Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH

PEMIKIRAN SYEIKH MUHAMMAD BIN ABDUL WAHAB

Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah


PEMIKIRAN MODERN DALAM ISLAM
Dosen Pengampu : Drs. H. Karsidi Diningrat, M.Ag
Ridwan Rustandi,S.Kom.I.,M.Sos.

Disusun Oleh :
Rahmat Agung Aldianto 1174030101

Rika Chozini Nuralfiyuni 1174030109

Rivan Septiana 1174030112

Sheila Novila 1174030120

JURUSAN MANAJEMEN DAKWAH


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2019
KATA PENGANTAR

P
uji Syukur saya ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
limpahan Rahmat, Berkat dan Kasih Karunia-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan Tugas makalah dalam bentuk maupun isinya
yang Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca.

Oleh karena itu harapan kami semoga Tugas Makalah ini membantu
menambah ilmu pengetahuan dan pengalaman bagi para
pembaca. Tugas makalah ini kami akui masih banyak kekurangan dan ketidakpuasan
dari para pembaca karena pengalaman dan sumber yang kami miliki masih kurang.
Oleh karena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-
masukan, baik berupa komentar, tanggapan, saran maupun kritik yang bersifat
membangun demi kesempurnaan Kode Etik yang saya buat ini.

Terima Kasih

Bandung, September 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1


A. Latar Belakang ………..….. ......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................................... 2
C . Tujuan Penelitian ......................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................. 3

A. Biografi……………...................................................................................... 3
B. Pemikiran dan Pembaharuan........................................................................... 10
C. Wahabi…………………………………………………................................. 15
D. Karya Karya….…………………………………………………….............. 19
E. Buku Buku Pendukung….…………………………………………………... 20
F. Buku Buku Pembantah….……………..…………………………………….. 21
G. Tanggapan Ulama………………………………………………………….... 22
H. Klarifikasi terhadap Kritikan……………………………………………….. 25

BAB III PENUTUP...................................................................................... 28

A. Kesimpulan ................................................................................................. 28
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………. 29

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A Latar Belakang

Sebagaimana yang disebut dalam sejarah Islam, muncul periode untuk


pembabakan waktu menurut ciri dan karakteristik setiap periode. Secara garis besar
sejarah islam dapat dibagi ke dalam tiga periode besar, yaitu klasik, pertengahan, dan
modern. Pada periode klasik keadaan islam sedang dalam perkembangan yang sangat
pesat dalam segi wilayah kekuasaan. Pada masa pertengahan awal, terjadi kemajuan di
3 dinasti besar islam (Utsmani, Syafawi, Mughal), sedangkan pada masa pertengahan
akhir, 3 dinasti ini mengalami kemunduran. Utsmani dipukul Eropa, Syafawi diserang
suku bangsa Afghan, dan Mughal diperkecil wilayahnya karena gangguan raja-raja
Hindustan. Akibat dari keterpurukan tersebut, kondisi umat islam menjadi mundur dan
statis. Sampai akhirnya banyak lahir pembaharu islam yang membawa islam menuju
periode modern.

Di jazirah Arab sendiri sebagai wilayah kekuasaan Utsmaniyah juga terjadi hal
serupa. Keadaan masyarakat Arab saat itu terdiri atas kabilah-kabilah, dan tidak ada
hubungan antara mereka kecuali hubungan permusuhan. Jalan-jalan tidak aman, dan
perampokan terjadi dimana-mana. Kekuasaan Istanbul saat itu tidak terasa sama sekali,
kecuali hanya nama. Kenyataan itulah yang membuat umat islam saat itu jauh dari
agama dan cenderung melakukan Taklid, Bid’ah, dan Khurafat.

Di tengah kondisi umat islam yang seperti itu, muncul ditengah-tengah mereka
seorang pembaharu. Bukan mencetuskan pemikiran berkaitan pembenahan
perpolitikan dunia Islam, namun mambawa perubahan menyikapi tercemarnya Tauhid
dalam masyarakat Arab.Pembaharu ini ialah Muhammad bin Abdul Wahab, yang
dalam buku Fazlur Rahman berjudul Islam pengikut ajarannya disebut sebagai
‘Gerakan Wahabi’

1
B Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, kami selaku penyusun makalah menyajikan


rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana latar belakang pemikiran Muhammad bin Abdul Wahab?


2. Apa pemikiran yang diusung Muhammad bin Abdul Wahab?
3. Bagaimana respon dan pengaruh pemikiran Muhammad bin Abdul Wahab
terhadap umat Islam?

C Tujuan Penelitian
1. Mengetahui latar belakang pemikiran Muhammad bin Abdul Wahab
2. Mengetahui pemikiran yang diusung Muhammad bin Abdul Wahab
3. Mengetahui respon dan pengaruh pemikiran Muhammad bin Abdul Wahab
terhadap umat Islam

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. BIOGRAFI SYEIKH MUHAMMAD BIN ABDUL WAHAB

Nama lengkapnya adalah Muhammad Bin Abdul Wahab Bin Sulaiman Bin Ali
Bin Muhammad Bin Ahmad Bin Rasyid Bin Barid Bin Muhammad Bin Al Masyarif
Attamimi Al Hambali An Najdi. Beliau lahir di Uyainah pada 1730 M/1115 H dan
wafat Idariyah tahun 1206 H/1793 M. Ayah dan kakeknya adalah ulama yang terkenal
di najed atau Arab Saudi. Dari ayahnya ia memperoleh pendidikan di bidang
keagamaan dan mengembangkan minatnya di bidang tafsir, hadits, hukum, mazhab dan
hambaliyah. Untuk meningkatkan pengetahuannya ia banyak melakukan perjalanan
mencari ilmu. Ia juga membaca karya-karya Ibnu Taimiyah dan Ibnu Al- Qayyim Al-
Jauziyah sehingga ia benar-benar menjadi seorang ulama ahli hukum dan pembaharu
ternama.1
Setelah mencapai usia dewasa, Muhammad Bin Abdul Wahab diajak oleh
ayahnya untuk bersama-sama pergi ke tanah suci Mekkah untuk mengerjakan haji di
Baitullah. Ketika telah selesai menunaikan ibadah haji, ayahnya kembali ke Uyainah
sementara Muhammad tetap tinggal di Mekah selama beberapa waktu dan menimba
ilmu. Setelah itu, ia pergi ke Madinah untuk berguru kepada ulama di sana di madinah
ia berguru pada dua orang ulama besar yaitu Abdullah Bin Ibrahim Bin Said dan Syekh
Muhammad Hayah Al Sindi.2
Beliau adalah seorang ahli teologi Islam dan seorang tokoh pemimpin gerakan
keagamaan yang pernah menjabat sebagai Mufti daulah Su'udiyyah yang kemudian
berubah menjadi Kerajaan Arab Saudi. Dia juga merupakan seorang ulama besar yang
produktif karena buku-buku karangannya tentang islam mencapai puluhan buku di
antaranya buku yang berjudul “Kitab At-Tauhid” yang isinya tentang pemberantasan

1
Academia.edu/Gerakan pembaharuan oleh Muhammad abdul wahab
2
Jurnal: Muhammad Bin Abdul Wahab; pemikiran teologi dan tanggapan ulama mengenai
pemikirannya oleh abdul basit. Vol. II 2018

3
syirik, khurafat, tahayul dan bid'ah yang terdapat di kalangan umat islam dan mengajak
umat islam agar kembali pada ajaran tauhid yang murni. Kitab tersebut lahir pada saat
setelah kematian ayahnya pada 1740 M, dan karena karyanya itu ia semakin populer
dan gerakannya mendapat dukungan dari pemerintahan Arab Saudi. Proses
pembaharuan yang dilakukannya adalah dengan banyak menyampaikan ceramah dan
khutbah dengan berani dan antusiasme. Oleh karena itu, ia cepat memperoleh banyak
pendukung.

Muhammad Bin Abdul Wahab adalah seorang ulama berusaha membangkitkan


kembali pergerakan perjuangan Islam secara murni. Para pendukung pergerakan ini
sesungguhnya menolak disebut wahabi karena pada dasarnya menurut mereka adalah
ajaran nabi muhammad bukan ajaran tersendiri. Karena mereka lebih memilih untuk
menyebut diri mereka salah satu atau muwahidun yang berarti satu tuhan.

