Anda di halaman 1dari 16

PEMIKIRAN PENDIDIKAN

H. ABDUL MALIK KARIM AMRULLAH (HAMKA)

MAKALAH
untuk memenuhi tugas mata kuliah “Studi Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam Nusantara”
Dosen Pengampu: Dr. Muhammad Hori

Oleh :
IHWAN NUDIN : 2144990010
FAIZAH AZIZI : 2144990006

PASCA SARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM AL-FALAH AS-SUNNIYYAH
KENCONG JEMBER
JUNI, 2022
KATA PENGANTAR

Puji dan puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
limpahan rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyusun makalah ini tepat pada waktunya.
Makalah ini membahas tentang “Pemikiran Pendidikan H. Abdul Malik Karim Abdullah
(HAMKA)”. Dalam penyusunan makalah ini, kami banyak mendapat tantangan dan
hambatan, akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi.

Oleh karena itu, penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Muhammad Hori selaku dosen pengampu.


2. Semua pihak baik secara langsung maupun tak langsung, yang telah memberi bantuan
hingga terselesaikannya makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari bentuk
penyusunan maupun materinya. Kritik yang bersifat membangun dari pembaca sangat kami
harapkan, demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi kami khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Jember, 25 Juni 2022

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Haji Abdul Malik bin Abdul Karim Amarullah (HAMKA) adalah sosok ulama,
aktivis, politisi, jurnalis, editor, dan sastrawan. Ia merupakan sosok cendekiawan Indonesia
yang memiliki berbagai macam pemikiran yang sangat membangun baik dalam bidang
ilmu pengetahuan, sastra, budaya, filsafat, tasawuf, sejarah, sosiologi dan politik baik
Islam maupun barat. Ketekunan Hamka untuk terlibat dalam berbagai aspek kelimuan,
membuktikan bahwa Hamka merupakan sosok yang sangat cerdas dan penuh inspiratif
dalam berbagai disiplin keilmuan. Pemikirannya sangat konsisten terhadap berbagai
persoalan yang dihadapi umat Islam yang bukan hanya berkisar pada persoalan-persoalan
keagamaan, akan tetapi juga menyangkut persoalan sosial kemasyarakatan dan sastra.
Pemikiran-pemikirannya telah memberikan kontribusi yang sangat besar bagi
pengembangan intelektual umat Islam. Hamka merupakan sosok ulama yang dengan gigih
berupaya mengubah pola hidup umat yang tradisonal menjadi terarah pada proses
modernisasi intelektual.
Makalah yang secara spesifik membahas kajian tokoh ini berusaha memberikan
gambaran bagaimana biografi Hamka, dan bagaimana pemikiran serta pengaruhnya
terhadap pendidikan Islam. Dan sekiranya pemikiran Hamka masih sangat kental yang
didasarkan pada Al-Qur’an dan Hadits yang disertai dengan argumen-argumen yang
mendukung hal tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana riwayat hidup Hamka dan apa sajakah karya-karyanya?
2. Bagaimanakah pemikiran Hamka mengenai tujuan pendidikan Islam?
3. Bagaimanakah pemikiran Hamka mengenai materi pendidikan Islam?
4. Bagaimanakah pemikiran Hamka mengenai metode yang digunakan dalam pendidikan
Islam?
5. Bagaimanakah pemikiran Hamka mengenai evaluasi dalam pendidikan Islam?
6. Bagaimanakah pemikiran Hamka mengenai seorang pendidik?
7. Bagaimanakah pemikiran Hamka mengenai seorang peserta didik?

