengan Pondok
Pesantren Lirboyo.

HIMPUNAN ALUMNI SANTRI LIRBOYO (HIMASAL)

Pondok pesantren
adalah bentuk lembaga
pendidikan tertua di
Indonesia yang tetap
berdiri tegak hingga kini.
Pondok pesantren
ternyata sangat efektif
untuk mengembangkan
dan mempertahankan
ajaran Ahli Sunnah wal Jama'ah sekaligus mencetak ulama'-

71
ulama'nya. Oleh karena itu pondok pesantren harus
ditumbuhkembangkan dan diangkat, baik kualitas maupun
kuantitasnya. Untuk tercapainya tujuan tersebut, sangat erat
kaitannya kepada ulama' pondok pesantren yang selalu bersatu
padu memperkokoh tali silaturrahim, banyak bermusyawarah,
saling tolong menolong, bantu membantu baik yang bersifat
pribadi maupun organisasi yang dibentuk para alumninya.
Berdasarkan pemikiran di atas, maka para alumni Pondok
Pesantren Lirboyo dengan penuh kesadaran dan tawakkal
membentuk organisasi dengan nama Himpunan Alumni Santri
Lirboyo (HIMASAL).

Organisasi ini didirikan pada tanggal 26 Syawal 1416 H


bertepatan dengan tanggal 15 Maret 1996 M. Anggota
organisasi yang berlambangkan Pondok Pesantren Lirboyo
dengan ditambahkan tulisan HIMASAL ini adalah setiap santri
yang pernah belajar di Pondok Pesantren Lirboyo dan
menyetujui azas-azas, aqidah, dan tujuan organisasi serta
sanggup melaksanakan semua keputusan organisasi alumni
Kepengurusannya terdiri dari Dewan Pembina, Dewan
Penasehat dan Dewan Pimpinan. Dewan Pembina adalah
pimpinan tertinggi, pengelola, pengawas dan penentu

72
kebijakan organisasi alumni. Dewan Penasehat bertugas
memberi nasehat kepada Dewan Pembina dan Dewan
Pimpinan baik diminta maupun tidak. Sedangkan Dewan
Pimpinan merupakan pelaksana seluruh kegiatan organisasi
alumni. Keberadaan Dewan Pembina hanya berada di pusat,
sedangkan Dewan Penasehat terdiri sesepuh alumni sebanyak
sesuai dengan kebutuhan.

Tingkat kepengurusan organisasi yang berazaskan


Pancasila ini terbagi menjadi tiga macam: Kepengurus alumni
tingkat pusat yang disingkat dengan PP, Pimpinan Wilayah
untuk tingkat propinsi disingkat menjadi PW, dan Pimpinan
Cabang untuk tingkat kabupaten /kotamadya/kotatif yang
disingkat PC. Sedangkan Permusyawaratan organisasi ini
terbagi menjadi empat macam: Musyawarah Nasional
(MUNAS) untuk tingkat pusat, Musyawarah Besar (MUBES)
dan Musyawarah Wilayah (MUSWIL) untuk tingkat propinsi,
dan Musyawarah Cabang (MUSCAB) untuk tingkat
kabupaten kotamadya/ kotatif Keuangan organisasi ini
bersumber dari sumbangan yang tidak mengikat dan usaha-
usaha halal lainnya. Sedangkan yang pusat organisasi ini
bertempat di Pondok Pesantren Lirboyo Pada tahun 2001

73
tepatnya tanggal 17-19 Juli HIMASAL melaksanakan
MUNAS yang pertama kalinya. Sedangkan yang kedua
bertepatan dengan peringatan Satu Abad Lirboyo pada tanggal
17 Juli 2010.

Kini, HIMASAL telah memiliki kantor yang berlokasi di


lantai tiga Kantor Al-Muktamar. Tempat tersebut belum
difungsikan secara maksimal untuk menunjang kegiatan
keorganisasian induk HIMASAL dikarenakan masih dalam
tahap renovasi.

SUMUR TUA

Usia Pondok Pesantren Lirboyo kini sudah menginjak 109


tahun. Seiring
waktu tersebut,
sudah dapat
dipastikan
bahwa segala
sesuatu yang
berhubungan
dengan awal

74
berdirinya Pon.Pes Lirboyo merupakan barang kuno atau situs
sejarah. Salah satu diantaranya yaitu Sumur Tua.

Saat Tim Memory Al-Jazura meninjau dan meliput lokasi


Sumur Tua yang berada di sebelah utara Masjid Lawang Songo,
ternyata kurang terawat. Terbukti dengan banyaknya sampah
yang berserakan. Menurut salah satu sumber mengatakan
bahwa Sumur Tua ini akan terlihat bersih ketika ada airnya
(pada saat musim penghujan), karena digunakan oleh para
santri. Namun ketika musim panas, airnya akan surut. Ironis
memang Jika melihat fakta bahwa Sumur Tua ini menjadi
bukti sejarah sekaligus saksi bisu perjalanan Pondok Pesantren
Lirboyo dalam menyertai para santri bertolabul ilmi, ternyata
dirawat ketika bisa digunakan saja.

Dan sudah barang tentu seperti halnya tempat bersejarah


lainnya, Sumur Tua ini seharusnya di jaga oleh semua santri
(baik ketika digunakan maupun tidak) dengan cara tetap
menjaga kebersihan dilokasi Sumur Tua. Perlu diingatkan
bahwasanya Sumur Tua ini merupakan tempat yang istimewa
dan keramat. Karena selain digunakan untuk mandi para santri,
airnya juga bisa digunakan sebagai obat dari berbagai penyakit.
Dan sering kali para alumni ataupun peziarah mampir untuk

75
mengambil air dari Sumur Tua ini hanya untuk sekedar
tabarrukan.

LAJNAH WAQFIYYAH PONDOK PESANTREN


LIRBOYO

Karena dipandang sangat perlu untuk membentuk


kepengurusan dan banyaknya masyarakat yang ingin
nmewaqafkan tanah, secara resmi pada tanggal 24 Shofar 1434
H./07 Januari 2013 Pondok Pesantren Lirboyo membentuk
Lajnah Tauqifiyyah sebagaimana yang tertulis dalam ketetapan
BPK P2L No 03/BPK-P2L I1/2013, dengan susunan
personalia (dewan harian) sebagai ketua KH. Zamzami
Mahrus, sekretaris Bpk H.M. Abdul Mu'id Shohib dan sebagai
bendahara KH. Nurul Huda Ahmad.

Mulai saat itu lembaga khusus ini digunakan untuk


menangani wakaf di Pondok Pesantren Lirboyo seperti yang
telah dilakukan di Pondok Pesantren lainnya. Tujuannya
mempermudah masyarakat dalam menangani pewaqofan tanah
agar terprogram dan dikelola dengan baik sesuai fungsinya.

76
Sehingga tidak terjadi masalah seperti yang sudah pernah terjadi
di beberapa daerah.

PESANTREN REHABILITASI NARKOBA DAN


LAPANGAN FUTSAL

Pada hari rabu


tanggal 09 januari
2012 menjadi hari
bersejarah atas
direstuinya proyek
pembangunan
Pesantren
Rehabilitasi Narkoba yang terletak disebelah barat parkiran
anak nduduk yang bersebelahan dengan PPST Ar-Risalah.

Saat itu KH. Anwar Manshur bersama segenap pengurus


Pon.Pes Lirboyo mengadakan dzikir dan do'a bersama di atas
area yang akan dibangun gedung Pesantren Rehabilitasi
Narkoba. Selanjutnya secara simbolis beliau meletakan batu
pertama dan adukan semen ke salah satu tanah yang
sebelumnya telah di gali oleh para pekerja untuk pondasi.

77
Menyusul kemudian KH.An'im Falahuddin Mahrus, KH.
Abdul Kholiq Ridlwan, KH. Atho'illah Sholahuddin Anwar
(Pengasuh PPHMA) dan terakhir KH Ma'ruf Zainuddin
(pengasuh PPST Ar-Risalah). Setelah itu semua yang hadir
dalam acara beramah tamah bersama di tempat acara.

Bangunan itu telah berdiri kokoh dengan berlantaikan dua


tingkat di atas tanah seluas 37x13 m2 yang merupakan
sumbangan atas nama pemerintah khususnya Kemenpera
(kementrian Perumahan Rakyat). Bangunan ini sengaja
dibangun berdekatan dengan RSU Lirboyo karena maksud
dari pembangunan itu sendiri yang berkaitan erat dengan
kesehatan, yaitu merehabilitasi pasien kasus narkoba.

Sedangkan proyek pembangunan lapangan futsal yang ada


di area barat masjid Al-Hasan merupakan sumbangan dari
Kemenpora (Kementrian Pemuda dan Olahraga). Bangunan
yang kini telah rampung dan tinggal memfungsikan, sengaja
dibuka untuk umum.

Sebenarnya masih banyak pernak-pernik bangunan


bersejarah Lirboyo dan even-even besar lainnya yang akan
selalu terkenang dipikiran kita semua. Masih ingatkah bahwa

78
dahulu kita sering berebut air di Pancuran Seribu, bermain air
hujan, takbir keliling dengan beragam busana dan kreasi saat
idul adha, nonton bola final liga champions dan piala dunia di
lapangan aula Al-Muktamar, nonton tv bareng saat liburan di
depan gedung Al-Ittihad, dan lain-lain.

Juga even-even kunjungan tokoh alim ulama seperti Prof.


