Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

MADZHAB IMAM HANBALI

Dosen Pengampu: Lamya Nurul Fadhilah, SH.,MH

Disusun Oleh :
MUHAMAD NANDA FIFIN IFANDI 2331060148

PRODI PSIKOLOGI ISLAM


FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
2023 /2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
kami dapat menyelesaian tugas makalah yanga berjudul Madzhab Imam Hanbali ini
tepat pada waktunya.

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Ibu
Lamya Nurul Fadhilah, SH.,MH pada mata kuliah Fiqih. Selain itu, makalah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan tentang Madzhab Imam Hanbali bagi para
pembaca dan juga penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Lamya Nurul Fadhilah, SH.,MH
selaku dosen mata kuliah Fiqih yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dan bidang studi kami.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari makalah yang kami tulis ini jauh dari kata sempurna. Oleh
karna itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.

Lampung, 1 November 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER.................................................................................................. i
KATA PENGANTAR........................................................................... ii
DAFTAR ISI.......................................................................................... iii
BAB I...................................................................................................... 4
A. Latar Belakang............................................................................ 4
B. Rumusan Masalah....................................................................... 5
C. Tujuan.......................................................................................... 5
BAB II..................................................................................................... 7
A. Biografi Imam Hanbali................................................................ 6
B. Sejarah Madzhab Hanbali........................................................... 7
C. Konsep Madzab Hanbali............................................................. 11
D. Karakteristik Madzab Hanbali.................................................... 13
E. Contoh Penerapan Konsep Madzhab Hanbali............................ 17
BAB III................................................................................................... 21
A. Kesimpulan.................................................................................. 21
B. Saran............................................................................................ 22
DAFTAR PUSTAKA............................................................................ 23

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Terdapat empat madzhab di Indonesia yaitu: Mazhab Hanafi, Mazhab
Maliki, Mazhab Syafi'i, dan Mazhab Hambali mereka adalah beberapa
mazhab Islam yang paling populer hingga saat ini.Imam Ahmad adalah
orang yang sederhana, terkenal, dan sangat setia pada Islam. Kecintaan
beliau pada hadits dan kesetiaan beliau pada nabi, yang dibayar dengan
pengorbanan fisik dan nonfisik, memiliki nilai tambahan yang harus
dihargai. Upaya beliau untuk menyelaraskan sikap dan kata-kata
memberinya kekuatan untuk menantang mihnah dan otoritas penguas.
Para ulama ahli hadis menciptakan berbagai model dan corak penulisan
hadis, salah satunya adalah penulisan hadis dengan metode musnad.
Musnad adalah kitab yang berisi kumpulan hadis yang tidak disusun
menurut urutan bab fiqih; sebaliknya, ia disusun menurut nama setiap
sahabat Nabi Muhammad saw., baik itu shahih, hasan, atau dhaif. Urutan
nama-nama para sahabat di dalam musnad terkadang didasarkan pada
huruf hijaiyah atau alfabet, metode yang digunakan oleh para ulama ahli
hadis, dan ini dianggap sebagai metode yang paling sederhana. Kadang-
kadang, urutan ini juga didasarkan pada urutan pad. Umat Islam penganut
sunni, seperti mayoritas muslim di Indonesia, bergantung pada empat
Imam yang sangat terkenal. Umat Islam pada umumnya mengetahui dan
membaca hukum-hukum yang dibuat oleh mereka yang tertuang dalam
kitab fiqih, Sangat menarik bahwa keempat imam tersebut adalah ulama
moderat di masa mereka. Mereka tidak pernah mengakui karya-karyanya
sebagai mazhab resmi di negara atau masyarakat tertentu. Mereka juga
tidak pernah mengakui pendapatnya sebagai mazhab abadi yang harus

4
dianut dan dipegang selamanya. Dari keempat imam, Ahmad Ibn Hanbal
adalah yang paling muda. Dia ahli fiqih dan hadis. Salah satu karyanya
yang monumental dalam bidang hadis ialah sebuah kitab yang diberi nama
Musnad Ahmad Ibn Hanbal. Dalam bidang fiqih ia mempunyai tidak
kurang dari 60.000 fatwa. Karya-karya Ahmad dalam bidang fiqih lebih
banyak disusun oleh murid-muridnya.
Sebenarnya, ada sejumlah besar kitab hadis dalam bentuk musnad.
Musnad Imam Ahmad Ibn Hanbal dianggap sebagai salah satu karya
besar. Ia menggunakan metode dan cara berpikir unik untuk meriwayatkan
hadis dan menulis kitab-kitabnya sebagai imam besar. Ini adalah ciri-ciri
Imam Ibn Hanbal dalam kitab musnadnya, yang membedakannya dari
imam-imam ahli hadis sebelumnya. Pola dan kepribadian individu akan
berbeda tergantung pada lingkungan sosial dan sosial mereka. Oleh karena
itu setiap imam ahli hadis ataupun para imam ahli yang lainnya sangat
ditentukan oleh space and time yang menyertainya.

