BAB II
PEMBAHASAN
A. K.H. Ahmad Dahlan
1. Biografi Ahmad Dahlan
Beliau dilahirkan di kauman (Yogyakarta) tahun 1868 dan meninggal pada
tanggal 25 Pebruari 1923. Nama kecilnya Muhammad Darwis. Ayahnya
bernama. K.H. Abu Bakar, seorang imam dan khatib masjid besar kraton
Yogyakarta. Ibunya bernama Siti Aminah. Beliau berasal dari keluarga yang
didaktis dan alim dalam ilmu agama. Sejak kecil beliau diasuh dan dididik
sebagai putera kiyai. Pendidikan dasarnya dimulai dengan belajar membaca,
menulis, mengaji Al-Quran, dan kmitab-kitab agama. Menejelang dewasa, ia
mempelajari dan mendalami ilmu-ilmu agama kepada beberapa ulama besar
pada waktu itu. Diantaranya , K.H. Muhammad Saleh (ilmu fiqih), K.H.Mahfudz
dan Syekh Khayyat Sattokh (ilmu hadis) ,Syekh Amin dan Sayyid Bakri (Qiraat
Al-Quran). Dalam usia relatif muda, beliau telah mampu menguasai beberapa
disiplin ilmu keislaman.
Setelah beliau lulus pendidikan dasar di madrasah dalam bidang nahwu,
fiqih dan tafsir di Yogyakarta, beliau pergi ke makkah pada tahun 1890 untuk
menuntut ilmu di sana selama satu tahun. Salah satu gurunya adalah Syekh
Ahmad Khatib. Sekitar tahun 1903, beliau kembali ke makkah dan menetap di
sana selama dua tahun. Sepulang dari makkah beliau berganti nama Haji Ahmad
Dahlan. Kemudian beliau menikah dengan siti Waalidah putri Kyai Penghulu Haji
Fadhil.[1]
Disamping itu KH. Ahmad Dahlan pernah pula menikahi Nyai Abdullah,
janda H. Abdullah. la juga pernah menikahi Nyai Rum, adik Kyai Munawwir
Krapyak. KH. Ahmad Dahlan juga mempunyai putera dari perkawinannya dengan
Nyai Aisyah (adik Adjengan Penghulu) Cianjur yang bernama Dandanah. Ia
pernah pula menikah dengan Nyai Yasin Pakualaman Yogyakarta.
2. Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan Tentang Pendidikan Islam
Beliau mengatakan, uapaya strategis untuk menyelamatkan umat islam
dari berpikir statis menuju pemikiran yang dinamis adalah melalui
pendidikan.umat islam dididik agar cerdas, kritis, dan memiliki daya analisis yang
tajan dalam membaca dinamika kehidupan yang akan datang. Adapun kunci bagi
kemajuan umat islam adalah kemabali pada Al-Quran dan hadits, mengarahkan
umat islam pada pemahaman ajaran islam yang komprehensif, dan menguasai
berbagai disiplin ilmu pengetahuan.
Pendidikan islam hendaknya menjadi media dan mampu
mengembangkanal-ruh dan al-akal.hal ini disebabkan di alam ini ada dua
dimensi yaitu dimensi pisika dan metapisika. Manusia adalah integrasi dari dua
dimensi yaitu dimensi ruh dan jasad. Maka aktivitas pendidikan harus mampu
mengembangkan dimensi tersebut. Dan perlunya pengkajian ilmu pengetahuan
secara langsung sesuai prinsip-prinsip Al-Quran dan Hadits.Ahmad Dahlan
melihat bahwa problem epistemologi pendidikan islam tradisional disebabkan
karena ideologi ilmiahnya terbatas pada dimensi religius yang membatasi pada
pengkajian kitab-kitab klasik, khususnya dalam madzhab syafii. Sikap ilmiah
yang demikian mengakibatkan umat islam tidak mampu menganalisa ilmu
pengetahuan secara kritis sehingga kurag mampu berkompetisi secara preoduktif
dan kreatif terhadap perkembangan peradaban kekinian.
