Anda di halaman 1dari 13

Kata Pengantar

Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya kepada kita semua. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulullah
Shallallahu'alaihi wassalam beserta keluarganya

Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas Tafsir Ayat Ekonomi.Dalam penyusunan
makalah ini, saya menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan
karena pengalaman dan pengetahuan penulis yang terbatas. Oleh karena itu, kritik dan saran dari
semua pihak sangat kami harapkan demi terciptanya makalah yang lebih baik lagi untuk masa
mendatang.

Medan, 28 Desember 2020


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………….………………………………..........

DAFTAR ISI..................................................................................................................

I. PENDAHULUAN………….………………………………………...........
II. PEMBAHASAN……………………………….……………………..........
A. SEJARAH BIOGRAFI...........................................................................................
B. TEORI IBNU TAIMIYAH .....................................................................
C. KONDISI SOSIOLOGIS PARA
TOKOH..........................................................................................
D. HASIL PEMIKIRAN EKONOMI ORIGINALITAS
E. DASAR PONDASI PEMIKIRAN.......................................................................
F. KARYA KARYA IBNU TAIMIYAH
III. KESIMPULAN………………………………………..……………….......
IV. DAFTAR PUSTAKA………………..……………………………………
PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG

Ibnu Taimiyah adalah seorang pemikir dan ulama Islam dari Harran, Turki yang sangat dalam
keilmuannya sehingga karya-karyanya terkenal ke penjuru dunia. Beliau adalah imam,
Qudwah, ‘Alim, Zahid dan Da’i ila Allah, baik dengan kata, tindakan, kesabaran maupun
jihadnya; Syaikhul Islam, Mufti Anam, pembela dinullah dan penghidup sunah Rasulullah
SAW. Ia mempunyai nama lengkap Abul Abbas Taqiuddin Ahmad bin Abdus Salam bin
Abdullah bin Taimiyah al Harrani. Ibnu Taimiyah lahir di Harran, salah satu kota induk di
Jazirah Arabia yang terletak antara sungai Dajalah (Tigris) dengan Efrat, pada hari Senin 10
Rabiu’ul Awal tahun 661H.

B. RUMUSAN MASALAH 1

1. Bagaimana Sejarah Biografi?

2. Apa saja teori Ibnu Taimiyah ?

3. Bagaimana Kondisi Sosiologis Para Tokoh ?

4. Bagaimana Hasil Pemikiran Ekonomi Origanalitas?

5. Apa saja Dasar Pondasi Pemikiran ?

6. Apa Saja Karya Karya Ibnu Taimiyah ?

C. TUJUAN MASALAH

1. Untuk Mengetahui Sejarah Ibnu Taimiyah

2. Untuk Mengetahui Teori Ibnu Taimiyah

3. Untuk Mengetahui Kondisi Sosiologis Para Tokoh


4. Untuk Mengetahui Hasil Pemikiran Ekonomi Origanalitas

5. Untuk Mengetahui Dasar Pondasi Pamikiran Ibnu Taimiyah

6. Untuk Mengetahui Karya Karya Ibnu Taimiyah

BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah biografi

Ibnu Taimiyah dilahirkan di kota Harran, tepatnya pada hari senin, tanggal 10 Rabiul Awal
tahun 661 Hijriyah, tetapi Pada tahun 667 H beliau beserta keluarga beliau pindah ke Damaskus,
akibat adanya instabilitas di kota kelahirannya. Ibnu Taimiyah lahir di zaman ketika Baghdad
merupakan pusat kekuasaan dan budaya Islam pada masa Dinasti Abbasiyah. Ketika berusia
enam tahun (tahun 1268), Ibnu Taimiyah dibawa ayahnya ke Damaskus disebabkan serbuan
tentara Mongol atas Irak. Nama aslinya adalah Taqiyuddin Ahmad bin Syihabuddin Abdul
Halim bin Majduddin Abul Barakaat Abdus 1Salam bin Abu Muhammad Abdullah bin Abul
Qasim Al-Khidhr bin Muhammad Al-Khidhr bin Ali bin Taimiyah Al-Harrani. Untuk
selanjutnya ia lebih dkenal dengan sebutan Ibnu taimiyah. Nama Taimiyah dinisbatkan
kepadanya karena moyangnya yang bernama Muhammad bin Al-Khadar melakukan perjalanan
haji melalui jalan Taima’. Sekembalinya dari haji, ia mendapati isterinya melahirkan seorang
anak wanita yang kemudian diberi nama Taimiyah. Sejak saat itu keturunannya dinamai Ibnu
Taimiyyah sebagai peringatan perjalanan haji moyangnya itu.