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Riwayat hidup buya Hamka dan karya-karyanya
1. Riwayat hidup buya Hamka
Prof. Dr. H. Abdul Malik Karim Amrullah, yang mempunyai nama pena Hamka
(lahir di Nagari Sungai Batang, Tanjung Raya, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, pada
17 Februari 1908. Nama Hamka melekat setelah ia naik haji ke Mekah pada tahun 1927.
Beliau merupakan putra seorang tokoh ulama pembaharu dari Minangkabau, Doktor
Haji Abdul Karim Amrullah atau Haji Rosul, yang merupakan seorang ulama terkenal
dan seorang pelopor gerakan pembaruan/modernis dalam Gerakan Islah (tajdid) di
Minangkabau. Sementara ibunya bernama Siti Shafiyah Tanjung binti Haji Zakaria
yang berasal dari keluarga bangsawan. Abdul Malik Karim Amrullah diberi sebutan
Buya, yaitu panggilan untuk orang Minangkabau yang berasal dari kata abi, abuya
dalam bahasa Arab, yang berarti ayahku, atau seseorang yang dihormati.
Sejak kecil, ia menerima dasar-dasar agama dan membaca Al-Qur’an langsung
dari ayahnya. Ketika berusia 6 tahun, ia di bawa ayahnya ke Padang panjang. Pada usia
7 tahun, ia kemudian dimasukkan ke sekolah desa yang hanya ditempuh selama 3 tahun.
Pendidikan formal yang dilaluinya sangatlah sederhana. Mulai tahun 1916 sampai 1923,
ia belajar agama pada lembaga pendidikan Diniyah School di Padangpanjang, serta
Sumatra Thawalib di Padangpanjang dan di Parabek. Diusia yang sangat muda Hamka
sudah memulai sejarah perantauannya. Saat usianya masih 16 tahun (pada tahun 1924),
ia sudah meninggalkan Minangkabau, menuju Jawa. Di Yogyakarta, ia tinggal bersama
adik ayahnya, Ja’far Amrullah. Disini Hamka belajar dan menimba ilmu tentang
pergerakan kepada para aktivisnya, seperti Haji Oemar Said Tjokroaninoto (Sarekat
Islam), Ki Bagus Hadikusumo (Ketua Muhammadiyah), K.H Fakhruddin, dan RM
Soerjopranoto. Bersama dengan kaum muda aktivis ini, Hamka mengikuti kursus-
kursus tentang pergerakan. Dan ide-ide gerakan ini banyak memperngaruhi
pembentukan pemikiran Hamka tentang Islam sebagai sesuatu yang hidup dan dinamis.
Hamka mulai melihat perbedaan yang demikian nyata antara Islam yang hidup di
Minangkabau, yang terkesan statis, dengan Islam yang hidup di Yogyakarta yang
terkesan dinamis. Dari sinilah pemikiran Hamka mengenai dinamika keislaman mulai
berkembang.

2
Pengembaraannya dilanjutkan ke Pekalongan dan belajar dengan iparnya A.R.
St. Mansur yang merupakan tokoh Muhammadiyah Pekalongan. Hamka banyak belajar
tentang Islam dan juga politik. Pertengahan tahun 1925, Hamka kembali ke
Padangpanjang dan ikut mendirikan tabligh Muhammadiyah di rumah ayahnya.
Sekembali dari Jawa, ia membawa semangat dan wawasan baru tentang Islam yang
dinamis. Adapun buah tangan berharga yang dibawanya adalah beberapa buah karya
yang memuat pemikiran dinamis ilmuan muslim waktu itu. Untuk memperkenalkan
semangat modernis tentang wawasan Islam baru tersebut, ia mengawalinya dengan
membuka kursus pidato yang diberi nama “Tabligh Muhammadiyah”. Kumpulan pidato
ini kemudian ia cetak dalam sebuah buku dengan judul Khatib al-Ummah.
Dua tahun setelah kembalinya dari Jawa, Hamka pergi ke Mekah untuk
menunaikan ibadah haji. Dan kesempatan ini ia gunakan untuk memperluas pergaulan
dan bekerja dibidang percetakan di Mekah. Sepulang dari Mekah, ia meneruskan
perjalannya ke Medan. Dan di Medan ini, ia banyak menulis artikel diberbagai majalah
waktu itu. Dan di Medan pula, Hamka bisa optimal dalam mengaktualisasikan dirinya,
melalui Pedoman Masyarakat. Ia mempunyai modal yang dibutuhkan oleh seorang
intelektual dan ulama’ sekaligus. Ia seorang muballigh, ahli agama, sastrawan sekaligus
wartawan. Di medan pula ia berkenalan dengan beragam pemikiran di dunia. Inilah
modal yang mendukungnya. Dengan modal itu pula ia bisa menulis apa saja mulai dari
pemikiran, falsafah, sampai dengan berita-berita kunjungan ke daerah. Setelah beberapa
waktu lamanya singgah di Medan, ia kembali ke Padangpanjang. Sesampainya di
Padangpanjang,ia dipercayakan untuk memimpin kembali Kulliyatul Muballighin.
Sehingga pada tanggal 5 April 1929, sepulangnya dari Medan menuju tanah
kelahirannya, Hamka dinikahkan dengan Siti Rahma binti Endah Sutan, yang
merupakan anak dari salah satu saudara laki-laki ibunya. Dari perkawinannya dengan
Siti Raham, ia dikaruniai 11 orang anak. Mereka antara lain Hisyam, Zaky, Rusydi,
Fakhri, Azizah, Irfan, Aliyah, Fathiyah, Hilmi, Afif, dan Syakib. Setelah istrinya
meninggal dunia, satu setengah tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1973, ia menikah
lagi dengan seorang perempuan bernama Hj. Siti Khadijah.
Meskipun kerap kali mengalami beberapa hambatan, namun secara umum
kariernya mulai terlihat. Hal ini dapat dilihat bahwa dari tahun 1952 sampai 1981,
beberapa jabatan penting telag didudukinya. Jabatan tersebut antara lain adalah:

3
memenuhi undangan Amerika Serikat (1952), anggota komisi kebudayaan di Muangthai
(1953), menghadiri Konferensi Islam di Lahore (1958), Imam masjid Al-Azhar
(Kebayoran Baru), Konferensi negara-negara Islam di Rabat (1968), Muktamar Masjid
di Mekah (1976), Konferensi Ulama di Khairo (1977), Guru besar Perguruan Tinggi
Islam dan Universitas Islam di Makassar, Penasihat Kementrian Agama, Ketua Dewan
Kurator PTIQ, Ketua MUI (1975-1981), dan sejumlah posisi penting lainnya.
2. Karya-karya Tulisnya
Hamka termasuk ulama yang gemar menulis. Pada usia 17 tahun sekitar tahun
1925, ia telah menerbitkan bukunya yang pertama, Khatib al-Ummah. Kisah perjalanan
naik haji ke tanah suci ditulisnya dalam surat kabar Pelita Andalas. Tahun 1928, ia
menerbitkan majalah Kemajuan Zaman, dan pada tahun 1932, ia menerbitkan majalah
al-Mahdi di Makassar. Kedua majalah tersebut bercorak kesustraan dan keagamaan.
Hamka juga pernah menjadi editor majalah Pedoman Masyarakat, Panji Masyarakat,
dan Gema Islam. Ia juga menghasilkan karya ilmiah Islam dan karya kreatif seperti
novel dan cerpen. Karya ilmiahnya yang terkenal ialah Tafsir al-Azhar dan antara
novel-novelnya yang mendapat perhatian umum dan menjadi buku teks sastra di
Malaysia dan Singapura termasuklah Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Di Bawah
Lindungan Ka’bah dan Merantau ke Deli. Dengan karya-karyanya yang monumental
itu Buya HAMKA merupakan tokoh Islam terdepan dalam sejarah perkembangan Islam
abad modern di Indonesia.
Karya-karya lain yang sangat berpengaruh dalam segala aspek baik pendidikan,
tasawuf, sejarah, sastra diantaranya adalah :
a. Tasawwuf Modern. Mulanya karya ini merupakan kumpulan artikel yang dimuat
dalam Pedoman Masyarakat pada tahun 1937-1938. Buku ini pertama kali
diterbitkan di Medan pada tahun 1939. Melalui buku ini, ia mampu memainkan
perannya yang cukup besar dalam mengembangkan sikap asketik bagi kehidupan
umat Islam dan mengembalikan Tasawuf pada posisi yang sebenarnya, yaitu sebagai
sarana peribadatan seorang hambaa untuk mendekatkan diri pada Tuhannya.
b. Lembaga Budi. Buku ini ditulis pada tahun 1939 yang pembahasannya meliputi:
Budi yang mulia, sebab budi menjadi rusak, penyakit budi, budi orang yang
memegang pemerintahan, budi mulia yang seharusnya dimiliki oleh seorang raja,

