Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

ILMU PENDIDIKAN ISLAM

Disusun Oleh:

Nama : ALAMRIA
NIM : 622022021
Kelas :C
Prodi : Pendidikan Agama Islam
Dosen Pengasuh : Dra. Yuslaini, M.Pd.I

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG


2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ilmu pendidikan Islam adalah ilmu yang digunakan dalam proses
pendidikan yang berdasarkan ajaran Islam sebagai pedoman umat manusia
khususnya umat Islam. Pendidikan adalah segala upaya , latihan dan sebagainya
untuk menumbuh kembangkan segala potensi yang ada dalam diri manusia baik
secara mental, moral dan fisik untuk menghasilkan manusia yang dewasa dan
bertanggung jawab sebagai makhluk yang berbudi luhur. Sedangkan pendidikan
Islam adalah suatu sistem pendidikan yang berlandaskan ajaran Islam yang
mencangkup semua aspek kehidupan yang dibutuhkan manusia sebagai hamba
Alloh sebagaimana Islam sebagai pedoman kehidupan dunia dan
akhirat. Sejalan dengan perkembangan zaman dan tuntutan kebutuhan manusia
yang semakin bertambah dan luas, maka pendidikan Islam bersifat terbuka dan
akomodatif terhadap tuntutan zaman sesuai norma-norma Islam.
Dalam makalah ini, kami akan membahas tentang tokoh-tokoh indonesia
dan pemikiranya dalam pendidikan islam, setiap tokoh mempunyai pemikiran
berbeda-beda tergantung pada pandangan mereka. Dalam makalah ini akan
dijelaskan pemikiran-pemikiran tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Siapa sajakah tokoh-tokoh Indonesia dalam pendidikan islam seperti Hamka,
dan Muhammad Syafe’i ?
C. Tujuan Masalah
1. Agar kita dapat mengetahui tokoh-tokoh Indonesia dalam pendidikan islam
seperti Hamka, dan Muhammad Syafe’i.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Tokoh-Tokoh dan Pemikiran dalam Pendidikan