Ibnu Taimiyah dilahirkan di Harran pada hari senin tanggal 10 Rabi’ul Awwal tahun 661 H dan
meninggal di penjara pada malam senin tanggal 20 Dzul Qa’dah tahun 729 H. Ibnu Taimiyah
merupakan tokoh salaf yang dianggap ‘ekstrim’ karena kurang memberikan ruang gerak pada
akal. Ia adalah murid yang muttaqi, wara, dan zuhud serta seorang panglima dan penetang
bangsa Tartar.Sedangkan Ibnu Katsir menulis; "Pada tahun 667 hijriyah (1269 Masehi) yakni
saat Ibnu Taimiyyah masih berusia enam tahun, bangsa Mongol semakin meningkatkan
tekanannya terhadap Harran. Ketakutan dan kecemasan yang sangat akan serangan dan
kekejaman Mongol memaksa warga meninggalkan kota itu. Ibnu Taimiyyah bersama keluarga
berhijrah ke kota Damaskus. Setibanya di kota itu ayah Ibnu Taimiyyah didaulat untuk
memimpin Darul hadits Damskus dan mengajar di sana. Sejak kecil, Ibnu Taimiyah berada
dilingkungan keluarga berpendidikan dan ulama. Ayahnya adalah seorang ulama dimasanya,
seorang ahli fatwa kenamaan dan hakim di negerinya. Ayahnya yang bernama Syihab Ad-Din
‘Abd Al-Halim Ibn Abd as-Salam (627-672 H) juga seorang penulis, khatib, serta memiliki
kemampuan dalam bidang ilmu faraidh dan al-hisab yang menganut Mazhab Hanbali.4 Beliau

1
Ibid, h. 116
Husayn Ahmad Amin, Seratus Tokoh dalam Sejarah Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
1999), h.229
juga mengajar dan memberi nasihat di Daar Al-Hadist As-Sukkariyah. Setelah ayahnya wafat, ia
telah mengambil alih sejumlah pekerjaan Ayahnya dan semenjak itulah beliau menjadi masyhur
ditengah-tengahulama di masa itu. Ibnu Taimiyah memiliki saudara berjumlah tiga orang,
mereka adalah Syarfuddin Imam Abdullah seorang ahli fiqh kenamaan , Zainuddin Abdurrahman
dan Badruddin Muhammad. Ibnu Taimiyah dikenal sebagai seorang yang kritis, kuat ingatan dan
memiliki pemahaman yang baik. Ia juga merupakan ulama yang produktif dalam menulis
berbagai kitab yang meliputi berbagai disiplin ilmu. Sebagai mana ayahnya, Ibnu Taimiyah juga
dikenal sebagai ulama yang bermazhab Hanbali, namun demikian tidak serta merta ia
seperndapat dengan Imam Ahmad bin Hanbal. Sehingga tidak jarang Ibnu Taimiyah mengkritik
Imam Hanbali yang mengatakan bahwa kalamullah adalah qadim, menurut Ibn Taimiyah jika
kalamullah qadim maka kalamnya juga qadim. Ibnu taimiyah adalah seorang tekstualis oleh
sebab itu pandangannya oleh Al-Khatib Al-Jauzi sebagai pandangan tajsim Allah
(antropomorpisme) yakni menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya. Oleh Karen itu, Al-Jauzi
berpendapat bahwa pengakuan ibn Taimiyah sebagai Salaf perlu ditinjau kembali.5 Ibn Taimiyah
adalah ahli fikih mazhab Hambali. Pengaruh pemikirannya Sangat besar terhadap gerakan
Wahhabi, dakwah gerakan Sanusi, dan kelompokkelompok agama yang ekstrem yang ada di
dunia Islam saat ini.Namun demikian, dianggap juga sebagai ulama yang tidak terikat pada
madzhab atau pandangan tertentu. Baginya dalil adalah pegangannya dalam berfatwa.

