Anda di halaman 1dari 20

SEJARAH MUHAMMADYAH

DAN AISYIYAH


OLEH
Mukhsin, S.Ag.MH

Darul Arqam Nasyiyatul Aisyiyah 1 PWNA Prop.


NTT
di Kupang Tgl. 15 s/d 17 Oktober 2021
Kondisi Masyarakat
sebelum lahirnya Muhammadiyah


 Prilaku masyarakat dalam beragama di Jawa, sekitar
rentang waktu tahun 1868 – 1912, sebagian umat
Islam pada waktu itu mempunyai keyakinan yang
beragam.
 kepercayaan yang telah ada sebelum datangnya
Islam, seperti animisme, dinamisme, Hindu, Budha.
 keperyaaan spiritual lainnya yang yang diwarisi
secara turun temurun yang disebut dengan kejawen.
Secara sosial politik

1. pengaruh penjajahan kolonial Belanda yang berkepanjangan.
2. Masyarakat dilanda kemiskinan, kebodohan dan kejumudan.
3. Mereka sangat terbelakang secara sosial, ekonomi dan pendidikan.
4. Pada sisi yang lain kaum bangsawan dan priyayi mendapat posisi
kehidupan yang tinggi sehingga jurang antara yang miskin dan kaya
semakin lebar.
Perkembangan
Muhammadiyah priode KH. Ahmad Dahlan

 Di Kampung Kauman, Yogyakarta, tahun 1868, dari pasangan
suami istri, KH. Abubakar dan Siti Aminah, lahir seorang
anak manusia bernama Muhammad Darwis, yang kemudian
berobah nama menjadi KH. Ahmad Dahlan, menjadi tokoh
besar Indonesia pendiri Persyarikatan Muhammadiyah.
 Ayah Muhamamd Darwis, KH. Abubakar, adalah seorang
khatib Masjid Besar Kesultanan Yogyakarta, yang apabila
dilacak silsilahnya sampai kepada Maulana Malik Ibrahim.
Ibunya Siti Aminah adalah putri KH. Ibrahim, Penghulu
kesultanan Yogyakarta. Jadi Muhammad Darwis itu dari
pihak ayah maupun ibunya adalah keturunan ulama.
Lanjutannya

 Pada bulan Rajab 1308 H (1890 M), Muhammad Darwis
menunaikan ibadah haji. Setelah menunaikan umrah ia
bersilaturahim dengan para ulama Indonesia maupun Arab
yang telah dipesankan oleh ayahnya. Ia juga rajin belajar
menambah ilmu kepada K.H. Mahfud Termas, K.H. Nahrowi
Banyumas, K.H. Muhammad Nawawi Banten, dan juga kepada
para ulama Arab di Masjidil Haram. Ia juga mendatangi ulama
mazhab Syafii Bakri Syata’, dan mendapat ijazah dengan nama
Haji Ahmad Dahlan.
Lanjutan…

 Ketika ayahnya, K.H. Abubakar meninggal dunia tahun 1896,
jabatan Khatib Masjid Besar dilimpahkan padanya oleh
kesultanan Yogyakarta, dengan gelar Khatib Amin. Salah satu
dakwah Khatib Amin yang cukup penting, berusaha
membetulkan arah kiblat yang pada saat itu sebagian masjid
menghadap ke arah yang salah. Pada tahun 1898, K.H. Ahmad
Dahlan mengundang 17 ulama dari dalam dan luar kota
Yogyakarta untuk bermusyawa-rah soal kiblat shalat di surau
Khatib Amin. Mereka di-minta membawa kitab masalah kiblat
Musyawarah itu berlangsung pada suatu malam hingga azan
subuh walau hasilnya belum ada kesepakatan.
Pendidikan
KH. Ahmad Dahlan

 Djarnawi Hadikusumo mengungkapkan bahwa di masyarakat Kauman
khususnya ada pendapat umum bahwa barangsiapa yang memasuki
sekolah Gubernemen dianggap kafir atau Kristen. Oleh karena itu ketika
menginjak usia sekolah Muhammad Darwis tidak disekolahkan
melainkan diasuh dan didik mengaji al-Qur’an dan dasar-dasar ilmu
agama Islam oleh ayahnya sendiri di rumah.
 Menurut Sudjak dalam buku Muhammadiyah dan Pendirinya, Muhamamd
Darwis belajar fiqih kepada K.H. Muhammad Shaleh dan nahwu kepada
K.H. Muhsin. Keduanya kakak parnya sendiri. Ia juga berguru kepada
K.H. Muhammad Nur dan K.H. Abdul Hamid dalam berbagai ilmu.
Pada tahun 1889 ia menikah dengan Siti Walidah, puteri K.H.
Muhammad Fadil, kepala penghulu kesultanan Yogyakarta.
Konflik arah kiblat

