Anda di halaman 1dari 16

MUHAMMAD BIN ABDUL WAHHAB

MAKALAH

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kelompok


Pada Mata Kuliah Metode Studi Islam

Disusun Oleh :

Gopar NIM : 1901140


Aji Priatna Nurmansyah NIM ; 1901222
Diki Wahyudi NIM : 1901247
Moh Hilmi NIM : 1901154

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM


TASIKMALAYA
Jalan Nunung Tisnasaputra No. 16 Kota Tasikmalaya
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT yang telah memberikan


beribu nikmat kepada kami, begitupun shalawat beserta salam tiada yang
berhak menjadi hilir kecuali baginda Rasulullah SAW, semoga rahmat dan
hidayah dapat tercurahkan kepada kita semua. Tanpa nikmat, hidayah, inayah
serta iradah-Nya, mustahil kami mampu menyelesaikan tugas makalah ini
dengan baik. Beberapa kalimat yang kami sumbangkan dari daya pikir yang
lemah ini, terkumpullah kini menjadi satu makalah.
Dalam aspek manapun, makalah ini belum memenuhi kebenaran yang
sempurna, bahkan nanti pembaca mungkin dengan mudah akan menemukan
kesalahan. Itu semua murni karena ketidaktahuan serta keteledoran kami.
Namun, dari segala kekurangan sudah kami saring menjadi seminimal
mungkin, kamipun menaruh harapan yang begitu agung dalam penyusunan
makalah ini.
Setidaknya, dalam penyusunan makalah ini kami tidak mendasarkan
pada pemikiran kami sendiri, ada banyak rujukan buku yang kami gunakan,
sehingga kami berharap akan banyak manfaat yang dapat pembaca ambil dari
makalah ini.
Pada akhirnya, makalah yang kami susun ini, kami persembahkan
kepada khususnya Mohammad Guntur, M.Pd. selaku dosen pengampu mata
kuliah Metode Studi Islam yang memberi kami kesempatan untuk menyusun
makalah ini, dan yang terakhir kepada teman-teman mahasiswa yang
seperjuangan dalam mewujudkan cita-cita bangsa dan agama. Semoga Allah
memberkati makalah kami. Aamiin.

Tasikmalaya, Desember 2019

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... ii


DAFTAR ISI ................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1


A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................ 1
C. Tujuan ................................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................ 2


A. Biografi Muhammad Bin Abdul Wahhab ............................................. 2
B. Pemikiran Kalam Muhammad bin Abdul Wahhab............................... 3
C. Bentuk Pemikiran Muhammad bin Abdul Wahhab ........................... 6
D. Faktor yang Mendasari Pemikiran Muhammad bin Abdul Wahhab ... 8
E. Proses Penyebaran Pemikiran Muhammad bin Abdul Wahhab ....... 8

BAB III PENUTUP ........................................................................................ 12


A. Kesimpulan ....................................................................................... 12
B. Saran ................................................................................................. 12

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 13


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Islam sebagai sebuah bentuk keyakinan memiliki umat yang besar.
Hampir diseluruh penjuru dunia terdapat umat islam. Hal ini disebabkan karena
islam disebarkan dan masuk kedalam suatu masyarakat dengan cara yang
damai dan santun sehingga banyak orang yang berminat masuk islam.
Akan tetapi, selain banyak orang senang dan bangga dengan islam, tidak
sedikit pula orang yang menyerang islam, yang disebabkan karena perbedaan
keyakinan terutama ketauhidan. Mereka yang tidak senang dengan islam selalu
berusaha menjatuhkan islam, baik melalui budaya, pola pikir, dan sebagainya.
Untuk menghadapi hal ini, ulama-ulama dahulu membalasnya dengan
memberikan argumen yang berisi alasan-alasan untuk mempertahankan
keimanan mereka baik tentang keimanan kepada Tuhan, malaikat, dan
sebagainya. Dan hal yang sering kita sebut sebagai ilmu kalam.
Ilmu kalam merupakan produk pikir manusia. Sesuai dengan berjalannya
waktu, ilmu kalampun semakin berkembang. Banyak ulama terjun
didalamnya.Untuk itu, makalah ini akan membahas salah satu ulama abad ke-8
yang turut mencurahkan pikirannya di dalam ilmu kalam, yaitu Muhammad bin
Abdul Wahhab. Hal-hal yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu bicara
tentang biografi dan pemikiran kalam Muhammad bin Abdul Wahhab.