4
budi pengusaha, budi saudagar, budi pekerja, budi ilmuan, tinjauan budi, dan
percikan pengalaman.
c. Falsafah Hidup. Pertama diterbitkan pada tahun 1940 di Medan. Buku ini
memaparkan hidup dan makna kehidupan, juga membahas pula tentang ilmu dan
akal, adab kesopanan baik vertikal maupun horisontal, dan bagian akhir buku ini
diakhirinya dengan membicarakan Islam sebagai pembentuk hidup.
d. Lembaga Hidup. Buku ini pertama kali terbit di Medan pada tahun 1941. Dalam
karya tersebut ia mencoba mengupas tentang berbagai kewajiban diri manusia
kepada manusia, manusia kepada Allah, kewajiban manusia secara sosial, hak atas
harta benda, kewajiban dalam pandangan seorang muslim, kewajiban dalam
keluarga, kewajiban menuntut ilmu, kewajiban bertanah air, Islam dan politik.
e. Pelajaran Agama Islam. Buku ini pertama kali diterbitkan pada tahun 1956.
Pembahasannya meliputi: manusia dan agama, dari sudut mana mencari Tuhan,
rukun Iman, amal sholeh.
f. Tafsir Al-Azhar Juz I-XXX. Buku ini mulai ditulis pada tahun 1962. Ia memulai
penulisan Tafsir al-Azhar dengan terlebih dahulu menjelaskan pengertian dan
eksistensi Al-Qur’an, kemudian dijelaskannya tentang i’jaz Al-qur’an. Isi mu’jizat
Al-qur’an. Al-qur’an lafadz dan makna, langkah-langkah dalam menafsirkan Al-
qur’an, haluan tafsir, alasan dinamakannya Tafsir al-Azhar dan hikmat Ilahi.
g. Ayahku: Riwayat Hidup Dr. Haji Amarullah dan Perjuangan Kaum Agama di
Sumatera. Buku ini pertama kali dicetak pada bulan april 1950. Melalui karyanya ini
ia berupaya memaparkan secara ringkas kepribadian serta sepak terjang ayahnya,
Haji Abdul Karim Amarullah atau yang biasa disebut Haji Rosul. Buku ini juga
menjelaskan tentang sejarah perkembangan umat Islam di Minangkabau dan
bagaimana proses masuknya Islam di Sumatera.
h. Kenang-kenangan Hidup jilid I-IV. Buku ini diterbitkan pada tahun 1951. Buku ini
menjelaskan tentang autobiografi dari buya Hamka tersendiri. Dalam buku tersebut
mengisahkan secara terperinci kehidupannya sejak kecil hingga dewasa.
i. Islam dan Adat Minangkabau. Buku ini terdiri dari VI bab. Yang pembahasannya
meliputi: adat Minangkabau menghadapi revolusi, adat minangkabau dan harta
pusaka, hubungan timbal balik antara adat dan syara’ di dalam kebudayaan
Minangkabau, adat nan kawi dan syara’ nan lazim, reaksi Syekh Ahmad Khatib dan

5
Syekh Taher Jalaluddin terhadap adat, serta sejarah Muhammadiyah di
Minangkabau.
j. Sejaah Umat Islam. Buku ini ditulisnya pada tahun 1951 dan merupakan upayanya
untuk memaparkan sejarah umat Islam. Melalui karya ini, ia melakukan beberapa
koreksi dalam rangka pelurusan sejarah Islam di Indonesia.
k. Studi Islam. Buku ini dicetak pada tahun 1982. Buku ini khusus membicarakan aspek
politik dan kenegaraan Islam. Pokok-pokok pikirannya dalam buku ini ditutup
dengan menjelaskan doktrin Islam sebagai motivator yang mampu membangkitkan
kemerdekaan dan keberanian terhadap ummatnya.
l. Kedudukan Perempuan dalam Islam. Buku ini pertama kali diterbitkan pada tahun
1973. Kelahiran buku ini tidak terlepas dari rencana diberlakukannya Undang-
Undang Perkawinan 1973 yang sekuler dan upayanya mengangkat martabat
perempuan yang selama ini berada dalam posisi yang cukup memprihatinkan
m. Khatibul Ummah. Diterbitkan tahun 1927 di Padangpanjang. Yang berisi tentang
kumpulan pidato pada lembaga pendidikan yang ia dirikan di Padangpanjang.
n. Lembaga Hidup, berbicara tentang dunia pendidikan
o. Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, buku roman pertama yang ditulis Hamka
p. Di Bawah Lindungan Ka’bah, buku roman yang bercerita tentang seorang anak yang
ta’at beribadah dalan petualangan cintanya dengan seorang gadis cantik, namun
pemuda tersebut banyak mengalami penderitaan, sehingga ia mencari tempat
berlindung. Kemudian di bawah lindungan ka’bahlah ia menemukan ketentraman
jiwanya sampai ia meninggal. Dan lain-lain.
B. Tujuan Pendidikan Islam menurut Buya Hamka
Dalam pandangan Hamka, tujuan pendidikan Islam adalah “Mengenal dan mencari
keridhaan Allah, memebangun budi pekerti untuk berakhlaq mulia”, serta memepersiapkan
peserta didik untuk hidup secara layak dan berguna ditengah-tengah komunitas sosialnya.
Pandangan ini menjelaskan bahwa secara substansial pendidikan Islam tidak hanya
bertujuan mencetak ulama, tetapi juga berkaitan dengan akhlak, pengakuan masyarakat
(social recognition), dan aktivitas kehidupan kekinian. Oleh karena itu, tujuan pendidikan
Islam sesungguhnya lebih berorientasi pada transinternalisasi ilmu kepada peserta didik
agar mereka menjadi insan yang berkualitas, baik dalam aspek keagamaan maupun dalam
aspek sosial. Dalam arti lain, tujuan pendidikan Islam yang dibangunnya bukan hanya