Dalam perkembangan selanjutnya terjadi
konflik soal kiblat ini antara K.H Ahmad
Dahlan dengan Kanjeng Kyai Penghulu
H. Muhammad Khalil Kamaludininggrat
yang puncaknya dibongkarnya surau K.H
Ahmad Dahlan oleh pemerintah kawedanan
pengghulu karena arah surau tersebut
berbeda dengan masjid besar.
KH. Ahmad Dahlan Haji


 Pada tahun 1903, K.H. Dahlan menunaikan ibadah hahji yang
kedua dan bermukim di Mekkah selama dua tahun atas biaya
pemerintah Kesultanan.
Kesempatan ini digunakan K.H Ahmad Dahlan untuk belajar
ilmu fiqih kepada para syaikh di antaranya Syekh Saleh Bafedal,
Syekh Sa’id Bagusyel. Belajar ilmu hadis kepada Mufti Syafii,
ilmu falak kepada Kyai Asy’ari Bawean dan ilmu qiraat kepada
Syekh Ali Misri Makkah. Disamping itu K.H Ahmad Dahlan
bersahabat akrab dengan para ulama Indonesia yang telah lama
bermukim di sana, seperti Syekh Ahmad Khatib (Minangkabau),
Kyai Nawawi (Banten), Kyai Mas Abdullah (Surabaya), K.H.
Fakih (Maskumambang).
Sepulang Haji

 Setelah bertemu dengan Dr. Wahidin Sudirohusodo dan
menanyakan tentang perkumpulan Budi Utomo dan tujuannya di
Ketandan, Yogyakarta tahun 1909, K.H Ahmad Dahlan
menyatakan ingin menjadi anggota. Di sini beliau belajar
berorganiasasi. (Musthafa Kamal Pasha dan Ahmad Adaby Darban : 91-94).
 Djarnawi Hadikusuma mengutarakan kehausan mempelajari
organisasi memang ada pada diri K.H. Ahmad Dahlan. Pada tahun
1910 ia pun menjadi anggota ke 770 perkumpulan Jamiat Khair
Jakarta. Yang menarik hatinya selain perkumpulan ini membangun
sekolah-sekolah agama dan bahasa Arab, juga bergerak dalam
bidang sosial, sangat giat membina hubungan dengan pemimpin-
pemimpin di negara-negara Islam yang telah maju. (Musthafa
Kamal Pasha dan Ahmad Adaby Darban : 95).
Langkah awal


 Dari pengalaman berorganisasi tersebut, K.H Ahmad Dahlan
menyadari bahwa usaha perbaikan masyarakat itu tidak mudah jika
dilaksanakan sendirian. Jadi harus berorganisasi bekerjasama dengan
orang banyak.
 Di samping pengalaman berorganisasi, K.H. Ahmad Dahlan juga
pernah mengajarkan agama Islam di Kweekschool Gubernamen Jetis.
 Setelah itu mendirikan sekolah sendiri secara sederhana di
kediamannya dengan menggunakan meja dan bangku dan papan
tulis, dengan jumlah murid sekitar dua puluh orang. Sekolah ini
diresmikan pada tanggal 1 Desember 1911 dengan nama Sekolah
Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah. (Musthafa Kamal Pasha dan Ahmad
Adaby Darban : 95-96).
Menemukan pencerahan

 Seorang siswa KH. Ahmad Dahlan menyarankan
agar kegiatan pendidikan yang di rintis tidak di urus
sendiri melainkan oleh suatu organisasi agar
terdapat kesinambungan setelah Kiyai wafat
 Sahabat KH. Ahmad Dahlan : Muhammad Sangidu
mengusulkan organisasi bernama Muhammadiyah
namun KH. Ahmad Dahlan memutuskan setelah
melaksanakan sholat istiharah, sehingga nama itu
memiliki dimensi spiritual yang tinggi.
Identitas Muhammadiyah

Gerakan Islam ( Amar Makruf znahi Mungkar)
Gerakan Dakwah dan
Gerakan Tajdid
Tajdid/ Pembaharuan adalah: upaya purifikasi, revitalisasi, reformulasi, dan
modernisasi ajaran-ajaran Islam.
Purifikasi artinya pemurnian kembali, yakni mengembalikan ajaran Islam
sesuai dengan sumber asli yang diajarkan oleh Nabi Muhammad saw.

Revitalisasi adalah pemaknaan ajaran Islam sehingga berperan nyata


dalam kejiwaan orang yang bersangkutan maupun dalam kehidupan
sosial.
Reformulasi adalah penyusunan kembali khasanah keilmuan Islam sesuai
dengan kebutuhan zaman.