B. Rumusan Masalah
Untuk dapat lebih memberikan kejelasan, kami menetapkan rumusan
masalah makalah ini sebagai berikut :
1. Bagaimana biografi Muhammad bin Abdul Wahhab ?
2. Bagaimana pemikiran Kalam Muhammad bin Abdul Wahhab ?

C.Tujuan
Tujuan Penulisan dalam bentuk makalah ini bertujuan untuk ::
1. Mengetahui biografi Muhammad bin Abdul Wahhab.
2. Mengetahui pemikiran Kalam Muhammad bin Abdul Wahhab.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Biografi Muhammad Bin Abdul Wahhab


Muhammad bin ‘Abd Al-Wahhab memiiki nama lengkap Muhammad bin
‘Abd al Wahhab bin Sulaiman bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Rasyid bin
Barid bin Muhammad bin al-Masyarif at Tamimi al-Hambali an-Najdi.
[1] Muhammad Bin Abdul Wahhab berasal dari Qabilah Banu Tamim.[2] Ia lahir
tahun 1115 Hijriah (1703 Masehi) dan wafat tahun 1206 Hijriah (1792 Masehi).
Beliau wafat di usia yang sangat tua, dengan umur sekitar 91 tahun.
Muhammad bin Abdul Wahhab belajar ilmu agama dasar bermazhab hambali
dari ayahnya yang juga seorang qadhi (hakim). Pernah juga ia mengaji kepada
beberapa guru agama Makkah dan Madinah. Di antara gurunya di Makkah
terdapat nama Syeikh Muhammad Sulaiman al Kurdi, Syeikh Abdul Wahhab
(bapaknya sendiri) dan kakaknya Syeikh Sulaiman bin Abdul Wahhab.
Guru-gurunya semua termasuk bapak dan kakaknya adalah ulama
Ahlussunnah wal Jama’ah. Hal ini dapat dibaca dalam buku “As Shawa’iqul
Ilahiyah firraddi al Wahhabiyah” (Petir yang membakar untuk menolak paham
Wahhabi), karangan kakaknya, Sulaiman bin Abdul Wahhab. Menurut Ustadz
Hazan Khazbyk dalam suatu karangannya dikatakan, bahwa Muhammad bin
Abdul Wahhab ketika mudanya banyak membaca, buku-buku karangan Ibnu
Taimiyah dan lain-lain pemuka yang tersesat.
Muhammad bin ʿAbd al-Wahhāb merupakan seorang ahli teologi agama
Islam dan seorang tokoh pemimpin gerakan keagamaan yang pernah menjabat
sebagai mufti Daulah Su'udiyyah yang kemudian berubah menjadi Kerajaan
Arab Saudi. Bin ʿAbd al-Wahhāb memiliki nama lengkap Muhammad bin ʿAbd
al-Wahhāb bin Sulaiman bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Rasyid bin Barid
bin Muhammad bin al-Masyarif at-Tamimi al-Hambali an-Najdi.
Muhammad bin ʿAbd al-Wahhāb, adalah seorang ulama yang berusaha
membangkitkan kembali pergerakan perjuangan Islam secara murni. Para
pendukung pergerakan ini sesungguhnya menolak disebut Wahhabbi, karena
pada dasarnya ajaran Ibnu Wahhab menurut mereka adalah ajaran Nabi
Muhammad, bukan ajaran tersendiri. Karenanya mereka lebih memilih untuk
menyebut diri mereka sebagai Salafis atau Muwahhidun yang berarti "Satu
Tuhan".

