Oleh:
YUDA WILDINAN (220202093)
Puji dan syukur kita panjatkan khadirat allah SWT, berkat limpahan
Rahmat,karunia dan nikmat-nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
Tarikh tasyri’ Masa imam ahamad bin hambal),. sholawat serta salam semoga
tercurahkan kepada Nabi akhir zaman, Nabi Muhammad SAW beserta sahabat dan
keluargaNya.
Kami juga mengucapkan terimakasih kepada dosen pengampu yang telah
banyak membantu serta teman-teman yang telah memberi dukungan kepada kami
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Akhirnya,makalah ini telah selesai
kami susun guna memenuhi tugas mata kuliah Tarik Tasyri
Semoga makalah ini dapat bermamfaat bagi khalayak pembaca pada
umumnya dan penulis khususnya. Kritik dan saran sangat kami harapkan dalam upaya
perbaikan dalam membuat makalah selanjutnya. Terimakasih
DAFTAR PUSTAKA:.................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seperti yang telah kita ketahui bahwa Islam sangat berpengaruh terhadap setiap orang
yang hidup di wilayah muslim, sehingga Islam merupakan suatu “warisan” tersendiri
yang sangat berarti. Prinsip-prinsip ajaran Islam telah mewarnai kehidupan sosial
sepanjang sejarah dan ke seluruh pelosok dunia. Islam terus menerus berhasil mengemban
misi pengentasan bagi persoalan hidup manusia semenjak masyarakat Islam pertama kali
di Madinah dibawah pimpinan Rasulullah SAW.
Setelah Rasulullah wafat, sekelompok sahabat yang mengetahui fiqh dan ilmu serta lama
menemani Rasulullah dan faham akan al-Qur’an dan hukum-hukumnya dihadapkan untuk
memberikan fatwa dan membentuk hukum untuk kaum muslimin. Karena penyebaran
Islam ini tidak hanya melalui penaklukan ke daerah-daerah saja, tetapi juga perlu adanya
jerih payah dari tangan para ulama dan fuqoha’ untuk menyebarkan ajaran dan prinsip
agama Islam.
Dan penyiaran ajaran Islam oleh para mubaligh ini akan selalu bertalian erat dengan para
pakar-pakar mazhab dalam al-Fiqhul Islamy. Sehingga tidak layak bagi kita bila tidak
mencoba mengungkap bagaimana para pakar mazhab mengawali da’watul Islam.
Kemudian, pada makalah ini kami mencoba menguraikan tentang imam mazhab keempat
yakni Imam Ahmad bin Hanbal, yang biasa dikenal oleh masyarakat luas sebagai
seseorang yang ahli di bidang ilmu fiqh dan sekaligus juga seorang ilmuwan hadist.
Bagaimana tentang kehidupan sosial, budaya serta politik pada masa beliau dan juga
tentang istinbat-istinbat hukum yang dipakainya untuk memecahkan masalah
kemanusiaan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagimana biografi imam ahmad bin hambal ?
2. Bagaimana istinbath hukum masa imam ahmad bin hambal ?
3. Apa saja produk piqih imam ahamad bin hambal ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui biografi imam ahmad bin hambal
2. Untuk mengetahui istinbath hukum masa imam ahamad bin hambal
3. Untuk mengetahui produk piqih imam ahmad bin hambal
BAB II
PEMBAHASAN
Nama lengkap Ahmad Ibn Hanbal ialah Ahmad Ibn Muhammad Ibn Hanbal Ibn
Asad Ibn Idris Ibn Abdullah Ibn Hasan al-Syaibani. Panggilan sehari-harinya Abu
Abdullah. Ahmad bin Hanbal dilahirkan di Baghdad pada bulan Rabi’ul Awal tahun 164
Hijriah (780 Masehi). Ayahandanya bernama Muhammad al-Syaibani telah
meninggalkan beliau sebelum dilahirkan ke dunia fana ini. Sehingga beliau tumbuh
remaja hanya dalam asuhan ibundanya, Syarifah Maimunah binti abd al-Malik al-
Syaibani.[1]
Imam Ahmad ibn Hanbal sejak kecil telah kelihatan sangat cinta kepada ilmu dan
sangat rajin menuntutnya. Ia terus menerus dan tidak jemu menuntut ilmu pengetahuan
sehingga tidak ada kesempatan untuk memikirkan mata pencariannya.[2]
Imam Ahmad ibn Hanbal adalah Imam yang keempat dari fuqaha’ Islam. Ia adalah
orang yang mempunyai sifat-sifat luhur dan budi pekerti yang tinggi. Imam Ahmad juga
adalah seorang yang zuhud, bersih hatinya dari segala macam pengaruh kebendaan.