Dr. Sayyid Abdulloh bin Muhammad Baharun (grand Syekh
atau Rektor Universitas Al-Ahghaf Hadhramaut Republik Of
Yamani), Habib Salim Abdullah bin Umar As- Syatiri
(Pengasuh Ribat Tarim, Hadramaut, Yaman), dan Syekh Aly
As Shobuniy pengarang Kitab Tafsir Ayatil Ahkam yang
mengijazahkan semua kitab karangan beliau. Dan juga tokoh
tokoh nasional lainnya yang sangat banyak jika di catat.
Sungguh indah dan sangat berkesan pada saat itu Kini hanya
menjadi kenangan dan kisah kita untuk masa depan.

79
PONDOK PESANTREN UNIT LIRBOYO

PONDOK PESANTREN HAJI MAHRUS (HM)

Pondok Pesantren ini terletak kira-kira 100 M. sebelah


timur Masjid
Lirboyo.
Yang dirintis
sejak tahun
1952 oleh
KH. Mahrus
Aly. Pada
mulanya,
almaghfurlah KH. Mahrus Aly diberi lahan oleh almaghfurlah
KH. Abdul Karim untuk membuat rumah sekaligus majlis
ta'lim sebagai sarana mengajarkan atau membacakan kitab-
kitab kepada para santri. Kemudian di sebelah utara dari majlis
ta'lim dibuat sebuah kamar yang sangat sederhana, dengan
ukuran 2 M. x 4 M., sekedar tempat istirahat bagi santri yang
sehari-harinya berkhidmah kepada beliau.

80
Pada tahun 1956, santri yang bermukim bertambah
menjadi 20 orang, sehingga kamar yang semula dibangun tidak
cukup untuk menampung santri yang bermukim. Maka
dibangunlah kamar 02,03 dan 04 (sekarang menjadi bagian dari
jamiyyah as-Saidiyyah) dan kemudian dikenal dengan nama
HM. Pada tahun 1958 nama daerah HM ini dirubah menjadi
HP HM (Himpunan Pelajar yang berada di majlis ta'lim H.
Mahrus), Sementara masalah keorganisasian, kepengurusan
dan tata administrasi lainnya, masih mengikuti pada
kebijaksanaan pondok Induk.

Pada waktu kediaman KH. Mahrus Aly direnovasi,


bersamaan dengan itu pula dibangun 7 asrama baru dengan
dana murni dari swadaya santri dan saudagar dermawan dari
Losari, Cirebon. Kemudian, melihat perkembangan HM, yang
saat itu telah dihuni sekitar 150 santri, menggugah H. M.
Ma'mun (asal Gebang, Cirebon) bersama rekan-rekanya,
untuk ikut membangun tempat hunian para santri. Oleh sebab
itu, Pada masa itu, mayoritas penghuni HM berasal dari Jawa
Barat dan sedikit dari Brebes, Tegal dan daerah lainnya.

Tepat tahun 1960 almaghfurlah KH Mahrus Aly merubah


HPHM menjadi pondok unit yang segala administrasi dan

81
kepengurusannya ditentukan oleh pondok pesantren HM. Saat
itu pula, KH. Mahrus Aly mengumumkan kepada para santri
bahwa Musholla HM beralih status menjadi Masjid yang bisa
digunakan untuk i'tikaf, meskipun bukan masjid jami' untuk
melaksanakan jamaah sholat jumat.

Kini, Pondok Pesantren yang berdiri diatas lahan kira-kira


75x150 M memiliki beragam fasilitas diantaranya 1 ruang
tamu, 6 ruang musyawaroh, puluhan kamar mandi, aula, dan
34 kamar Huni yang terbagi dalam 7 jamiyyah far'iyyah, yakni
As-Saidiyyah, Al-Alyyah, Al 'Ishomiyyah, Al-Falahiyyah, Al-
Fathiyyah, An-Nidzomiyyah dan Al Musthofa.

PPHM menekankan visi terwujudnya pesantren sebagai


lembaga pendidikan islam ala Ahlisunnah waljama'ah yang
komprehensif dalam melakukan pendidian, pengabdian kepada
masyarakat dan pusat kajian ilmiah keislaman. Dengan misi
mencetak generasi islam salaf yang memiliki kemantapan
aqidah, kedalam spiritual dan keluhuran akhlaq serta memiliki
kemampuan intelektual keagamaan. Serta menumbuhkan
penghayatan dan pengalaman terhadap ajaran Islam secara
kaaffah dan melahirkan generasi yang siap mengabdikan diri
untuk umat dan bangsa.

82
PONDOK PESANTREN HAJI YA'QUB (PPHY)

Pondok Pesantren Haji Ya'qub adalah salah satu Pondok


Pesantren Unit
Lirboyo yang
didirikan oleh
KH Ya'qub bin
Sholeh.
KH.Ya'qub lahir
di Kediri pada
1881-1975 M. Berdasarkan silsilah, beliau masih terhitung
keturunan Syaikh Abdullah Mursyad Setono Lendean dari
jalur ayahnya, yaitu KH.Sholeh Banjarmelati.

Berdirinya Pondok Pesantren Haji Ya'qub tak bisa


dilepaskan dari asal-usul kedatangan KH. Ya'qub ke Lirboyo
Pada mulanya, KH. Ya'qub diutus Mbah Kiai Sholeh untuk
membantu dakwahnya KH. Abdul Karim dengan cara menjaga
keamanan pondok yang dimana saat itu Keamanan penduduk
Lirboyo semakin menjadi-jadi sehingga mengganggu
ketenangan pondok pesantren dan meresahkan para santri.
KH. Ya'qub yang terkenal seorang pendekar tangguh itu

83
terbukti mampu menangani persoalan keamanan di Lirboyo.
Dengan bantuan adik iparnya itu, Mbah Kiai Abdul Karim
merasa lebih tenteram dalam aktititas dakwahnya. Maka tak
heran jika kemudian hari, di setiap kali Mbah Kiai Abdul
Karim membacakan kitab bersama para santri; KH Ya'qub
selalu berada didekatnya.

Di Lirboyo, Mbah Kiai Ya'qub mendirikan langgar


angkring yang letaknya sebelah timur ndalem KH Ma'shum
Jauhari. Pada awalnya, santri yang terdapat di pesantren ini
hanya segilintir santri yang saat itu ikut nderek dengan Mbah
Ya'qub, seiring berjalannya waktu santri yang ikut mulai
bertambah ± sebanyak 60 orang. Untuk menampung santri
yang terus bertambah, maka dibangunlah asrama pada tahun
1979 yang saat ini biasa disebut dengan Pondok Lama yang
berada di sebelah selatan Ndalem KH. Nur Muhammad
Ya'qub. Perkembangan administrasi PPHY pun mulai tampak
dengan adanya Himpunan Pelajar pada tahun 1985.

Perkembangan selanjutnya berdiri pula jam'iyyah sholawat


nariyah ba'da Maghrib yang dipimpin oleh Beliau K. Ihsan
Bukhori (menantu Mbah Ya'qub) dan pada tahun 1988 dirintis
pula sholawatan setelah sholat jum'at yang diprakarsai oleh Ust.

84
Nurul Mubin (Mojokerto). Perjalanan sejarah berikutnya
adalah dirintisnya Musyawarah Fathal Qorib di tahun 1992
oleh Ust. Lutfi.

Mengingat semakin banyaknya para santri yang belajar di


pondok pesantren ini sekaligus belajar di jenjang sekolah
formal di luar lingkungan Pondok Pesantren Lirboyo, maka
atas alasan itulah pada tahun 1993 Madrasah Diniyah Haj
Ya'qub didirikan yang diperuntukan bagi santri yang sekolah di
luar pesantren (sekolah formal) atau santri yang tidak bisa
mengikuti pendidikan madrasah diniyyah di pondok Induk
(MHM). Yang menimba ilmu di Madrasah Diniyyah Haji
Ya'qub ini tidak hanya santri menetap di Pesantren melainkan
juga penduduk sekitar pesantren juga menimba ilmu disini.

Jenjang pendidikan Madrasah Diniyyahnya 12 tahun


mulai dari l'dadiyah, Ibtida'iyyah (6 tahun), Tsanawiyah (3
tahun), dan Aliyah (3 tahun). Kurikulum yang diterapkan
adalah sebagaimana kurikulum di Madrasah Hidayatul
Mubtadi-in (MHM) Induk dengan berbagai penyesuaian
keadaan santri PPHY yang notabene merangkap sekolah
formal.

85
Seiring meningkatnya jumlah santri, pengembangan
dalam diri PPHY pun meningkat dengan tambahnya beberapa
fasilitas yang ada diantaranya: musholla, asrama santri, kantor
pendidikan, kantor keamanan sebagai tempat perizinan para
santri, kantor PLP, ruang tamu berlantal dua lengkap dengan
MCK untuk tamu, kantor madrasah serta MCK santri yang
pada awal tahun 2009 lalu telah selesai dibangun, MCK untuk
santri ini merupakan sebuah program kerjama dengan
SANIMAS (Sanitasi Oleh Masyarakat) Terdiri dari 12 ruangan
yang menghasilkan Biogas yang dimanfaatkan oleh santri untuk
memasak.

Demi menampung bakat dan kretifitas dan menunjang


belajarnya santri, pesantren ini mengadakan kegiatan
ekstrakurikuler sebagai wadah kreativitas santri yang berupa
(khithobah, diba'iyah, tahlil dan cara berorganisasi) yang
terkemas dalam sebuah jam'iyyah yang bernama Jam'iyyah Ar-
Rohmah yang terdiri dari beberapa wilayah yaitu Jam'iyyah
Kasbiyah (sekarang diganti Jam'iyyah Al Anshoriyah),
Jam'iyyah Futuhiyyah, Jam'iyyah Raudlatut Thalabah dan
Jam'iyyah Hablul Ukhowah. Selain kegiatan ekstra jam'iyyah
ada juga kegiatan ekstra yang berupa seni baca Al Qur'an setiap

86
jum'at sore, pencak silat pagar nusa aliran cimande, rebana,
sorogan kitab, bandongan/kilatan, LBM & MGS.