B. Rumusan Malasalah
1) Memaparkan Biografi Imam Hanbali
2) Menjelaskan Sejarah Madzhab Hanbali
3) Mendefinisikan Konsep Madzab Hanbali
4) Memaparkan Karakteristik Madzab Hanbali
5) Menjelaskan Contoh Penerapan Konsep Madzhab Hanbali

C. Tujuan
1) Untuk mengetahui Biografi Imam Hanbali
2) Untuk mengetahui Sejarah Madzhab Hanbali
3) Untuk mengetahui Konsep Madzab Hanbali
4) Untuk mengetahui Karakteristik Madzab Hanbali
5) Untuk mengetahui Contoh Penerapan Konsep Madzhab Hanba

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Biografi Imam Hambali


Imam Ahmad Hambali diberi nama lengkap Abu Abdullah Ahmad bin
Muhammad bin Hambal bin Hilal Al-Syaibani, dan dia lahir di Baghdad pada
bulan Rabiul Awal tahun 164 H/780 M.1 Imam Hambali dibesarkan yatim
karena ayahnya meninggal ketika dia masih bayi. Sejak kecil, dia
menunjukkan minat yang besar pada ilmu pengetahuan, memulai dengan
menghafal Al-Qur'an dan kemudian belajar bahasa Arab, Hadits, sejarah Nabi,
dan para tabi'in.
Beliau pergi ke Basrah untuk beberapa kali untuk belajar lebih banyak.
Di sanalah dia bertemu dengan Imam Syafi'i. Selain itu, dia pergi ke Yaman
dan Mesir untuk mendapatkan lebih banyak pengetahuan. Di antara gurunya
adalah Yusuf Al-Hasan bin Zaid, Husyaim, Umair, Ibn Humam, dan Ibn
Abbas. Imam Ahmad bin Hambal mempelajari dan meriwayatkan banyak
hadits, dan dia hanya mengambil hadits yang jelas shahihnya. Akibatnya,
beliau akhirnya berhasil menulis kitab hadits yang kita kenal sebagai Musnad
Ahmad Hambali dan mulai mengajar pada usia empat puluh tahun.2
Imam Ahmad tidak hanya menulis dalam fikih dan hadis, tetapi juga
berbicara tentang aqidah dan politik. Dia juga pernah dipenjara karena
pendapatnya tentang Alquran sebagai kalam Allah yang qadim selama
pemberlakukan mihnah di bawah khalifah al-Ma'mun, al-Mu'tashim, dan al-
Watsiq. Ketiga khalifah ini setuju dengan pendapat Mu'tazilah tentang
kemakhlukan Alquran dan memaksakan pendapat mereka kepada umat Islam,

1
Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, (Jakarta ; PENERBIT LENTERA,
2005), h. 31
2
Muslim Ibrahim, Pengantar Fiqih Muqaara, (Jakarta : Erlangga, 1989), h. 98

6
terutama para qadhi dan ulama.3 dan pada masa Khalifah Al-Mutawakkil
beliau di bebaskan.
Imam Hambali wafat di Baghdad pada usia 77 tahun atau tepatnya
pada tahun 241 H/855 M. Setelah kematiannya, mazhab Hambali berkembang
luas dan menjadi salah satu yang paling populer di bawah pemerintahan
Khalifah Al-Wathiq.4

B. Sejarah Mazhab Hambali


Mazhab Hambali berasal dari ijtihad fikih dan fatwa Imam Ahmad bin
Hambal selama hidupnya. Imam Ahmad bin Muhammad bin Hambal
dilahirkan di kota Baghdad pada tahun 164 H, dan dia dan keluarganya pindah
ke Basrah ketika kakeknya diangkat menjadi walikota Sarkhas di wilayah
Khurasan selama khilafah Umawiyyah. Namun, karena kakeknya kemudian
bergabung dengan kelompok "Abbasiyah", keluarganya dilecehkan dan
diintimidasi hingga akhirnya mereka memutuskan untuk kembali ke kota
Baghdad.
Imam Ahmad bin Hambal dirawat oleh ibunya dan dikenalkan pada
ilmu pengetahuan sejak kecil setelah ayahnya meninggal ketika dia berusia
tiga tahun. Beliau belajar fikih dari al-Qadi Abu Yusuf, seorang murid
terkenal dari Imam Abu Hanifah, tetapi akhirnya dia lebih tertarik pada hadis
dan mempelajarinya dari Imam al-Syafi'i. Selain itu, Ahmad bin Hambal juga
belajar dari Imam Abdurrazaq al-Sana'ani di Yaman bersama dua sahabatnya,
Yahya bin Ma'in dan Ishaq bin Rahawaih. Dengan cara yang sama, Ahmad
telah mengunjungi banyak negara. 5

3
Marzuki. AHMAD BIN HANBAL (Pemikiran Fikih dan Ushul Fikihnya). Jurnal Hunafa Vol. 2
No. 2 Agustus 2005: 107-118
4
Muslim Ibrahim, Pengantar Fiqih Muqaara, (Jakarta : Erlangga, 1989), h. 98
5
Ismail ibn ‘Umar ibn Kasir, al-Bidayah wa al-Nihayah, Jilid X (Beirut: Dar al-Ihya al-Turas
al-‘Arabi, t.th), h. 359-360.