Kehidupannya di Madinah Ketika berada di kota Madinah, ia melihat banyak


umat Islam di sana yang tidak menjalankan syariat dan berbuat syirik, seperti
mengunjungi makam Nabi atau makam seorang tokoh agama, kemudian memohon
sesuatu kepada kuburan dan penghuninya. Hal ini sangat bertentangan dengan ajaran
Islam yang mengajarkan manusia untuk tidak meminta selain kepada Allah. Hal ini
membuat Syeikh Muhammad semakin terdorong untuk memperdalam ilmu ketauhidan
yang murni (Aqidah Salafiyah). Ia pun berjanji pada dirinya sendiri, akan berjuang dan
bertekad untuk mengembalikan aqidah umat Islam di sana kepada akidah Islam yang
murni (tauhid), jauh dari sifat khurafat, tahayul, atau bidah.

a. Belajar dan berdakwah di Basrah

Setelah beberapa lama menetap di Mekah dan Madinah, ia kemudian pindah ke


Basrah. Di sini dia bermukim lebih lama, sehingga banyak ilmu yang diperolehnya,
terutama di bidang hadits dan musthalahnya, fiqih dan usul fiqhnya, serta ilmu
gramatika (ilmu qawaid). Selain belajar, ia sempat juga berdakwah di kota ini.

4
Syeikh Muhammad bin ʿAbd al-Wahhāb memulai dakwahnya di Basrah,
tempat di mana dia bermukim dan untuk menuntut ilmu ketika itu. Akan tetapi
dakwahnya di sana kurang bersinar, karena menemui banyak rintangan dan halangan
dari kalangan para ulama setempat.Di antara pendukung dakwahnya di kota Basrah
ialah seorang ulama yang bernama Syeikh Muhammad al-Majmu’i. Tetapi Syeikh
Muhammad bin ʿAbd al-Wahhāb bersama pendukungnya mendapat tekanan dan
ancaman dari sebagian ulama yang menuduhnya sesat. Akhirnya dia meninggalkan
Basrah dan mengembara ke beberapa negeri Islam untuk menyebarkan ilmu dan
pengalamannya.

Setelah beberapa lama, lalu dia kembali ke al-Ahsa menemui gurunya Syeikh
Abdullah bin `Abd Latif al-Ahsai untuk mendalami beberapa bidang ilmu tertentu yang
selama ini belum sempat dipelajarinya. Di sana dia bermukim beberapa waktu,
kemudian kembali ke kampung asalnya Uyainah.

Pada tahun 1139H/ 1726M, ayahandanya pindah dari 'Uyainah ke Huraymilah


dan dia ikut serta dengan ayahandanya sambil menuntut ilmu dari ayahnya. Tetapi dia
masih meneruskan tentangannya yang kuat terhadap amalan-amalan agama di Najd.
Hal ini yang menyebabkan ayahnya gusar karena banyak tekanan dari beberapa ulama
yang takut kehilangan jama'ahnya. Keadaan tersebut terus berlanjut hingga pada tahun
1153H/1740M, ayahandanya meninggal dunia.

b. Perjuangan Memurnikan Aqidah Islam

Sejak dari itu, Syeikh Muhammad tidak lagi terikat. Dia bebas mengemukakan
akidah-akidahnya sekehendak hatinya, menolak dan mengesampingkan amalan-
amalan agama yang dilakukan umat islam saat itu dengan sikap toleransi dan saling
menghargai perbedaan pendapat .Melihat keadaan umat islam yang sudah melanggar
akidah, ia mulai merencanakan untuk menyusun sebuah barisan ahli tauhid
(muwahhidin) yang diyakininya sebagai gerakan memurnikan dan mengembalikan
akidah Islam. Oleh lawan-lawannya, gerakan ini kemudian disebut dengan nama

5
gerakan Wahabiyah.Muhammad bin Abdul Wahab memulai pergerakan di
kampungnya sendiri, Uyainah. Ketika itu, Uyainah diperintah oleh seorang Amir
(penguasa) bernama Usman bin Muammar. Amir Usman menyambut baik ide dan
gagasan Syeikh Muhammad, bahkan dia berjanji akan menolong dan mendukung
perjuangan tersebut.Suatu ketika, Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab meminta izin
pada Amir Usman untuk menghancurkan sebuah bangunan yang dibangun di atas
maqam Zaid bin al-Khattab. Zaid bin al-Khattab adalah saudara kandung Umar bin al-
Khattab, Khalifah Rasulullah yang kedua. Menurut pendapatnya, membuat bangunan
di atas kubur dapat menjurus kepada kemusyrikan.Amir menjawab "Silakan, tidak ada
seorang pun yang boleh menghalangi tujuan yang mulia ini". Khawatir akan terjadi
aksi penghalangan oleh penduduk yang tinggal berdekatan maqam tersebut, lalu Amir
menyediakan 600 orang tentara untuk mengawal bersama-sama Syeikh Muhammad
untuk merobohkan bangunan diatas makam yang dikeramatkan itu.Sebenarnya apa
yang mereka sebut sebagai makam Zaid bin al-Khattab ra. yang gugur sebagai syuhada’
Yamamah ketika menumpaskan gerakan Nabi Palsu (Musailamah al-Kazzab) di negeri
Yamamah suatu waktu dulu, hanyalah berdasarkan prasangka belaka. Karena di sana
terdapat puluhan syuhada’ (pahlawan) Yamamah yang dikebumikan tanpa jelas lagi
pengenalan mereka.Bisa saja yang mereka anggap makam Zaid bin al-Khattab itu
adalah makam orang lain. Tetapi oleh karena masyarakat setempat di situ telah telanjur
beranggapan bahwa itulah makam Zaid, mereka pun mengeramatkannya dan
membangun sebuah bangunan di atasnya. Bangunan di atas makam tersebut kemudian
dihancurkan oleh Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab atas bantuan Amir Uyainah,
Usman bin Muammar.

Pergerakan Syeikh Muhammad tidak berhenti sampai disitu, ia kemudian


menghancurkan beberapa bangunan yang dikeramatkan yang dipandangnya berbahaya
bagi ketauhidan. Hal ini menurutnya adalah tindakan pencegahan agar tempat tersebut
tidak dijadikan objek peribadatan oleh masyarakat Islam setempat.Berita tentang

6
pergerakan ini akhirnya tersebar luas di kalangan masyarakat Uyainah maupun di luar
Uyainah.

Ketika pemerintah al-Ahsa' mendapat berita bahwa Muhammad bin'Abd al-


Wahhab mendakwahkan pendapat, dan pemerintah 'Uyainah pula menyokongnya,
maka al-Ahsa' kemudian memberikan peringatan dan ancaman kepada pemerintahan
'Uyainah. Hal ini rupanya berhasil mengubah pikiran Amir Uyainah. Ia kemudian
memanggil Syeikh Muhammad untuk membicarakan tentang cara tekanan yang
diberikan oleh Amir al-Ahsa'. Amir Uyainah berada dalam posisi serba salah saat itu,
di satu sisi dia ingin mendukung perjuangan syeikh Muhammad tapi di sisi lain ia tak
berdaya menghadapi tekanan Amir al-Ihsa. Akhirnya, setelah terjadi perdebatan antara
syeikh dengan Amir Uyainah, di capailah suatu keputusan: Syeikh Muhammad harus
meninggalkan daerah Uyainah dan mengungsi ke daerah lain.

Dalam sebuah buku yang berjudul "Syeikh Muhammad ibn Abd al-Wahab,
Da'watuhu Wasiratuhu", karangan Syeikh Muhammad bin `Abdul `Aziz bin `Abdullah
bin Baz, ia berkata: "Demi menghindari pertumpahan darah, dan karena tidak ada lagi
pilihan lain, di samping beberapa pertimbangan lainnya maka terpaksalah Syeikh
meninggalkan negeri Uyainah menuju negeri Dariyah dengan menempuh perjalanan
secara berjalan kaki seorang diri tanpa ditemani oleh seorangpun. Ia meninggalkan
negeri Uyainah pada waktu dini hari, dan sampai ke negeri Dariyah pada waktu malam
hari." (Ibnu Baz, Syeikh `Abdul `Aziz bin `Abdullah, m.s 22).Tetapi ada juga tulisan
lainnya yang mengatakan bahwa: Pada mulanya Syeikh Muhammad mendapat
dukungan penuh dari pemerintah negeri Uyainah Amir Usman bin Mu’ammar, namun
setelah api pergerakan dinyalakan, pemerintah setempat mengundurkan diri dari
percaturan pergerakan karena alasan politik (besar kemungkinan takut dipecat dari
kedudukannya sebagai Amir Uyainah oleh pihak atasannya).