B. Pemikiran Kalam Muhammad bin Abdul Wahhab


Salah satu pelopor pembaruan dalam dunia Islam Arab adalah suatu
aliran yang bernama Wahhabiyah yang sangat berpengaruh di abad ke-19.
Wahhabiyah adalah suatu bagian dari firqah Islamiyah, dibangun oleh
Muhammad bin Abdul Wahhab (1702 M – 1787 M). Paham atau Madzhab
Wahhabi pada hakikatnya adalah kelanjutan dari mazhab Salafiyyah yang
dipelopori Ahmad Ibnu Taimiyyah.
Muhammad bin Abdul Wahhab mendalami ilmu-ilmu syariat dengan
berkeliling ke wilayah-wilayah islam, seperti Basrah, Baghdad, Hamadzan,
Ashfaham, Qum, dan Kairo. Setelah itu ia berkeliling mendakwahkan pahamnya
yang tak jauh berbeda dengan paham Ibnu taimiyyah dan mayoritas penganut
mazhab Hambali. Abdul Wahhab mengadakan pembaruan dengan
memperketat beberapa masalah yang tidak dilakukan oleh guru-gurunya. Ia
mengharamkan rokok, melarang membangun kuburan, meskipun sekedar
dengan membuat gundukan tanah, melarang tashwir (foto atau gambar makhuk
bernyawa). Ia juga melarang berbagai adat kebiasaan.
Hal terpenting yang sangat diperhatikannya adalah masalah tauhid yang
menjadi tiang agama yang terkristalisasi dalam ungkapan laa ilaah illa
Allah. Menurutnya, tauhid telah dirasuki berbagai hal yang hampir menyamai
syirik, seperti mengunjungi para wali, mempersembahkan hadiah dan meyakini
bahwa mereka mampu mendatangkan keuntungan atau kesusahan,
mengunjungi kuburan mereka dikunjungi oleh orang dari berbagai penjuru
dunia dan di usap-usap. Seakan-akan Allah sama dengan penguasa dunia
yang dapat didekati melalui para tokoh mereka, dan orang-orang dekat-Nya.
Bahkan manusia telah melakukan syirik apabila mereka percaya bahwa pohon
kurma, pepohonan yang lain, sandal atau juru kunci makam dapat diambil
berkahnya, dengan tujuan agar mereka dapat memperoleh keuntungan.
Menurutnya, Allah swt semata-mata Pembuat Syariat dan akidah. Allah-
lah yang menghalalkan dan mengharamkan. Ucapan seseorang tidak dapat
dijadikan hujah dalam agama, selain Kalamullah dan Rasulullah. Adapun
pendapat para teolog tentang akidah serta pendapat para ahli fikih dalam
masalah halal dan haram bukanlah hujah. Setiap orang yang telah memenuhi
syarat untuk melakukan ijtihad berhak melakukannya. Bahkan dia wajib
melakukannya. Menutup pintu ijtihad merupakan sebuah bencana atas kaum
muslim, karena hal itu dapat menghilangkan kepribadian dan kemampuan
mereka untuk memahami dan menentukan hukum. Menutupi pintu ijtihad berarti
membekukan pemikiran dan menjadikan umat hanya mengikuti pendapat atau
fatwa yang tertera dalam buku-buku orang yang di ikutinya.
Gerakan kedua dari usaha pemurnian aqidah yang dilakukan Wahhabi
adalah pemberantasan bid’ah, misalnya perayaan Maulid, keluarnya kaum
wanita ikut mengiringi jenazah, perayaan-perayaan spiritual, haul untuk
memperingati kematian wali, acara-acara yang lazim dilakukan para pengikut
aliran sufi untuk mengenang kematian guru atau nenek moyang mereka. Di
samping itu, sebagaimana dijelaskan sebelumnya, beberapa kebiasaan, seperti
merokok, berlebihan minum kopi, laki-laki yang memakai kain sutera, mencukur
jenggot, dan memakai perhiasan emas, juga dianggap bid’ah.