6
bersifat internal bagi peserta didik guna memiliki sejumlah ilmu pengetahuan dan
mengenal Khaliqnya, akan tetapi juga mampu secara eksternal untuk merefleksikan ilmu
yang dimiliki bagi kemakmuran alam semesta.
Pemikiran Hamka tentang tujuan dan konsep pendidikan Islam, secara umum
berangkat dari keinginan untuk mengharmonisasikan sistem pendidikan tradisional dan
modern. Kedua sistem pendidikan tersebut sesungguhnya memiliki sisi kelebihan yang
saling melengkapi untuk mencapai keseimbangan pertumbuhan kepribadian manusia
(peserta didik) secara menyeluruh dan seimbang melalui latihan jiwa, akal pikiran, diri
manusia yang rasional, perasaan dan indra. Oleh karena itu, hendaknya pendidikan
hendaknya mencakup pengembangan seluruh aspek fitrah peserta didik; aspek spiritual,
intelektual, imajinasi, fisik, ilmiah, dan bahasa, baik secara individual maupun kolektif;
dan mendorong semua aspek tersebut berkembang ke arah kebaikan dan kesempurnaan.
Tujuan terakhir pendidikan muslim terletak pada perwujudan ketundukan yang sempurna
kepada Allah, baik secara pribadi, komunitas, maupun seluruh ummat manusia.
Berpijak pada tujuan pendidikan yang dikemukakannya di atas, pendidikan Islam
hendaknya senantiasa berorientasi pada upaya mengantarkan peserta didik agar mampu
menjawab tantangan zaman yang timbul dalam kehidupan sosial sebagai konsekuensi logis
dari perubahan peradabannya. Untuk itu, alternatif yang terbaik adalah bersikap terbuka
terhadap ilmu pengetahuan umumdan menanamkan nilai-nilai agama kepada peserta didik
secara seimbang. Pemikiran dinamis dan akomodatif ini terlihat dari pandangan Hamka
terhadap ilmu yang di kembangkan barat dan ilmu-ilmu keislaman.
C. Materi Pendidikan Islam menurut Buya Hamka
Materi pendidikan dalam pandangan Hamka pada dasarnya berkisar antara ilmu,
amal dan akhlaq serta keadilan. Ketiga konsep tersebut sangat mendasari proses
pendidikan tersebut.
Pertama, ilmu. Menurut Hamka ilmu ada dua macam, ilmu yang bersumber dari
wahyu yang mutlak kebenarannya, yang disebut dengan al-ulum an-naqliyah, dan ilmu
yang bersumber dari akal manusia yang relatif kebenarannya, yang biasanya disebut
dengan al-ulumal-aqliyah. Ilmu yang pertama mencakup segala ruang dan dimensi waktu
yang meliputi suatu yang ghaib (tidak tampak) dan tampak. Ilmu kedua hanya mencakup
sebagian kecil dari gejala-gejala alam yang bersifat nyata dan tidak menembus perkara
yang ghaib, sekalipun ia seorang nabi. Adapun ilmu yang pertama diperoleh melalui

7
kebenaran wahyu yang dipindahkan dari generasi ke generasi berikutnya. Ilmu kedua dapat
diperoleh melalui kecerdasan akal pada tahap intelek atau rasio. Menurutnya, ilmu manusia
tidak dapat menandingi ilmu Allah sehingga selayaknya manusia menyadari bahwa
ilmunya tidak seberapa jika dibandingkan dengan ilmu Allah.
Kedua, amal dan akhlak. Dalam pandangan Hamka, bahwa ilmu yang hanya
dibarengi dengan iman tidaklah cukup, namun harus pula diiringi dengan amal, kerja, atau
usaha. Ilmu yang baik, seharusnya bisa membekas ke luar diri individu dan orang lain.
Ilmu pengetahuan harus diamalkan dan agama Islam adalah agama Ilmu dan sekaligus
amal.
Ketiga, keadilan. Hamka mendefinisikan keadilan dengan ‘tegak di tengah’, secara
lebih lengkap Hamka menjelaskan, keadilan sebagai pertahanan yang memikit hati dan
menyebabkan orang takluk dan patuh dengan segala kerendahan hati. Dalam konsep
keadilan ini harus terkandung unsur persamaan. Oleh sebab itu, sudah seharusnya manusia
memiliki kesamaan untuk mendapatkan hak dalam hidup.
Secara garis besar Menurut Hamka materi pendidikan dapat dibagi
menjadi empat bentuk,yaitu:
1. Ilmu agama, seperti tauhid, fiqih, tafsir, hadits, nahwu, shorof, mantiq, dan lain-lain.
Materi ini dimaksudkan untuk menjadi alat kontrol dan pewarna kepribadian peserta
didik.
2. Ilmu umum, seperti sejarah, filsafat, sastra, ilmu berhitung, falak, dan sebagainya.
Dengan ini akan membuka wawasan keilmuan terhadap perkembangan zaman.
3. Keterampilan, seperti olahraga berguna untuk membuat tubuhnya sehat dan kuat.
4. Kesenian, seperti musik, menggambar, menyanyi, dan sebagainya, dimaksudkan agar
peserta didik akan memiliki rasa keindahan dan akan memperhalus budi rasanya.
D. Metode Pendidikan Islam menurut buya Hamka
Agar proses pendidikan terlaksana secara efektif dan efisien, maka seorang
pendidik di tuntut untuk mempergunakan berbagai macam pendekatan metode. Dengan
menggunakan pendekatan dan metode tertentu, proses interaksi akan dapat diterima dan
dipahami oleh peserta didik. Secara sistematis, Al-qur’an telah memberikan fungsinya
sebagai hudan tentang pendekatan yang dpat digunakan manusia dalam melakukan
interaksi proses belajar mengajar. Untuk membuktikannya, ia merujuk pada Q.S an-nahl:
125. Pada ayat ini ada tiga pendekatan yang perlu dilakukan, yaitu: pertama, melalui