Beliau juga dikenal seorang yang pendiam tetapi beliau tertarik untuk selalu berdiskusi
dan tidak segan meralat pendapatnya sendiri apabila jelas bahwa pendapat orang lain
lebih benar. Beliau adalah orang yang berwawasan luas, ulama yang sangat dalam
pemahamannya terhadap ruh syariat. Selama hayatnya, Imam Ahmad cinta sekali kepada
sunnah Rasulullah SAW, sehingga mendorongnya untuk banyak meniru Rasulullah dalam
segala urusan agama dan dunia. Beliau tidak hafal satu hadispun kecuali
mengamalkannya. Sehingga ada suatu kalangan yang lebih melihat beliau sebagai
seorang ilmuwan hadist daripada ilmuwan fiqh.
Sebagian fuqoha’ berkata tentang beliau, “Ahmad menguasai seluruh ilmu”. Selain itu
Imam Syafi’i selaku gurunya juga mengungkapkan, “ketika saya meninggalkan Baghdad
2
disana tidak ada orang yang lebih pandai dibidang fiqih dan lebih alim ketimbang
Ahmad bin Hanbal”.
Imam Ahmad ibn Hanbal adalah seorang pemuka Ahlu-al Hadits yang telah
disepakati oleh para ulama, namun sebagai seorang ahli fiqih masih diperselisihkan. Oleh
karena itu, Imam ibn Jarir al-Thabary tidak memperhitungkan pendapat-pendapatnya
dalam menghadapi khilaf dalam masalah fiqh dikalangan para fuqaha’. Menurutnya ,
Imam Hanbali termasuk ahlu al-hadits, bukan ahlu al-Fiqh. [5]
Imam hanbali pada dasarnya tidak menulis kitab fiqh secara khusus karena semua
masalah fikih yang dikaitkan dengannya sebenarnya berasal dari fatwanya sebagai
jawaban terhadap pertanyaan yang pernah ditanyakan kepadanya. Sedangkan yang
menyusunnya sehingga menjadi sebuah kitab fikih adalah para pengikutnya. FIqih
Ahmad ibn Hanbal dapat dipastikan sangat diwarnai oleh hadits.
Adapun aliran keagamaan Islam Imam Ahmad ibn Hanbal menurut ulama kalam
adalah termasuk aliran Ahlu al-Sunnah wa al-Jamaah. Tetapi Ibnu Taimiyah mengatakan
bahwa imam Ahmad ibn Hanbal tidak termasuk aliran Ahlu al-Sunnah wa al-Jamaah,
melainkan hnya orang yang pendapatnya sesuai dengan pendapat Ahlu al-Sunnah wa al-
Jamaah. Al-Syahrastaniy memasukan Imam Ahmad dalam kelompok Ashab al-Hadits.
Atas dasar itu, maka jelas bahwa Imam Ahmad adalah termasuk dalam aliran Ahlu al-
Sunnah wa al-Jamaah.
Sebagai ulama dari golongan Ashab al-Hadits, apalagi dikatakan Imam Ahmad itu
termasuk Imam Ahlu al-Sunnah pada zamannya, sehingga sebagai Muhadditsin, tentulah
ia akan sangat besar pengaruhnya terhadap pendapatnya.
Imam Ahmad ibn Hanbal sebagaimana disebutkan di atas, lahir dan hidup di kota
Baghdad. Kota Baghdad sebagai ibukota khilafah Islamiyah pada masa itu, jelas lebih
ramai dan kebudayaannya lebih maju dari pada Hijaz pada umumnya, demikian pula
masyarakatnya pun sudah sangat heterogen. Masalah hukum yang timbul di Baghdad ,
jelas lebih banyakdibandikan yang timbul di Madinah aytau Hijaz pada umumnya. Dalam
keadaan seperti inilah Imam Ahmad ibn Hanbal mengembangkan ajaran agamanya.
Tetapi karena ia terkenal sebagai Muhadditsin, bahkan sebagai Imam al-Sunnah pada
masanya, kita akan dapat melihat perbedaan hasil ijtihad antara para imam Mazhab yang
empat itu, khususnya antara Imam Abu Hanifah dengan Imam Ahmad ibn Hanbal yang
sama-sama hidup di kota Baghdad, namun yang satu termasuk Ahl-al-Ra’yi dan yang
lainnya Ahl al-Hadits. Karena Imam Ahmad termasuk Ahl al-Hadits, bukan Ahli Fikih
menurut sebagian uma , maka tampak jelas bahwa sunnah sangat mempengaruhinya
dalam menetapkan hukum. Tetapi karena ia termasuk Imam al-Rihalah, ada pula
pengaruhnya dalam menghadpi perubahan keadaan yang sudah jauh berbeda dari keadaan
pada zaman Rasulullah SAW., yang diketahui dari hasits-hadits, terutama dalam bidang
siyasah . karena itu dalam siyasah ini Imam Ahmad sering menggunakan Mashlahah
Mursalah dan Istihsan sebagai dasar hukum bila tidak ditemukan n ash atau qaul sahabat.