Tauhid, menurut Ibnu Abdul Wahhab, pada dasarnya adalah pengabdian
(ibadah) hanya kepada Allah dengan cara yang benar-benar mengesakan-NYA.
Ia membagi tauhid menjadi tiga, yaitu :
1. Tauhid Rububiah, berkenaan tentang pengesaan Allah sebagai maha
pencipta segala sesuatu yang terlepas dari segala macam pengaruh dan
sebab.
2. Tauhid Asma wa sifat , berhubungan dengan pengesaan nama dan sifat-
sifat Allah yang berbeda dengan Makhluk-NYA.
3. Tauhid Ilahiyah, berkaitan dengan pengesaan Allah sebagai Tuhan yang di
sembah.
Di antara ajaran Muhammad bin Abdul Wahhab yang berkenaan dengan
tauhid adalah :
1. Zat yang boleh disembah hanyalah Allah semata, dan orang yang
menyembah kepada selain Allah telah menjadi musyrikdan boleh dibunuh.
2. Kebanyakan umat islam bukan lagi penganut tauhid yang murni karena
mereka meminta pertolongan bukan lagi kepada Allah, tetapi kepada para
wali dan orang saleh. Muslim seperti ini telah menjadi musyrik.
3. Termasuk perbuatan musyrik adalah memberikan dan menyebutkan “gelar
dan sebutan kehormatan” kepada nabi, wali atau malaika, terutama dalam
shalat, misalnya kata sayyidina, habibuna, atau syafi’una.
4. Memperoleh dan menetapkan ilmu yang tidak didasarkan kepada Al Qur’an
dan Sunnah merupakan kekufuran.
5. Menafsirkan Al Qur’an dengn takwil merupakan kekufuran.
6. Pintu ijtihad selalu terbuka dan wajib dilaksanakan oleh orang yang mampu.
Itulah dasar dakwah Muhammad bin Abd al-Wahhab. Dia mengikuti ajaran
Ibn Taimiyah. Atas dasar itu pula dibangunlah hal-hal yang parsial.
Menurutnya, manusia bebas berpikir tentang batas-batas yang telah ditetapkan
oleh al-qur’an dan sunah. Dia memerangi segala macam bentuk bid’ah, dan
mengarahkan orang agar beribadah dan berdo’a hanya untuk Allah, bukan
untuk para wali, syeikh, atau kuburan.
Menurutnya, kita harus kembali pada islam pada zaman awal, yang suci
dan bersih. Dia berkeyakinan bahwa kelemahan kaum Muslim hari ini terletak
pada akidah mereka yang tidak benar. Jika akidah mereka bersih seperti akidah
para pendahulunya yang menjunjung tinggi kalimat la ilah illa Allah (yang berarti
tidak menganggap hal-hal lain sebagai Tuhan selain Allah, tidak takut mati, atau
tidak takut miskin dijalan yang benar), maka kaum Muslim pasti dapat meraih
kembali kemuliaan dan kehormatan yang pernah diraih oleh para pendahulu
mereka. Sekalipun merupakan seorang tokoh reformasi dan tokoh dakwah,
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab masih sempat juga menyibukkan diri
untuk menulis. Beberapa karyanya yang terkenal antara lain :
1. Kitab at-Tauhid
2. Kitab al-kabair
3. Kasyf asy-Syubat
4. Mukhtasar Sirat ar-Rasul
5. Masa’il al-Jahiliyah
6. Usul al-Iman
7. Fada’il al-Qur’an
8. Fadail al-Islam
9. Majmu’ al-Hadist
10. Mukhtasar al-Insaf wa asy-Syarh al-Kabir
11. Al-Usul ats-Tsalatsa
12. Adab al-Masyi ila ash-Shalah, dan lain sebagainya
Muhammad bin Abdul Wahhab telah mendarmabaktikan seluruh
hidupnya untuk melaksanakan dakwah dan jihad dengan penuh keikhlasan.
Beliau dibantu oleh Muhammad bin Sa’ud dan anaknya, Abdul aziz yang
menjadi penguasa Dar’iyah. Beliau menghembuskan nafas terakhirnya pada
bulan Dzulqa’dah tahun 1206 H ( tahun 1792 M).