PONDOK PESANTREN PUTRI HIDAYATUL


MUBTADI-AAT (P3HM)

Kebutuhan
akan pendidikan
tidak memandang
kelompok. Maka
wajar jika KH.
Mahrus Aly (alm)
mengutarakan
pemikiran ini kepada putri beliau yakni Ibu Nyai H Ummi
Kultsum, istri KH. M. Anwar Manshur, untuk mendirikan
sebuah pondok pesaantren putri. Semula beliau merasa ragu
untuk melangkah, namun setelah kembali berfikir dan melihat
begitu dibutuhkannya pendidikan agama untuk wanita.
Akhirnya tepat pada tanggal 15 September 1985 M/01
Muharram 1406 H. Memantapkan hati untuk mendirikan
Pondok Pesantren Putri Hidayatul Mubtadi-aat (P3HM).

87
Diawali dengan datangnya dua orang santri putri yakni
Kholifah (asal Jakarta), Nur Hayati (asal Karawang) dan para
khodimah keluarga Pondok Pesantren Lirboyo. Mereka
mengaji sorogan langsung kepada Ibu Nyai Hj. Ummi
Kultsum yang dibantu oleh Ibu Nyai Hj. Siti Sa'adah (istri KH
Habibulloh Zaini). Ketika jumlah santri sekitar 15 orang,
sistem belajar yang dipakai P3HM ditingkatkan dengan
menggunakan kurikulum sistem Madrasah. Meski metodenya
berubah, namun pengajian kitab-kitab kuning dengan sistem
sorogan di luar jam sekolah tetap digelar Sistem Pendidikan
Madrasah ini secara formal diterapkan mulai tahun ajaran
1987-1988 M./1407-1408 H. dengan nama MHM,
selanjutnya pada tahun 1418 H. dirubah menjadi Madrasah
Putri Hidayatul Mubtadi-aat (MPHM). Jenjang pendidikan di
MPHM adalah I'dadiyah (terbentuk di tahun ajaran 1993-1994
M.), Ibtidaiyah dan Tsanawiyah. Mendung bergelayut, Sang
pengasuh, Ibu Nyat H Ummi Kultsum berpulang ke
rahmatulah pada 27 Maret 1997. Namun meski demikian,
tidak menyurutkan himmah para santri putri untuk terus giat
belajar. Terbukti, terhitung sejak tahun 2002 hingga saat ini,

88
santri P3HM tercatat meraih 36 prestasi dari berbagai macam
lomba baik skala lokal maupun nasional.

P3HM terus berbenah dari tahun ke tahun, selain


pendidikannya, sarana dan prasarananya juga turut dibenahi.
Berdasarkan sensus pada tahun ini (2014) tercatat 996 santriwati
menimba ilmu, Mereka menempati 36 kamar dengan
kelengkapan fasilitas penunjang, Mulai perpustakaan gedung
sekolah, aula, toko kitab, rental komputer wartel, ruang tamu,
ruang kesehatan dan beberapa kantin.

PONDOK PESANTREN PUTRI TAHFIDZIL QUR'AN


(P3TQ)

P3TQ adalah
sebuah nama yang
merefleksikan
identitas dan ciri
khas pondok ini
yaitu pondok yang
mengkolaborasikan antara pengajian AI-Qur'an baik secara
tahfizh maupun qiro-at dengan berbagai kajian kitab-kitab

89
kuning karya ulama' Salafus Sholeh yang dipelajari para santri
secara terorganisir sesuai dengan kurikulum madrasah dan telah
disahkan oleh Ramo Yai pada saat sidang paripurna.

Pesantren putri ini berdiri tahun 1986 M yang bermula


dari keinginan seseorang. Waktu itu, sang tamu dari daerah
Bojonegoro mengantarkan sekaligus menyerahkan putrinya
yang bernama Arifah kepada KH Ahmad Idris Marzuqi guna
sekedar berkhidmah. Namun Romo Yai Idris Marzuqi
menolak permintaan itu dengan halus. Setelah mendapat
desakan terus menerus, beliaupun mengizinkan Arifah untuk
berkhidmah membantu kesibukan keluarga beliau sekaligus
menjadi penyimak Ibu Nyai Hj. Khodijah ketika melalar
hafalan al-Qur'an.

Dalam waktu relatif singkat, santri putri yang mempunyai


keinginan sama mulai berdatangan. Ketika jumlah santri telah
mencapai 4 orang, timbul keinginan KH. Ahmad Idris
Marzuqi untuk membangun asrama bagi mereka. Dan pada
tahun 1992 gedung P3TQ yang letaknya bersebelahan dengan
Ndalem Romo Yai Idris dibangun menjadi tiga lantai. Saat
itulah, Romo Yai Idris Marzugi memberi nama pondok kecil
ini "Tahfizhil Qur'an".

90
Untuk meningkatkan kualitas keilmuan para santri, KH
Ahmad Idris Marzuqi memberikan instruksi pada salah satu
khodim beliau yaitu Bapak Azizi Chasbulloh dari Malang,
untuk memberikan pengajian sekedarnya. Perintah inilah yang
menjadi cikal bakal berdirinya Madrasah Hidayatul Mubtadi-
aat Fittahfizhi Wal Qiro-at (MHMTQ) yang diresmikan pada
tahun 1992. Dan semenjak tahun 2005 hingga kini MHMTQ
memiliki tiga jenjang pendidikan bertingkat, yakni
Ibtidaiyyah, Tsanawiyah dan Aliyyah. Selain itu, untuk
mengasah kematangan para siswi dalam penguasaan materi.
Selain edukasi di dalam kelas, dibentuklah M3HMTQ, sebuah
organisasi siswi intra sekolah yang khusus menangani sorogan
kitab kosongan, setoran nazhom, Musyawaroh dan Bahtsul
Masa-il. Sebagai pelengkap kesiapan santri untuk terjun dan
berkiprah di masyarakat P3TQ melengkapi kegiatannya
dengan Extrakurikuler, diantaran kegiatan seni baca al-Qur'an,
Jam'iyyah Sholawat Dibaiyyah, Sholawat Barzanjiyah,
Jam'iyyah Burdah, Manaqibiyah (baca dan Syi'ir ),
Khithobiyah, syarhil qur'an, Tata Busana dan pada tahun 1998
dibentuklah Lajnah Pengembangan Bahasa Arab (LPBA) serta
pada tahun 2006 terbentuk Lajnah Pengembangan Bahasa

91
Inggris (LPBI) atas titah Romo Yai supaya para santri
membiasakan berbicara dengan bahasa Arab dan bahasa Inggris
dalam kesehariannya.

Seiring dengan bertambahnya santri, gedung yang tersedia


dirasa semakin sesak dan tidak bisa menampung banyaknya
santri, sehingga dibangunlah gedung baru sebagai sarana
pendukung dalam kegiatan belajar mengajar. Tahun 1999,
bertepatan dengan penyelenggaraan Muktamar NU XXX di
Pondok Pesantren Lirboyo, dibangunlah aula sebagai pusat
segala aktifitas Hingga saat ini fasilitas yang dimiliki oleh P3TQ
Timur adalah 4 Kamar, Aula, Musholla, Ruang Perpustakaan,
Ruang kantor, tempat sambangan, 2 Kantin, Koperasi, 21
Kamar mandi,2 jemuran dan wartel dengan 2 KBU yang
berada di dalam pondok.

Sedangkan P3TQ Barat yang mulai dibangun pada tanggal


2 Januari tahun 2007 dan diresmikan oleh Romo Yai dan Ibu
Nyai pada bulan Juli 2008 dengan disaksikan oleh dzuriyah
Bani Marzuqi berdiri di atas lahan seluas 77 885 M yang terletak
di sebelah selatan Ndalem Barat KH.Ahmad Idris Marzuqi,
memiliki beberapa fasilitas, 17 Kamar, Koperasi, Kantin,
Ruang Kesehatan, Perpustakaan, Kantor Keamanan, Kantor

92
Sekretariat P3TQ, Kantor Sekretariat MHMTQ, 11 Lokal
Kelas, Aula, Ruang Sambangan, Mushola, Ruang Kebersihan
dan 44 Kamar Mandi, Wartel dengan 2 KBU Dan Ruang
Keputrian yang dilengkapi dengan mesin jahit dan mesin obras.
Dan Tepat pada tanggal 28 april 2012 oleh Al-Habib Umar Bin
Hafizh dari Yaman dalam kunjungan multaqo beliau ke
Indonesia meresmikan gedung lantai II yang saat ini
dipergunakan sebagai pusat aktifitas pondok dan madrasah.
Kini, pada tahun 2014 jumlah santri P3TQ telah mencapai 618
santri, yang meliputi 466 santri bertempat di P3TQ Barat
(Santri Ibtidaiyah serta Tsanawiyah) dan 152 santri di P3TQ
Timur.