Menurut ahmad Dahlan pendidikan islam hendaknya diarahkan untuk
membnetuk manusia muslim yang berbudi pakerti luhur, alim dalam agama, luas
pandangan dan paham masalah ilmu keduniaan, serta bersedia berjuang demi
kemajuan masyarakatnya. Untuk mencapai tujuan ini, hendaknya pendidikan
islam hendaknya mengakomodasi berbagai ilmu pengetahuan, baik umum
maupun agama, untuk mempertajam intelektualitas dan memperkokoh
spiritualitas peserta didik. Upaya ini akan terwujud jika proses pendidikan bersifat
integral dan epistemologi islam hendaknya dijadikn landasan metodologis dalam
kurikulum dan bentuk pendidikan yang dilaksanakan. Menurut Ahmad Dahlan,
Materi pendidikan adalah pengajaran Al-Quran dan hadits, membaca, menulis,
berhitung, ilmu bumi, dan menggambar. Sistem pemdidikan yang diapakai beliau
adalah klasikal, beliau ingin menggabungkan sistem pendidkan belanda dengan
sistem pendiidkan tradisional secara integral.
Materi Al-Quran dan hadits yaitu ibadah, persmaan derajat, fungsi
perbuatan manusia dalam menentukan nasibnya, musyawarah, pembuktian
kebenaran Al-Quran dan hadits menurut akal, kerjasama anatara agama-
kebudayaan keamajuan peradaban, hukum kausalitas perubahan,,nafsu dan
kehendak, demokratisasi, dan liberalisasi, kebebasan berpikir, dinamika
kehidupan dan peranannya, dan akhlak.
Komitmen ahmad dahlan terhadap pendidikan agama adalah sanagat
kuat, untuk itu beliau masuk orgnasisasi Budi Oetomo pada tahun 1909, untuk
mendapatkan peluang mengajarkan pendidikan agama kepada para anggotanya.
Komitmen terhadap pendidikan selanjutnya menjadi salah satu ciri khas
organisasi yang didirikannya pada tahun 1912 yaitu Muhammadiyah.
Pandangan ahmad dahlan dalam pendidikan juga dapat dilihat dalam
kegiatan pendidikan yang dilaksanakan oleh Muhammadiyah. Dalam bidang
pendidikan muhammadiyah melanjutkan model sekolah yang digabungkan
dengan sistem pendidikan gubernemen. Disamping itu , Muhammadiyah
mendirikan sekolah yang agamis yaitu madrasah diniyah di minangkabau untuk
memperbaiki pengajian Al-Quran yang tradisional. Pada tanggal 8 Desember
1921, Muhammadiyah mendirikan pondok Muhammadiyah sebagai sekolah
pendidikan guru agama. Dalam sekolah tersebut pelajaran umum diberikan oleh
dua orang guru dari sekolah pendidikan guru (kweekschool), sedangkan ahmad
dahlan dan beberapa orang lainnya memberikan pelajaran agama yang lebih
mendalam.
Muhammadiyah berhasil melanjutkan model pembaruan pendidikan
dikarenakan lingkungan sosial yang dihadapi adalah terbatas pada pegawai,
guru maupun pedagang. Kelompok ini banyak menguasai perusahaan
percetakan yang secara ekonomis sangat penting di masyarakat. Oleh karena
itu, muhammadiyah dengan model pendidikan barat ditambah dengan
pendidikan agama, mendapatkan hasil yang baik dalam kalangan ini. Diantara
sekolah-sekolah yang tertua dan besar yaitu :
a. Kweekschool Muhammadiyah, di Yogyakarta
b. Muallimin Muhammadiyah, di Solo, Yogyakarta dan Jakarta
c. Zuama/Zaimat di Yogyakarta
d. Kulliyah Muballigh/Muballigat di Padangpanjang Sumatera Tengah
e. Tabligh School dan HIK School di Yogyakarta
Dari uraian di atas dapat kita ketahui bahwa ide-ide pendidikan menurut
Ahmad Dahlan yaitu
a. Pembaruan di bidang lembaga pendidikan, yang semula sistem pesantren
menjadi sistem sekolah.
b. Beliau memasukkan pelajaran umum ke sekolah-sekolah agama atau madrasah
c. Perubahan pada metode pengajaran sosrogan menjadi metode yang bervariasi
d. Dengan organisasi Muhammadiyah beliau berhasil mengembangkan lembaga
pendidikan yang lebih bervariasi dan manajemen yang modern. [2]
B. K.H. A. Wahid Hasyim
1. Biografi
Wahid Hasyim yang akrab di sapa dengan Gus Wahid lahir pada hari
jumat legi, tanggal 5 Rabiul Awal 1333 H bertepatan dengan 1 juni 1914 di Desa
Tebuireng, Jombang Jawa Timur. Oleh ayahnya Hadratus Syeh K.H. Hasyim
Asyari beliau diberi nama Muhammad Asyari, terambil dari nama neneknya.