8
(hikmah kebijaksanaan, akal budi yang mulia, dada yang lapang, hati yang bersih, dan
menarik perhatian peserta didik). Kedua, melalui al-mau’idzah al-hasanat (proses
pengajaran yang baik). Ketiga, melalui wa jadilhum bi al-lati hiya ahsan (bantahlah
dengan cara yang baik dan mengajak peserta didik kepada jalan pikiran yang benar).
Disamping pendekatan tersebut, al-Qur’an juga memberikan beberapa bentuk metode
pendidikan Islam. Diantaranya melalui keteladanan (QS al-Ahzab:21), cerita atau
perumpamaan (QS al-maidah:27), nasihat (QS. Al-Luqman:13), hukuman (QS. At-
Taubah:74, dan kebiasaan.
Dalam bahasannya yang sederhana, ia membagi metode pendidikan Islam kepada
empat macam metode, yaitu :
1. Metode diskusi, proses bertukar pikiran antara dua belah pihak, dengan penuh
keterbukaan dan persaudaraan dengan mengemukakan pandangannya secara
argumentatif dan proses ini bertujuan untuk mencari kebenaran melalui dialog.
2. Metode darmawisata, mengajak anak mengenal lingkungannya, dengan ini sang anak
akan memperoleh pengalaman langsung serta kepekaan terhadap sosial.
3. Metode resitasi, memberikan tugas seperti menyerahkan sejumlah soal untuk
dikerjakan, dimaksudkan agar anak didik memiliki rasa tanggung jawab terhadap
amanat yang diberikan kepadanya.
Sedangkan dengan metode Islami, di antaranya:
1. Amar ma’ruf nahi mungkar, menyuruh berbuat baik dan mencegah berbuat jahat.
Bertujuan agar tulus hati dalam memperjuangkan kebenaran dan menjadikan pergaulan
hidup lebih sentosa.
2. Observasi, memberikan penjelasan dan pemahaman materi pada peserta didik. Metode
ini digunakan agar peserta didik lebih mengenal Tuhannya.
E. Evaluasi Pendidikan Islam menurut buya Hamka
Evaluasi merupakan tahap akhir yang dilakukan dalam proses pendidikan,
bertujuan untuk mengetahui sejauh mana proses belajar mengajar uantuk mencapai tujuan
yang telah ditentukan sebagai landasan berpijak aktivitas suatu pendidikan.Pandangan
Hamka dalam evaluasi seperti para tokoh-tokoh pendidikan Islam lainnya yakni mengarah
pada ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Evaluasi dapat dilakukan dengan
memberikan beberapa tugas, seperti yang terdapat pada metode pembelajaran yang berupa
resitasi. Ini merupakan evaluasi yang dilakukan secara global atau yang biasa dilakukan