1. K. H. Ahmad Dahlan
K.H.Ahmad Dahlan lahir pada tanggal1869 di Yogyakarta dengan nama
Darwisy. Ayahnya bernama K.H. Abu Bakar bin kiai Sulaiman, seorang Khalib
tetep di Masjid Sultan di kita tersebut.
Sewaktu kecil Ahmad Dahlan tidak sempat menikmati pendidikan Barat
untuk anak-anak kaum ningrat yang lulusanya biasa di sebut kapir landa. Ahmad
Dahlan di kirim di pesantren-perantren yang ada di pulau jawa (Yokyakatra) dan
sekitarnya.
Pada 18 November 1912 K.H.Ahmad Dahlam mendirikan organisasi
Muhamadiyah di Yogyakarta. Organisasi ini mempunyai maksud menyebarka
ajara Nabi Muhammad SAW, dan menyebar luaskan Agama Islam Pada angota-
anggotanya.
Ahmad Dahlan berpandangan bahwa pendidikan sangat penting dalam
pembentukan kepribadian. Ahmad Dahlan juga berpandangan bahwa pendidikan
harus membekali siswa dengan pengetahuan dan ketrampilan yang di perlukan
untuk mencapai kemajuan materil.
Pendirian organisasi Muhamadiyah pada tanggal 18 November 1912 M
atau 8 Dzulhijjah 1330 H. Turut mempercepat pendirian sekolah-sekolah baru
dengan model yang baru. Selain membangun sekolah-sekolah muhamadiyah yang
di pimpin oleh Ahmad Dahlan jiga mengembangkan program pendidikan agama
untuk masyarkat umum, baik yang di lakukan melalui pengajian-pengajian
maupun kursus-kursus yang lebih formal.
Sebagai tokoh pembaru dalam bidang pendidikan, dakwah, dan sosial
keagamaan, Ahmad Dahlan menghadapi tantangan dan hambatan yang amat keras
dari kaum tradisionalis. Namun berkat kesabaran, keteguhan,dan keuletan dalam
menyampaikan ajaran-ajaran agama,cita-cita dan obsersi Ahmad Dahlan dapat
terlaksana.
2. Hamka
Haji Abdul Malik Karim Amrulloh atau biasa disebut dengan julukan
Hamka, yakni singkatan namanya, lahir di desa kampong Molek, maninjau,
Sumatra Barat, 17 Februari 1908. Lahir dari Pasangan Haji Abdul Karim
Amrullah dan Shafiyah Tanjung, sebuah keluarga yang taat beragama.Ayahnya
adalah seorang ulama besar dan pembawa paham-paam pembaharuan Islam di
Minangkabau. Buya HAMKA meninggal pada tanggal 22 Juli 1981 di Rumah
Sakit Pertamina Jakarta dalam usia 73 tahun.
Sejak kecil, Hamka menerima dasar-dasar agama dari ayahnya. Pada usia
7 tahun ia dimasukkan ke sekolah desa dan malamnya belajar mengaji dengan
ayahnya. Pelajaran yang ditekuni oleh Hamka meliputi nahwu, sharaf, mantiq,
bayan, fiqh dan yang sejenisnya dengan menggunakan system hafalan. Sejak
tahun 1916 sampai 1923, ia belajar agama pada sekolah Diniyah School di Padang
Panjang dan Sumatera Thawalib di Parabek, Tuanku Mudo Abdul Hamid, dan
Zainuddin Labay.
Hamka mendapat pendidikan rendah di Sekolah Dasar Maninjau sehingga
kelas dua.Ketika usianya mencapai 10 tahun, ayahnya mendirikan Sumatera
Thawalib di Padang Panjang. Di situ Hamka mempelajari agama dan mendalami
bahasa Arab. Hamka juga pernah mengikuti pengajaran agama di surau dan
masjid yang diberikan ulama terkenal seperti Syeikh Ibrahim Musa, Syeikh
Ahmad Rasyid, Sutan Mansur, R.M. Surjopranoto, dan Ki Bagus Hadikusumo.
Hamka mula-mula bekerja sebagai guru agama pada tahun 1927 di
Perkebunan Tebing Tinggi, Medan dan guru agama di Padang Panjang pada tahun
1929. Hamka kemudian dilantik sebagai dosen di Universitas Islam, Jakarta dan
Universitas Muhammadiyah, Padang Panjang dari tahun 1957 hingga tahun 1958.
Setelah itu, beliau diangkat menjadi rektor Perguruan Tinggi Islam, Jakarta dan
Profesor Universitas Mustopo, Jakarta. Dari tahun 1951 hingga tahun 1960, beliau