7
Akhirnya, Imam Ahmad bin Hambal menetap di kota Baghdad setelah
mengembara ke seluruh dunia untuk mencari informasi dan ingin
membagikannya kepada orang lain. Hasil ijtihad Imam Ahmad sangat
diterima oleh murid-muridnya, sehingga mereka menyebarkan Mazhab
Hambali dan menarik banyak orang ke setiap majelis pengajiannya.6
8 Latar belakang sosial zaman Imam Ahmad bin Hambal juga berkontribusi
pada munculnya dan tersebarnya pendapat fikihnya. Latar belakang sosial
dapat diuraikan sebagai berikut:
 Perselisihan teologis
Perselisihan teologis yang sangat kuat terjadi selama masa hidup Imam
Ahmad. Perselisihan ini terjadi antara kelompok Ahli sunah
waljamaah dan kelompok Muktazilah, yang bahkan mencapai Syi'ah,
karena gerakan penerjemahan buku-buku filsafat yang diinstruksikan
oleh Khalifah al-Ma'mun. Khalifah al-Ma'mun sendiri adalah penganut
pemikiran Muktazilah, yang memaksakan pendapatnya atas rakyat
dalam masalah teologis seperti apakah Al-Qur'an adalah makhluk dan
bukan firman Allah.7 Muktazilah adalah ajaran yang menggunakan
rasio murni untuk memahami masalah teologis Islam. 10 Ide-ide ini
berasal dari gaya filsafat yang memprioritaskan daya nalar sebagai
cara terbaik untuk memahami dan menjelaskan hakekat Tuhan;
namun, mereka kadang-kadang mengabaikan bukti dari Al-Qur'an dan
hadis. Salah satu contohnya adalah pengakuan bahwa, meskipun dia
tidak beriman atau kafir di dunia, seorang pelaku dosa besar akan tetap
berada di neraka di akhirat (al-manzilah bayna al-manzilatayn).
Karena iman itu satu dan tidak dapat dibagi-bagi, kaum Muktazilah
percaya bahwa berkumpul antara iman dan kekufuran adalah

6
Al-Qattan, op.cit., h. 381-382
7
al-Juhani, Mani’ bin Hammad, al-Mawsu’ah al-Muyassarah fi al-Adyan wal Mazahib wal
Ahzab al-Mu’asirah, Jilid I (Cet. III; Riya}: WAMY, 1418 H), h. 132.

8
dosa.Ulama Ahlusunah pada masa itu menentang pemikiran kaum
Muktazilah. Mereka menganggap bahwa pemahaman ini menyimpang
dari tuntunan wahyu karena lebih memprioritaskan nalar daripada
dalil, padahal dalil sya'i seharusnya menjadi acuan dalam menjelaskan
agama. Ahlusunah dengan ini tidak menolak penggunaan nalar dalam
agama, tetapi nalar yang benar adalah yang mengikuti maksud dan
tujuan dalil, bukan menentangnya atau sebaliknya.
Ulama Ahli sunah waljamaah, termasuk Imam Ahmad bin Hambal,
sangat menentang keyakinan Muktazilah. Imam Ahmad tidak mau
berkompromi dengan ide-ide mereka yang salah, meskipun Khalifah
al-Ma'mun mendukungnya, dan mengancam akan menghukum siapa
saja yang menentangnya. Terakhir, Imam Ahmad harus berdebat
dengan khalifah tentang apakah Al-Qur'an adalah firman-firman Allah
atau makhluk yang Dia buat? Kaum Muktazilah dan Khalifah al-
Ma'mun berpendapat bahwa Al-Qur'an adalah makhluk ciptaan Allah
karena tidak memiliki sifat al-Kalam. Imam Ahmad, seperti ulama
Ahlusunah lainnya, mengakui bahwa Al-Qur'an adalah fiman langsung
dari Allah swt. yang didengar oleh malaikat Jibril dan disampaikan
kepada Nabi Muhammad saw. Ahlusunah juga mengakui bahwa Allah
swt. memiliki sifat al-Kalam, tetapi tidak sebagaimana makhluk-
makhluknya.8
Untuk perbedaan ini, khalifah al-Ma'mun menghukum Imam Ahmad
dengan keras, dan bahkan dihukum oleh dua khalifah berikutnya, al-
Mu’tasim dan al-Wasiq, yang memiliki pemahaman yang sama dengan
al-Ma'mun. Hingga periode al-Mutawakkil, Imam Ahmad tetap teguh
terhadap hukuman, termasuk penjara dan cambuk, bahkan ancaman
hukum mati.9
8
Rahmat Abd. Rahman, (LATAR BELAKANG SOSIAL LAHIRNYA MAZHAB HAMBALI). Vol.
1, No. 3 (2020)
9
Ibnu Kasir, al-Bidayah, h. 364-365