9
secara umum. Sedangkan dalam pendidikan tauhid, evaluasi mengarah pada sesuatu yang
menyadarkan diri (introspeksi diri) dimana syur (perasaan) sebagai barometernya.
F. Kriteria Pendidik menurut buya Hamka
Tugas pendidik secara umum adalah memantau mempersiapkan dan
mengantarkan peserta didik untuk memiliki ilmu pengetahuan yang
luas,berakhlak mulia dan bermanfaat bagi kehidupan masyarakat secara
luas.Dengan pelaksanaan pendidikan yang demikian peserta didik diharapkan
mampu mewujudkan tujuan hidupnya baik secara horizontal (kholifah fil ard)
maupun vertikal (‘abd Allah). Dalam hal ini setidaknya ada tiga intitusi atau
pihak yang ikut andil dalam bertugas dan bertanggungjawab dalam pelaksanaan
pendidikan yaitu:
1. Lembaga pendidikan informal
Keluarga merupakan lembaga yang mempengaruhi perkembangan
akhlak dan pola pikir anak,dan hanya keluarga yang demokratis akan mampu
mengembangkan dinamika secara maksimal.Orang tua memegang peranan
penting bagi pembentukan kepribadian terutama akhlak seorang anak.Dalam
hal ini orang harus menjadi contoh yang baik dan berakhlak sebelum
membentuk karakter anak untuk mempunyai keprubadian yang baik.Adapun
rambu-rambu untuk kedua oarang tua dalam melaksanakan pendidikan
terhadap anak yaitu:
a. Mengajarkan anak untuk cepat bangun dan jangan banyak tidur.
b. Menanamkan didikan akhlak yang mulia dan hidup sederhana.
c. Mengajarkan cinta kasih dan kehidupan harmonis melalui cerita-cerita.
d. Membiasakan untuk selalu percaya diri dan mandiri.
Hal ini memang nampak sekali seperti adanya keterpaksaan
namunbukan berarti sang orang tua berkuasa penuh dalam gerak
anak,melainkan orang tua menuntun dan mengontrol agar kebebasan gerak
potensi yang dimiliki anak terealisasikan secara maksimal.
2. Lembaga pendidikan formal
Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang tersusun secara terencana
dan sistematis.Sekolah bertugas mengembangkan seluruh potensi yang ada
dalam peserta didik secara maksimal sehingga memiliki sejumlah kemampuan

10
yang dapat dipergunakan untuk melaksanakan fungsinya ditengah-tengah
masyarakat. Dalam hal ini seorang guru bertugas membimbing peserta
didiknya untuk memiliki ilmu yang luas, berakhlak mulia dan bermanfaat bagi
masyarakat luas.
3. Lembaga pendidikan non formal
Masyarakat merupakan lembaga pendidikan yang sangat luas dan
berpengaruh dalam proses pembentukan kepribadian seorang anak. Lembaga
ini merupakan lembaga pendukung dalam pelaksanaan proses pendidikan
secara praktis. Sesuai dengan fitrahnya yakni makhluk sosial yang tidak dapat
hidup tanpa adanya interaksi dan membutuhkan bantuan orang lain yang ada
disekitarnya. Eksistensinya yakni saling bekerja sama dan saling
mempengaruhi antara satu dan yang yang lainnya. Melalui bentuk komunitas
masyarakat yang harmonis, menegakkan akhlak nilai akhlak,dan hidup sesuai
dengan nilai-nilai ajaran Islam,akan dapat mewujudkan tatanan kehidupan
yang tentram.Kondisi masyarakat yang seperti inilah yang merupakan ciri
masyarakat ideal bagi terlaksananya pendidikan secara efekif dan dinamis.Oleh
karena itu, memformulasikan sistem pendidikan diperlukan pendekatan
psikologis dan sosiologis,dan pendekatan dilakukan dengan mengakomodir dan
menyeleksi sistem nilai sosial (adat) serta dengan pendekatan ini pendidikan
mampu memainkan perannya sebagai agent of change dan agent of social
culture.
Untuk mewujudkan proses pendidikan yang ideal, seorang pendidik
dituntun memiliki syarat-syarat sebagai berikut:
a. Adil dan objektif.
b. Berakhlakul karimah.
c. Menyampaikan ilmu tanpa ada yang ditutupi.
d. Menghormati keberadaan murid sebagai manusia yang dinamis.
e. Memberikan ilmu sesuai dengan tempat waktu kemampuan dan
perkembangan jiwa.
f. Memperbaiki akhlak dengan bijaksana.
g. Membimbing sesuai dengan tujuan pendidikan.
h. Memberikan bekal ilmu agama & umum.