Dengan demikian, tinggallah Syeikh Muhammad dengan beberapa orang


sahabatnya yang setia untuk meneruskan dakwahnya. Dan beberapa hari kemudian,

7
Syeikh Muhammad diusir keluar dari negeri itu oleh pemerintahnya.Syeikh
Muhammad bin `Abdul Wahab kemudian pergi ke wilayah Dir’iyyah.

c. Kehidupannya di Dir'iyyah
Sesampainya Syeikh Muhammad di sebuah kampung wilayah Dir'iyyah yang
tidak berapa jauh dari tempat kediaman Amir Muhammad bin Saud (pemerintah
wilayah Dir’iyyah), Syeikh menemui seorang penduduk di kampung itu, orang
tersebut bernama Muhammad bin Suwailim al-`Uraini. Ibn Suwailim ini adalah
seorang yang dikenal soleh oleh masyarakat setempat. Syeikh kemudian meminta
izin untuk tinggal bermalam di rumahnya sebelum ia meneruskan perjalanannya ke
tempat lain. Pada awalnya ia ragu-ragu menerima Syeikh di rumahnya, karena
suasana Dir'iyyah dan sekelilingnya pada waktu itu tidak aman. Namun, setelah
Syeikh memperkenalkan dirinya serta menjelaskan maksud dan tujuannya datang
ke negeri Dir’iyyah, yaitu hendak menyebarkan dakwah Islamiyah dan
membenteras kemusyrikan, barulah Muhammad bin Suwailim ingin menerimanya
sebagai tamu di rumahnya.
Peraturan di Dir'iyyah ketika itu mengharuskan setiap pendatang melaporkan
diri kepada penguasa setempat, maka pergilah Muhammad bin Suwailim menemui
Amir Muhammad untuk melaporkan kedatangan Syeikh Abdul Wahab yang baru
tiba dari Uyainah serta menjelaskan maksud dan tujuannya kepada dia. Namun
mereka gagal menemui Amir Muhammad yang saat itu tidak ada di rumah, mereka
pun menyampaikan pesan kepada amir melalui istrinya.

Istri Ibnu Saud ini adalah seorang wanita yang soleh. Maka, tatkala Ibnu Saud
mendapat giliran ke rumah isterinya ini, sang istri menyampaikan semua pesan-
pesan itu kepada suaminya. Selanjutnya ia berkata kepada suaminya:
"Bergembiralah kakanda dengan keuntungan besar ini, keuntungan di mana Allah
telah mengirimkan ke negeri kita seorang ulama, juru dakwah yang mengajak
masyarakat kita kepada agama Allah, berpegang teguh kepada Kitabullah dan

8
Sunnah RasulNya. Inilah suatu keuntungan yang sangat besar, janganlah ragu-ragu
untuk menerima dan membantu perjuangan ulama ini, mari sekarang juga kakanda
menjemputnya kemari."

Namun baginda bimbang sejenak, ia bingung apakah sebaiknya Syaikh itu dipanggil
datang menghadapnya, atau dia sendiri yang harus datang menjemput Syaikh untuk
dibawa ke tempat kediamannya? Baginda pun kemudian meminta pandangan dari
beberapa penasihatnya tentang masalah ini. Isterinya dan para penasihatnya yang
lain sepakat bahwa sebaiknya baginda sendiri yang datang menemui Syeikh
Muhammad di rumah Muhammad bin Sulaim. Baginda pun menyetujui nasihat
tersebut. Maka pergilah baginda bersama beberapa orang pentingnya ke rumah
Muhammad bin Suwailim, di mana Syeikh Muhammad bermalam.

Sesampainya baginda di rumah Muhammad bin Suwailim, amir Ibnu Saud memberi
salam dan dibalas dengan salam dari Syeikh dan bin Suwalim. Amir Ibnu Saud
berkata: "Ya Syeikh! Bergembiralah anda di negeri kami, kami menerima dan
menyambut kedatangan anda di negeri ini dengan penuh gembira. Dan kami berjanji
untuk menjamin keselamatan dan keamanan anda di negeri ini dalam
menyampaikan dakwah kepada masyarakat Dir'iyyah. Demi kejayaan dakwah
Islamiyah yang anda rencanakan, kami dan seluruh keluarga besar Ibnu Saud akan
mempertaruhkan nyawa dan harta untuk berjuang bersama-sama anda demi
meninggikan agama Allah dan menghidupkan sunnah RasulNya, sehingga Allah
memenangkan perjuangan ini, Insya Allah!"

Kemudian Syeikh menjawab: "Alhamdulillah, anda juga patut gembira, dan Insya
Allah negeri ini akan diberkati Allah Subhanahu wa Taala. Kami ingin mengajak
umat ini kepada agama Allah. Siapa yang menolong agama ini, Allah akan
menolongnya. Dan siapa yang mendukung agama ini, nescaya Allah akan
mendukungnya. Dan Insya Allah kita akan melihat kenyataan ini dalam waktu yang

9
tidak begitu lama." Demikianlah seorang Amir (penguasa) tunggal negeri Dir'iyyah
yang bukan hanya sekadar membela dakwahnya saja, tetapi juga sekaligus
melindungi darahnya bagaikan saudara kandung sendiri yang berarti di antara Amir
dan Syaikh sudah bersumpah setia sehidup-semati, dan senasib-sepenanggungan,
dalam menegakkan hukum Allah dan RasulNya di bumi Dir'iyyah. Ternyata apa
yang diikrarkan oleh Amir Ibnu Saud itu benar-benar ditepatinya. Ia bersama Syaikh
seiring sejalan, bahu-membahu dalam menegakkan kalimah Allah, dan berjuang di
jalanNya.

Nama Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab dengan ajaran-ajarannya itu sudah
begitu terdengar di kalangan masyarakat, baik di dalam negeri Dir'iyyah maupun di
negeri-negeri tetangga. Masyarakat luar Dir'iyyah pun berduyun-duyun datang ke
Dir'iyyah untuk menetap dan tinggal di negeri ini, sehingga negeri Dir'iyyah penuh
sesak dengan kaum muhajirin dari seluruh pelosok tanah Arab. Ia pun mulai
membuka madrasah dengan menggunakan kurikulum yang menjadi modal utama
bagi perjuangan dia yang meliputi disiplin ilmu Aqidah al-Qur’an, tafsir, fiqh, usul
fiqh, hadith, musthalah hadith, gramatikanya (nahwu-shorof) dan lain-lain.

Dalam waktu yang singkat, Dir'iyyah telah menjadi kiblat ilmu dan tujuan mereka
yang hendak mempelajari Islam. Para penuntut ilmu, tua dan muda, berduyun-
duyun datang ke negeri ini. Di samping pendidikan formal (madrasah), diadakan
juga dakwah yang bersifat terbuka untuk semua lapisan masyarakat. Gema dakwah
dia begitu membahana di seluruh pelosok Dir'iyyah dan negeri-negeri jiran yang
lain. Kemudian, Syeikh mulai menegakkan jihad, menulis surat-surat dakwahnya
kepada tokoh-tokoh tertentu untuk bergabung dengan barisan Muwahhidin yang
dipimpin oleh dia sendiri. Hal ini dalam rangka pergerakan pembaharuan tauhid
demi membasmi syirik, bidah dan khurafat di negeri mereka masing-masing. Untuk
langkah awal pergerakan itu, dia memulai di negeri Najd. Ia pun mula mengirimkan
surat-suratnya kepada ulama-ulama dan penguasa-penguasa di sana.