9
 Kondisi politik
Perang politik antara Bani Umayyah dan Bani "Abbasiyah" akhirnya
berakhir dengan kemenangan Bani "Abbasiyah" di pertengahan abad
kedua Hijriah. Namun, ada perselisihan internal di rezim "Abbasiyah"
juga. Al-Ma'mun dilantik menjadi khalifah setelah melakukan kudeta
atas saudaranya Al-Amin pada tahun 198 H, dan keadaan politik
setelah pelantikan al-Ma'mun agak stabil.
Keluarga Imam Ahmad bin Hambal juga terpengaruh oleh
ketidakpastian politik ini. Hambal, kakeknya, diangkat menjadi
walikota Sarkhas di Khurasan selama pemerintahan Bani Umayyah.
Namun, dia akhirnya dipecat karena bergabung dengan kelompok
'Abbasiyah. Mereka akhirnya kembali ke tempat asalnya, kota
Baghdad, setelah sebelumnya tinggal di Basrah dan Marwu. Namun,
Imam Ahmad juga menguntungkan karena dapat berguru kepada
banyak ulama di sana, seperti Imam al-Syafi'i, al-Qadi Abu Yusuf,
Waki' bin al-Jarrah, dan Isma'il bin Ulayyah.10
Sebagaimana disebutkan sebelumnya, keadaan politik ini berlanjut
hingga rezim "Abbasiyah", ketika pemerintahan Khalifah al-Ma'mun
mendukung penyebaran ideologi Muktazilah dan menghukum mereka
yang menentangnya. Bahkan Khalifah memerintahkan penerjemahan
karya-karya filsafat Yunani dan Romawi ke dalam bahasa Arab. Ini
dilakukan untuk memungkinkan pertumbuhan dan perkembangan ide-
ide dan tindakan yang menyimpang dari wahyu ilahi. Salah satu
contohnya adalah perintah Khalifah untuk bertakbi dengan
membesarkan suara setelah salat lima waktu.11

10
Rahmat Abd. Rahman, (LATAR BELAKANG SOSIAL LAHIRNYA MAZHAB HAMBALI).
Vol. 1, No. 3 (2020)
11
Ibnu Kasir, op.cit., h. 296

10
 Perkembangan ilmu pengetahuan
Kota Baghdad adalah pusat ilmu pengetahuan dan para ulama
terkemuka. Sampai Imam Abu Bakar Ahmad bin ‘Ali yang dikenal
sebagai al-Khatib alBaghdadi (392-465 H) menyusun biografi setiap
ulama di segala bidang ilmu pengetahuan yang pernah tinggal di kota
tersebut pada masanya. Tarikh Baghdad Dar al-Salam adalah buku
yang berisi biografi yang mencakup sepuluh ribu halaman.12
Para ulama pada masa itu juga terkenal karena banyaknya karya ilmiah
yang mereka buat. Dalam bidang fikih dan usul fikih, Imam al-Syafi'i
menulis kitab al-Rislah dan al-Umm; dalam bidang hadis, Muhammad
bin Humaid (w. 230 H) menyusun kitab al-Musnad, atau Imam al-
Bukhari (w. 256 H) menyusun kitab al-Jami’ al-Sahih; dalam bidang
teologi, Abu Bakar Muhammad bin Khuzaima (w. 311 H) menulis
kitab al-Tauhid atau Imam Hibatullah al-Lalakai (w. 418 H) yang
menulis kitab Syarah Usul I’tiqad Ahlu al-Sunnah Wa al-Jama’ah, di
bidang tafsir Al-Qur’an.
Imam Ahmad juga mengikuti perkembangan ini, bahkan karena dia
sudah "terlanjur kaya" dengan keadaan ini, sehingga disiplin ilmu apa
pun yang diinginkan pasti ada dan ulama yang menguasainya tersebar
luas. Dalam biografi Imam Ahmad, disebutkan bahwa dia pernah
berguru kepada beberapa mazhab fikih, seperti al-Qadi Abu Yusuf,
murid Imam Abu Hanifah, Sufyan bin Uyainah, dan Imam al-Syafi'i.13

C. Konsep Madzab Hanbali


 Ketetapan Al-Qur’an dan Al Hadits yang marfuk

12
Salih Ahmad al-‘Ali, Muqaddimah Kitab Tarikh Baghdad li al-Imam al-Khatib al-Baghdadi
(Cet.I; Beirut: Dar al-Garb al-Islami, 2001), h.6.
13
Isma’il ibn ‘Umar ibn Kasir, al-Bidayah, h. 359-361.

11
Semua firman Allah yang shalih likulli zaman wa fi kulli makan
disebut Al-Qur'an. Pada dasarnya, al-Qur'an adalah sumber dari semua
yang ada, seperti huda, sifat al-Qur'an. Jalan dan solusi yang tepat
akan diberikan oleh petunjuk yang tepat. Al-Qur'an hanya terdiri dari
tiga puluh juz, tetapi pelajaran yang terkandung di dalamnya sangat
lengkap dan menjawab semua pertanyaan yang mungkin muncul. Oleh
karena itu, al-Qur'an menjelaskan hukum-hukum yang terkandung di
dalamnya dengan cara yang umum, detail, dan sesuai dengan topik.14
 Fatwa para sahabat Rasulullah SAW
FATWA (Ar.: al-fatwa = nasihat, petuah, jawaban atas pertanyaan
hukum; jamak: fatawa) Dalam ilmu usul fikih, berarti pendapat yang
dikemukakan oleh seorang mujtahid atau fakih sebagai jawaban atas
pertanyaan yang tidak mengikat dari peminta fatwa. Fatwa dapat
diminta oleh individu, lembaga, atau kelompok masyarakat. Tidak ada
kewajiban bagi orang yang meminta fatwa untuk mengikuti fatwa
mujtahid atau fakih. Akibatnya, fatwa tersebut tidak memiliki daya
ikat. Mufti adalah orang yang memberi fatwa berdasarkan fikih dan
usul fikih, dan al-mustafti adalah orang yang meminta fatwa.
 Pendapat para sahabat Rasulullah SAW
Pendapat yang dikemukakan oleh Rasullulah SAW kemudian
diperhatikan oleh para sahabat kemudian dipraktekan.
 Hadis mursal dan hadis daif
Menurut definisi yang disetujui oleh para ulama, hadis mursal adalah
ketika seorang tabiin terkenal berbicara kepada sekelompok sahabat
dan mengatakan bahwa Rasulullah mengatakan ini atau melakukan
ini.15
14
Septi Aji Fitra Jaya, AL-QUR’AN DAN HADIS SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM, Volume
9, No. 2 Juli-Desember 2019/1440 | 215
15
Zulham Alam, PERBEDAAN ANTARA HADIS MUDALLAS DAN MURSAL ZULHAM
QUDSY FARIZAL ALAM, RIWAYAH, Vol. 1, No. 2, September 2015