Modernisasi adalah upaya menyelaraskan ajaran Islam dengan dunia


modern sekaligus mengevaluasi modernisme dengan ajarn Islam.
Muhammadiyah saat ini…


 Secara struktur Muhammadiyah memiliki: 34 PWM,
461 PDM, 4850 PCM dan 13.693 PRM.
 Amal Usaha berupa Pendidikan: PAUD/TK 3370,
SD/MI 2.901, SMP/MTs 1.761, SMA/MA/SMK 941,
Pondok pesantren 67 dan PT 167.
 Amal Usaha Kesehatan: 47 RS, 217 Polikklinik, 82
Klinik bersalin.
 Amal Usaha Pelayanan Sosial: 318 Panti Asuhan, 54
Panti Jompo dan 82 Rahabilitasi Cacat.
PCM Istimewa luar negeri terdiri dari:


 Kairo / Mesir, Iran, Sudan, Balanda, Jerman, Inggris,
Libya, Malasyia, Prancis Amerika Serikat, Jepang,
Pakistan, Australia, Rusia, Taiwan, Tunisia, Turki,
Korea Selatan, Tiongkok, Arab Saudi, India, Maroko,
Yordania, dan Yaman.
 Amal Usaha pendidikan berupa PT akan di buka
Malasyia dan Australia.
Aisyiyah

 Aisyiyah didirikan pada 27 Rajab 1335 H/ 19 Mei 1917.
 Embrio berdirinya Aisyiyah telah di mulai sejak di adakannya
pengajian Sapa Tresna tahun 1914; yaitu perkumpulan gadis- gadis
terdidik disekitar Kauman dengan kegiatan pengajian Wal- Asri dan
pengajian Magribi.
 Pendirian Aisyiyah diawali pertemuan yg di gelar di rumah KH.
Ahmad Dahlan tahun 1917 yang di hadiri oleh: KH. Ahmad Dahlan,
KH. Fachrodin, KH. Mochtar, KI Bagus Hadi Kusumo bersama enam
gadis kader Kiyai Dahlan yaitu: Siti bariyah, Siti Dawimah, Siti
Dalalah, Siti Busjro, Siti Wadingah dan Siti Badilah.
 Sepakat mendirikan Organisasi perempuan Muhammadiyah dan di
sepakati namanya:” Aisyiyah” atas usul yang di ajukan olah: KH.
Fachrodin karna terinspirasi dari nama istri Nabi yaitu Aisyah
menjadi Aisyiyah ( pengikut Aisyah).
Kondisi Masyarakat…

 Beragam Aliran kepercayaan seperti Animisme, Dinamisme
dan juga kejawen
 Perempuan meyoritas tidak mengenyam pendidikan.
 Aisyiyah merintis berdirinya pendidikan usia dini dengan
nama: Frobel School pada tahun 1919 sekarang namanya TK
ABA.
 Pendidikan Keaksaraan
 Pendirian Musholla perempuan pada tahun 1922’
 Untuk meningkat derajat kaum perempuan Aisyiyah
menerbitkan majalah suara Aisyiyah tahun 1926.
 Memprakarsai berdirinya Kongres Wanita Indonesia( Kowani).
Aisyiyah masa kini:…

 34 PWA, 458 PDA, 3193 PCA, 9781 PRA,’
 Tujuh Cabang Istimewa: Kairo, Malasyia, Hongkong,
Taiwan, Australia dan Islamabad.
 Amal Usaha Pendidikan: 20.125 PAUD dan TK, 4.398
SD/SMP/SMA, dan 8 Perguruan Tinggi.
 Amal Usaha Kesehatan: 87 RSU, 267 RS Ibu dan Anak, 126
Klinik Pratama/ Balai pengobatan/ Balkesmas.
 Amal Usaha Bidang Sosial: 189 Panti Asuhan dan Lansia, 3
Lansia Day Care dan 2 Panti Difabel.
 Pendampingan ribuan warga kurang mampu dalam
mengakses jaminan sosial
Lanjut….

 Bidang Ekonomi: 568 Koperasi dan 25 Sekolah
Wirausaha “Aisyiyah yang telah melahirkan lebih
dari 1600 alumni.
 Melakukan pendampingan bagi para kelompok
petani perempuan
 Mendirikan pos Bantuan Hukum (posbakum) bagi
perempuan
 Menyediakan Biro Konsultasi Keluarga Sakinah
‘Aisyiyah (BIKSSA).
sekian

Semoga bermanfaat….
Yang benar itu datanganya dari Allah dan kalaupun
ada kesalahan maka semata mata merupakan
kesalahan dari pribadi saya

Anda mungkin juga menyukai