PONDOK PESANTREN PUTRI HIDAYATUL


MUBTADI-AAT AL-QUR'ANIYYAH (HMQ)

P3HMQ singkatan Pondok Pesantren Putri Hidayatul


Mubtadi'at Al-Qur'aniyyah yang merupakan salah satu unit
pondok pesantren lirboyo Kediri yang bergerak khusus dalam
bidang al-qur'an. Terletak tepat di sebelah timur PPHM
Pondok yang didirikan oleh KH. Abdulloh Kafabihi Mahrus
beserta Ibu Nyai Hj. Azzah Nur Laila ini, berdiri pada tahun

93
1986 M. yang berawal dari permintaan anak-anak kampung
sekitar untuk mengaji kepada beliau. Pada waktu itu belum ada
sarana bermukim
santri yang
memadai, akhirnya
KH. Mahrus Aly
(Ayahanda KH.
Abdulloh
Kafabihi)
mengamanatkan
untuk memperluas dan memperbaiki bentuk fisik bangunan
yang ada, sebagai antisipasi penambahan santri selanjutmya,
Sejalan dengan itu datanglah 2 santri dari Ciledug dan Cirebon
Jawa Barat luar daerah. Seiring berjalannya waktu, seorang
santri tegal gubug cirebon yang mulanya ingin menuntut limu
kepada KH mubasyir Mundzir (PP Maunah sari Kediri) namun
berkat saran dari ibu nyai Hj. Umi Kultsum (kakanda KH.
Abdulloh Kafaabihi Mahrus) akhirnya santri tersebut mengaji
pada lbu yai Hj. Azzah Nur Laila. Selang beberapa waktu
kemudian datang lagi dua orang santri dari Ponorogo dan
Ngawi, Dan Santri tersebut sementara ditempatkan di

94
musholla peninggalan Ibu Nyai Hj. Zainab Abdul Karim (Istri
KH. Mahrus Aly) dikarenakan asrama tersebut belum selesai
dibangun.

Setelah berjalan dua tahun, P3HMQ terus mengalami


perkembangan jumlah santri yang cukup signifikan, sehingga
pada tahun 1989 M. gudang padi peninggalan Ibu Nyai Hj
Zainab dirombak menjadi sarana penunjang belajar mengajar
Al-Qur'an. Pada tahun 1990 bekas garasi mobil peninggalan
KH Mahrus Aly direnovasi menjadi mushola sebagai sarana
peribadatan dan belajar serta kegiatan seremonial lainnya.

Di tahun 1994 M. P3HMQ melakukan perombakan


sistem pendidikan yang semula bermetode klasikal dirubah
dengan berkiblat kepada kurikulum sebagaimana yang berlaku
dipondok pesantren putra dengan tetap mempertahankan
platform Al-Qur'an guna mencetak kader kader militan dalam
bidang menghafal dan memahami Al-Qur'an. Dan inilah yang
menjadi cikal bakal berdirinya Madrasah al-Hidayah P3HMQ,
yang kini memiliki lima jenjang pendidikan: Tingkat
I'dadiyah, Ibtida'iyah, Tsanawiyah, Aliyah dan Ma'had Aly.
P3HMQ juga mengembangkan kreatifitas santrinya dalam
berbagai bidang, yang bisa disalurkan melalui Jam'iyyah

95
Khithobiyah, Diba'iyyah. Praktek Ubudiyah, dan Majalah
Dinding ar-Rabiet.

Dalam hal pendidikan Al-Qur'an, P3HMQ


menggunakan metode sorogan langsung kepada Ibu Nyai Hj
Azzah Noor Laila, baik bil ghoib maupun bin nadzor.
Sedangkan untuk menambah pengetahuan dan keilmuan para
santri, Seksi Pendidikan mengadakan pengajian kitab kuning
yang dikemas dalam kegiatan ekstrakurikuler.

Kini, P3HMQ tahun ajaran 2013-2014 M terus berbenah


diri, Dengan jumlah santri sebanyak 277 orang, telah memiliki
berbagai sarana dan pra sarana. Diantaranya adalah kantor
pondok dan Madrasah, ruang kelas, Perpustakaan, koperasi
kitab, kamar pengurus dan 7 kamar santri, musholla, ruang
kesehatan, kamar tamu, aula lantai 2 dan 3 serta beberapa
fasilitas yang lainnya, termasuk taman yang membuat suasana
tampak sejuk nan asri.

96
PONDOK PESANTREN HM PUTRA ALMAHRUSIYYAH

Semula KH. Imam Yahya Mahrus beserta keluarga


menempati rumah yang bersebelahan dengan kediaman KH
Mahrus Aly
(sekarang
Toko Affel).
Kemudian
tepat pada
tanggal 27
Romadlon,
Beliau beserta
keluarga pindah kerumah baru yang jaraknya 150 m kearah
timur dari kediaman lama. Lalu, berdasarkan isyarat dari KH.
Mahrus Aly yang menunjuk tanah yang ada disamping barat
dan depan rumah untuk segera dibeli. Maka beliaupun
mengupayakan untuk dapat memilikinya guna menjadi tempat
mendidik para santri. Tercatat santri pertama yang diasuh aleh
KH Imam Yahya Mahrus adalah Kang Saimin, Masduqi,
Saiful, dan Irfan.

Cikal bakal berdirinya pesantren ini adalah hasil dari


pengamatan KH.Imam Yahya Mahrus yang melihat kualitas

97
mahasiswa makin lama makin menurun dalam hal ilmu agama
dan banyak sekali Mahasiswa yang tercecer di kos-kosan.
Hingga akhirnya pada tahun 1986 beliau membuat
gotakan/loker di ndalem Timur dengan 6 kamar digunakan
untuk menampung 36 santri, Gedung itu bernama gedung
AlFatah" (sekarang ditempati santri Putri) yang diresmikan pada
tanggal 1 Agustus 1988/10 syawal 1408 H. Dan semenjak
inilah, Pesantren ini resmi menjadi bagian dari Ponpes Lirboyo
dengan nama PP Ibnu Rusydi (nama kecil KH Mahrus Aly).

Pada awalnya pesantren yang sempat berubah nama


dengan sebutan PPHM-Putra ini, hanya diperuntukkan untuk
kalangan Mahasiswa saja. Namun dalam perkembangannya
banyak berdatangan santri dari anak-anak MTs dan Aliyah. Hal
ini pun disambut dengan tangan terbuka oleh KH. Imam
Yahya Mahrus. Sehingga tepat pada tanggal 21 juni 1986
didirikanlah Madrasah Aliyah (MA) HM Tribakti yang berada
di bawah naungan Yayasan Al-Mahrusiyyah, yang diresmikan
oleh KH M Anwar Mansur. Selain lembaga formal MA
(madrasah Aliyah), Pondok Pesantren HM Al-Mahrusiyyah
juga memiliki beberapa lembaga, yakni: Madrasah Diniyah Al-
Mahrusiyyah, Madrasah Murottilil Qur'an Al-Mahrusiyyah,

98
Madrasah Tsanawiyah HM Tribakti, TK Kusuma Mulia
Tribakti, koperasi Pondok Pesantren dan perpustakaan
Pondok Pesantren. Kini, PP HM Putra AL-Mahrusiyah tahun
ajaran 2013- 2014 M telah memiliki beragam sarana dan
prasarana, mulai puluhan lokal belajar, puluhan kamar huni
untuk 800-an santri, lapangan basket, voly sampai lapangan
tenis, yang ditunjang juga dengan berbagai kegiatan ekstra
kurikuler. Diantaranya Manaqib, Sab'ul Munjiyat, senam Way
Tang Kung dan Bela Diri (Pagar Nusa), Wushu, serta
Taekwondo.

PONDOK PESANTREN HM PUTRI ALMAHRUSIYYAH

Pondok pesanten ini dirintis sejak tahun 1987 dengan


nama PPHM
Putri Tri Bakti.
Kemudian,
tepatnya pada
tanggal 06 Januari
2001 Pesantren ini
berganti nama
menjadi PP.HM putri Al-Mahrusiyyah. Dan tertanggal 18

99
Desember 2003 pesantren ini resmi membagi lokalnya (lokasi)
menjadi dua, yaitu: PP HM Patri Al Mahrusiyyah 1 (barat)
bertempat di JL KH. Abd. Karim No. 99 Lirboyo yang dihuni
sekitar 203 santri, dan PP. HM Putri Al-Mahrusiyyah 2
(selatan) berada di Jl. Penanggungan No. 44B yang dihuni
sekitar 106 santri (khusus siswi Madrasah Tsanawiyah). Dan
ditahun 2012 Tepatnya Bulan September di resmikan
penambahan Pondok Unit Al-Mahrusiyah yang bertempat di
belakang ndalem baru.

Walaupun secara lahiriah Poadok pesantren terbagi


menjadi tiga, namun pondok pesantren ini tetap bernaung di
bawah satu Yayasan dengan tetap berpacu pada program yang
disusun PPHM Putri Al-Mahrusiyah 1. Adapun program
pendidikan yang dianut pesantren Ini adalah system Full Day
School yang mencakup kegiatan Sekolah Formal, Istighotsah,
Madrasah Diniyah, Manaqib Syeikh Abdul Qodir Al-jailani,
Muhafadloh Sab'al Munjiyat, Madrasah Murotilil Qur'an,
Bahtsul Masa'il, Pengajian kitab-kitab Sałaf dan Haul
Akhirussanah. Sedangkan Program Ekstra Kurikuler, meliputi
Hadlroh, Rebana, Takhossus Nahwu dan Shorof, Olahraga,
Kursus Bahasa Inggris, Bahasa Arab, dan komputer.

100
PP.HM Putri Al-Mahrusiyyah yang saat ini (tahun ajaran
2013-2014 M) mengalami kemajuan cukup pesat. Hal ini
dapat dilihat dari sarana penunjang dan faslitas kegiatan PPHM
Putri Al Mahrusiyyah yang lengkap, terdiri dari: Kantor Pusat
Administrasi, Ruang Kantor, Pelayanan Umum, Ruang
Guru/Asatidz, Aula, Koppontren, Perpustakaan, Asrama
Santri, Lapangan Olah Raga, Wartel, dan Rental komputer.