12
Sedangkan hadis yang tidak memenuhi kriteria shahih dan hasan
(maqbul) dianggap hadis dhaif.16
 Kias (qiyas) atau kesamaan
Kata Qiyas merupakan derivasi (bentukan) dari kata Arab “qasa”
artinya mengukur.17 Selain “qasa” kata yang sama artinya dengan
mengukur adalah at-taqdir dan at-taswiyah yang bermakna
menyamakan.18 Sedangkan secara istilah, qiyas menurut ulama ushul
didefinisikan sebagai menerangkan hukum sesuatu yang tidak ada
nashnya dalam Al-Qur’an dan Hadits dengan cara membandingkannya
dengan sesuatu yang ditetapkan hukumnya berdasarkan nash.19

D. Karakteristik Madzab Hanbali


Karaktristik madzhab Hambali dapat diidentifikasi sebagaimana pernyataan
Abdul Kadir Badran.20 Berdasarkan lima usul, atau landasan dasar, Abdul
Kadir Badran mengidentifikasi kredibilitas madzhab Hambali. Para ulama
mujtahid dari berbagai madzhab meneliti kelima usul tersebut. Setelah
mempelajari teks fatwa imam, mereka menemukan lima usul madzhabnya
dalam proses Istinbat al-Ahkam. Berikut adalah penjelasan singkatnya:

16
Ibid. juz 1, hal 263. Al bahr alladi zakhor fi alfiyatil atsar, imam syuyuthi, juz 3, hal 1283.
17
Louis Ma`luf, al-Munjid fi al-Lughah wa al-A`lam (Beirut: Dar al-Masriq, 1986), Hal. 665.
secara luas Sya`ban Muhammad Ismail mendeskripsikan pengertian Qiyas secara bahasa.
Menurut beliau, kata Qiyas merupakan derivasi (bentuk) dari qasa, yaqisa, qaisan, wa
qiasan. Atau mungkin juga menurut sebagaian pendapat berasal dari kata qasa, yaqusu,
qausan, wa qiasan. Qiyas secara bahasa memiliki dua pengertian . pertama, at-taqdir
(mengukur) . misalnya, qasa al saub bi al mitr atau qasa al ard bi al-qasabah. Kata at taqdir
juga bisa di pahami dalam pengertian al-muqaranah (analogi atau membandingkan)antara
dua hal. Misalnya, qoyastu baina al-`amudain. Kedua, al-musawat baina syaiain (mencari
persamaan antara dua hal), baik persamaan itu dilakukan secara hissiyah (inderawi atau
empiris), maupun ma`nawiyah (guessing atau nonempiris). Lebih lanjut lihat Sya`ban
Muhammad Isma’il, Dirasah Hawla al-Ijma wa al-Qiyas (Mesir: Maktabah an-Nahdah, 1988),
hal.153
18
Darul Azka, Kholid Affandi, Nailul Huda. Jam’u Al-Jawami’ (Kajian dan Penjelasan Ushul
Fiqh dan Ushuluddin). Lirboyo Kediri: Santri Salaff Press. 2014. h.187
19
Prof. Muhammad Abu Zahrah. Ushul Fiqh. Jakarta: Pustaka Firdaus. 2008. Cet. Kedua.
h.336.
20
Abdul Kadir bin bin Badran ad Dimshiki al-Madkhal ila Madzhabil Ibn Hambal, 121