11
i. Mengajari hidup teratur.
j. Ikhlas dan tawadhu’.
k. Membiasakan diri untuk membaca
G. Kriteria Peserta Didik menurut buya Hamka
Menurut Buya Hamka tugas dan tanggung jawab peserta didik ialah
berupaya mengembangkan potensi yang dimilikinya dengan seperangkat ilmu
pengatahuan sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan yang telah dianugerahkan
oleh Allah SWT melalui fitrah-Nya. Sebagai seorang yang berupaya mencari ilmu
pengetahuan maka peserta didik dituntut untuk:
l. Jangan putus asa.
2. Jangan lalai dalam menuntut ilmu dan cepat merasa puas terhadap ilmu yang
sudah diperoleh.
3. Tidak merasa terhalang karena faktor usia.
4. Bertingkah laku sesuai dengan ilmu yang dimiliki.
5. Memperbagus tulisan agar mudah dibaca.
6. Sabar dan meneguhkan hati.
7. Mempererat hubungan dengan guru.
8. Khusyu’dan tekun.
9. Berbuat baik pada orang tua dan abdikan ilmu untuk maslahat umat.
10. Jangan menjawab sesuatu yang tidak berfaedah.
11. Menganalisa fenomena alam semesta secara seksama dan bertafakur.
Dalam mengikuti proses belajar mengajar, seorang peserta didik tidak bisa
lepas dari melakukan interaksi dengan sesamanya. Maka setidaknya ada dua
kewajiban yang harus dilakukan antara sesama peserta didik, yaitu :
1. Merasakan keberadaan mereka bagai sebuah keluarga dengan ikatan
persaudaraan
2. Jadikan teman untuk menambah ikmu. Lakukan berbagai diskusi dan berbagai
latihan sebagai sarana untuk menambah kemampuan intelektual sesama peserta
didik.

12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Prof. Dr. H. Abdul Malik Karim Amrullah, yang mempunyai nama pena Hamka
(lahir di Nagari Sungai Batang, Tanjung Raya, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, pada 17
Februari 1908. Nama Hamka melekat setelah ia naik haji ke Mekah pada tahun 1927.
Beliau merupakan putra seorang tokoh ulama pembaharu dari Minangkabau, Doktor Haji
Abdul Karim Amrullah atau Haji Rosul, yang merupakan seorang ulama terkenal dan
seorang pelopor gerakan pembaruan/modernis dalam Gerakan Islah (tajdid) di
Minangkabau.
Pemikiran Hamka tentang tujuan dan konsep pendidikan Islam, secara umum
berangkat dari keinginan untuk mengharmonisasikan sistem pendidikan tradisional dan
modern. Kedua sistem pendidikan tersebut sesungguhnya memiliki sisi kelebihan yang
saling melengkapi untuk mencapai keseimbangan pertumbuhan kepribadian manusia
(peserta didik) secara menyeluruh dan seimbang melalui latihan jiwa, akal pikiran, diri
manusia yang rasional, perasaan dan indra.
Materi pendidikan dalam pandangan Hamka pada dasarnya berkisar antara ilmu,
amal dan akhlaq serta keadilan. Ketiga konsep tersebut sangat mendasari proses
pendidikan tersebut. Metode pembelajaran yang belai rujuk terdapat pada Q.S an-nahl:
125. Pada ayat ini ada tiga pendekatan yang perlu dilakukan, yaitu: pertama, melalui
(hikmah kebijaksanaan, akal budi yang mulia, dada yang lapang, hati yang bersih, dan
menarik perhatian peserta didik). Kedua, melalui al-mau’idzah al-hasanat (proses
pengajaran yang baik). Ketiga, melalui wa jadilhum bi al-lati hiya ahsan (bantahlah
dengan cara yang baik dan mengajak peserta didik kepada jalan pikiran yang benar).

B. Saran
Pemikiran pendidikan Islam yang telah dicetus oleh Hamka tidak akan bisa
terwujud dalam dunia pendidikan secara nyata apabila semua pemikirannya ini tidak di
aplikasikan dalam sistem pendidikan Islam yang ada. Oleh karena itu, semoga makalah ini
dapat menjadikan tolak ukur kita untuk dapat menerapkan pemikiran positifnya dalam
dunia pendidikan Islam.

13
DAFTAR PUSTAKA

Amarulloh. T.t. “Kenang-kenangan 70 Tahun Hamka”. (Tanpa Penerbit)

Herry, Mohammad. 2006. “Tokoh-Tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20”. Jakarta:Gena
Insani

http://fiitrifaholv1992.blogspot.com/2014/02/pendidikan-islam-menurut-buya-hamka.html

http://id.wikipedia.org/wiki/Abdul_Malik_Karim_Amrullah

https://mcdens13.wordpress.com/2012/07/04/pemikiran-pendidikan-islam-hamka/

Kurniawan, Syamsul dan Erwin Mahrus. 2011. “Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam”.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Nizar, Samsul. 2008. “Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran Hamka


tentang Pendidikan Islam”. Jakarta: Prenada Media Grip

Susanto. 2009. “Pemikiran Pendidikan Islam”. Jakarta: Amzah

Suwito, Fauzan. 2003. “Sejarah Pemikiran Para Tokoh Pendidikan”. Bandung: Angkasa

14

Anda mungkin juga menyukai