C. Bentuk Pemikiran Muhammad bin Abdul Wahhab


Muhammad Ibnu Abdul Wahhab kecil telah ditempa dengan pendidikan
agama yang kuat, baik dari keluarga maupun lingkungan yang masih murni
tingkat keIslamannya. Darah Arab yang mengalir dalam tubuhnya, melahirkan
citra watak yang khas, gandrung dengan kebebasan dan petualangan.
Kecemerlangan otak Ibnu Abdul Wahhab semakin kentara ketika Ia banyak
belajar filsafat dan sufi serta petualangan intelektual lain diluar tempat
kelahirannya. Bahkan untuk beberapa waktu Ibnu Abdul Wahhab telah
mengajarkan sufisme. Sekembalinya ke rumah dalam usia empat puluh tahun,
dimana kemapanan kondisi psikologis,kematangan berpikir dan pemahaman
telah mencapai puncaknya, Ibnu Abdul Wahhab mulai mengajarkan doktrin-
doktrinnya.
Untuk pemikiran atau doktrin ajaran Muhammad Ibnu Abdul Wahhab
dapat dilihat dari dua sumber. Pertama, buku-buku karyanya dan
kedua,pendapat atau analis ahli sejarah.
Pertama, lewat kitab At Tauhid. Dalam terjemahan Thahir Badrie,Ibnu
Abdul Wahhab mengartikan tauhid sebagai dasar ajarannya. Tauhid menurut
bahasa berarti meyakini keesaan Allah, menganggap hanya ada satu Tuhan
tidak ada yang lain. Secara istilah tauhid berarti bahwa di dunia ini hanya ada
satu Tuhan, Allah Rabul Alamin.
Menurutnya tauhid dibagi menjadi dua. Pertama, tauhid Uluhiyah, yaitu
kepercayaan untuk menetapkan bahwa sifat ke Tuhanan itu hanyalah milik
Allah belaka. Kedua, tauhid Rububiyah, yakni kepercayaan bahwa pencipta
alam ini adalah Allah, tapi ia tidak mengabdi kepadanya saja.
Pembagian ini mengacu pada Al Qur’an surat Al Baqarah 63, tentang
keesaan Allah yang artinya,
“Adapun Tuhanmu adalah Yang Maha Esa, tidak ada Tuhan melainkan
Dia yang maha pengasih lagi maha penyayang”.
Kedua, tentang kekhawatiran pada syirik. Riya merupakan salah satu
bentuk syirik ringan dan orang-orang saleh dikhawatirkan terjerumus ke
dalamnya. Memakai azimat menyebabkan syirik sesuai dengan hadis riwayat
Uqbah bin Amir ra. Artinya :
Barang siapa mengikatkan azimat atau jimat, dirinya tidak akan
disempurnakan oleh Allah. Dan barang siapa mengalungkan sebuah kerang
(jimat), dia tidak akan pernah memperoleh ketenangan dan kedamaian dari
Allah.
Ketiga, bernadzar atau bersumpah untuk selain Allah adalah perbuatan
syirik. Pendapat ini didasarkan pada hadis riwayat Bukhori. Artinya :
Barang siapa bernadzar untuk mentaati Allah, maka dia harus
mentaatiNya. Dan barang siapa bernadzar untuk tidak mentaatiNya,maka dia
tidak boleh menentangNya.
Keempat, mencari perlindungan kepada selain Allah merupakan bagian
dari syirik (berdasarkan surat Al Jin : 6)
Kelima, mencari pertolongan selain Allah atau berdoa kepada selainNya
merupakan perbuatan syirik (Yunus:106-107, Al Ahqaf 5-6, An Nahl : 62)
Keenam, masalah syafaat adalah hak Allah dan diberikan kepada orang
yang diridhoiNya.
Ketujuh, kutukan bagi orang yang menyembah Allah di kuburan orang
saleh. Nabi Muhammad SAW melarang dengan keras menjadikan kuburannya
sebagai masjid, seperti umat Nasrani dan Yahudi.
Kedelapan, janganlah manusia membuat sekutu-sekutu bagi Allah (Al
Baqarah : 2)