10
B. PEMIKIRAN DAN PEMBAHARUAN DARI SYEIKH MUHAMMAD
BIN ABDUL WAHAB

Muhammad Ibn Abdul Wahab dikategorikan sebagai pemikir penting karena


metode dakwahnya. Wahab memakai teknik kembali ke masa lalu. Ia juga cenderung
mengagungkan prinsip Salafiyah. Muhammad Ibn Abdul Wahab sangat mengagumi
Ibn Hanbal (164–241 H/780–855 M) dan Ibn Taimiyah 661–728 H/1263–1328 M), dan
Ibn al-Qayyim al-Jauzi (691–751 H/1292–1350 M). Ketiga tokoh tersebut walaupun
dengan masa yang berbeda tetapi memiliki prinsip yang sama. Inti paham mereka
adalah dakwah, yaitu kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Saw. Al-
Qur’an dan Sunnah ini adalah dasar pemersatu. Adapun hal-hal penting yang
menyebabkan Muhammad Ibn Abdul Wahab menekankan pada dakwah ini adalah;

Pertama, Salafiyah ini dipercayai sebagai satu-satunya paham yang tepat dalam
beragama atau menjalankan ajaran Islam. Metode salaf sudah berjalan sesuai dengan
praktik ajaran Islam yang dilaksanakan Rasul. Masa Rasul dan masa sahabat adalah
masa yang paling baik, setelah itu diikuti oleh masa-masa sesudahnya. Oleh sebab itu,
mengikuti pola yang dijalankan pada masa yang paling baik itu sudah tepat sekali.
Selain itu kondisi masyarakat Badwi yang hidup bersahaja itu membuat Muhammad
Ibn Abdul Wahab berpikir bahwa yang penting bagi masyarakat adalah berpikir
realistis dan sederhana adalah lebih tepat bagi masyarakat dibanding bersusah payah
memutar pehaman yang sudah jelas.

Kedua, dalam sejarah Islam terdapat peristiwa mihnah terhadap beberapa ulama
terkemuka yang tidak mengakui Al-Qur‟an makhluk. Sikap pemerintah yang
memaksakan keyakinan sehingga menyiksa ulama membuat pertanyaan besar dalam
benak Ibn Taimiyah. Sebagai konsekuensinya ia mengkaji ulang secara mendasar
setiap keyakinan yang dianut oleh pemimpin umat Islam ketika itu. Selanjutnya Ibn
Taimiyah merumuskan suatu corak keyakinan umat Islam yang berkembang ketika itu.

11
Setelah dilihat secara teliti metode Muhammad Ibn Abdul Wahab lebih tepat
dikatakan sebagai metode kritik, terutama dalam soal aqidah. Sebagai orang yang kuat
iman, tetapi berasal dari masyarakat Badwi menyebabkan Muhammad Ibn Abdul -
Wahab tidak perlu berdebat panjang lebar, tetapi yang perlu adalah aktivitas langsung
menjurus kepada perbaikan akidah umat.
Pada masa Muhammad Ibn Abdul Wahab, disadari atau tidak paham syirik
telah merasuki akidah umat Islam begitu jauh, persis sama dengan keyakinan
masyarakat Jahiliyah Yang menggunakan penyembahan berhala sebagai perentara
untuk mendekatkan diri kepada Allah. Dalam hal ini diperlukan kekuatan untuk
memberantas kemusyrikan yang terjadi dalam masyarakat dan cara itu pernah
dilakukan oleh Rasulullah Saw. Ada seorang lelaki yang mengakui Allah Maha Esa,
tetapi dalam ibadah ia mengambil perentara untuk mendekatkan diri kepada Allah, lalu
orang itu dibunuh oleh Rasulullah. Dengan demikian, menurut Muhammad Ibn Abdul
Wahab orang musyrik dalam ibadah wajib dibunuh sebab tindakan seperti itu termasuk
menegakkan amar ma‟ruf dan nahi munkar dan itu suatu kewajiban. Muhammad Ibn
Abdul Wahab memang keras dalam berdakwah. Di samping itu aliran Wahabi
mendapat legitimasi dari pemerintah Ibn Saud. Sebelum memimpin Saudi sepertinya
telah terdapat sikap saling mendukung antara Ibn Saud dengan Muhammad Ibn Abdul
Wahab, maka dalam menjalankan dakwah tidak dapat dilawan oleh siapa pun.
Buktinya sampai sekarang aliran Wahabi tidak pernah surut terutama di Saudi sendiri
sebagai basisnya. Di negara lain aliran Wahabi juga tetap berkembang.
Menurut Muhammad Ibn Abdul Wahab dalam persoalan aqidah tekniknya
hanya satu yaitu iman, walaupun meninggalkan akal, karena mempergunakan akal di
sini sulit sebab kemampuan akal orang itu sangat berbeda, maka kesamaan yang bisa
terwujud adalah pada iman. Demikian juga tidak mungkin disamakan akidah pada ilmu
dan amal karena pengetahuan akal itu berbeda dengan mempertimbangkan kecerdasan,
tingkat akan berlebih dan berkurang disebabkan perbedaan kepintaran, sementara
akidah cukup dengan melihat kepada akal yang sehat dan karena itu akidah diawali

12
dengan posisi yang sama antara orang mengetahui argumen dengan orang yang tidak
mengetahui argumen.
Analisis Muhammad Ibn Abdul Wahab bahwa sejak semula Islam ada atas
dasar iman. Orang yang mencari jalan dengan menggunakan akal untuk mendapatkan
iman sebenarnya berjalan dalam kegelapan, tidak mendapat petunjuk kepada yang hak
demikian juga terhadap yang batal dan itu sangat berbahaya bagi manusia tanpa iman.
Posisi akal terhadap wahyu itu adalah faktor penting dalam sejarah pemikiran Islam,
dan realisasinya terdapat dalam filsafat Islam dan ilmu kalam. Mutakallimun selalu
menggunakan akal di belakang wahyu, sementara filsuf mengemukakan pembahasan
mereka dalam konteks ini bahwa hasil pikiran yang benar itu pasti sesuai dengan syariat
dan tidak akan meleset dan pasti bertemu dengan apa yang diberikan wahyu.
Diakui bahwa dakwah Muhammad Ibn Abd al-Wahab sangat berpengaruh
terhadap gerakan pembaruan agama di Saudi. Dengan dukungan pemerintah aturan
syariat dapat berdiri dengan baik. Dakwah ini bukan hanya tegak di Saudi saja, tetapi
juga di dunia Islam lain karena usaha pemberantasan kemusyrikan memang menjadi
semarak di mana-mana termasuk di Indonesia. Karena sangat menekankan pada
kesucian, maka ini dinamakan mazhab Wahabi dan diyakini sebagai mazhab ahl al-
Sunnah, atau Ahl al-Hadis, bahkan ahl Al-Qur’an.3
Pemikiran teologi Muhammad Bin Abdul Wahab sangat mudah terpengaruh
dari pemikiran Syekh Ibnu Taimiyah begitu pula dengan muridnya Ibnu Qoyyim.
Dakwah yang dilakukan Muhammad Bin Abdul Wahab pada Abad ke-12 H merupakan
perpanjangan tangan dari dakwah Syekh Ibnu Taimiyah yang muncul pada abad 7 dan
8 H. Hal ini sesuai dengan pengakuan para pengikutnya diantaranya yang disebutkan
oleh cucunya sendiri Abdurrahman Bin Abdul Latif dan oleh para ulama-ulama Najed.
Diantara dasar-dasar pemikiran Ibnu Taimiyah yang mempengaruhi pemikiran
Muhammad Bin Abdul Wahab adalah sebagai berikut:

3
Makalah filsafat islam: Pemikiran Muhammad ibn abdul wahab

13
1. Berpegang kepada al-quran dan as-sunnah sebagai sumber pertama syariat.
2. Menyuruh untuk memudahkan pemahaman tauhid dan menuntut orang
muslimin untuk kembali seperti orang-orang muslim pada awal islam.
3. Berpegang teguh kepada manhaj salaf shalih dan para imam mujtahid
4. Meninggalkan fanatisme serta berdakwah untuk mengikuti kebenaran sesuai
dalil.
5. Menetapkan bagi Allah dalam perkara asma dan sifat sesuai dengan yang allah
tetapkan serta menafikan apa yang allah nafikan.
6. Membasmi bid'ah dan khurafat yang tersebar pada waktu itu karena kebodohan
dan keterbelakangan seperti
a) Menjiarahi sebuah kuburan yang dianggap sebagai kuburan sahabat nabi
dhirar bin azwar dan meminta hajat
b) Menziarahi sebuah kubah yang dikatakan sebagai kubah zaid bin khattab
c) Selalu mendatangi sebatang pohon yang dianggap sebagai pohon abu
dujanah
d) Ziarah di sebuah gua yang disebut sebagai gua bintul amir.4
Inti gerakan pembaharuannya adalah sebagai berikut:
1. Pembaruan islam yang paling diutamakan disandarkan pada persoalan tauhid.
Dalam hal ini Syeikh Muhammad Bin Abdul Wahab dan para pengikutnya
membedakan tauhid menjadi 3: (a) Tauhid Rububiyah, (b) Tauhid Uluhiyah,
(c) Tauhid Asma Wa Sifah. Menurut Abdul Wahab, Allah adalah tuhan alam
semesta dan ia maha kuasa dan melarang penyifatan kekuasaan tuhan pada
siapapun kecuali Allah yang menciptakan manusia dan alam. Eksistensi Allah
dapat dirasakan melalui tanda-tanda terciptanya yang tersebar di seluruh alam
seperti siang dan malam, matahari dan bulan, gunung gunung dan sungai dan

4
Ibid

14
seterusnya Allah adalah tuhan yang berhak disembah seluruh manusia. Semua
harus didasarkan pada Al-Qur'an dan Sunnah.
2. Wahab tidak setuju dengan para pendukung tawassul. Menurutnya ibadah
adalah cara manusia berhubungan dengan tuhan. Usaha mencari perlindungan
kepada batu pohon dan sejenisnya merupakan perbuatan syirik. Demikian juga
bertawasul kepada orang yang sudah mati atau kuburan orang suci sangat
dilarang dalam Islam dan Allah tidak akan memberikan ampunan bagi mereka
yang melakukan perbuatan demikian. Bukan berarti ziarah kubur tidak
diperkenankan namun perbuatan perbuatan ziarah, tahayul dan khurafat yang
mengiringi itu dihindarkan agar iman tetap suci dan terpelihara.

3. Ketika sumber-sumber syariah Islam adalah Al-Quran dan Sunnah.


Menurutnya, Al-Quran adalah firman Allah yang tercipta yang diwahyukan
pada Muhammad melalui Malaikat jibril yang merupakan sumber paling
penting bagi Syariah, ia hanya mengambil keputusan berdasarkan ayat-ayat
muhkamat dan tidak berani mempergunakan akal dalam menafsirkan ayat-ayat
mutasyabihat. Maka, ia menyarankan agar kaum muslim mengikuti penafsiran
Al-Qur’an generasi Salaf al-Shalih. Sementara itu, Sunnah Nabi adalah sumber
terpenting kedua, sedangkan ijma' adalah sumber ketiga bagi syariah dalam
pengertian terbatas ia hanya mempercayai kesucian ijma' yang berasal dari 3
abad pertama islam, karena hadis yang memuat sunnah nabi sebagai jawaban
atas setiap masalah dikembangkan muslim selama tiga abad pertama. Ia
menolak hikmah dari generasi belakangan. Oleh sebab itu, menurutnya semua
komunitas muslim dapat melakukan kesalahan dalam menyusun hukum-hukum
secara independen melalui proses ijma'.

C. WAHABI DAN HUBUNGANNYA DENGAN SYEIKH MUHAMMAD


BIN ABDUL WAHAB
1. Sejarah wahabi

15
Wahabi adalah gerakan pembaharuan dan pemurnian Islam yang dipelopori
oleh Muhammad bin Abdul Wahab bin Sulaiman at-Tamimi (1115- 1206 H / 1703-
1792 M) dari Najd, Semenanjung Arabia. Istilah Wahabi telah dikenal semasa Ibn
Abdul Wahab hidup, tapi bukan atas inisiatif dirinya melainkan berasal dari lawan-
lawannya. Ini berarti, istilah Wahabi merupakan bagian dari rangkaian stigma terhadap
gerakannya. Menurut Hanafi (2003/198), Muhammad bin Abdul Wahab merupakan
seorang ulama pembaharuan yang mengetuai gerakan salafiah.
Wahabi dianggap sebagai ultra-konservatif berbanding salafi. Ia dianggap
sebagai gerakan pembaharuan, bukan suatu mazhab. Beliau memperkenalkan semula
undang-undang Syariah di Semenanjung Arab. Beliau sangat dipengaruhi oleh Ahmad
ibn Hanbal dan Ibn Taimiah. Selama beberapa bulan beliau merenung dan mengadakan
orientasi, untuk kemudian mengajarkan paham-pahamnya. Meskipun tidak sedikit
orang yang menentangnya, antara lain dari kalangan keluarganya sendiri, namun ia
mendapat pengikut yang banyak. Wahhabisme atau ajaran Wahabi muncul pada
pertengahan abad 18 di Dir’iyyah sebuah dusun terpencil di Jazirah Arab, di daerah
Najd. Kata Wahabi sendiri diambil dari nama pendirinya, Muhammad Ibn Abdul-
Wahhab (1703- 1787). Laki-laki ini lahir di Najd, di sebuah dusun kecil Uyayna. Ibn
Abdul- Wahhab adalah seorang mubaligh yang fanatik, dan telah menikahi lebih dari
20 wanita (tidak lebih dari 4 pada waktu bersamaan) dan mempunyai 18 orang anak.
Kaum Wahabi mengklaim sebagai muslim yang berkiblat pada ajaran Islam
yang pure, murni. Mereka sering juga menamakan diri sebagai muwahiddun, yang
berarti pendukung ajaran yang memurnikan keesaan Allah (tauhid). Tetapi, mereka
juga menyatakan bahwa mereka bukanlah sebuah mazhab atau kelompok aliran Islam
baru, tetapi hanya mengikuti seruan (dakwah) untuk mengimplementasikan ajaran
Islam yang (paling) benar. Menurut Hamid, muncul nya gerakan wahabi tidak bisa
dipisahkan dari gerakan politik, perilaku keagamaan, pemikiran dan social ekonomi
umat islam. Mulanya Muhammad bin Abdul Wahab hidup di lingkungan sunni
pengikut madzhab Hanbali, bahkan ayahnya Syaikh Abdul Wahab bin Sulaiman adalah
seorang sunni yang baik, begitu pula guru-gurunya. Muhammad bin Abdul wahab

16
memang dikenal orang yang haus ilmu. Ia berguru pada Syeikh Abdullah bin Ibrahim
an-N ajdy, Syeikh Efendi ad Daghastany, Ismail al-Ajlawy, syeikh Abdul lathief al-
‘Afalaqy dan Syeikh Muhammad al-‘afalaqy. Di antara mereka yang paling lama
menjadi guru adalah Muhammad hayat Sindhi dan Syeikh Abdullah al-Najdy. Tidak
puas dengan itu ia pergi ke syiria untuk belajar sambil berdagang. Disana ia
menemukan buku-buku karya Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qayyim yang sangat ia
idolakan. Akhirnya ia semakin jauh terpengaruh terhadap dua aliran reformis itu. Tak
lama kemudian ia pergi ke Basrah dan berguru pada Syeikh Muhammad al-
majmuu’iyah. Di kota ini ia menghabiskan mencari ilmu selama empat tahun, sebelum
akhirnya ia ditolak masyarakat karena pandangannya dirasa meresahkan dan
bertentangan dengan pandangan umum yang berlaku di masyarakat setempat, kurnia.
Kemudian Muhammad bin Abdul Wahab diusir dari tempat tersebut dan menuju ke
subuah tempat yang bernama Najd. Di situlah Abdul Wahab bertemu dengan Abdul
Aziz Al Sa’ud yang sedang memerintah Dir’iyyah. Beliau pun mendapat angin segar,
karana Abdul Aziz Al Sa’ud menaungi kehidupannya., bahkan menjadi pelindung dan
pentirnya. Nasir. Wahabisme dan keluarga Kerajaan Saudi telah menjadi satu kesatuan
yang tak terpisahkan sejak kelahiran keduanya. Wahabisme-lah yang telah
menciptakan kerajaan Saudi, dan sebaliknya keluarga Saud membalas jasa itu dengan
menyebarkan paham Wahabi ke seluruh penjuru dunia. Sesuatu tidak dapat terwujud
tanpa bantuan sesuatu yang lainnya.
2. Paham Serta Ajaran Aliran Wahabi
Sebelum Muhammad Bin Abdul Wahab muncul, keadaan kaum muslimin
dijazirah arab sangat memprihatinkan. Baik dalam segi akidah maupun dari segi
peribadatan, sudah tidak lagi sesuai dengan ajaran islam yang sebenarnya, bahkan
kembali kepada karakter jahiliyah. Setelah Abdul Wahab hadir dikalangan tersebut,
beliau mengamati keadaan dan berkeinginan untuk merubah keadaan tersebut kembali
ke islam murni. Menurut Nasir (2010/292), akidah-akidah yang pokok dari aliran
wahabi pada hakikatnya tidak berbeda dengan apa yang dikemukakan oleh Ibnu
Taimiyah. Perbedaan yang ada hanya dalam cara melaksanakan dan menafsirkan