Karena itu ia juga menyerukan terbukanya pintu ijtihad, dan bahwa setiap orang –siapapun ia
dapat diterima atau ditolak pendapatnya kecuali Rasulullah saw. Itula sebabnya ia menegaskan,
“Tidak ada seorang pun yang mengatakan bahwa kebenaran itu terbatas dalam madzhab Imam
yang empat (Madzahibil Arba’ah). Tahun 705 H, pengadilan negeri Syam menjatuhkan hukuman
pengasingan ke Mesir atas dirinya. Tahun 707, dia keluar dari penjara dan Kembali menyebarkan
pemikirannya. Tahun 721 dia kembali dijatuhi hukuman penjara. Akhirnya pada tanggal 20 Dzul
Qa'dah tahun 728 H Ibnu Taimiyyah meninggal dunia di penjara Damaskus.

B. Teori pemikiran ibnu taimiyah

Keinginan hasrat terhadap sesuatu barang atau jasa yang sesuai dengan ba-tasan syariah dan
halal thoyyib meru-pakan permintaan menurut pendapatIbnu Taimiyah. Konsep yang digunakan
dalam teori permintaan perspektif Islam ialah ketika menilai atau menentukan komoditi (barang
atau jasa) bahwa tidak semua bisa digunakan atau dikonsumsi, Alasannya karena harus bisa
membedakan antara kmoditi (barang atau jasa) yang
halal dan haram.17Di dalam fungsi 2permintaan juga diartikan sebagai pendekatan yang masla-
Hah, dimana mashlahah ini bisa diukur dalam satuan nominal, dengan memper-oleh mashlahah
yang maksimum atau optimal dalam konsumsi maka konsumen akan mencapai falah atau
kesejateraan.

Ibnu Taimiyah ada hal-hal yang mempengaruhi permintaan, yaitu: keinginan dari masyarakat
mengenai suatu barang yang bermacam-macam jenisnya, dan keinginan selalu tidak sama,
jumlah dari calon pembeli pada suatu Barang, kualitas konsumen yang mana memiliki
pendapatan atau gaji menjadi salah satu ciri kualitas konsumen yang baik, tingkat kebutuhan
2
Dawam Raharjo dalam Nur Chamid, Jejak Langkah Sejarah., hal. 399
suatu barang, metode dalam pembayarannya tunai atau angsuran, besarnya dalam transaksi
ketika biaya transaksi dari suatu barang mengalami penurunan maka akan terjadi permintaan
menjadi naik.

C. Kondisi sosiologis para tokoh

Pertama, Tahap Dasar - 450. H. pada fase ini muncul ekonom-ekonom Islaseperti Abu Yusuf
(182. H/798. M) dengan kitab al-Khorroj yang banyak membahasmengenai keuangan publik
(public Finance) dan akuntansi syari'ah. KemudianMuhammad bin al-Hasan (189. H/804. M)
mengeluarkan kitab al-Iktisab fii al-rizqi alMustahab (tentang bagaimana mendapatkan
penghasilan hidup yang bersih) de3ngan cara sewa-menyewa, perdagangan, pertanian dan
industri dan kitab al-Ashl yang membahas mengenai jual-beli salam, kemitraan, dan bagi hasil
(mudhorobah). Abu
'Ubaid dengan kitabnya al-Amwal yang menjelaskan tentang materi zakat, khums, dan fay'ie
yang merupakan intervensi pemerintah atas keinginan masyarakat yang
berlebihan. Mawardi dengan kitabnya Al-Ahkam alSulthoniyyah dan al-Din WaDunya yang
membahas mengeni penerimaan negara dan perilaku individu sebagai pro-dusen maupun
konsumen.