Karena di anggap nama tersebut tidak cocok dan berat maka namanya di ganti
Abdul Wahid, pengambilan dari nama seorang datuknya. Namun ibunya kerap
kali memanggil dengan nama Mudin. Sedangkan para santri dan masyarakat
sekitar sering memanggil dengan sebutan Gus Wahid, sebuah panggilan yang
kerap ditujukan untuk menyebut putra seorang Kyai di Jawa.
Wahid Hasyim berasal dari keluarga yang taat beragama, keluarga
pesantrern yang berpegang erat pada tradisi. Ia lahir, tumbuh dan dewasa dalam
lingkungan pesantren. Ibunya bernama Nafiqah putri K.H. Ilyas pemimpin
pesantren Sewulan di madiun. Garis keturunan ayah dan ibunya bertemu pada
Lembu Peteng ( Brawijaya VI ), yaitu dari pihak ayah melalui Joko Tingkir ( Sultan
Pajang 1569-1587 ) dan dari pihak ibu melalui Kiai Ageng Tarub I. Sejak usia 5
tahun ia belajar membaca Al Quran pada ayahnya setiap selesai sholat magrib
dan dhuhur, sedang pada pagi hari ia belajar di Madrasah Slafiyah di dekat
rumahnya. Dalam usia 7 tahun ia mulai mempelajari kitab Fath Al-
Qarib ( kemenangan bagi yang dekat ) dan al-Minhaj al-Qawim ( jalan yang
lurus ). Sejak kecil minat membacanya sangat tinggi, berbagai macam kitab di
telaahnya. Ia sangat menggemari buku-buku kesusastraan Arab, khususnya
buku Diwan asy-Syuara ( Kumpulan penyair dengan syair-syairnya ).[3]
Sejak kecil ia terkenal sebagai seorang anak yang pendiam, peramah dan
pandai mengambil hati orang. Dikenal banyak orang sebagai orang yang gemar
menolonh kawan, suka bergaul dengan tidak memandang bangsa, atau memilih
agama, pangkat dan uang. Terlalu percaya pada kawan, suka berkorban, akan
tetapi mudah tersinggung perasaannya dan mudah marah, akan tetapi dapat
mengatasi kemarahannya. Ketika berusia 12 tahun Wahid Hasyim telah
menamatkan studinya di Madrasah Salafiyah Tebuireng, lalu beliau belajar ke
pondok Siwalan Panji, Sidoarjo, di pondok Kyai Hasyim bekas mertua ayahnya.
Di sana ia belajar kitab-kitab Bidayah, Sullamut Taufik, Taqrib dan Tafsir
Jalalain. Gurunya Kyai Hasyim sendiri dan Kyai Chozin Panji, namun ia hanya
belajar dalam hitungan hari yaitu selama 25 hari tidak sebagaimana umumnya
santri. Pengembaraan intelektual pesantrennya dilanjutkan di Pesantren Lirboyo,
kediri, namun juga untuk beberapa . Setelah itu ia tidak meneruskan
pengembaraannya ke pesantren lain, tetapi memilih tinggal di rumah dan belajar
secara otodidak dari berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Di dukung oleh tingkat
kecerdasannya yang tinggi serta tingkat hafalannya yang kuat , dalam belajar ia
tidak mengalami kesulitan. Mengenai hal ini Saifuddin Zuhri menuturkan :
Aku mendengar bahwa K.H. A. Wahid Hasyim dan Muhammad Ilyas ketika
masih sama-sama jadi santri di Tebuireng dahulu, bukan hanya hafal seluruh
bait-bait Alfiyah yang 1000 dengan arti maknanya, tetapi juga mahir
menghafalnya dari belakang ke muka. Padahal dari muka ke belakang
saja bukan main sulitnya.[4]
Bukti lagi kecerdasan dan kecemerlangan pikiran K.H. A. Wahid Hasyim
dikisahkan oleh Ahmad Syahri sebagai berikut :
Kyai Wahid mudah menghafal nama tamu-tamunya, apalagi para
pemimpin NU di daerah-lazim disebut konsul-sebelum ada sebutan
pengurus wilayah dan cabang. Kecerdasannya juga terlihat dari cara beliau
belajar bahasa Asing. Serta menangkap alur bicara lawan diskusinya,
sehingga bisa menanggapi dengan tajam.