D. Faktor yang Mendasari Pemikiran Muhammad bin Abdul Wahhab


Setelah kembali ke Najed pada usia sekitar empat puluh tahun, ia mulai
menceramahkan ajaran ajarannya sendiri, yang kemudian ditentang oleh sanak
saudaranya sendiri.46 Bagaimana tidak, pada waktu itu orang-orang Najed
banyak yang melakukan amalan-amalan yang berbau syirik dan perbuatan
perbuatan yang tidak Islami dengan sekehendak hati mereka. Seluruh
kehidupan
Mereka diliputi oleh paham polyteisme. Mereka menganggap makam-
makam, pepohonan, makhluk-makhluk halus dan orang-orang gila sebagai
sesembahan.Kondisi yang sama juga berlaku di wilayah Mekah dan Madinah,
demikian juga di Yaman. Dimana paham polyteisme, pendirian bangunan-
bangunan di makam, serta pencaharian perlindungan dan bantuan kepada
orang-orang mati, orang-orang suci dan jin-jin menjadi gambaran keagamaan
yang umum. Muhammad bin Abdul Wahhab kemudian menetapkan diri untuk
memurnikan (Puritanisme)ajaran Islam, dan menyelamatkannya kedalam
bentuk ajaran terdahulu yang ketat.

E. Proses Penyebaran Pemikiran Muhammad bin Abdul Wahhab


Apa yang menimpa umat Islam membuat rasa prihatin yang mendalam
bagi Muhammad bin Abdul Wahhab. Dari kenyataan yang ada,Muhammad bin
Abdul Wahhab berasumsi hal ini terjadi karena pengaruh tarekat yang ada di
tengah masyarakat. Karena pengaruh tarekat ini, permohonan dan doa tidak
lagi langsung dipanjatkan kepada Allah akan tetapi melalui syafaat para wali
atau Syekh tarekat, karena masyarakat berasumsi bahwa Allah tidak bisa
didekati tanpa perantara. Menurut Abdul Wahhab, hal ini jelas telah
menyimpang dari ajaran Islam yang seharusnya. Sebagaimana yang pernah
dilakukan oleh pendahulunya Ahmad bin Hanbal dan Ibn Taimiyah.
Dalam melakukan dakwahnya selain melalui lisan dan tulisan, juga melalui
sebuah gerakan keagamaan yang cukup terorganisir dan sukses, baik dalam
aspek keagamaan maupun politik. Oleh karenanya ia bertekad membentuk
sebuah gerakan pemurnian agama Islam supaya kembali kepada jalan yang
semestinya. Gerakan ini tepatnya terbentuk pada tahun 1740 M yaitu gerakan
Wahhabi.Namun yang terjadi, ia diusir oleh penguasa setempat dari tempat
kelahirannya karena dianggap telah menimbulkan keributan-keributan di
negerinya, kemudian Ia bersama keluarga pindah ke Dar’iyah. Dar’iyah ini
merupakan sebuah dusun yang ditempati Muhammad bin Sa’ud (kakek Raja
Abdullah) yang telah memeluk ajaran Wahhabi, bahkan menjadi pelindung dan
penyiarnya. Ada beberapa isu yang ditekankan sebagai ajarannya yang
kemudian membedakannya dengan gerakan Islam lainnya, yang meliputi
masalah tauhid,tawassul, ziarah kubur, takfir, bidah, khurafat, ijtihad, dan
taklid.Menurut Muhammad bin Abdul Wahhab, pemurnian akidah merupakan
pondasi utama dalam pendidikan Islam. Ia juga menegaskan bahwa Pendidikan
melalui teladan atau contoh merupakan metode pendidikan yang paling efektif.
Hal ini sejalan dengan pemikiran Muhammad bin Abdul Wahhab agar umat
manusia kembali kepada ajaran Rasulullah dan para sahabatnya sebagai suri
tauladan yang sangat baik bagi manusia.Selain itu menurutnya, tauhid adalah
pegangan pokok dan sangat menentukan bagi kehidupan manusia, karena