Kedua, berkembang dengan lahirnya ekonom kenamaan yaitu al-Ghazali (451-505. H/1055-111.
M) dengan kitabnya Ihya''Ulum al-Din, Ushul al-Fiqh, alMusytasyfa, Mizan al-'amal, dan al-Tibr
alMasbuk fii Nasihat al-Mulk. Dalam kitabnya ia menjelaskan tentang korupsi, evolusi uang,
riba dan penimbunan barang.
Sedangkan Ibn Taimiyah (661-728. H/1263-1328. M) dalam kitabnya al-Fatawa, al-Hisbah
dijelaskan mengenai konsep harga yang adil sesuai landasan moral masyarakat. Lalu Ibn
Kholdun (732-808. H/1332-1404. M) dalam buku Muqoddimah membahas tentang politik, sosial
ekonomi Islam hingga perdagangan luar negeri.

Ketiga, lahirlah Shah Waliyullah (1114-1176. H/1703-1762. M) dengan kitabnya


Hujjatullah al-Baligho yang menjelaskan tentang rasionalisasi pendapatan dan hingga dewasa ini
muncul pakar ekonomi syari'ah seperti Umar Chapra, Najetullah Siddiqi dan lainnya. Di
Indonesia seperti Syafi'ie Antonio, Dawam Raharjo dan para ekonom muslim lain. Pada periode
pertengahan, kekuatan politik Islam mengalami kemunduran. Berbagai doktrin yang
dikembangkan pada masa sebelumnya tidak efektif lagi dihadapkan kepada situasi obyektif.
Maka pada periode pertengahan itu lahirlah pemikiran politik yang berbeda dengan sunni periode
klasik, yang salah satunya dipresentasikan oleh Ibnu Taimiyah. Mengkaji pemikiran Ibnu
Taimiyah sangat menarik, karena itulah di dalam makalah ini akan mendeskripsikan pemikiran
politik Ibnu Taimiyah dan menganalisa latar belakang pemikirannya dengan pendekatan

3
Heri Sudarsono, Konsep Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Ekonosia, 2004), hal. 154
Abdul Azim Islahi, Konsepsi Ekonomi Ibnu Taimiyah. (terj) Anshari Thayib. (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1997) hal. 15
sosiopolitik. Kemudian mendeskripsikan secara analitik bagaimana pandangan Ibnu Taimiyah
tentang politik, pemerintahan, kepemimpinan dan hakikat negara, di tengah suasana sejarah yang
mengitari pemikirannya, serta relevansi gagasan politik Ibnu Taimiyah dalam konsep negara
modern dengan cara menempatkan pemikiran Ibnu Taimiyah sebagai cermin dari pemikiran
yang lahir di abad modern.