17
beberapa persoalan tertentu. Akidah-akidahnya dapat disimpulkan dalam dua bidang,
yaitu bidang tauhid (pengesaan) dan bidang bid’ah2. Gerakan wahabi dimotori oleh
para juru dakwah yang radikal dan ekstrim, mereka menebarkan kebencian
permusuhan dan didukung oleh keuangan yang cukup besar. Mereka gemar menuduh
golongan Islam yang tak sejalan dengan mereka dengan tuduhan kafir, syirik dan ahli
bid’ah. Itulah ucapan yang selalu didengungkan di setiap kesempatan, mereka tak
pernah mengakui jasa para ulama Islam manapun kecuali kelompok mereka sendiri. Di
negeri kita ini mereka menaruh dendam dan kebencian mendalam kepada para Wali
Songo yang menyebarkan dan meng-Islam-kan penduduk negeri ini. Doktrin-doktrin
wahabi Secara umum tujuan gerakan wahabi adalah mengikis habis segala bentuk
takhayul, bid’ah, khurafat dan bentuk-bentuk penyimpangan pemikiran dan praktik
keagamaan umat islam yang dinilainya telah keluar dari ajaran islam yang sebenarnya.
Ada beberapa yang didoktrinkan atau diajarkan dalam praktik gerakan ini, yaitu
sebagai berikut : Menurut penuturan al-Maghfurlah KH. Siradjuddin Abbas, praktik
dan ajaran wahabi di Makkah dan Madinah antara lain adalah
a. Semua objek peribadatan selain Allah adalah palsu dan siapa saja yang
melakukannya harus menerima hukuman mati atau dibunuh.
b. Orang yang berusaha memperoleh kasih tuhannya dengan cara mengunjungi
kuburan orang-orang suci bukanlah orang orang yang bertauhid, tetapi
termasuk orang musyrik.
c. Tidak boleh membunyikan radio.
d. Tidak boleh melagukan kasidah, dan melagukan bacaan al-quran.
e. Tidak boleh membaca kitab-kitab shalawat, seperti Dala’il Khairat, Burdah,
Diba’, karena di dalamnya banyak memuji Nabi muhammad SAW.
f. Tidak boleh mempelajari sifat wajib dan mustahil bagi Allah, sebagaimana
dalam kitab Kifayatul’Awam dan sebagainya.
g. Kubah-kubah diatas kuburan para sahabat nabi, yang berada di Ma’la
(Makkah), di Baqi dan uhud di Madinah semuanya diruntuhkan. Namun untuk

18
kubah hijau yang disebut qubbatul khadra’ makam nabi Muhammad SAW tidak
diruntuhkan karena terlalu banyak protes dari kaum muslim dunia.
h. Kubah besar di atas tanah tempat dimana Nabi Muhammad SAW dilahirkan
juga diruntuhkan, bahkan dijadikan tempat unta. Namun atas desakan umat
islam seluruh dunia, akhirnya tempat kelahiran nabi di bangun gedung
perpustakaan.
i. Perayaan maulid nabi di bulan Rabi’ul awal dilarang karena termasuk bid’ah.
j. Perayaan isra’ Mi’raj juga dilarang keras.
k. Pergi untuk ziarah ke makam nabi dilarang. Yang dibolehkan hanya
melakukan shalat di masjid Nabawi di Madinah. Berdoa menghadap makam
nabi juga dilarang.
l. Berdoa dengan tawassul dilarang.
m. Ada usaha hendak memindahkan batu makam nabi Ibrahim di depan ka’bah
dan telaga zamzam ke belakang kira-kira 20 mater. Bahkan sempat penggalian
sudah dilakukan.
n. Amalan-amalan thariqat dilarang keras, seperti thariqat Naqsabandi, Qadiri,
Shathari dan lain-lain.
o. Membaca zikir tahlil bersama-sama sesudah shalat, dilarang. membaca do’a
qunut dalam sembahyang subuh, namun shalat tarawihnya
p. Imam tidak membaca “bismillah” pada permulaan fatihah dan juga tidak
rakaat.
q. Dilarang ziarah kemakam atau kuburan para Wali Allah.
r. Membaca manaqib seorang yang berjasa dibidang spiritual menegakkan
kebenaran akhlak dan tauhid kepada Allah. Seperti manaqib Syaikh abdul Qadir
al-Jailani, dilarang

19
Di negara Arab sendiri, ajaran wahabi kemudian menjadi paham karena dukungan ibnu
saud dan putranya abdul aziz. 5

D. KARYA SYEIKH MUHAMMAD BIN ABDUL WAHAB


1. Ahaditsufil Fitani wal Hawadits
2. Ahkamush Sholah
3. Adabul Masy-yiIlash Sholah
4. Arba'ul Qowa'id Taduurul Ahkam alaiha
5. UshululIman
6. Mansakul Hajj
7. Al-Jawahirul Mudhiyyah
8. Al-Khuthobul Minbariyah
9. Ar-Rosa-ilu Asy-Syakhshiyyah
10. Ar-Risalatul Mufidah
11. Ath-Thoharoh
12. Al-Qowa'idul Arba'ah
13. Al-Kabair
14. Masa-ilul Jahiliyyah
15. Ba-dhu Fawa-id Shulhil Hudaibiyah
16. Tafsiru Ayaatin Minal Qur'anil Karim
17. Tsalatsatul Ushul
18. Majmu'atul Hadits 'ala Abwabil Fiqh
19. Risalah fir Raddi 'alar Rafidhah
20. Syuruthush Sholahwa Arkanuhawa Wajibatuha.
21. Fatawawa Masa-il
22. Fadho-ilul Qur'an
23. Fadhlul Islam

5
Academia.edu/Gerakan pembaruan islam oleh Abdul Wahab

20
24. Kitabut Tauhid
25. Kasyfus Syubuhat
26. Mabhatsul Ijtihadwal Khilaf
27. Majmu'atu Rosa-il fit Tauhidi wal Iman.
28. Mukhtashorul Inshofwa Asy-Syarhul Kabir.
29. Mukhtashor Tafsir Surat Al-Anfal.
30. Mukhtashor Zadil Ma'ad li Ibnil Qayyim Al-Jauziyah.
31. Mukhtashor Sirotir Rasul Shallallahu „alaihiwa Sallam.
32. Masa-il (ringkasan dari penjelasan-penjelasan Ibnu Taimiyyah).
33. Mufidul Mustafid fi Kufri Tarikit Tauhid.6