PONDOK PESANTREN HM ANTARA (HMA)

Berawal dari usulan wali santri yang sowan kepada Romo


KH M. Anwar
Manshur, untuk
mengumpulkan
santri-santri di
bawah umur
karena khawatir
akan
perkembangan
dan masa depan anak-anaknya. Dengan anggapan lingkungan
pergaulan saat itu cenderung mengarah pada perilaku-perilaku
yang tidak sesuai. Dan pada akhirnya Romo KH M. Anwar

101
Manshur menugaskan putra beliau (KH Atho'illah
Sholahuddin) untuk menampung santri-santri dibawah umur.
Dalam rangka menindaklanjuti amanat tersebut, beliau KH.
Atho'illah Sholahuddin memberi instruksi kepada seluruh HP
(Himpunan Pelajar ) yang ada di bawah naungan Pondok
Pesantren Lirboyo untuk mendata dan sekaligus
mengumpulkan santri-santri di bawah umur di Ndalem KH
Atho'illah Sholahuddin.

Pada tahap awal hanya HP DKI Jakarta saja yang merespon


instruksi ini. Yang pada saat itu Bpk Daud Hendi Isma'il (ketua
HP DKI) banyak santri-santri dari HP DKI Jakarta pindah dan
menetap di Ndalam KH Athoillah Sholahuddin. Untuk
membantu membimbing santri-santri tersebut, akhirnya KH.
Atho'illah Sholahuddin memanggil Bpk Rifai Atho' dari
Brebes dan Bpk Mujahid Kholili dari Jogjakarta. Dan pada saat
itu telah terkumpul sekitar 18 santri yang berasal dari Jakarta
dan daerah-daerah yang lain yang di antaranya adalah Martha
Aly dari Bekasi, Suherman dari Jakarta, dan Rusydiyansah dari
Kalimantan. Kemudian karena belum memliki nama, akhirnya
Bpk Mujahid Kholili (Pak Mujahid) dan Bpk Rifai Atho' (Pak
Rifa'i) mengadakan musyawaroh untuk mencari nama untuk

102
Pondok pesantren ini. Dengan persetujuan K. Athoillah
Sholahuddin akhirnya HM ANTARA ( Hidayatul Mubtadi'in
Anak Tahap Remaja ) yang dipilih untuk menjadi nama
Pondok pesantren ini, juga karena Pondok pesantren ini berada
di antara PP HM Putra Al-Mahrusiyyah (KH Imam Yahya
Mahrus) dan PP. HM Ceria ( KH Abdulloh Kafabihi Mahrus
). Dan akhirnya pada tanggal 19 Mei 1996 M. pondok ini
diresmikan dengan nama "Pondok Pesantren HM Antara".

Demi terjaga ketertiban seluruh kegiatan di PP HM


Antara ini, Bpk Mujahid ditunjuk untuk menjadi ketua
pondok pertama dan dilanjutkan dengan meminta Bpk.
Abdurrouf Qosasih dan Bpk. Daud Hendi Isma'il yang
keduanya dari Jakarta untuk membantu membimbing santri-
santri PP HM Antara yang mayoritas masih anak-anak.

Lambat laun, PP HM Antara mengalami banyak


perkembangan, baik secara fisik maupun aktifitas yang
diselenggarakan. Adapun program kegiatan PP HM Antara
meliputi Wajib sholat berjama'ah, Istighotsah (tiap malam
Senin dan Jum'at), Pengajian al-Quran, Sorogan kitab kuning,
Pengajian kitab-litab salaf, Wajib belajar, Musyawaroh kitab
kuning dan bahtsul masa-il, Jam'iyyah setiap malam Jum'at,

103
Pendidikan ekstrakulikuler, qiroah, dhiba' dan praktek
ubudiyyah). Sedangkan pendidikan sekolah Diniyah masih
bergabung dengan Madrasah Hidayatul Mubtadi-in [MHM].
PP HM Antara untuk tahun ajaran 2013-2014 M. telah
memiliki berbagai fasilitas penunjang kegiatan ± 154 orang
santri. Diantaranya; Musholla, 1 ruang Kantor 2 ruang Ruang
tamu/Kamar tamu, 22 Kamar santri, 10 ruang MCK, Tempat
Parkir, Kantin.

Sesuai dengan nama dan tujuan awal pembentukannya,


pondok pesantren ini lebih ditekankan pada pembinaan santri
yang masih anak-anak dan menjelang remaja, Hal ini
dimaksudkan untuk menjaga santri agar tidak banyak
terpengaruh oleh kebiasaan dan pola pikir santri dewasa yang
belum sesuai dengan karakter mereka.

PONDOK PESANTREN DARUSSALAM (PPDS)

Tepat pada tanggal 8 Dzulhijah 1422 H / 20 Februari 2002


M. pondok pesantren Darussalam atau biasa disingkat dengan
sebutan PPDS resmi menjadi salah satu pondok pesantren unit
di Lirboyo. Dinamakan dengan Darussalam sebab pesantren ini

104
berada dilingkungan yang asri, nyaman dan damai dengan
pemandangan
pegunungan disisi
baratnya, atau
menurut versi yang
lain karena sang
pengasuh berasal
dari desa Salaman
Magelang Sehingga muncul nama Darussalam.

Awalnya komplek ini hanyalah beberapa gubug yang


berfungsi sebagai tempat tinggal para khodim dan tempat
singgah para tamu KH. A. Mahin Thoha. Lambat laun seiring
dengan perputaran waktu, semakin banyak santri yang
mendatangi kawasan ini, guna mencari suasana nyaman dan
tenang untuk konsentrasi belajar. Sehingga gubug-gubug itu
tak ubahnya bagaikan sebuah asrama. Menyikapi keadaan
demikian bahwa semakin banyaknya santri yang berdatangan
dan bermukin dilokasi ini, maka didirikanlah bangunan-
bangunan untuk menunjang kebutuhan. Hingga tahun ajaras
2013-2014 M, PPDS tercatat dilengkapi beberapa fasilitas,
yang meliputi Musholla, Kamar huni untuk 165 santri, Aula,

105
MCK, toko dan kantin, serta gedung Andalus letter L dengan
2 tingkat dan tengah 3 lantai.

PONDOK PESANTREN PUTRA PUTRI ALBAQOROH

Awal didirikannya Pondok Pesantren Putra-Putri Al


Baqarah bisa
dikatakan punya
dua kaitan,
Pertama, ketika
hendak mendirikan
rumah yang
sekarang beliau
tempati ini, KH. Hasan Zamzami Mahrus diijazahi oleh Abah
beliau, KH. Mahrus Ali, untuk sering-sering mewiridkan surat
Al Baqarah ketika mendirikan rumah nanti dan
melanggengkan dalam mengamalkannya. Kedua, selain dari
alasan yang pertama tadi, beliau juga dinasihati untuk
memelihara sapi perah, dan beliaupun memulainya sekitar
tahun 1996 M. Ketika itu hanya ada beberapa santri yang ikut
mengabdi pada beliau, hingga kemudian peternakan sapi beliau
bertambah dan semakin bertambah pula Santri putra dan santri

106
putri yang ikut mengabdi kepada beliau hingga berjumlah
sekitar 60-an.

Sampai pada jumlah sebanyak itu, Pondok Pesantren Putra


Putri Al-Baqarah belum resmi berdiri karena jumlah semua
santri yang ikut beliau berstatus sebagai Santri Ndalem
(Khodim). Hingga pada tahun 2004 M perwakilan dari santri
Pati dan Kudus yang berdomisili di asrama Pondok Induk
Lirboyo sowan untuk meminta izin mendirikan asrama di
belakang ndalem beliau, karena di Pondok Induk belum ada
asrama resmi untuk santri Pati dan kudus, dan beliaupun
memberikan izin.

Sistem pendidikan Pondok Pesantren Putra-Putri Al-


Baqoroh pada dasarnya mengikuti sistem yang ada di Madrasah
Hidayatul Mubtadi-ien untuk santri putra, sedangkan untuk
santri putri mengikuti sistem yang ada di Madrasah Al-Hidayah
P3HM. Adapun di luar pendidikan Madrasah, santri putri
diasuh langsung oleh Ibu Nyai Hj. Nur Hannah dibidang
tahfidz Al Qur'an, sorogan Al-Quran bin nadzor dan Pengajian
Kitab.

107
Seiring waktu, Santri PP Putra-Putri Al-Baqoroh terus
bertambah. Berdasarkan sensus pada taun ajaran 2013-2014 M
tercatat sekitar 150 Santri. Untuk menata kepengurusan pun di
perbaiki sampai menjadi lebih baik. Begitu pula dalam
managementnya di tata dengan exentatif. Yang awalnya
program program belum maksimal, hingga saat ini telah
berjalan sesuai dengan rencana dan baik.

PONDOK PESANTREN MUROTILIL QUR-AN (PPMQ)

Berdirinya pondok pesantren unit Lirboyo yang satu ini,


tidak bisa dilepaskan dari Madrasah Murottilil Qur'an (MMQ)
yang dirintis oleh Al-
Ustadz KH Maftuh
Basthul Birri.
Madrasah berawal
sekitar tahun 1397 H.
/ 1977 M. yang kala
itu berupa pengajian
dengan sistem sorogan yang diasuh langsung oleh KH. Maftuh
Basthul Birri. Karena semakin banyaknya santri yang mengaji,
maka sekitar tahun 1979/1980 M. MMQ berdiri sebagai

108
lembaga pendidikan Pondok Pesantren Lirboyo yang khusus
membidangi Al-Qur'an.

Kepengurusan MMQ sendiri mulai dibentuk tahun 1990


nan mengingat kuantitas siswa yang terus bertambah, MMQ
merasa perlu untuk memilah siswanya dalam beberapa
tingkatan. Maka dibentuklah jenjang pendidikan dengan
tingkatan Ibtidaiyah, Tsanawiyyah, dan Aliyyah. Kemudian
sekitar tahun 1997, dibentuklah sebuah jam'iyyah sebagai
media ta'aruf antar santri MMQ dan ajang pendidikan yang
bersifat ekstra kurikuler. Diantara kegiatannya adalah
mengembangkan bakat santri dalam seni baca Al-Qur'an.