D. Hasil Pemikiran Ekonomi Origanalitas

1. Kompensasi dan Harga

Dua istilah yang sering ada dalam pembahasan Ibnu Taimiyah tentang masalah harga, yaitu: 1)
Kompensasi yang setara (‘iwad al-mitsl) diukur dan ditaksir oleh hal-hal yang setara dan itulah
esensi dari keadilan (nafs al-‘adl); 2) harga yang setara (tsaman al-mitsl). Ibnu Taimiyah
membeda-kan ada 2 (dua) jenis harga, yaitu: a) Harga yang tak adil/terlarang dengan b) harga
yang adil/disukai.12 Harga yang setara itu sebagai harga yang adil. Jadi dua kata: “adil” dan
“setara” digunakan saling mengganti.Konsep Ibnu Taimiyah tentang kom-pensasi yang adil
(‘iwad al-mitsl) danharga yang adil (tsaman al-mitsl) tidaklah sama. Kompensasi yang adil
adalahpenggantian sepadan yang merupakan nilai harga yang setara dari sebuah benda menurut
adat kebiasaan. Kompensasi yang setara diukur dan ditaksir oleh hal-hal yang setara tanpa ada
tambahan dan pengurangan. Penggunaan kata kompensasi yang adil setara untuk membongkar
masalah moral atau kewajiban hukum berkaitan dengan barang-barang, dan bukan merupakan
kasus nilai tukar, tetapi sebagai kompensasi atau pelaksanaan sebuah kewajiban.14 Sedangkan
harga yang adil adalah nilai harga di mana orang-orang menjual barangnya dapat diterima secara
umum sebagai hal yang sepadan dengan barang yang dijual itu ataupun barang yang sejenis
lainnya di tempat dan waktu tertentu. Keadilan yang dikehendakioleh Ibnu Taimi-yah
berhubungan dengan prinsip la dharar yakni tidak melukai dan merugikan orang lain sehingga
dengan berbuat adil akan mencegah terjadinya tindak kezaliman.

Harga yang setara menurut Ibnu Taimiyah adalah harga baku (si’r), di mana penduduk menjual
barang-barang mereka dan secara umum diterima sebagai sesuatuyang setara dengan itu dan
untuk barang yang sama pada waktu dan tempat yang khusus. Atau harga yang setara itu sesuai
dengan keinginan atau lebih persisnya harga yang ditetapkan oleh kekuatan pasar yang berjalan
secara bebas antara penawaran dan permintaan. Selain itu Ibnu Taimiyah meng-gambarkan
perubahan harga di pasar “jika penduduk menjual barangnya dengan cara yang normal (al-wajah
al-ma’ruf) tanpa menggunakan cara-cara yang tidak adil, kemudian harga meningkat karena
pengaruh kekurangan persediaan barang (misalnya karena menurunnya suplai/penawaran) atau
meningkatnya jumlah penduduk (yaitu me-ningkatnya permintaan), itu semua karena Allah.
Dalam kasus seperti itu, mem4aksa penjual untuk menjual barang mereka pada harga khususnya,
merupakan paksaan yang salah (ikhrah bi ghoiri haqq).

4
Abdul Azim Islahi, Konsepsi Ekonomi., hal. 29-35
Ibid., hal. 36-41
Ibid., 42-44
2. Keuntungan yang setara (adil)

Ibnu Taimiyah menganjurkan penjual berhak memperoleh keuntungan yang di-terima secara
umum (al-ribh al-ma’ruf) tanpa merusak kepentingannya dan kepen-tingan pelanggannya.
Keuntungan yang adil adalah keuntungan normal yang secara umum diperoleh dari berbagai
macam model perdagangan, tanpa saling merugikan. Ia tidak menyetujui tingkat dasar
keuntungan yang tidaak biasa, bersifat eksploitatif atau situasi di mana masyarakat tak
mengambil peduli pada kondisi pasar yang ada. Ia juga berpendapat bahwa seseorang yang mem-
peroleh barang untuk menghasilkan penda-patan dan memperdagangkannya, diboleh-kan
melakukan itu tetapi dia tidak boleh menarik ongkos dari orang yang membutuhkan untuk
meraih keuntungan yang lebih tinggi ketimbang kebiasaannya (al-ribh al-mu’tad) dan sebaiknya
tidak meningkatkan harganya bagi orang yang sangat membutuh-kan.

3. Mekanisme Pasar

Ibnu Taimiyah memiliki pandangan yang jernih bagaimana dalam sebuah pasarbebas, harga
dipengaruhi oleh kekuatan permintaan dan penawaran.20 Ia berkata: “Naik dan turunnya harga
tidak selalu berkait dengan kezaliman (zulm) yang di-lakukan seseorang. Sesekali, alasannya
ada-lah adanya kekurangan dalam produksi atau penurunan impor dari barang-barang yang
diminta. Jadi, jika membutuhkan peningkatan jumlah barang, sementara kemampuannya
menurun.