Karena Imam Ahmad sebagai Ahl al-Hadits, maka ia sangat kuat berpegang kepada
hadits, bahkan hal tersebut menjadikan ia terlalu takut untuk menyimpang dari ketentuan
hadits, bahkan ketentuan atsar, hal tersebut tampak jelas, ketika ia menghadapi
perbedaan pendapat yang terjadi di antara para Tabiín dimana ia tidak berani memilih
salah satu di antara pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh para Tabiín tersebur,
apalagi pendapat para sahabat Nabi SAW.
Adapun metode Istidlal Imam Ahmad ibn Hanbal dalam menetapkan hukum adalah:
Jika Imam Ahmad Ibn Hanbal sudah menemukan Nash, baik dari Al-Qur’an
maupun dari al-Hadis al-Shahih, maka dalam menetapkan hukum islam beliau akan
menggunakan Nash tersebut sekalipun ada faktor lain yang bisa dipakai bahan
pertimbangan. Seperti dalam masalah iddah wanita hamil yang ditinggal mati
suaminya. Dan tidak memakai fatwa Abdullah bin Abbas sama dengan Imam Asy-
Syafi’i yang berpendapat bahwa masa iddahnya adalah rentang waktu terpanjang
dari dua ketentuan masa iddah dan tetap berpegang pada nash Al-Qur’an, yaitu
empat bulan sepuluh hari
2. Fatwa para Sahabat Nabi SAW
Apabila ia tidak mendapatkan suatu nash yang jelas, baik dari Al-Qurán
maupun dari hadits sahih , maka ia menggunakan fatwa-fatwa dari para Sahabat
Nabi yang tidak ada perselisihan diantara mereka.
3. Fatwa para Sahabt Nabi yang timbul dalam perselisihan diantara mereka yang
diambilnya yang lebih dekat kepada nash Al-Qurán dan sunah. Apabila Imam
Ahmad tidak menemukan fatwa para sahabat Nabi yang disepakati sesame mereka,
maka beliau menetapkan hukum dengan cara memilih dari fatwa-fatwa mereka
yang dipandang lebih dekat kepada Al-Qurán dan Sunnah.
Jika orang yang keluar dari ketaatan kepada imam meninggal dunia; maka ia
mati sebagai jahiliah.(Abu Zahrah t.th:348)
Dalam bidang muamalah, trutama tentang khiyar al-majlis. Imam Ahmad berpendapat
bahwa jual beli belum di anggap lazim meskipun terjadi ijab dan qabul (akad)-
Apabila penjual dan pembeli masih satu ruangan yang di tempat itu akad di lakukan.
Apabila keduanya atau salah satunya tidak di tempat itu lagi (berpisah), maka akad itu
lazim. Alasannya adalah hadist riwayat malik dari nafi’ dan abdullah bin umar r.a
yang menyatakan bahwa nabi Muhammad saw bersabda:
Setiap penjual dan pembeli mempunyai hak khiyar (Pilih)
Selama keduanya belum berpisah. (Daib al-bu’a, 1993:491-2)
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari apa yang telah dipaparkan di atas, maka kita dapat mengetahui bahwasanya
Ahmad Ibnu Hanbal merupakan seorang ilmuwan hukum yang relatif paling tektual
dalam memahami al-Qur’an dan sunah. Akan kecintaan beliau kepada sunnah dan hadits
Nabi, sehingga tidak heran bila ada suatu golongan yang menyebutnya sebagai ilmuwan
hadits daripada ilmuwan fiqih. Sebagai pembela hadits Nabi yang sangat gigih dapat
dilihat dari cara-cara yang digunakan dalam memutuskan hukum, yakni tidak
menggunakan akal kecuali dalam keadaan sangat terpaksa.
Ø Bila ada perselisihan diambil yang paling dekat dengan nash al-Qur’an atau hadits
Ø Qiyas
DAFTAR PUSTAKA
http://kbpa-uinjkt.blogspot.com/2013/05/biografi-imam-ahmad-bin-hanbal.html
Dr. H. A. Hasyim nawawi Tarikh tasyri’ ( Penerbit : jenggala Pustaka utama Surabaya 2014
https://marhamahsaleh.wordpress.com/tarikh-tasyri-2/