Setiap tahun, MMQ terus melakukan perkembangan.


Dan di tahun 2011 ini, dalam MMQ terdapat lima tingkatan.
Pertama, tingkat l'dadiyah. Waktunya setengah tahun, dengan
materi; Buku Turutan A, Ba, Ta Jet Tempur, mempelajari dan
membaca mulai Surat Al-A'la sampai Surat An-Nas. Kedua,
tingkat Ibtidaiyah. Waktunya setengah tahun, dengan materi:
Buku Persiapan Membaca Al-Qur'an, Buku Bonus Agung
Yang Terlupakan, mempelajari dan menghafal mulai Surat Al-
A'la - Surat An-Nas. Ketiga, tingkat Tsanawiyah. Waktunya
setengah tahun, dengan materi: Buku Standar Tajwid (Fathul

109
Manan), Manaqibul Auliya'il Khomsin, mempelajari dan
menghafal mulai Surat Al-A'la - Surat An-Nas, Surat Yasin,
Al-Waqi'ah dan Bacaan-bacaan Ghorib. Ketiga tingkat Aliyah.
Waktunya kurang lebih satu tahun setengah, dengan materi:
Buku Mari Memakai Rosm Utsmany, sorogan al- Qur'an
mulai juz 1 - juz 30 dan menghafal Qishoris suwar.

Sedangkan tingkatan keempat adalah Sab'atul Qiro-at


Waktunya kurang lebih dua bulan dan diperuntukkan bagi
siswa yang sudah selesai setoran al-Quran 30 juz, telah sukses
menghafalkan surat- surat pendek (antara lain; juz 30, Al Mulk,
Al Waqi'ah, Ad Dukhon, Yasin, As Sajdah, Al Kahfi.) dan telah
terdaftar sebagai peserta Takhtiman (Khotmil Quran).

Pada tanggal 16 juni 2002, MMQ meresmikan cabangnya


di daerah Batam. Kala itu, meski dengan fasilitas minim
(bahkan tempat mengajinya masih meminjam lahan yang
terletak di kawasan liar Belakang Dormitori Blok R kawasan
industri Batamindo Muka Kuning), MMQ Batam telah dikuti
kurang lebih 600 siswa dengan tingkatan yang sama dengan
MMQ Pusat, yaitu tingkatan Jet Tempur, lbtidaiyyah,
Tsanawiyyah, Aliyyah. hafizh, dan Qiro-ah Sab'ah. Cabang

110
MMQ dengan Akte Notaris Yondri Darto S.H No.196 tanggal
20 Juli 2004 ini, kini telah diikuti oleh lebih dari 4000 santri.

Selain MMQ, di dalam Pondok Pesantren Murottill Qur-


an (PPMQ) juga ada Majlis Qiro'ah Wat Tahfidz (MQT).
Kegiatannya terbagi dua, harian dan mingguan. Harian
meliputi sholat Jamaah lima waktu, qiyamullail, mengaji setor
hafalan (Ba'da Jamaah Sholat Subuh), murottalan bersama
(aktivitas memperbaiki Al-Qur'an, membenahi makhroj, dan
menerapkan sifaatul huruf yang dilaksanakan setelah jamaah
sholat Dzuhur), dan mengaji Takror Hafalan (sebuah kegiatan
yang mngumpulkan antara guru dan santri guna mengulang
dan memahirkan hafalan Al-Qur'an, disamping penyampaian
materi kitab-kitab tajwid setelah jamaah sholat Asar).
Sedangkan kegiatan mingguannya adalah musyawarah kitab-
kitab tajwid (Kamis sore), Jam'iyyah Maulidiyyah (kegiatan
yang di dalamnya juga berisikan pembacaan manaqib Syaikh
Abdul Qodir al-Jailani, latihan khitobah, dan praktek
ubudiyyah, digelar malam Jumat), serta semaan al-Qur'an (hari
jum'at selepas jamaah sholat Subuh) MQT juga membagi
tingkatan-tingkatan anggotanya. Tingkat Marhalah I'dadiyyah
(waktunya setengah tahun, dengan materi; hafalan surat-surat

111
penting dan buku Persiapan Membaca Al Qur-an), Tingkat
Marhalah Ula,
(waktunya satu
tahun, dengan
materi; hafalan
juz 1-10 dan
buku Standar
Tajwid),
Tingkat
Marhalah Tsaniyyah, (waktunya satu tahun, dengan materi,
hafalan juz 11- 20 dan buku Tajwid Jazariyyah), Tingkat
Marhalah Tsalitsah, (selama satu tahun, dengan materi, hafalan
juz 21-30 dan buku Tajwid Jazariyyah), dan Tingkat Sab'atul
Qiro-at (ditempuh kurang lebih tiga tahun dan diperuntukkan
bagi santri yang telah mengkhatamkan al-Quran dihadapan
KH. Maftuh Basthul Birri). PPMQ kian hari makin
berkembang dan bertambah banyak santrinya. Untuk
menampung para santrinya, tahun 2005 dibangunlah bangun
baru di Dusun Sidomulyo Desa Kodran Kec. Semen yang
berjarak kurang lebih 3 km dari PP. Lirboyo yang saat ini
(tahun 2019) dihuni ± 650 santri, 300 diantaranya adalah santri

112
putri. Dan meskipun PPMQ Kodran adalah pesantren yang
fokus pada pengkajian al-Quran, di dalamnya juga terdapat
madrasah Diniyyah dengan menggunakan kitab standar
pondok Lirboyo yang digelar setiap hari mulai pukul 09.00
WIB.

PONDOK PESANTREN SALAFIY TERPADU


ARRISALAH

Pondok
Pesantren Salafiy
Terpadu Ar-
Risalah didirikan
oleh KH M.
Ma'roef
Zainuddin
beserta istrinya,
Hj. Aina Ainaul Mardliyah Anwar, S.H.I, pada bulan Syawal
tahun 1416 H Tepatnya bulan Februari tahun 1995 M. Secara
geografis, Pondok Pesantren Salafiy Terpadu ar-Risalah
terletak di Desa Lirboyo Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri,

113
jawa Timur menempati satu komplek dengan Pondok
Pesantren Lirboyo.

Berangkat dari sebuah niatan tulus karena Allah swt


dengan memandang banyaknya kemerosotan agama dan
bangsa dalam segala aspek Pondok Pesantren Salafiy Terpadu
Ar-Risalah berharap menjadi salah satu wadah yang
menyumbangkan tenaganya untuk membentuk insan yang
berilmu tinggi berwawasan luas, serta dapat mengembangkan
potensi generasi muda Islam menjad insan berpendidikan yang
tetap memegang teguh Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jamaal
berdasarkan Al-Qur'an, Hadist, Ijma' dan Qiyas.

Seiring dengan kemajuan zaman dan perkembangan ilmu


pengetahuan dan tekhnologi, serta untuk menghadapi masa
depan yang penuh tantangan dibutuhkan SDM yang
berkualitas serta bermoral Untuk itu, sebagai wujud cita-cita
turut serta memajukan bangsa. Pondok Pesantren Salafiy
Terpadu Ar-Risalah mengelola tiga macam pendidikan yang
berbeda yakni;

1. Pendidikan Al Qur'an di Madrasah Al-Qur'an Ar-


Risalah (MQA) menggunakan kitab Al-Qur'an Rosm

114
Ustmani dan buku standar tajwid Pondok Pesantren Salafiy
Terpadu Ar-Risalah, yang bertujuan untuk meningkatkan
kualitas santri dalam membaca Al Qur'an dengan baik dan
benar sesuai dengan ilmu tajwid yang mu'tabar.

2. Pendidikan Diniyah Ar-Risalah (MDA) termasuk


Pendidikan Keagamaan. Ilmu yang dipelajari dan dikaji dalam
pendidikan Madrasah Diniyah Ar-Risalah adalah Tafsir ilmu
Al-Qur'an. Hadits, ilmu Hadits, ilmu Akhlak, Fiqih, Tauhid.
Nahwa, Shorof, Balaghoh, ilmu Arudl, Manthiq, dan ilmu
Falak. Sebagai wujud kesuksesan lembaga Diniyah, pada tahun
2006 M. memperoleh prestasi yang patut untuk dibanggakan,
yakni meraih lima gelar juara dalam Musabaqoh Qiraatil Kutub
Tingkat Nasional

3. Pendidikan Umum (SD, SMP dan SMA) ini


dimaksudkan untuk lebih mengembangkan potensi santri
dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Kurikulum
pendidikan tingkat SD, SMP, dan SMA mengikuti kurikulum
Kementerian Pendidikan Nasional dengan menambah Bahasa
Arab untuk semua tingkatan, Bahasa Jepang untuk tingkat
SMP dan Bahasa Mandarin untuk tingkat SMA.

115
Pendidikan umum di Ar-Risalah secara kontinyu berhasil
mengirimkan siswanya study ke Negara Amerika Serikat mulai
th. 2007 M hingga saat ini. Mendelegasikan dua siswa dalam
program pertukaran pelajar dan budaya ke Negara Jepang. Dan
di samping itu prestasi akademik SMA Ar-Risalah sampai saat
ini selalu lulus 100 % dan menjadi sekolah swasta terbaik di
Kota Kediri.