Ibnu Taimiyah mengidentifikasikan beberapa faktor yang berpengaruh terhadap permintaan dan
konsekuensinya terhadap harga, yaitu: 1) keinginan penduduk atas jenis yang berbeda dan
sesekali berubah-rubah, 2) perubahannya tergantung pada jumlah para peminta, 3) meluasnya
jumlah dan ukuran dari kebutuhan baik kecil atau besar berpengaruh terhadap menguat atau
melemahnya tingkat kebutuhan atas barang, 4) harga berubah-rubah sesuai dengan siapa saja
pertukaran barang itu dil5akukan, 5) harga dipengaruhi oleh bentuk alat pemba-yaran yang
digunakan dalam jual beli.

4. Regulasi harga
Ibnu Taimiyah membedakan dua tipe penetapan harga yaitu: 1) Tidak adil dan Tidak sah adalah
memaksa penduduk menjual barang-barang dagangan tanpa dasar kewajiban untuk menjual,
merupakan tindakan yang tidak adil dan ketidakadilan itu dilarang; 2) Adil dan sah: saat
pemerintah memaksa seseorang menjual barang-barangnya pada harga yang jujur, jika pen-
duduk sangat membutuhkannya.Dalam menetapkan harga, tingkat tertinggi dan terendah bisa
ditetapkan, sehingga kepen-tingan dua pihak, penjual dan pembeli ter-lindungi. Ibnu Taimiyah
5
Ibnu Taimiyah, Al-Hisbah fil Islam, (Kairo: Daar al-Sha’b, 1976), hal. 24-25; Abdul Azim Islahi, Economic Concepts
of Ibn Taimiyah. London: Islamic Foundation, 1988) hal. 81
Abdul Azim Islahi, Economic Concepts of Ibn Taimiyah. London: Islamic Foundation, 1988) hal. 81
tidak menyukai kebijakan penetapan harga oleh pemerintah, jika kekuatan pasar yang kompetitif
bekerja dengan baik dan bebas. Ia merekomendasi-kan kebijakan penetapan harga, dalam kasus
terjadi monopoli dan ketidaksempurnaan mekanisme pasar.

5. Uang dan Kebijakan Moneter

Fungsi uang menurut Ibnu Taimiyah sebagai alat tukar dan alat ukur dari nilai suatu benda,
melalui uang itu dari sejumlah benda diketahui nilainya. Mengenai ke-bijakan moneter, Ibnu
Taimiyah berpendapat bahwa pemerintah harus mencetak mata uang yang sesuai dengan nilai
transaksi yang adil dari penduduk, tanpa keterlibatan ke-zaliman didalamnya. Dan juga para
penguasa jangan memplopori bisnis mata uang dengan membeli tembaga kemudian mencetaknya
menjadi mata uang koin, bahkan pemerintah harus mencetak mata uang dengan harga yang
sebenarnya tanpa bertujuan mencari keuntungan apapun dari pencetakannya agar kesejahteraan
publik terjamin.

6. Kerjasama

Ibnu taimiyah membagi seluruh tran-saksi dan kegiatan ekonomi menjadi dua kategori: 1)
transaksi yang berpijak pada asas keadilan dan, 2) yang berpijak asas kedermawanan dan
manfaat. Transaksi yang berpijak pada asas keadilan, ada dua kategori: a. transaksi melalui
pertukaran, dan b. 6transaksi melalui kerjasama. Transaksi kerjasama ada dua kategori: a)
kerjasama dalam kepemilikan, dan b) kerjasama dalamkontrak yang terdiri dari: 1) syirkah
al-‘inan, 2) syirkah al-abdan, 3) syirkah al-wujuh, 4) syirkah al-mufawadhoh, 5) syirkah al-
mudharabah.