tauhid menjadi landasan bagi setiap amal yang dilakukan. Hanya amal yang
dilandasi dengan tauhidullah menurut tuntunan Islam, yang akan
menghantarkan manusia kepada kehidupan yang baik dan kebahagiaan yang
hakiki di alam akhirat nanti.
Ia mendapat dukungan dari Muhammad Bin Saud dan puteranya Abd al-
Azis di Najed. Faham-faham Muhammad bin Abdul Wahhab yang kemudian
mulai tersiar itu bertambah kuat, sehingga di tahun 1773 M mereka dapat
menduduki Riyadh. Kemudian pada tahun 1787 M Muhammad bin Abdul
Wahhab meninggal dunia, tetapi ajaran-ajarannya tetap hidup dengan
mengambil bentuk aliran yang dikenal dengan nama Wahhabiah.
Gerakan Wahhabi sendiri pada awalnya adalah sebuah
gerakan permurnian Islam, namun setelah adanya kesepakatan antara
Muhammad bin Abdul Wahhab dengan Muhammad bin Saud pada tahun 1744
M, maka gerakan Wahhabi pun berubah menjadi sebuah gerakan politik, tetapi
dalam bidang keagamaan. Artinya, meskipun telah berubah menjadi sebuah
gerakan politik, namun gerakan Wahhabi ini tidak meninggalkan misi awal
mereka yaitu sebagai gerakan permurnian Islam.Dengan demikian ajaran
Wahhabi mengenai dasar-dasar keimanan yang dipelopori oleh Muhammad bin
Abdul Wahhab, namun berbeda dengan akibat-akibatnya serta tuntutan-
tuntutan ajaran agama yang murni mengikuti mazhab Hanbali. Dengan
mengikuti Alquran dan Hadis dan menolak deduksi, meskipun mereka tidak
melarang kaidah-kaidah amalan menurut mazhab lainnya.
Ajaran tauhid yang dicetuskan oleh Muhammad bin Abdul Wahhab ini
bermula dari kota Najed, Arabia Tengah dan Dar’iyah sebagai pusat
perkembangan pemikiran pembaharuannya. Pada akhirnya menyebar ke
seluruh Jazirah Arabia, kemudian ke luar Arabia, seperti India, Mesir dan
bahkan sampai ke Indonesia.Berikut ini adalah negeri-negeri yang berada
dibawah pengaruh aliran Wahhabiah ialah:
a. India
Tepatnya di Punjab (India Utara), Syekh Waliyullah (1702-1762M)
menghasilkan sebuah gerakan yaitu Wahhabiah yang kemudian dipimpin oleh
Sayid Ahmad (w. 1246 H/1831 M) dari Bareli. Selain di Punjab gerakan ini juga
tersebar di Benggala dan perkembangannya sangat pesat ketika itu.
b. Aljazair
Aliran Wahhabiah yang masuk dan berkembang pesat di negeri Aljazair ini
dibawa oleh Sayyid Muhammad bin Sanusi (1791-1859 M). Wahhabisme
berkembang melalui gerakan al-Sanusiyyah dengan tujuan untuk membangun
solidaritas keislaman.gerakan ini mengajarkan pemurnian paham sufi dengan
kembali kepada ajaran Alquran dan Sunah. Setelah sukses gerakan ini
kemudian menyebar ke Libya.90
c. Mesir
Di negeri Mesir aliran Wahhabiah disebarkan oleh Syekh Rasyid Ridha
(1856-1935 M), sebagai teolog yang berorientasi liberal dan penggerak utama
gerakan Salafi atau Wahhabi di Mesir. Menurutnya,umat Islam harus kembali
pada sumber murni Alquran dan Sunah dan mengaitkan diri dengan penafsiran
teks.
d. Sudan
Pengaruh Wahhabi dipelopori oleh Muhammad Ahmad (1848-1885 M)
dengan tarekatnya yang bernama Mahdiyah. Ia menyerukan pemurnian Islam
kembali yang telah diselewengkan oleh adat dan kebiasaan asing yang bukan
Islam. Pada tahun 1885 M, gerakan ini berhasil menguasai seluruh wilayah