2. Kepribadian Wahid Hasyim
Wahid Hasyim hidup dalam lingkungan pesantren yang tentu sangat relegius
yang membentuk kepribadiannya dalam cara bergaul, beorganisasi, mendidik
menjadi seorang pemimpin dan bahkan menjadi seorang negarawan.
Kepribadian Wahid Hasyim adalah kepribadian lintas batas, artinya tidak sekedar
di bentuk dari pergesekan,, dialektikanya dengan komunitas pesantren dan NU,
tapi dengan berbagai komunitas seperti dengan organisasi pergerakan Islam,
partai politik dan juga birokrasi pemerintahan ketika beliau menjabat sebagai
Mentri Agama.
E. K. H. Hasyim Asyari
1. Biografi
Beliau lahir di desa Nggedang Jombang Jawa Timur, pada tanggal 25 Juli
1871. Nama lengkapnya adalah Muhammad Hasyim Asyari ibn Abd Wahid Ibn
Abd Halim yang mempunyai gelar pangeran Bona ibn Abd al-Rahman yang
dikenal dengan jaka tingkir sultan hadiwijaya ibn Abdullah ibn abd Aziz ibn abd al-
Fattah ibn Maulana Ishaq dari sunan giri.[13]
Guru pertama beliau adalah ayahnya sendiri yang mendidikny membaca
Al-Quran dan literatur islam lainnya. Jenjang pendidikan yang ditempuh beliau
adalah di berbagai pesantern. Pada awalnya, beliau menjadi santri di pesantren
Wonokojo Probolinggo, lalu pindah di langitan, Tuban. Dari langitan pindah ke
bangkalan yang diasuh oleh kyai kholil. Dan terakhir sebelum ke Makkah beliau
sempat nyantri di pesantren siwalan panji, sidoarjo. Pada pesantren terakhir
inilahbeliau diambil menantu oleh Kyai Yaqub pengasuh pesantren tersebut.
[14] Sepulang dari Makkah untuk mengamalkan dan mengembangkan ilmunya
beliau membuka Pesantren Tebuireng pada tanggal 26 Rabiul Awwal tahun 1899
M. Pada tahun 1919 beliau mendirikan madrasah Salafiyah sebagai tangga untuk
measuki tingkat menengah pesantren Tebuireng. Pada tahun 1929 beliau
menunjuk K.H. Ilyas menjadi kepala Madrasah Salafiyah, maka di bawah
pimpinan K.H. Ilyas dimasukkan pengaetahun umum ke dalam madrasah yaitu
1. Membaca dan menulis huruf latin
2. Mempelajari bahasa indonesia
3. Mempelajari ilmu bumi dan sejarah indonesia
4. Mempelajari ilmu hitung[15]
2. Pemikiran pendidikan.
Diantara karaya K.H. Hasyim Asyari yang sangat monumental yaitu kitab
adab al-alim wa al- mutaalim fima yahtaj ilah al-mutaallim fi ahuwal taallum wa
ma yataqaff al-mutaallim fi maqamat talimih yang dicetak pertama kali pada
tahun 1451 H. Kitab tersebu terdiri dari 8 bab, yaitu keutamaan ilmu serta
keutamaan mengajar, etika yang harus diperhatikan dalam belajar mengajar,
etika seorang murid terhadap guru, etika murid terhadap pelajaran, etika yang
harus dipedomani oleh guru, etika guru ketika akan mengajar, etika guru
terhadap murid-muridnya dan etika terhadap buku. Dari 8 bab dapat
dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu
a. Signifikansi pendidikan
Berkaitan dengan pendidikan , di dalam kitab tersebut beliau banyak
mengutip ayat-ayat Al-Quran yang menjelaskan keutamaan ilmu dan orang yang
berilmu. Dan dalam pembahasan bab pertama dilengkapi dengan berbagai
hadits Nabi dan pendapat berbagai ulama. Diantara isinya yaitu tentang tujuan
ilmu pengetahuan adalah mengamalkannya, mkasudnya agar ilmu yang dimiliki
menghasilkan manfaat sebagai bekal di kehidupan akhherat, syariat mewajibkan
menuntut ilmu dan memperoleh pahala yang besar, ilmu merupakan sifat yang
menjadikan jelas identitas pemiliknya.,bertauhid itu harus mempunyai iman.