E. BUKU-BUKU PENDUKUNG PEMIKIRAN SYEIKH MUHAMMAD


ABDUL WAHAB
1. Dahrul iftira-at ahlil zaigi wal irtiyab an da'wati muhammad bin abdul wahhab
(karya Robi" Bin Hadi Al Madkhali)
2. Min masyahiril mujaddidin fil islam (Karya Shalih Bin Fauzan Al Fauzan)
3. Roddusy Syubuhat Haula Dawati As Syekh Muhammad Bin Abdul Wahhab
(Karya Shalih Bin Fauzan Al Fauzan)
4. Al Harakah Al Wahhabiyyah (Karya Muhammad Khalil Harras)
5. Tashih Khata' Tarikhi Haulal Wahhabiyyah (Karya Muhammad Bin Sa'ad Asy
Syuwaiir)
6. Da-Awa Al Munawiin Li Da'wati As Syekh Muhammad Bin Abdul Wahhab
(Karya Abdul Aziz Bin Muhammad )
7. Da'wah Al Imam Muhammad Bin Abdul Wahhab Salafiyah La Wahhabiyyah
(Karya Ahmad Bin Abdul Aziz)
8. Siyanatul Insan An Waswasati Syekh Dahlan (Karya Muhammad Basyir Al
Hindi)

6
Op cit. hal 63-66

21
9. Muhammad Bin Abdul Wahhab Muslihun, Madzlumun, Wa Muftara Alaih
(Karya Muhammad An-Nadawi)
10. Akidah As Syekh Muhammad Bin Abdul Wahhab, Assalafiyah Wa Atsaruha
Fil Alamil Islami (Karya Shalih Bin Abdullah Bin Abdurrahman Al Abq)
11. Akidatussalaf Ashhabul Hadits (Karya Imam As Shobuni)
12. Al Ibanah An Syariatul Furqoh An Najiah Wa Mujanabatul Farq Al
Madzmumah (Karya Imam Al Abkari)
13. Fadl Ilm As Salaf Ala Ilmul Khalaf (Karya Ibnu Rajab Al Hambali)
14. Kasyful Qurbah Fi Washfi Ahli Al Gurbah (Karya Al Hafidz Ibnu Rajab Al
Hambali).7

F. BUKU-BUKU BANTAHAN TERHADAP PEMIKIRAN SYEIKH


MUHAMMAD BIN ABDUL WAHAB

1. Ithâf Al-Kirâm Fî Jawâz At-Tawassul Wa Al-Istighâtsah Bi Al-Anbiyâ‟ Al-


Kirâm (Karya Asy-Syaikh Muhammad Asy-Syadi).
2. Ithâf Ahl Az-Zamân Bi Akhbâr Mulûk Tûnus Wa „Ahd Al-Amân (Karya Asy-
Syaikh Ahmad Ibn Abi Adl-Dliyaf, Telah Diterbitkan).
3. Itsbât Al-Wâsithah Al-Latî Nafathâ Al-Wahhâbiyyah (Karya Asy-Syaikh Abd
Al-Qadir Ibn Muhammad Salim Al-Kailani Al-Iskandarani (W 1362 H)).
4. Ajwibah Fî Zayârah Al-Qubûr (Karya Asy-Syaikh Al-Idrus).
5. Al-Ajwibah An-Najdiyyah An Al-As-Ilah An-Najdiyyah (Karya Abu Al-
Aunsyamsuddin Muhammad Ibn Ahmad Ibnsalim An-Nabulsi Al-Hanbali
Yang Dikenal Dengan Sebutan Ibn As-Sifarayini (W 1188 H))
6. Al-Ajwibah An-Nu‟Mâniyyah „An Al-As-Ilah Al-Hindiyyah Fî Al-„Aqâ-Id
(Karya Nu‟Man Ibn Mahmud Khairuddin (W 1317 H)).

7
Ibid hal 63-66

22
7. Ihyâ Al-Maqbûr Min Adillah Istihbâb Binâ‟ Al-Masâjid Wa Al-Qubab „Alâ
Al-Qubûr Karya Al-Imâm Al-Hâfizh As-Sayyid Ahmad Ibn Ash-Shiddiq Al-
Ghumari (W 1380 H).
8. Al-Ishâbah Fî Nushrah Al-Khulafâ‟ Ar-Rasyidîn (Karya Asy-Syaikh Hamdi
Juwaijati Ad-Damasyqi).
9. Al-Ushûl Al-Arba‟Ah Fî Tardîd Al-Wahhâbiyyah (Karya Muhammad Hasan
Shahib As-Sarhandi Al-Mujaddidi (W 1346 H) Telah Diterbitkan).
10. Izh-Hâr Al-„Uqûq Min Man Mana‟Aat-Tawassul Bi An-Nabiyywa Al-Walyy
Ash-Shadûq (Karya Asy-Syaikh Al-Musyrifi Al-Maliki Al-Jaza-Iri).8

G. TANGGAPAN ULAMA TERHADAP PEMIKIRAN MUHAMMAD BIN


ABDUL WAHAB
a. Para Ulama Pendukung Pemikiran Muhammad bin Abdul Wahhab
a) Syekh Muhammad Al Gazali
Syekh Muhammad Al Gazali adalah salah seorang pemikir
terkemuka islam kontemporer. Beliau adalah seorang yang banyak
mengkritisi pemikiran Muhammad bin Abdul Wahhab, beliau mengatakan:
“Dari sinilah bermula “gerakan salafiyah” pada abad lalu oleh Muhammad
bin Abdul Wahhab, apabila semangatnya adalah pengesaan Allah maka itu
harus disyukuri, setiap usaha untuk memurnikan akidah dari syubhat dan
kesyirikan adalah sesuatu yang harus diapresiasi. Kami menolak untuk
menutup mata kepada cara hidup sebagian orang yang takut kepada orang-
orang yang sudah meninggal maupun yang masih hidup melebihi takut
kepada Allah dan meminta kepada mereka sesuatu yang tidak boleh dipinta
kecuali kepada Allah. Aku tidaklah mengetahui seorang muslimpun yang
menentang kenyataan ini atau menentang para pelakunya, itulah kondisi

8
Ibid hal 63-66

23
sosial budaya yang dihadapi oleh Muhammad bin Abdul Wahhab, keadaan
yang menguasi setiap lkehidupan dengan gaya dan coraknya sendiri.
Muhammad bin Abdul Wahhab datang dengan membawa
semboyan pemurnian akidah. Itu adalah haknya. Muhammad bin Abdul
Wahhab adalah orang yang hidup di lingkungan orang-orang yang
menyembah kubur, meminta dari para penghuni kubur sesuatu yang
seharusnya dipinta kepada Allah.

2) Syekh Muhammad Rasyid Ridho


Syekh Muhammad Rasyid Ridho mengatakan: “tidaklah suatu abad
yang banyak terjadi kebidahan kosong dari para ulama yang mentajdid
agama dengan dakwah, pendidikan dan teladan yang baik. Syekh
Muhammad bin Abdul Wahhab an Najdi termasuk seorang pentajdid adil
yang menyeru kepada pemurnian akidah, memurnikan ibadah hanya kepada
Allah sesuai dengan syariat yang terdapat di dalam al quran dan sunnah.
3) Sejarawan al- Jabarti

Al- Jabarti adalah salah satu intelektual terkenal ahli sejarah dari Al
Azhar, termasuk orang yang mentelaah, meneliti dan memperingatkan
bahaya “gerakan wahabi”. Pada saat itu pemikiran muhammad bin abdul
wahhab terkenal dengan nama “gerakan wahabi”.Ketika jabarti membaca
artikel-artikel, selebaran dan tulisan-tulisan yang dibawa orang para haji
dari negeri hijaz barulah jabarti mengetahui hakikat “gerakan wahabi”.
Selebaran yang tebal itu berisi tentang dakwah kepada tauhid dan sunnah,
menghilangkan kesyirikan serta bidah dengan dalil-dalil dari al-quran dan
hadits, mengenai ini jabarti mengomentari: “ Apabila hakikat sesungguhnya
adalah seperti itu maka ini adalah ajaran dan agama yang kita anut, itu
merupakan iktisar inti tauhid, suatu posisi di mana kita berpijak antara para
manusia yang fanatif dan berlebihan. Hal ini telah dibentangkan luas oleh
Ibnu Qoyyim dalam kitabnya “ighotsatul lahfan”, Al Hafidz Al Muqridzi di