menjabat sebagai Pegawai Tinggi Agama oleh Menteri Agama Indonesia, tetapi
meletakkan jabatan itu ketika Sukarno menyuruhnya memilih antara menjadi
pegawai negeri atau bergiat dalam politik Majelis Syuro Muslimin
Indonesia (Masyumi).
Hamka adalah seorang otodidak dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan
seperti filsafat, sastra, sejarah, sosiologi dan politik, baik Islam maupun
Barat.Dengan kemahiran bahasa Arabnya yang tinggi, beliau dapat menyelidiki
karya ulama dan pujangga besar di Timur Tengah seperti Zaki Mubarak, Jurji
Zaidan, Abbas al-Aqqad, Mustafa al-Manfaluti, dan Hussain Haikal. Melalui
bahasa Arab juga, beliau meneliti karya sarjana Perancis, Inggris dan Jerman
seperti Albert Camus, William James, Sigmund Freud, Arnold Toynbee, Jean Paul
Sartre, Karl Marx, dan Pierre Loti. Hamka juga rajin membaca dan bertukar-tukar
pikiran dengan tokoh-tokoh terkenal Jakarta seperti HOS Tjokroaminoto, Raden
Mas Soerjopranoto, Haji Fachrudin, AR Sutan Mansur, dan Ki Bagus
Hadikusumo sambil mengasah bakatnya sehingga menjadi seorang ahli pidato
yang andal.
Hamka juga aktif dalam gerakan Islam melalui
organisasi Muhammadiyah.Ia mengikuti pendirian Muhammadiyah mulai tahun
1925 untuk melawan khurafat, bid'ah, tarekat, dan kebatinan sesat di Padang
Panjang. Mulai tahun 1928, beliau mengetuai cabang Muhammadiyah di Padang
Panjang.Pada tahun 1929, Hamka mendirikan pusat latihan pendakwah
Muhammadiyah dan dua tahun kemudian beliau menjadi konsul Muhammadiyah
di Makassar.Kemudian beliau terpilih menjadi ketua Majlis Pimpinan
Muhammadiyah di Sumatera Barat oleh Konferensi Muhammadiyah,
menggantikan S.Y. Sutan Mangkuto pada tahun 1946.Ia menyusun kembali
pembangunan dalam Kongres Muhammadiyah ke-31 di Yogyakarta pada tahun
1950.[7]
Pada tahun 1953, Hamka dipilih sebagai penasihat pimpinan Pusat
Muhammadiah. Pada 26 Juli 1977, Menteri Agama Indonesia, Prof. Dr. Mukti
Ali melantik HAMKA sebagai ketua umum Majelis Ulama Indonesia tetapi beliau
kemudiannya mengundurkan diri pada tahun 1981 karena nasihatnya tidak
dipedulikan oleh pemerintah Indonesia. Kegiatan politik Hamka bermula pada
tahun 1925 ketika beliau menjadi anggota partai politik Sarekat Islam. Pada tahun
1945, beliau membantu menentang usaha kembalinya penjajah Belanda ke
Indonesia melalui pidato dan menyertai kegiatan gerilya di dalam hutan di Medan.
Pada tahun 1947, Hamka diangkat menjadi ketua Barisan Pertahanan Nasional,
Indonesia.Disamping Front PertahananNasional yang sudah ada didirikan pula
Badan Pengawal Negeri &kota (BPNK). Pimpinan tersebut diberi nama
Sekretariat yang terdiri dari lima orang yaitu Hamka, Chatib Sulaeman, Udin,
Rasuna Said dan Karim Halim. Ia menjadi anggota Konstituante Masyumi dan
menjadi pemidato utama dalam Pemilihan Umum tahun 1955. Masyumi
kemudiannya diharamkan oleh pemerintah Indonesia pada tahun 1960.Dari tahun
1964 hingga tahun 1966, Hamka dipenjarakan oleh Presiden Sukarno karena
dituduh pro-Malaysia.Semasa dipenjarakanlah maka beliau mulai menulis Tafsir
al-Azhar yang merupakan karya ilmiah terbesarnya. Setelah keluar dari penjara,
HAMKA diangkat sebagai anggota Badan Musyawarah Kebajikan Nasional,
Indonesia, anggota Majelis Perjalanan Haji Indonesia, dan anggota Lembaga
Kebudayaan Nasional, Indonesia.
Selain aktif dalam soal keagamaan dan politik, Hamka merupakan
seorang wartawan, penulis, editor, dan penerbit. Sejak tahun 1920-an, Hamka
menjadi wartawan beberapa buah surat kabar seperti Pelita Andalas, Seruan Islam,