Sudan yang sebelumnya berada dibawah kekuasaan Mesir.
e. Indonesia
Ajaran Wahhabi ini masuk dan menyebar luas di Indonesia ini disebarkan
oleh ulama dari Sumatera Barat dan para jamaah haji yaitu Syekh Abdullah
Ahmad (1878-1945 M), Syekh Abdul Karim Amrullah (1879-1945 M), Syekh
Muhammad Djamil Djambek (1880-1947 M), dan lain-lain.
Mereka kemudian memberantas adat-istiadat yang dipandang bidah,
mereka kemudian membentuk persatuan harimau dan salapan, persatuan ini
kemudian ditantang oleh golongan adat dengan meminta bantuan dari Belanda.
Maka timbullah perang Padri tahun 1821-1837 M.
Selain itu terdapat Haji Miskin dengan paham Wahhabinya telah
memberikan pengatuh baru terhadap gerakan reformasi Islam Indonesia.
Begitu pun yang dilakukan oleh Malim Basa yang terkenal dengan gelar Imam
Bonjol. Keduanya kemudian mendirikan perguruan di Bonjol yang kemudian
menjadi pusat pendidikan bermazhab Hanbali.
Mereka inilah yang mewakili perkembangan pengaruh Wahhabi di
Sumatera. Selanjutnya paham Wahhabi ini juga mempengaruhi pemikiran dari
gerakan Persatuan Islam (Persis), ini ditandai dengan adanya kesamaan dalam
pemahaman keagamaan yang menyangkut akidah
maupun mengenai ibadah, intinya adalah mengembalikan pada apakah
ajaran-ajaran tersebut mempunyai dasar secara eksplisit dalam Alquran dan
Hadis. Jika ada maka akan dijadikan amalan untuk diyakini dan diamalkan dan
sebaliknya
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Muhammad bin ʿAbd al-Wahhāb (1115 - 1206 H/1701 - 1793 M) adalah
seorang ahli teologi agama Islam dan seorang tokoh pemimpin gerakan
keagamaan yang pernah menjabat sebagai mufti Daulah Su'udiyyah yang
kemudian berubah menjadi Kerajaan Arab Saudi dan beliau adalah seorang
ulama yang berusaha membangkitkan kembali pergerakan perjuangan Islam
secara murni.
Pemikiran yang dikemukakan oleh Muhammad Abdul Wahhab adalah
upaya memperbaiki kedudukan umat Islam terhadap paham tauhid yang
terdapat di kalangan umat Islam saat itu. Paham tauhid mereka telah
bercampur dengan ajaran-ajaran tarikat yang sejak abad ke-13 tersebar luas di
dunia Islam. Masalah tauhid memang merupakan ajaran yang paling dasar
dalam Islam. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila Muhammad Abdul
Wahhab memusatkan perhatiannya pada persoalan ini.

B. Saran
Terlepas dari pro dan kontra pemikiran dan gerakan Muhammad bin Abdul
Wahhab, yang jelas ide gerakan pembaharuannya patutlah dihormati dan
dihargai sebagai sebuah upaya dari seseorang muslim yang dengan keyakinan
pemahaman tauhidnya telah melakukan sesuatu, daripada tidak melakukan
sesuatu untuk agama.
DAFTAR PUSTAKA

Abbas, Siradjuddin. 2008. I’tiqad Ahlusunnah Wal Jamaah, Jakarta : Pustaka


Tarbiyah Baru.

Ahmad Amin, Husayn. 1995. Seratus Tokoh Dalam Sejarah Islam, Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.

Asy-Syak’ah, Mustofa Muhammad. Islam Tidak Bermazhab, Jakarta : Gema


Insani Press.

Idahram, Syaikh. 2011. Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahhabi, Yogyakarta :


Pusaka Pesantren.

Wahyudi, K. Yudian. 2009. Gerakan Wahhabi di Indonesia, Yogyakarta :


Pesantren Nawesea Press.

Anda mungkin juga menyukai