E. Dasar Pondasi Pemikiran

Menurut Ibnu Taimiyah, Fondasi fiqih maqashisd, akal tidak boleh berijtihad, dan harus
menyatakan ketundukan total terhadap nash Al-Qurân dan Sunnah Nabawiyah. Pendapat Ibnu
Taimiyah (w. 728 H) ini dapat dijumpai dengan mudah dalam kitab yang menjadi salah satu
karya masterpiece-nya yaitu kitab Dar-u Ta’âârudhal-‘Aql wa al-Naql – menolak pertentangan
antara akal dan nash. Berangkat dari kitab ini pula, ia menyeru purifikasi (pemurnian) pemikiran
Islam dengan jargonnya yang terkenal yaitu tajdid (gerakan pembaharuan). Sejumlah karya yang
lain Ibnu Taimiyah yang menolak peran akal dalam memberikan ulasan terhadap teks nushush
adalah kitab al-Radd ‘ala al-Manthiqiyyin, yang dalam kesempatan berikutnya berujung kepada
penolakan qiyas (anomali) karena qiyas dianggapnya sebagai salah satu produk silogisme yang
merupakan bagian dari filsafat.

6
Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam: Dari Masa Klasik Hingga Kontemporer, (Jakarta: Pustaka Asatrus,
2005), hal. 169
Muhammad syamsuddin, Ekonomi Syariah: fondasi fiqih maqashid ibnu taimiyah, (Jatim)
ada empat pokok pikiran Ibnu Taimiyah dalam memandang kedudukan akal dan nash, antara
lain:

Pertama, Ibnu Taimiyah mencanangkan bahwa akal (rasio) tidak dipergunakan secara mutlak
dalam menentukan hukum, karena dalam pemikirannya, nushush tidak mungkin bertentangan
dengan akal. Landasan pemikirannnya ini kelak berpengaruh besar terhadap mazhab aqidahnya
yang sebagian besar diadopsi oleh kalangan Wahabiyyah.

Kedua, Ibnu Taimiyah tidak berpedoman pada satu pendapat kalangan mazhab saja karena
baginya ulama mazhab adalah hanyalah manusia yang bersifat relatif dalam sifat dan
pemikirannya. Dasar pemikirannya ini kelak menjadi dasar pegangan bagi pengikutnya untuk
mencampuradukkan pendapat ulama mazhab dan justru berujung pada merelatifkan sanad
keilmuan yang merupakan inti dari agama itu sendiri.

Ketiga, Ibnu Taimiyah berpandangan bahwa syari’ah itu hanya bersumber dari Al-Qur’an dan al-
Sunnah saja. Maksud dari al-Sunnah ini olehnya dimaknai bahwa seluruh syariat telah
diturunkan oleh Allah ‫ ﷻ‬dan Nabi telah menjelaskan secara keseluruhan dengan sahabat
sebagai sanad pertama yang menerima ajaran langsung dari nabi. Dasar pemikiran Ibnu
Taimiyah yang ini kelak yang menjadi akar ditolaknya semua bentuk qiyas dan hanya menerima
satu ijma’ yaitu ijma’ shahabah. Padahal, dalam perkembangannya, seiring perkembangan
zaman, banyak terdapat masalah baru di masyarakat yang membutuhkan telaah dengan
mengikuti metodologi berfikir para ulama sebelumnya. Landasan pemikiran inilah yang
kemudian dianggap oleh Ibnu Taimiyah untuk melakukan penentangan terhadap kekuasaan saat
itu yang dianggapnya pro-Tartar dan tentara Salib. Padahal, penentangan terbesar Tartar dan
Tentara Salib justru lahir dari kalangan pengikut tarekat-sufi, termasuk Shalahuddin al-Ayyubi
adalah seorang sufi dan pengikut tarekat.