PONDOK PESANTREN CABANG LIRBOYO PAGUNG


SEMEN KEDIRI

Cabang ini
berawal dari
sebidang tanah
yang dibeli PP
Lirboyo yang
kemudian di
tahun 1989
didirikan sebuah musholla yang pembangunannya dikoordinir
oleh K. Mahrus Aly Manshur dari Kuningan, Kanigoro, Blitar.
Tahun 1991 K. Mahrus Aly Manshur diberi amanat dari
Pengasuh PP Lirboyo untuk mengasuh dan mengembangkan

116
PP Pagung, Di tahun ini pula -tepatnya Juli 1991- MHM
Pagung cabang Lirboyo berdiri.

Mulanya madrasah ini hanya terdiri dari dua kelas dan


diajar oleh K. Mahrus Aly Manshur beserta istri dengan dibantu
pengajar dari PP Lirboyo. Jadwal belajar mengajarnya
seminggu empat kali setelah Zhuhur Untuk menampung siswa
yang sekolah umum dan bekerja siang hari, maka dibukalah
Madrasah Ibtidaiyah malam hari. Lima tahun kemudian dibuka
pula Madrasah Tsanawiyah dan Jadwal kegiatan belajanya
ditambah dua jam.

Tahun 1999 Madrasah Aliyah dibuka dan jam sekolah


ditambah menjadi enam hari dalam seminggu. Mulai tahun ini
pula (hingga sekarang) PP. Pagung diasuh oleh K. M Salim
Thobroni dari Bulusari, Tarokan, Kediri (Mustahiq MHM
Lirboyo tahun 1997) karena pada malam Rabu tanggal 22 April
1999 K. Mahrus Aly Manshur beserta istri harus kembal ke
Blitar.

Pada tahun 2002 dibentuk Majelis Musyawarah Madrasah


Hidayatul Mubtadi-ien (M3HM) Pagung, organisasi yang
khusus mengkoordinir kegiatan musyawarah, muhafazhah

117
umum, pembuatan KTK, penerbitan Majalah Dinding,
penataran M3HM dan kegiatan lainnya yang itu semua tidak
lain demi meningkatkan kualitas santri. Dan saat ini (2011), PP
Pagung dihuni oleh 164 santri dengan lebih dari 20 orang
pengajar.

PONDOK PESANTREN CABANG LIRBOYO TUREN


MALANG

Selain di Pagung, PP Lirboyo juga membuka cabangnya


di Malang, tepatnya
di daerah Turen.
Pesantren ini
bermula ketika
tahun 1990 Dr.
Suprapto Syamsi
(dokter tentara
karyawan PT. PINDAD) mewakafkan tanahnya kepada PP
Lirboyo. Setelah ikrar wakaf tanah seluas 3200 m2 tersebut
diterima Pengasuh PP Lirboyo KH. A. Idris Marzuqi, maka
dibentuklah panitia pembangunan. Setelah pembangunannya
selesai mulailah diupayakan untuk menempatkan pengajar di

118
Pondok Turen. Namun setelah dicoba sampai tiga kali,
pengajar yang ditempatkan disana selalu tidak betah. Sehingga
pada tahun-tahun selanjutnya bangunan itu kosong tanpa
berpenghuni.

Atas usul KH. Makshum Jauhari dan disetujui oleh


anggota Sidang BPK tahun 1997, akhirnya disepakati untuk
memberikan amanat kepada Romadhon Khotib (alummi
Lirboyo tahun 1995 asal Bener, Purworejo, Jateng) untuk
menempati tanah wakaf tersebut, agar bisa memberi
kemanfaatan bagi yang mewakafkannya. Sedangkan mengenai
ada yang belajar atau tidak bukanlah target utama. Bersama
istrinya, Shofiyaturrosyidah dan ketiga santri dari Mlandi,
Garung, Wonosobo, beliau berangkat ke Malang setelah
sebelumnya mendapat restu dari KH. A. Idris Marzuqi.

Seiring bertambahnya usia, Pesantren yang berada di Jalan


Provinsi yang menghubungkan Kabupaten Malang dan
Kabupaten Lumajang ini, sarana dan prasarana pondok ini
semakin meningkat, baik segi fasilitasnya maupun jumlah
santrinya. Bisa dibilang pesantren ini cepat dalam
perkembangannya. Sampai tahun 2003-2004 bangunan yang
ada antara lain Masjid, Mushalla angkring, rumah kediaman

119
untuk mengaji putri, dua kamar santri putri, lima kamar santri
putra, gudang, dan pagar tembok keliling. Dan di tahun 2011
ini, PP Lirboyo Cabang Turen Malang Jawa Timur dihuni
oleh 22 orang santri.

PONDOK PESANTREN CABANG LIRBOYO


SIDOMULYO BLITAR

Awalnya
bermula dari
seorang
dermawan
yang tergugah
membantu
kebutuhan
masyarakat
dalam hal agama. Sebagai wujud kepeduliaannya, Hj
Tasminingsih binti Karto Thalib, penduduk asli desa
Sidomulyo Kecamatan Bakung Blitar (sebuah daerah di Blitar
yang pada era 80-an marak dengan misi kristenisasi yang
berkedok bantuan pada nelayan), mewakafkan tanah

120
peninggalan ibunya dan rumahnya seluas 20 x 50 m2 kepada
KH. Habibulloh Zaini untuk kepentingan dakwah.

Bersama KH Ahmad Mahin Thoha, beliau menerima


tawaran tersebut dan menyempatkan diri melihat kondisi tanah
wakaf. Dan selanjutnya beliau mengamanatkan kepada Abdul
Rahman (tamatan MHM Lirboyo tahun 1999) untuk
berdakwah di sana. Hari Ahad tanggal 11 Rabiul Tsani 1425
H/2004 M. Abdul Rahman memasuki desa Sidomulyo dengan
diantar oleh pengasuh PP Lirboyo dan para pengajar MHM.
Sejak saat itulah dia memulai perjalanan dakwahnya di desa
tersebut. Dan pada tanggal 04 Desember 2004. bersamaan
dengan acara halal bi halal dengan masyarakat, pondok
pesantren ini diresmikan oleh KH Imam Yahya Mahrus
dengan nama Pondok Pesantren Lirboyo Sidomulyo dan
ditetapkan sebagai salah satu pondok cabang Lirboyo yang saat
ini memiliki 41 orang santri. Saat ini, Pondok Pesantren
Lirboyo cabang Sidomulyo Bakung Blitar ini di asuh ofeh
Ustad M. Syahson dari trenggalek, purna Mustahiq pada tahun
2006, adapun jumlah santri yang sedang menuntut ilmu di
Pondok ini sekitar 97 orang, terdiri darisantri TPQ, remaja dan
majelis Ta'lim.

121
INSTITUT AGAMA ISLAM TRIBAKTI

Institut Agama Islam Tribakti (IAIT) adalah perubahan


nama dari
Universitas
islam
Tribakti
(UIT)
Kediri yang
berdiri pada
tanggal 9
Muharram
1386H bertepatan dengan tanggal 30 April 1965 M. dan
diresmikan pembukaannya oleh Menteri Agama RI saat itu
yakni Bapak Prof. KH Syaefuddin Zuhri, pada tanggal 9 Rajab
1386 H bertepatan dengan tanggal 25 Oktober 1966 M dengan
2 (dua) Fakultas, yaitu Fakultas Tarbiyah dan Fakultas Syariah.
Demikian awal sejarah berdirinya Universitas Islam Tribakti
(IT) Kediri.

Untuk memperkuat eksistensi lembaga pendidikan tinggi


tersebut pendiri UIT membentuk Badan Wakat tepatnya pada
tanggal 4 Juli 1967 dengan dua tujuan pokok;

122
1. Mengembangkan ilmu pengetahuan Islam Indonesia

2. Membantu Universitas Islam Tribakti dan Pondok


Pesantren Lirboyo Kediri.

Dalam perkembangan selanjutnya UIT Kediri mendapat


status Diakui dengan SK. Menteri Agama RI. Nomor
178Tahun 1970 untuk dua fakultas, Syari'ah dan Tarbiyah
dengan program Sarjana Muda.

Sejak tanggal 8 Shofar 1409 H. bertepatan dengan 19


September 1988 UIT berubah nama menjadi Institut Agama
Islam Tribakti (IAIT) Kediri berdasarkan surat Kopertais WiL.
IV Surabaya Nomor: 123/1/Kop. Wil IV/88 tertanggal 19
September 1988. Pada saat terjadinya perubahan nama, dari
Universitas Islam Tribakti (UIT) Kediri menjadi Institut
Agama Islam Tribakti (1AIT) Kediri, lembaga ini membuka
lagi 1 (satu) Fakultas yaitu Fakultas Dakwah dan mengadakan
Program Strata Satu untuk seluruh fakultas, sejak itu Tribakti
memiliki tiga fakultas, yaitu:

1. Fakultas Syari'ah

2. Fakultas Tarbiyah

3.Fakultas Dakwah

123
Perubahan nama tersebut didasarkan pada keputusan
Menteri Agama RI. Nomor: 42 tahun 1988 tentang lembaga
Perguruan Tinggi Agama Swasta dan Surat Binbaga Islam di
Jakarta, Nomor: E.IlI/PP009/AZ/3041/88, tertanggal 25 Juli
1988 perihal perubahan nama PTAIS dengan PTAIN, baik
pembinaan yang terkait dengan aspek akademik maupun non
akademik. Kesamaan pola pembinaan IAIT Kediri dengan
IAIN yang cukup menonjol adalah dalam pembinaan
kurikulum dan jenis-jenis fakultas serta jurusannya. Kurikulum
Institut Agama Islam Tribakti (TAIT) Kediri harus mengikuti
kurikulum fakultas sejenis pada IAIN dengan tidak
mengabaikan ciri khas IAIT Kediri. Demikian pula jurusan-
jurusan pada fakultas di lingkungan IAIT Kediri mengambil
sebagian jurusan-jurusan pada fakultas sejenis dilingkungan
IAIN Pola pembinaan tersebut, pada dasarnya mengarahkan
agar IAIT Kediri tahap demi tahap memiliki bobot dan mutu
yang setara dengan IAIN, sehingga lulusan IAIT Kediri berhak
memperoleh penghargaan yang sama dengan lulusan IAIN.
Dengan demikian IAIT Kediri dapat melaksanakan tanggung
Jawabnya melalui peran sertanya dalam meneruskan,
mengembangkan serta mengamalkan ilmu pengetahuan agama

124
Islam dalam kerangka sistem pendidikan nasional. Usaha
pembinaan yang dilakukan oleh Pemerintah mencakup
bantuan, bimbingan dan penyantunan yang meliputi berbagai
kegiatan perencanaan, standarisasi, pengaturan dan perizinan
PTAIS baru, pengawasan, penilaian dan bantuan yang
dilaksanakan terhadap lembaga maupun program. Hal ini tidak
berarti mengurangi peran dan tanggung jawab IAIT Kediri
untuk berkembang dengan kekuatannya sendiri sesuai dengan
ciri khas IAIT Kediri.