Maka barang siapa beriman maka ia harus bertauhid. Keimanan mewajibkan
adanya syariat, sehingga orang yang tidak menjalankan syariat maka berarti ia
tidak beriman dan bertauhid. Sementara orang yang bersyariat harus beradab.
Dengan demikian beradab berarti ia juga bertauhid, beriman dan bersyariat.
Dua hal yang harus diperhatikan dalam menuntut ilmu, yaitu pertama
bagai murid hendaknya berniat suci, jangan sekali-kali berniat untuk hal-hal
duniawi, jangan melecehkan dan menyepelekannya. Kedua, bagi guru dalam
mengajarkan ilmunya meleuruskan niat, tidak mengharapkan materi semata-
mata. Dalam penjelasannya tidak ada definisi khusus tentang belajar. Tetapi yang
menjadi titik tekan pengertian belajar adalah ibadah mencari ridha Allah yang
mengantarkan seseorang untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.
Belajar harus diniatkan untuk mengembangkan dan melestarikan nilai-nilia islam,
bukan hannya sekedar menghilangkan kebodohan.[16]
b. Tugas dan tanggung jawab murid
1) Etika yang harus diperhatikan dalam belajar
Etika dalam belajar yaitu membersihkan hati dari keduniawian, membersihkan
niat, tidak menunda-nunda kesempatan belajar. Sabar dan qanaah,pandai
mengatur waktu,menyederhanakan makan dan minum, bersikap hati-hati (wara),
menghindari makanan dan minuman yang menyebabkan kemalasan dan
kebodohan, menyedikitkan waktu tidur, meninggalkan hal-hal yang kurang
berfaedah.
2) Etika seorang murid terhadap guru
Etika seorang murid terhadap guru yaitu memperhatikan dan mendengarkan apa
yang disampaikan oleh guru, memilih guru yang wara dan profesional, mengikuti
jejak-jejak guru, memuliakan guru, memperhatikan hak guru, bersabar terhadap
kekerasan guru, berkunjung ke rumah guru, duduk dengan rapi dan sopan ketika
berhadapan dengan guru, berbicara dengan sopan dan lemah lembut,
mendengarkan fatwanya, jangn sekali-kali menyela-nyela ketika guru sedang
menjelaskan, menggunakan anggota yang kanan ketika menyerahkan sesuatu
kepadanya.
3) Etika murid terhadap pelajaran
Etika murid terhadap pelajaran yaitu memperhatikan ilmu yang fardhu ain,
mempelajari ilmu-ilmu yang mendukung ilmu fardhu ain, berhati-hati dalam
menanggapi ikhtilaf ulama, mendiskusikan dan menyetorkan hasilnya kepada
orang yang dipercaya, menganlisa dan menyimak ilmu, mempunyai cita-cita
tinggi, bergaul dengan orang yang ilmu lebih tinggi, ucapkan salam ketika sampai
di majlis talim, hendaklah bertanya jika belum paham,, jangan mendahukui
antrian, selalu membawa catatan, pelajari pelajaran yang telah diberikan, sealalu
semanagat dalam belajar.
c. Tugas dan tanggung jawab guru
1) Etika seorang guru
Etika yang harus dimiliki seorang guru antara lain : selalu mendekatkan diri
kepada Allah, takut kepada Allah, bersikap tenang, wara, khusu, mengadukan
persoalan kepada Allah, tidak menggunakan untuk meraih keduniawian semata,
zuhud, menghindari hal-hal yang rendah, menghindari tempat-tempat yang kotor
dan tempat masiyat, mengamalkan sunnah Nabi, bersikap ramah, ceria, suka
menebarkan salam, semangat menambah ilmu pengetahuan, tidak sombong,
membiasakan diri menulis, mengarang dan meringkas.