13
 Usul pertama, an-Nas, adalah teks hadis Rasulullah Sallahu „Alaihi
Wasallam. Ibn Hambal berpendapat bahwa teks hadis—setelah al-
Qur'an, tentu saja—adalah sumber yang paling kredibel. Bahkan jika
ada legitimasi lain, seperti perkataan para sahabat atau klaim ijmak,
dia tetap akan menggunakan teks hadits. Dalam kasus tentang apakah
orang junub yang tidak bisa menggunakan air dapat bertayammum
sebagai pengganti air, Umar berpendapat bahwa tidak sah untuk
menggunakan selain air. Meskipun demikian, teks hadis yang
menunjukkan bahwa "Ammar bin Yassir" adalah orang yang
melegetimasi yang diizinkan untuk bertayammum. Berdasarkan hadis
dari Ammar bin Yassir, Ibn Hambal lebih mengutamakan pendapat
bahwa orang boleh bertayammum.21Menurut riwayat di atas,
Rasulullah membenarkan tindakan Ammar bin Yassir yang
menggunakan Tayammum sebagai pengganti air sebagai alternatif.
Namun, Nabi kemudian mengajarkan cara yang benar untuk membuat
tayammum. Ibn Hambal menggunakan riwayat ini untuk
membolehkan tayammum dalam kasus di mana tidak dapat
menggunakan air, baik karena kekurangan air maupun karena sakit. Di
sini, perlu dicatat bahwa Umar RA tidak sependapat dengan Ammar
bin Yassir tentang masalah bolehnya bertayammum ketika dia tidak
dapat menggunakan air karena berbagai alasan. Meskipun demikian,
Rasulullah jelas melegetimasi hal itu. Oleh karena itu, jelas bahwa
pendapat ibn Hambal lebih memilih boleh bertayammum sekalipun
bertentangan dengan pendapat Umar dengan alasan ada teks hadis
yang valid.
 Usul kedua adalah fatwa-fatwa para sahabat Nabi Shallahu Alaihi
Wasallam. Dalam madzhab Hambali, fatwa-fatwa para sahabat paling

21
Hadis dikeluarkan oleh Bukhari pada bab at-Tayammum lil Wajhi Wal kaffaini, bab Iza
Khafal junub „Ala Nafsishi al-Marad Awil al-Maut aw Khafa al- „Atash Tayammama,

14
penting setelah hadis sahih, dan jika validitasnya terbukti, ibn Hambal
tidak akan mendahulukannya atas amalan, pendapat, atau kias. Ini
menunjukkan bahwa fatwa-fatwa para sahabat lebih penting daripada
fatwa-fatwa orang lain. Ini menunjukkan kesetiaannya terhadap fatwa
para sahabat nabi. Bahkan, beliau akan mendahulukan fatwa yang
berbasis sahabat dengan para perawi yang sabt dan sanadnya
bersambung dengan hadis mursal (hadis yang langsung disambungkan
kepada nabi tanpa menyebut para perawi di tengah-tengahnya atau
sahabat), meskipun para perawi tersebut tsabt juga. Ibrahim bin Hani
membuat klarifikasi tentang hal ini: dia bertanya kepada Abu Abdillah
(Ahmad bin Hanbal) apakah hadis mursal dengan perawi yang sabt
lebih disukai daripada hadis dari sahabat atau tabi'in dengan sanad
muttasil dan rawi yang sabt? Dia menjawab opsi kedua, yang lebih
beliau sukai.22
 Usul ketiga: Jika ada perbedaan pendapat tentang fatwa para sahabat,
usul Hambali akan memilih mana yang lebih dekat dengan al-Qur'an
dan hadis. Jika ternyata silang pendapat yang terjadi di kalangan para
sahabat tidak bisa dikompromikan maka sikap ibn Hambal akan
mengakui itu, dan tidak mengharuskannya sebagai basis istinbat.
Menurut Ishak bin Ibrahim bin Hani, Ibn Hambal pernah ditanya
tentang seseorang di antara kaumnya tentang sebuah masalah yang
memicu perbedaan pendapat. Dia menjawab, "Jika seseorang berfatwa
tetapi pendapatnya tidak sesuai dengan al-Kitab dan as-Sunnah, maka
dia harus menahan diri (untuk tidak berfatwa)."
 Usul keempat menetapkan bahwa hadis mursal dan daif lebih
diprioritaskan (dirajihkan) jika tidak ada yang menyanggahnya. 23

22
Muhsan Syarafuddin, KARAKTERISTIK USUL FIKIH HANBALY, Volume 5, No. 2, Mei
2018 hal: 155-157
23
Seperti hadis ‫ أقل الحيض للجاريةالبكر والثيب ثالثةوأكثرما يكون عشرة أيام فإذازادفهي‬:

15
Selain itu, kategori daif yang didefinisikan oleh ibn Hambal di sini
24
tidak mencakup daif yang memenuhi kriteria hadis batil dan
mungkar 25, serta daif dengan perawi yang diduga menipu (muttaham
bi al-kazib). Oleh karena itu, daif yang dianggap ibn Hambal di sini
termasuk dalam kategori hadis hasan, 26 yang merupakan bagian dari
versi umum hadis sahih. Menurut ibn Hambal, tidak seperti proses
pengkalsifikasi konvensional menjadi hadis sahih, hasan, dan daif,
hadis dibagi menjadi sahih dan daif. Jadi, daif menurut ibn Hambal
sama dengan hadis hasan menurut klasifikasi konvensional. Dalam hal
hadis, ibn hambal memiliki klasifikasi yang berbeda dari para
muhaddisun. Apabila dalam satu kasus hukum tidak ada sanggahan
kepada hadis daif baik dari asar sahabat
 Usul kelima: Jika tidak ada pendukung (penguat) dari an-Nas,
perkataan para sahabat, atau salah satu dari mereka, atau hadis mursal
dan daif, maka kias akan digunakan. Sebagaimana disebutkan
sebelumnya, Ibn Hambal menggunakan kias sebagai dasar istinbat
dalam situasi darurat. Menurut informasi yang dirilisnya, perspektif ini
sama dengan Shafi'i. Ketika ditanya tentang kapan kias boleh
digunakan, Shafi'i menjawab: "Jika ada keadaan darurat, itu boleh