Bintang Islam, dan Seruan Muhammadiyah. Pada tahun 1928, beliau menjadi
editor majalah Kemajuan Masyarakat.Pada tahun 1932, beliau menjadi editor dan
menerbitkan majalah al-Mahdi di Makassar. Hamka juga pernah menjadi editor
majalah Pedoman Masyarakat, Panji Masyarakat, dan Gema Islam.
Hamka juga menghasilkan karya ilmiah Islam dan karya kreatif
seperti novel dan cerpen. Karya ilmiah terbesarnya ialah Tafsir al-Azhar dan
antara novel-novelnya yang mendapat perhatian umum dan menjadi buku teks
sastera di Malaysia dan Singapura termasuklah Tenggelamnya Kapal Van Der
Wijck, Di Bawah Lindungan Ka'bah, dan Merantau ke Deli. Hamka pernah
menerima beberapa anugerah pada peringkat nasional dan internasional seperti
anugerah kehormatan Doctor Honoris Causa, Universitas al-Azhar, 1958; Doktor
Honoris Causa, Universitas Kebangsaan Malaysia, 1974; dan gelar Datuk Indono
dan Pengeran Wiroguno dari pemerintah Indonesia.
Hamka meninggal dunia pada 24 Juli 1981, namun jasa dan pengaruhnya
masih terasa sehingga kini dalam memartabatkan agama Islam.Ia bukan saja
diterima sebagai seorang tokoh ulama dan sasterawan di negara kelahirannya,
malah jasanya di seluruh alam Nusantara, termasuk Malaysia dan Singapura, turut
dihargai.
3. Muhammad Syafe’i
Mohammad Syafei lahir tahun 1893 di Ketapang (Kalimantan Barat) dan
diangkat jadi anak oleh Ibarahim Marah Sutan dan ibunya Andung Chalijah,
kemudian dibawah pindah ke Sumatra Barat dan menetap Bukittinggi. Marah
Sutan adalah seorang pendidik dan intelektual ternama. Dia sudah mengajar di
berbagai daerah di nusantara, pindah ke Batavia pada tahun 1912 dan aktif dalam
Indische Partij.
Pendidikan yang ditempuh Moh. Syafei adalah sekolah raja di Bukittinggi,
dan kemudian belajar melukis di Batavia (kini Jakarta), sambil mengajar di
Sekolah Kartini. Pada tahun 1922 Moh. Syafei menuntut ilmu di Negeri Belanda
dengan biaya sendiri. Di sini ia bergabung dengan "Perhimpunan Indonesia",
sebagai ketua seksi pendidikan.
Di negeri Belanda ini ia akrab dengan Moh. Hatta, yang memiliki banyak
kesamaan dan karakteristik dan gagagasan dengannya, terutama tentang
pendidikan bagi pengembangan nasionalisme di Indonesia. Dia berpendapat
bahwa agar gerakan nasionalis dapat berhasil dalam menentang penjajahan
Belanda, maka pendidikan rakyat haruslah diperluas dan diperdalam. Semasa di
negeri Belanda ia pernah ditawari untuk mengajar dan menduduki jabatan di
sekolah pemerintah. Tapi Syafei menolak dan kembali ke Sumatara Barat pada
tahun 1925. Ia bertekad mendirikan sebuah sekolah yang dapat mengembangkan
bakat murid-muridnya dan disesuaikan dengan kebutuhan rakyat Indonesia, baik
yang hidup di kota maupun di pedalaman.
Mohamad Syafei mendirikan sebuah sekolah yang diberi nama
Indonesische Nederland School (INS) pada tanggal 31 oktober 1926. Di Kayu
Tanam, sekitar 60 km di sebelah Utara Kota Padang. Sekolah ini didirikan di atas
lahan seluas 18 hektar dan dipinggir jalan raya Padang Bukittinggi. Ia menolak
subsidi untuk sekolahnya, seperti halnya Thawalib dan Diniyah, tapi ia membiaya
sekolah itu dengan menerbitkan buku-buku kependidikan yang ditulisnya. Sumber
keuangan juga berasal dari sumbangan-sumbangan yang diberikan ayahnya dan
simpatisan-simpatisan serta dari berbagai acara pengumpulan dana seperti
mengadakan pertunjukan teater, pertandingan sepak bola, menerbitkan lotere dan
menjual hasil karya seni buatan murid-muridnya. Pengajaran di dalam kelas
menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris sebagai pelajaran bahasa asing
yang pokok, ditekan pada pelajaran-pelajaran yang akan terpakai oleh murid-
murid apabila mereka kelak kembali.
INS Kayu Tanam didirikan pada tanggal 31 Oktober 1926, sebagai reaksi
terhadap sistem pendidikan yang dilaksanakan oleh pemerintah Hindia Belanda.
Reaksi yang demikian di Sumatera Barat juga menunjukkan dirinya dengan nyata
dalam berbagai gerakan. INS Kayu Tanam merupakan salah satu bentuk gerakan
tersebut, yang lahir sebagai reaksi bangsa Indonesia di Sumatera Barat melalui M.
Syafei dalam bidang pendidikan.
M. Syafei mempunyai pandangan bahwa Pergerakan Nasional Indonesia
hanya akan berhasil mencapai tujuannya dengan cepat dan tepat, karena
kemerdekaan tidak mungkin diperoleh dengan beberapa orang pemimpin saja,
tetapi harus didukung oleh seluruh rakyat. Oleh karena itu, rakyat juga harus ikut
berjuang dan agar perjuangan dapat mencapai tujuan, maka rakyat perlu
ditingkatkan kecerdasannya. Untuk meningkatkan kecerdasan rakyat, pendidikan
harus ditingkatkan pula, yaitu pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan
perjuangan mencapai Indonesia Merdeka.
Keyakinan INS Kayu Tanam yang selalu dipegang teguh oleh M. Syafei
dalam melola INS dari tahun ke tahun, dengan rasa:
a) Mendidik rakyat kearahkemerdekaan.
b) Memberi pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
c) Mendidik pemuda-pemuda supaya berguna bagi masyarakat.
d) Menanamkan kepercayaan pada diri sendiri dan berani bertanggungjawab.
e) Tidak mau menerima bantuan yang mengikat.
Tujuan INS yaitu
1. Mendidik rakyat ke arah kemerdekaan
2. Memberikan pendidikan yang sesuai dengan masyarakat, yang bertentangan
dengan tujuan pendidikan pemerintah Hindia Belanda yang hanya ingin
mendapatkan tenaga terdidik yang murah untuk kepentingan mereka.
3. Melaksanakan secara seimbang antara teori dan praktik dengan tujuan akhir
diletakkan pada kemampuan untuk melaksanakan teori tersebut sesuai dengan
kenyataan yang hidup dalam masyarakat.
4. Menanamkan kepercayaan pada diri sendiri dan berani bertanggung jawab,
Sistem ini akan memupuk kepribadian anak didik dengan kepribadian
Indonesia, bukan kepribadian Barat.
Kenyataan yang berlaku pada waktu itu dalam dunia pendidikan yaitu
pendidikan yang bersifat umum dan intelektualistis, hanya mementingkan
kecerdasan otak semata dan kurang memperhatikan serta membina bakat yang
dimiliki anak didik.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Peran para tokoh pendidikan tersebut berlangsung sejak zaman
prakemerdekaan hingga zaman modern seperti sekarang ini. Dinamika
pembelajaran mereka merupakan proses dialektis antara model pendidikan belada
dan pengaruh gerakan islam yang sudah berkembang di timur tengah. Mereka
bekerja keras dalam menentukan visi, misi dan straregi pendidikan islam sehingga
mampu merumuskan konsep pendidikan islam yang sesuai dengan zamanya
bahkan pada tingkat tertentu masih berlangsung sampai saat ini.
DAFTAR PUSTAKA

Abuddin Nata, tokoh-tokoh pembaruan pendidikan islam di Indonesia,


(Jakarta:2005)

Abuddin Nata, tokoh-tokoh pembaruan pendidikan islam di Indonesia,


(Jakarta:2005),

Deliar Noer,Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942,


(Jakarta: LP3ES,1985),cet.III,

Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, ( Jakarta: Mutiara


Sumber Widya, 1995) cet,IV,

Tamar Djya,Orang-Orang Besar Indonesia III, ( Jakarta: Antara,1975),

Anda mungkin juga menyukai