2) Etika guru dalam mengajar
Etika guru ketika mengajar yaitu mensucikan diri dari hadts dan kotoran,
berpakaian rapi, sopan dan berbau wangi, berniat ibadah, menyampaikan
perintah allah, selalu membaca untuk menambah ilmu pengetahuan,
mengucapkan salam ketika masuk kelas, berdoa dahulu sebelum memulai
pelajaran, berpenampilan yang kalem, menjauhkan diri dari banyak bergurau dan
tertawa, jangan mengajar ketikakondisi marah, lapar, dan mengantuk, mengambil
tempat duduk yang strategis, mendahukukan materi yang penting, menciptakan
ketenangan dalam belajar, dan memberikan kesempatan bertanya jika ada yang
belum jelas atau belum paham.
3) Etika terhadap buku, alat pelajaran dan hal-hal yang berkaitan dengannya.
Etika terhadap pelajaran yaitu berusaha memiliki buku yang diajarkan, merelakan
dan mengizinkan apabila ada teman yang pinjam, meletakkan buku pelajaran di
tempat yang terhormat, memeriksa dahulu ketika membeli atau meminjam buku,
, bila menyalin buku pelajaran syariah hendaknya bersuci dahulu dan
mengawalinya dengan basmalah.
H. Ki Hajar Dewantara
1. Biografi
Beliau lahir pada tanggal 2 Mei 1889 di Yogyakarta dan wafat pada tanggal
26 April 1959. Ayahnya Suryaningrat, putra Paku alam III. Beliau adalah bapak
pendidikan Nasional indonesia. Prinsip pendidikan yang sangat demokratis dari
belaiu adalah ing ngarso sing tulodo (di depan memberi contoh), ing madya
mangun karso ( di tengah membangkitkan kreativitas), dan tut wuri handayani (di
belakang memberikan pengawasan).
2. Gagasan dan pemikiran pendidikan
a. Tentang Visi, misi, dan tujuan pendidikan, pendidikan sebagai alat perjuangan
untuk mengangkat harkat, martabat dan kemjuan manusia secara universal,
sehingga mampu berdiri kokoh dan bersaing dengan bangsa lain.
b. Kurikulum (mata pelajaran ), untuk anak usia TK, hendaknya diajarkan,
permainan, olahraga, menyanyi, menari, cerita berwujud dongeng, dan pelajaran
mengenal tempat di sekelilingnya. Untuk Taman Muda (masa wiraga wirama),
hendaknya diajarkan : olahraga, pencak, menari, menyanyi, bahasa dan cerita
kesusasteraan, dan pengetahuan tentang kodrat alam. Untuk taman dewasa
(masa wirama) hendaknya diajarkan olahraga, menari, kesenian, bahasa dan
kesusateraan daerah dan indonesia, bahasa asing, koperasi, majalah dan lain-
lain.
c. Pendidikan budi pakerti, yang ditekankan pada pembentukan karakter, perilaku
dan kepribadian yang baik.
d. Pendidikan agama didasarkan pada toleransi, kebebasn menyatakan
keagamaan.
e. Wawasan global internasional, hendaknya diajarkan bahasa asing yaitu bahasa
inggris. Bahasa arab, dan bahasa jerman agar mampu berhubungan dengan
dunia internasional.
f. Sistem pondok, memiliki banyak keuntungan yaitu hemat biaya, membangun
kebersamaan, kesederhanaan hidup, keberanian berkorban, dan pemanfaatn
waktu sebanyak-banyaknya
I. K. H. Imam Zarkasyi
1. Biografi
Beliau lahir di Gontor , Ponorogo Jawa Timur pada tanggal 21 Maret 1910,
dan wafat pada tanggal 30 maret 1985. ayahnya bernama Santausa Annam
Bashri, dari pangeran Hadiraja Adipati merupakan generasi ketiga dari pimpinan
gontor lama dan generasi kelima dari pangeran Hadiraja Adipati Anom, putra
kesepuhan sultan cirebon. Sedangkan ibunya adalah keturunan bupati
suriadiningrat.