‫مستحاضة‬, hadis ini daif menurut kajian kebanyakan pakar hadis karena ada perawi yang
majhul (tidak di kenal) yaitu perawi yang bernama Abdul Malik, susunan perawinya adalah
dari Hasan bin Ibrahim bin Abdul Malik dari Ala‟ bin Kasir dari Makhul. Lihat, al-Madkhal ila
Madhabil Ibn Hambal, 12
24
salah satu pembagian dari hadis daif, hadis batil berarti lawan kata dari sahih, lihat, Abu
Shuhbah, alWasit Fi Ulumi Mustalahul Hadis, (Bairut : Darul Fikr Arabi ,tt), 265
25
Hadis mungkar adalah hadis yang tidak di kenal asal matannya kecuali dari perawinya.
Dengan kata lain tidak ada yang meriwayatkan matan hadis tersebut selain perawi itu sendiri.
26
Para ulama hadis berbeda dalam mendefinisikan hadis hasan, diatara mereka ada yang
mendefinisikan dengan hadis hasan sebagai klasisfikasi di bawah hadis sahih. definisi lain
adalah hadis yang dikenal mukharrijnya (yang mengeluarkan) dan para perawinya
terkenal/dikenal. Lihat, Abu Shuhbah, al-Wasit Fi Ulumi Must}alahul Hadis, (Bairut : Darul
Fikr „Arabi ,tt), 26

16
digunakan."27Selain itu, perlu dicatat bahwa ibn Hambal memiliki
sikap yang sangat hati-hati terhadap keputusan hukum.

E. Contoh Penerapan Konsep Madzhab Hanbali


Dalam menentukan hukum yang berkaitan dengan tradisi masyarakat, Imam
Hambali menggunakan adat untuk menangani kasus-kasus yang tidak
ditemukan dalam nas dan hadist, seperti yang ditunjukkan di bawah ini:
 Pertama, keesahan jual beli mu'athah' disebutkan oleh Imam Hambali
bahwa Allah swt menghalalkan jual beli, tetapi tidak menjelaskan
bagaimana melakukannya. Oleh karena itu, karena tidak ada nas yang
sharih, dia mengarahkan kepada "urf" sebagai praktik jual beli yang
sudah ada di masyarakat. Dan sebenarnya, dalam jual beli, harus ada
ijab dan qabul antara penjual dan pembeli sebagai tanda bahwa mereka
saling rela. Namun, dalam jual beli mu'atho, ini dianggap sulit.28
 Kedua, hak untuk mendapatkan biaya tanpa disebutkan dalam akad.
Jika seseorang menyerahkan pakaiannya kepada penjahit atau tukang
setrika untuk dijahit atau disetrika tanpa menyebutkan bahwa mereka
harus membayar biaya, maka penjahit dan tukang setrika berhak
mendapatkan biaya. Hal ini berlaku meskipun tidak disebutkan atau
disyaratkan dalam akad bahwa mereka harus membayar biaya. 29
 Ketiga, al-hirzu fi al-sariqah, tempat harta disimpan. Imam Syafi'i dan
Imam Hambali setuju tentang pencuri yang dapat dipotong tangannya,
tidak peduli apa yang mereka maknai. Dia menjelaskan bahwa al-hirzu
mengacu pada "urf, yang mana jika tempat itu dianggap sebagai
tempat penyimpanan harta atau barang, maka orang yang mencuri di

27
Muhsan Syarafuddin, KARAKTERISTIK USUL FIKIH HANBALY, Volume 5, No. 2, Mei
2018 hal: 1
28
Al-Mugni, Bab: Faslun al-Ba`i `ala Dharbaini Ahadihima. Juz VII. hlm. 429. Program Kitab
al-Maktaba al-Syamilah.
29
Ibid. al-Mugni. Juz XII. hlm. 112.

17
tempat tersebut dipotong tangannya." Baik nas maupun hadist tidak
menjelaskan arti al-hirzu, sehingga diarahkan ke "urf".30
 Keempat, masalah sumpah. Imam Hambali mengatakan bahwa
melanggar sumpah kembali ke "kebiasaan masyarakat". Ibnu Qoyyim,
dalam kitabnya yang disebut "ilamu al-muqi'in," mengakui ketetapan
Imam Hambali, mengatakan:

“Berubahnya fatwa terhadap sesuatu dikarenakan perubahan `urf dan


adat.” Hal ini dapat dicontohkan sebagai berikut: apabila ada
seseorang bersumpah tidak akan mengendarai hewan, sementara
`urf yang berlaku di daerah tersebut adalah hewan yang berupa himar
secara khusus, maka dengan ini orang yang bersumpah tidak
dikatakan melanggar sumpahnya bila mengendarai hewan yang
selain himar seperti unta atau kuda.31

BAB III
30
Ibid. al-Mugni. Juz XX. hlm. 220.
31
`Ilamu al-Muuqi`in, Bab Faslun Mujibat al-Ayman wa al-Aqariir. Program Kitab alMaktaba
al-Syamilah. Juz III. hlm. 216.