125
KALAM HIKMAH MASYAYIKH LIRBOYO

* Yang penting NGAJI !!! Walaupun anaknya seorang


tukang ngarit tapi mau ngaji, ya akan pinter. Anaknya orang
alim tapi tidak mau ngaji, ya tidak akan pinter. YANG PENTING
NGAJI SING TENANAN.
- K.H Abdul Karim

* Doakan aku supaya jangan dulu meninggal sebelum bisa


puasa selama 9 tahun seperti Mbah Khalil. Dan doakan aku juga
supaya diakui santrinya Mbah Khalil.

126
- K.H Abdul Karim

* Yang dinamakan santri yang manfaat ilmunya adalah


santri yang ilmunya bisa menuntun mereka meraih ridho Allah.
Masalah keadaan tiap-tiap santri di rumahnya kelak, terserah
gusti Allah.
- K.H Marzuqi Dahlan

* Jangan sekali-kali kalian menyakiti hati orang tua.


terlebih-lebih ibu. Karena menyebabkan ilmunya tidak
bermanfaat.
- KH. Marzuqi Dahlan

* Jika ingin tujuanmu tercapai, jangan makan nasi alias


ngerowot.
- K.H Marzuqi Dahlan

* Banyak dan sedikitnya ilmu itu sebuah amanat jadi harus


disebarkan.
- K.H Marzuqi Dahlan

* Ingat kalau kamu jadi pemimpin, tolong hindari 2


masalah. Pertama, jangan sampai mata duitan. Kedua, jangan

127
tergoda perempuan. Kalau bisa bertahan dari dua hal ini
insyaallah selamat.
- K.H Mahrus Ali

* Ngajarlah ngaji !!! Kalau nanti kamu tidak bisa makan,


kethoken kupingku.
- K.H Mahrus Ali

* Nabi Sulaiman itu sukses dalam 90 th dan Nabi Nuh


sukses dalam waktu 900 th. Tetapi di dalam Al Quran yg
disebut ulul 'azmi adalah Nabi Nuh. Ini menunjukkan
perjuangan dilihat dari kesulitan, bukan dari jumlah murid.
- K.H Mahrus Ali

* Saya dulu waktu di pondok tidak pernah membayangkan


akan jadi kyai, tidak pernah membayangkan akan menjadi
orang kaya. Akhirnya menjadi orang mulia seperti ini saya
takut. Jangan-jangan bagian saya ini saja, diakhirat tidak dapat
bagian apa-apa.
- K.H Mahrus Ali

* Kalau ingin hidup mulia hormati orangtua, khususnya


ibu.

128
- K.H Mahrus Ali

* Orang yang mempunyai ilmu sambil di riyadlohi dengan


yang tidak di riyadlohi itu hasilnya beda. Riyadloh yang paling
utama adalah istiqamah.
- K.H Mahrus Ali

* Orang ingin sukses itu kuncinya menghormati istri.


- K.H Mahrus Ali

* Barang siapa yang tidak mati karena pedang, maka ia akan


mati dengan sebab musabab lain. Sebab musabab kematian itu
banyak, namun mati cuma sekali.
- K.H Maksum Jauhari

*Banyak orang yang ilmunya sedang-sedang saja Tapi


betapa hebat manfaat & barokahnya karena ditunjangi oleh sifat
tawadhu’ dan banyak khidmah tholabul ‘ilmi.
- KH. Makshum Jauhari

* Menghormati guru harus menghormati apa yang dimiliki


guru.
- K.H Maksum Jauhari

129
* Empat perkara untuk menjadi hamba Allah yang haqiqi
adalah adab, ilmu, sidqu, dan amanah.
- K.H Imam Yahya Mahrus

* Santri kok pacaran berarti santri gadungan. Pernikahan


yang berangkat dari pacaran biasanya tidak bahagia, karena saat
pacaran yang di perhatikan hanya kebaikannya saja. Dan yang
jelas menurut Islam pacaran itu dilarang.
- K.H Ahmad Idris Marzuqi

* Walaupun dirumah sudah menjadi tokoh masyarakat,


bahkan menjadi wali. Kalau belum mengajar, masih kurang
disenangi oleh mbah Abdul Karim.
-KH. Ahmad Idris Marzuqi

* Orang yang ahli baca shalawat dzuriah dan anaknya akan


gampang menjadi orang alim. Shaleh akhlaq dan tingkah
lakunya. Kecerdasannya itu lain
- K.H Ahmad Idris Marzuqi

* Ketika belajar di lirboyo jangan pernah putus asa apapun


yang terjadi.

130
- K.H Ahmad Idris Marzuqi

* Santri kalau pulang harus bisa menjadi seperti paku yang


bisa menyatukan berbagai lapisan masyarakat, MESKIPUN
DIRINYA TAK TERLIHAT.
- K.H Abdul Aziz Manshur

* Lisan hanya wasilah, dakwah sebenarnya (dengan) hati.


-KH. Abdul Aziz Manshur

* Jangan dikira umat islam benci dengan orang budha, tapi


maksudnya.yang dibenci adalah agamanya.
- KH. Abdul Aziz Manshur

* Berbuatah kebaikan sesuai dengan keahlianmu.


- KH. Abdul Aziz Manshur

* Kekuatan manusia terbatas. kewajiban kita, ikhlas dan


berdoa. jangan cuma, "Saya harus bisa begini"
- KH. Abdul Aziz Manshur

* Puncak dari segala kenikmatan adalah meninggal dalam


keadaan menetapi iman dan Islam.

131
- KH. Abdul Aziz Manshur

* Birrul walidain itu caranya bukan berarti orangtua kok di


gendong ke sana ke sini. Tapi yang terpenting jangan
menyakiti hati orangtua.
- K.H Anwar Manshur

* Hidup didunia ini kok terkena cobaan, jangan heran. itu


sudah menjadi ketentuannya.
- KH. Anwar Manshur

* Amalkanlah ilmu yang kalian peroleh sambil tetap


mencari ilmu.Karna mencari ilmu itu tetap diwajibkan sampai
akhir hayat.
- KH. Anwar Manshur

* Kita hrs benar-bemar ikhlas dalam berjuang. Jangan


sampai mengharapkan pamrih dari segala sesuatu yang kita
sumbangkan kepada msyarakat & bangsa.
- KH. Anwar Manshur

* Harganya seseorang adalah ilmu dan pengamalannya.


- K.H Anwar Manshur

132
* Sebaik-baiknya orang itu, orang di ajak maling,
malingnya malah sadar. Sejelek-jeleknya orang, orang di ajak
maling malah ikut jadi maling. Jangan mudah terbawa zaman,
sekarang sudah tidak karuan. Jangan ikut-ikutan tidak karuan.
- K.H Anwar Manshur

* Orang sukses dan alim tentu ada hubungan dengan


orangtua dan kakeknya.
- K.H Abdullah Kafabihi Mahrus

* Perjuangan membutuhkan pengorbanan. kejayaan


membutuhkan perjuangan.
- KH. Abdullah Kafabihi Mahrus

* Syaithon mengoda dengan cara apapun. Kadang dengan


pemikiran. Ini yang berbahaya, maka tafakkur harus didasari
ilmu.
- KH. Abdullah Kafabihi Mahrus

* Yang bertanggung jawab terhadap NU adalah santri,


karena NU lahir dari kalangan pesantren.
- K.H Abdullah Kafabihi Mahrus

133
* Yang serius belajarnya !!! Mumpung masih muda. Kalau
sudah tua pasti nambah repot, karena tidak ada orang tua yang
tidak repot.
- K.H Habibullah Zaini

* Jangan takut ketika tidak bisa bekerja, tapi takutlah ketika


hanya bisa bekerja. Pendidikan di lirboyo bukan untuk bekerja,
tapi untuk dakwah.
- K.H Ma'ruf Zainuddin

* Harus punya tanggung jawab, kewajiban orang yang


mencari ilmu harus belajar. Kewajiban orang yang mempunyai
ilmu harus mengajar.
- KH. Ma'ruf Zainuddin

* Ilmu itu amanah, harus dipegang teguh dan disampaikan


kepada yang berhak.
- KH. Rofi'i Ya'kub.

Diedit ulang seperlunya dari berbagai sumber oleh M. Ubaidillah Arsyad,


Bermi Gembong Pati, Kamis, 7 November 2019 M.

134
‫ واهدان احلسىن حبرمتهم‬# ‫رب فانفعنا بربكتهم‬
‫ ومعافاة من الفنت‬# ‫وأمتنا ىف طريقتهم‬
Tuhanku berilah manfaat kepada kami dengan
barokah mereka, dan tunjukkan kepada kami
kebajikan dengan berkat kehormatan mereka.

Dan matikanlah kami dalam jalan mereka, serta


selamatkanlah kami dari fitnah.

‫وصلى هللا وسلم على سيدان حممد وعلى اله وصحبه أمجعني واحلمد هلل رب العاملني‬

135
136
137
138
139
140

Anda mungkin juga menyukai