2. Pemikiran pendidikan
a. Pembaruan metode dan sistem pendidikan
b. Pembaharuan metode dan sistem pendidikan pesantren di gontor yaitu
menerapkan sistem klasikal dalam bentuk penjenjangan dalam jangka waktu
yang ditetapkan, memperkenalkan kegiatan di luar jam pelajaran seperti
olahraga, kesenian, keterampilan, pidato dalam tiga bahasa (indonesia, arab,
inggris), pramuka dan organisasi pelajar, perpaduan sistem sekolah dengan
sistem asrama (pesantren) tetap dipertahankan, menganjurkan agar para santri
memiliki kitab yang dipakai di pesantren tradisional,dan menerapkan disiplin yang
ketat.
c. Kurikulum pesantren
d. Kurikulum yang diterapkan Imam Zarkasyi di pondok pesantren modern Gontor
yaitu 100% umum dan 100% agama. Disamping pelajaran tafsir, hadits, fiqih,
ushul fiqh, beliau juga mengajarkan pengetahuan umum seperti, ilmu alam, ilmu
hayat, ilmu bumi, ilmu pendidikan, ilmu pasti, ilmu sejarah, ilmu jiwa dan lain-lain.
Mata pelajaran yang ditekankan dan harus menjadi karakteristik lembaga
pendidikannya yaitu pelajaran bahasa arab dan bahasa inggris.
e. Pembaharuan Struktur dan sistem manajemen pesantren
f. Untuk kepentingan pendidikan dan pengajaran islam imam Zarkasyi dan dua
saudaranya mewakafkan pondok pesantren gontor kepada badan wakaf pondok
modern gontor.dengan ditandatangani piagam penhyerahan wakaf, maka pondok
modern gontor tidak lagi menjadi milik pribadi, tetapi menjadi milik umat islam
dan semua umat islam bertanggung jawab atasnya.
g. Pembaharuan Pola pikir santri dan kebebasan pesantren
h. Setiap santri ditanamkan jiwa agar berdikari dan bebas. Sikap ini tidak saja
belajar dan berlatih mengurusnya sendiri dan menentukan jalan hidupnya di
masyarakat, tetapi juga pondok modern gontor harus tetap independen dan tidak
bergantung kepada pihak lain. Hal ini diperkuat dengan semboyan gontor di atas
dan untuk semua golongan. Kemandirin pondok pesantren gontor terlihat adanya
kebebasan mennetukan jalan hidupnya kelak. Imam zarkasyi sering mengatakan
gontor tidak mencetak pegawai tetapi mencetak majikan untuk dirinya sendiri. [18]
[1] Ramayulis dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : Kalam
Mulia, 2009. hlm : 327
[2] Drs. Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : Logos, 1997, hal.206-
208
[3] Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam ( Jakarta : PT Ihtiar Baru
Van Hoeve, 1994 ), 163.
[4] Ruchman Basori, Pesantren Modern Indonesia ( Jakarta : PT Inceis cetakan
ke dua, 2008), 64.
[5] Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam ( Malang : Erlangga. 2007 ) ,
73.
[6] Samsul Nizar, filsafat pendidikan Islam ( Jakarta : Ciputat Pres. 2002 ), 159.
[7] Ibid 163-165.
[8] Deliar Noer, Gerakan Modern, Tim Pembina Al-Islam dan
Kemuhammadiyahan, Sejarah Muhammadiyah, Pemikiran dan amal
Usaha, Yogyakarta : Tiara Wacana, 1990.hal.62
[9] Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : Hidakrya Agung, 1990,
hal.66
[10] Karel A. Steenbrink, Pesantren, Madrasah dan sekolah pendidikan islam
dalam kurun modern, Jakarta : LP3ES, 1986, hal..43
[11] S.M.N al-Attas, Preliminary thoughts on the Nature of knowledge and
Definition and Aims Education, Jeddah : King Abdul Aziz University Press, 1980
hal.35
[12] S. M.N. al-Attas, The Concept of Education in Islm, a framework for an
islamic philosophy of Education, Kuala Lumpur : ABIM, 1980, hal.39
[13] Hasyim Asyari, Adab Talim wa Mutaallim, Jombang : Turats al Ilamy, 1415
H, hal, 3
[14] Ensiklopedi Islam II, Jakarta : PT Ikhtiyar Baru Van Hooeve, 1994, hal.102-
103
[15] Dra. Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 1992,
hal.202-203
[16] Samsul Nizar, 2002, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : Ciputat Pers, 2002,
hal. 100-168