24
dalam kitab “tajrid at tauhid”, Imam Al Yusi di dalam kitab “syarh al
kubro”, Ibnu Ibad dalam “syarh al hikam”, dan kitab-kitab lainnya seperti
“jamul fadhail”, “qomu ar radzail” dan kitab “mashoyidusy syaiton”

b. Para Ulama Penolak Pemikiran Muhammad bin Abdul Wahhab

a. Syeikh Sulaiman bin Abdul Wahhab


Syeikh Sulaiman bin Abdul Wahhab Saudara kandung
Muhammad bin Abdul Wahhab melalui dua karya tulis berjudul
"alShawa'iq al-Ilahiyah fi al-Raddi ala al-Wahhabiyah" dan "Fashl al-
Khithab fi al-Raddi ala Muhammad bin Abdil Wahhab".
Di dalam buku "al-Shawa'iq al-Ilahiyah fi al-Raddi ala al-
Wahhabiyah" Syeikh Sulaiman bin Abdul Wahhab menulis mengenai
saudaranya,yaknk t:“Hari ini manusia diuji dengan seseorang yang
mengaku bersandarkan kepada al quran dan hadits, beristimbath dari
kedua ilmunya dan tidak memperdulikan orang yang menentangnya.
Orang yang menentangnya adalah orang kafir di matanya. Dalam
keadaan seperti ini sedangkan dia tidak memiliki satupun dari
kualifikasi seorang ahli ijtihad.

Demi Allah bahkan tidak ada satu persepuluhnya kualifikasi


ijtihad. Dengan fakta ini ucapannya masih banyak diterima oleh banyak
orang-orang bodoh, inna lillahi wa inna ilaihi rajiun.

b. Syeikh Ahmad bin Dahlan al-Makki al-Syafi'i


Syeikh Ahmad bin Dahlan al-Makki al-Syafi'i menceritakan
bahwasanya Muhammad bin Abdul Wahhab sejak dini telah
diprediksikan sesat oleh ayah, saudara dan guru-gurunya. Jauh sebelum
Muhammad bin Abdul Wahhab meraih popularitasnya di Saudi
dandunia, para Ulama sekitar telah memberikan peringatan kepada umat
agar berhati-hati darinya, dan ternyata betul apa yang

25
merekaprediksikan. Muhammad bin Abdul Wahhab menentang guru-
gurunya, lalu mengkafirkan seluruh ulama yang menghalangi
penyesatannya pada tahun 1143 H.
c. Syeikh Muhammad al-Kurdi
Syeikh Muhammad al-Kurdi, guru terbesar Muhammad bin
Abdul Wahhab yang secara tegas mengatakan: "Wahai Muhammad bin
Abdul Wahhab, demi Allah aku menasehatimu, hentikanlah ulahmu
terhadap umat Islam. Apabila kau menemukan seseorang meyakini
suatu pengaruh dari selain Allah, maka luruskanlah keyakinannya
secara baikbaik dan sebutkan dalil-dalilnya bahwa Allah lah yang
mempengaruhi.
Jika ia masih dalam kesesatan, maka kekufurannya dari dan
untuk dirinya. Janganlah kamu seenaknya mengkafirkan mayoritas
umat yang hidup di dunia, karena itu akan mengantarmu ke neraka.9

H. KLARIFIKASI MUHAMMAD BIN ABDUL WAHAB TERHADAP


KRITIKAN PARA ULAMA

Muhammad bin Abdul Wahab sebagaimana yang beliau ungkapkan dalam surat
beliau kepada penduduk Qashim bahwa dakwah yang disampaikannya bukanlah
sebagaimana yang dilontarkan oleh pihak yang menolak. Ia menulis sebagai berikut:
“kemudian tidak tersembunyi lagi atas kalian , saya mendengar bahwa surat Sulaiman
bin Suhaim (seorang penentang dakwah beliau) telah sampai kepada kalian. Lalu
sebagian diantara kalian ada yang percaya terhadap tuduhan - tuduhan bohong yang ia
tulis. Yang mana saya sendiri tidak pernah mengucapkannya, bahkan tidak pernah
terlintas dalam ingatanku". Seperti tuduhan yang menimpa Muhammad Abdul Wahab:
1. “Bahwa saya mengingkari kitab - kitab mazhab yang empat”.

9
Ibid hal 58-61

26
2. “ Bahwasanya saya mengatakan manusia sejak enam ratus tahun lalu sudah tidak
lagi memiliki ilmu”.
3. “Bahwa saya mengaku sebagai mujtahid”.
4. “ Bahwa saya mengatakan bahwa perbedaan pendapat antara ulama adalah
bencana”.
5. “ Bahwa saya mengkafirkan orang yang bertawassul dengan orang - orang
saleh”.
6. “Bahwa saya pernah berkata; jika saya mampu saya akan runtuhkan kubah yang
ada diatas Rasululllah” .
7. “Bahwa saya pernah berkata; jika saya mampu saya akan ganti pancuran ka‟bah
dengan pancuran kayu”.
8. “Bahwa saya mengharamkan ziarah kubur”.
9. “Bahwa saya mengingkari ziarah kubu orang tua maupun lainnya”
10. “Bahwa saya mengkafirkan orang yang bersumpah dengan selain Allah”.
11. “Bahwa saya mengkafirkan ibnu faridh dan ibnu arobi”
12. “Bahwa saya membakar “dalailul khairat” dan “raudhur royyahin” serta
kumenamainya “raudhusy syayatin”.
Jawaban Muhammad Abdul Wahab untuk tuduhan-uduhan tersebut yaitu :
"Sesungguhnya ini semua adalah suatu kebohongan yang nyata”. Tidak hanya itu,
Muhammad bin abdul Wahab melakukan klarifikasi akan ucapannya, bahkan di dalam
kitab “ar-rasail asy syakhsiyyah”, Muhammad bin abdul Wahab melanjutkan
klarifikasinya yaitu ucapannya:
1. “Bahwa saya berkata tidak sempurna islam seseorang sampai mengetahui arti “la
ilaaha illallah”
2. Bahwa saya tahu orang-orang yang sudah mendatangkan arti “laa ilaaha illallah”
3. Bahwa saya mengatakan bahwa ilah adalah sesuatu yang memiliki rahasia
4. Kafirnya orang yang bernadzar dengan sesuatu diniatkan untuk taqorrub kepada
selain Allah, begitupula orang yang memulai nadzar hal tersebut.

27
5. Sembelihan untuk jin adalah tindakan kafir dan sembelihannya hukumnya haram
walaupun menyebut nama Allah karena dia menyembelihnya untuk jin ini adalah
lima perkara yang hak dan aku mengatakannya”.10

10
Ibid Hal 61-62

28
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Muhammad bin Abduh Wahab adalah pembaharu Islam yang kental akan
mazhab Hanbali dan pemikiran Ibnu Taimiyah. Ia mendasarkan pemikiran
pembaharuannya pada pemurnian Tauhid dan membersihkan bid’ah, khurafat, serta
takhayul. Keadaan masyarakat jazirah Arab yang saat itu jauh dari Tauhid yang murni
menjadi fokus utamanya dalam berdakwah. Seseorang yang Tauhidnya ternoda, dapat
dikatakan syirik dan harus diluruskan.

Koalisinya dengan Amir Muhammad ibn Sa’ud berhasil melahirkan kekuatan


basis agama dan politik untuk selanjutnya menguasai Mekkah dan Madinah.
Dakwahnya secara terang-terangan dan keras membuatnya dibenci oleh sebagian besar
masyarakat Arab. Namun dampak yang ditinggalkan untuk masyarakat Jazirah Arab
dapat dikatakan positif dengan hilagnya kemusyrikan. Sementara itu pengaruhnya di
Mekkah telah membuat ajarannya diminati jamaah haji dan akhirnya dibawa ke
Negaranya untuk disebarkan menjadi bibit pembaharuan abad 19.

29
DAFTAR PUSTAKA

Academia.edu/gerakan pembaharuan islam oleh uhammad ibn abdl wahab

Jurnal: muhammad bin abdl wahab: pemikiran teologi dan tanggapan ulama
mengenai pemikirannya oleh abdul basit vol.II 2018

Makalah filsafat islam: pemikiran muhammad bin abdul Wahab oleh Fifi fitriyani

makalah sejarah dan perkembangan wahabi

30

Anda mungkin juga menyukai