18
PENUTUP

A. Kesimpulan
Madzhab fiqih besar yang menempati urutan keempat berdasarkan
periodisasi kemunculannya adalah Madzhab Hambali, yang didirikan oleh
muhaddits besar Imam Ahmad bin Muhammad bin Hanbal. Madzhab ini
muncul di kota kelahiran pendirinya. Baghdad, pada akhir abad ketiga dan
awal abad kedua, yang bertepatan dengan masa pemerintahan Daulah Bani
Abbasiyah. Sumber-sumber yang di ambil oleh imam anbali adalah Al-
Qur‟an. As-sunnah, fatwa sahabat, qiyas, istiskhab, dan syad adz-
dzara‟i.Metode yang dikembangkan oleh ahmad bin hambal adalah metode
Dialektika. Awal perkembangannya, mazhab Hambali berkembang di
Bagdad, Irak dan Mesir dalam waktu yang sangat lama. Pada abad XII
mazhab Hambali berkembang terutama pada masa pemerintahanRaja Abdul
Aziz As Su‟udi. Mazhab ini dianut kebanyakan penduduk Hejaz, di
pedalaman Oman dan beberapa tempat sepanjang Teluk Persia dan di
beberapa kota Asia Tengah. Dan masa sekarang ini menjadi mazhab resmi
pemerintahan Saudi Arabia dan mempunyai penganut terbesar di seluruh
Jazirah Arab, Palestina, Siria dan Irak. Dibandingkan dengan madzhab-
madzhab fiqih lain, perkembangan pengikut Madzhab Hambali bisa dibilang
yang paling tersendat. Menurut sejarawan muslim, hal ini disebabkan rata-rata
ulama Madzhab Hambali enggan duduk dalam pemerintahan., seperti menjadi
qadhi (hakim) atau mufti. Karena menolak menjadi pejahat pemerintah,
otomatis madzhabnya pun tidak pernah menjadi madzhab resmi negara.
Padahal dengan menjadi madzhab resmi negara, bisa dipastikan suatu
madzhab akan berkembang pesat diwilayah kekuasaan pemerintah
tersebut.Madzhab Hambali terkenal sangat ketat dan teguh dalam

19
menggunakan dasar sunnah. Tak mengherankan dalam berbagai literatur,
madzhab ini juga sering disebut dengan nama fiqh asunnah.

B. Saran
perbedaan ulama dalam berpendapat mengenai suatu hukum tidak bisa
dijadikan alasan memecah belah, perbedaan yang terjadi terkait masing-
masing mazhab fiqh hendaknya disikapi dengan bijak sebab dari imam-imam
mazhab yang bersangkutan juga menggunakan dalil yang shahih dan kuat,
baik berupa nass- nass quran maupun hadis-hadisnya.Pembahasan mengenai
mazhab ini sebenarnya mempunyai pembahasan yang sangat luas, terutama
menjadikan al- Qur’an dan tafsirnya sebagai kajiannya. Oleh karena itu
diharapkan kajian ini dapat menjadi acuan bagi pembaca yang lain, terutama
orang-orang yang berurusan di bidang perbandingan mazhab.Melakukan
perbandingan mazhab ini bertujuan untuk memberikan pemahaman baru
terhadap apa yang ditawarkan oleh al-Qur’an dan hadis kepada manusia agar
mereka bisa mengaplikasikan konsep tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Kajian-kajian seperti ini juga diperlukan sebagai langkah awal membangun
kembali khazanah keilmuan Islam.

20
DAFTAR PUSTAKA

Kholis , M. M. (2016). Hukum Mengamalkan Hadits Dhaif dalam Fadhail A'mal:


Studi Teoritis dan Praktis. Al-Triqoh Islamic Economy and Da'wa Journal,
1(02), 26-39.

Alam, Z. (2015). PERBEDAAN ANTARA HADIS MUDALLAS DAN MUSRAL


ZULHAM QUDSY FARIZAL ALAM. RIWAYAH, 407-432.

Jaya, S. A. (2019). AL-QUR’AN DAN HADIS SEBAGAI SUMBER HUKUM


ISLAM. INDO-ISLAMIKA,, 204-216.

Marzuki. (2005, agustus 2). AHMAD BIN HANBAL (Pemikiran Fikih dan Ushul
Fikihnya). Hunafa, 2, 107-118.

Rahman , R. A. (2020). LATAR BELAKANG SOSIAL LAHIRNYA MAZHAB


HAMBALI. BUSTANUL FUQAHA, Vol. 1, No. 3, 505-515.

Ibrahim, M. (1989). Pengantar Fiqih Muqaara Erlangga. Jakarta: Erlangga.

Syarafuddin, M. (2018). KARAKTERISTIK USUL FIKIH HANBALY. DIRASAT


ISLAMIYAH, 141-162.

Zainuddin, F. (2018). KONSEP ISLAM TENTANG ADAT . LISAN AL-HAL, 145-


158.

Mughniyah, M. J. (2005). Fiqih Lima Mazhab. Jakarta: LENTERA.

Fadillah, J. A. (2021). Madzhab dan Istinbath Hukum. Al-Hikmah: Jurnal Studi


Agama-Agama, 235-245.

21
22

Anda mungkin juga menyukai