Keempat, Ibnu Taimiyyah terkenal teguh dengan manhaj pemikirannya dan selalu berusaha
melepaskan diri dari keterkungkungan pendapat fuqaha’ dan ulama lain yang semasanya. Dalam
kesehariannya, ia mendaku7 sebagai pengikut mazhab Hanbali, akan tetapi dalam banyak
amaliahnya justru bertentangan dengan mazhab itu sendiri.

F. Karya Ibnu Taimiyah

Sebagaimana telah disebutkan, bahwa Ibnu Taimuyah merupakan ulamayang produktif dalam
mengarang dan menulis berbagai disiplin ilmu. Sehinggaketika ia wafat, Ibnu Taimiyah
banyaknya meninggalkan karya tulis dalam bentukkitab dalam banyak bidang keilmuan.
sebagian besar hasil karya Ibnu Taimiyahberada pada lingkup Aqidah. Diantara kitab-kitab karya

7
H. Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam ; Kajian Filsafat Pendidikan Islam.
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000) Cet. I.h 156 ; lihat juga Ibnu taimiyah “Siyasah Syari’ah Etika
Politik Islam. ( Surabaya: Risalah Gusti, 1999). Cet. II h. 245
Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah adalah sebagai berikut :
1. Majmu’ Al-Fatawa
2. Dar`u At-Ta’arudh Al-‘Aql wa An-Naql
3. Minhaj As-Sunnah An-Nabawiyah

4. Naqdhu At-Ta`sis
5. Al-Jawaab Ash-Shahih liman Baddala Diin al-Masiih
6. Ar-Radd ‘ala Al-Bakrie (Al-Istighatsah)
7. Syarah Hadits An-Nuzul
8. Syarah Hadits Jibril (Al-Iman Al-Ausath)
9. Kitab Al-Iman
10. Al-Istiqamah’
11. As-Siyasah Asy-Syar’iyah

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Ibnu Taimiyah bukanlah seorang teo-ritis murni, juga bukan ahli sejarah ekonomi murni.
Sikapnya lebih seorang dokter pra-ktik yang mendiagnosa penyakit dan mem-berikan resep
untuk mengobati, seperti hal-nya dalam regulasi harga, menurut Ibnu Taimiyah penetapan harga
oleh pemerintah adalah baik, tapi tidak bersifat absolut, karena sebenarnya harga ditetapkan oleh
kekuatan permintaan dan penawaran. Lain halnya, apabila kenaikan harga terjadi akibat
ketidakadilan mekanisme pasar, pemerintah boleh campur tangan dalam menetapkan harga.
BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

Husayn Ahmad Amin, Seratus Tokoh dalam Sejarah Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
1999), h.229
Chamid, Nur. 2010. Jejak Langkah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.

Islahi, Abdul Azim. 1988. Economic Concepts of Ibn Taimiyah. London: Islamic Foundation

Abdul Azim Islahi, Konsepsi Ekonomi., hal. 29-35


1997. Konsepsi Ekonomi Ibnu Taimiyah. (terj) Anshari Thayib. Surabaya: PT. Bina Ilmu.
H. Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam ; Kajian Filsafat Pendidikan Islam.
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000) Cet. I.h 156 ; lihat juga Ibnu taimiyah “Siyasah
Syari’ah Etika
Politik Islam. ( Surabaya: Risalah Gusti, 1999). Cet. II h. 245
Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam: Dari Masa Klasik Hingga Kontemporer,
(Jakarta: Pustaka Asatrus, 2005), hal. 169
Ibnu Taimiyah, Al-Hisbah fil Islam, (Kairo: Daar al-Sha’b, 1976), hal. 24-25; Abdul Azim Islahi,
Economic Concepts of Ibn Taimiyah. London: Islamic Foundation, 1988) hal. 81
Abdul Azim Islahi, Konsepsi Ekonomi Ibnu Taimiyah. (terj) Anshari Thayib. (Surabaya: PT.
Bina Ilmu, 1997) hal. 15

Anda mungkin juga menyukai