Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH BIOGRAFI MAHZAB

IMAM MALIK (MALIKI)

Disusun Oleh Kelompok 2 :

1. Aulia Fathonah

2. Bunga Aulia

3. Clara Anastasya

4. Dea Ananda

5. Desi Wulandari

6. Dwi Safiq Juniansyah

7. Erina Delia

Kelas XII MIPA 3

Mata Pelajaran : Akidah Akhlak

Guru Pembimbing : Drs. Jahri., M.Si

KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA

MADRASAH ALIYAH NEGERI 1 BANYUASIN

TAHUN AJARAN 2023/2024

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami limpahkan kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan

banyak nikmat, taufik dan hidayah. Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah

yang berjudul “aqidah dan akhlak” dengan baik.

Makalah ini telah kami selesaikan dengan maksimal berkat dari berbagai

sumber. Oleh karena itu kami sampaikan banyak terima kasih kepada segenap

sumber yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini. Diluar itu, penulis

sebagai manusia biasa menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan

dalam penulisan makalah ini, baik dari segi tata bahasa, susunan kalimat maupun

isi. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, kami selaku penyusun

menerima segala kritik dan saran yang membangun dari pembaca.

Demikian yang bisa kami sampaikan, semoga makalah ini dapat menambah

wawasan ilmu pengetahuan dan memberikan manfaat nyata untuk bangsa

Indonesia.

Pangkalan Balai, 23 Oktober 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i


KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
A. Latar Belakang............................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah....................................................................................... 1

C. Tujuan Makalah .......................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................... 3


A. Biografi Imam Malik .................................................................................. 3

B. Pendidikan Imam Malik .............................................................................. 5

C. Murid-Murid Imam Malik........................................................................... 9

D. Latar Belakang Penyusunan Kitab al-Muwatta’......................................... 11

E. Metode Penyusunan dan Karakteristiknya ................................................. 13

F. Sistematika Penulisan Kitab al-Muwatta’ .................................................. 15

G. Penilaian Ulama Terhadap Kitab al-Muwatta’ ........................................... 16

H. Tanggapan dan Kritik Para Ulama Terhadap Kitab al-Muwatta’ ............... 17

1. Kritik para ulama terhadap kitab al-muwatta’....................................... 17

2. Tanggapan para ulama terhadap kitab al-Muwatta’ .............................. 18

BAB III PENUTUP ........................................................................................... 20


A. Kesimpulan............................................................................................... 20

B. Saran ........................................................................................................ 20

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 21

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Al-Muwatta’ merupakan salah satu kitab yang sering digunakan untuk

merujuk hukum-hukum Islam terutama dalam bidang fiqih. Al-Muwatta’

merupakan salah satu kitab yang paling momental pada abad pertama

setelah generasi tabi’in.

Bahkan imam Syafi’i pernah mengatakan bahwasannya di dunia ini

tidak ada kitab yang paling sahhih setelah al-Qur’an kecuali kitab ini. Untuk

mengetahui bagaimana lebih jelasnya mengenai kitab ini dan pengarangnya

untuk itu kami disini mencoba untuk membahasnya.

B. Rumusan Masalah

1. Siapakah Imam Malik itu?

2. Bagaimana proses pencarian ilmunya?

3. Siapa saja murid-murid beliau?

4. Bagaimana latar belakang penyusunan kitab al-Muwatta’?

5. Bagaimana metode penyusunan dan klasifikasinya?

6. Bagaimana sistematika penulisan kitab al-Muwatta’?

7. Bagaimana penilaian ulama terhadap kitab al-Muwatta’?

8. Bagaiman tanggapan dan kritik para ulama terhadap kitab al-Muwatta’?

C. Tujuan Makalah

1. Untuk mengetahui siapakah Imam Malik.

2. Untuk mengetahui proses pencarian ilmu Imam Malik.

1
3. Untuk mengetahui siapa saja murid-murid Imam Malik.

4. Untuk mengetahui latar belakang penyusunan kitab al-Muwatta’.

5. Untuk mengetahui metode penyusunan dan klasifikasinya.

6. Untuk mengetahui sistematika penulisan kitab al-Muwatta’.

7. Untuk mengetahui penilaian ulama terhadap kitab al-Muwatta’.

8. Untuk mengetahui kritik dan tanggapan para ulama terhadap kitab al-

Muwatta’.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Biografi Imam Malik

Nama lengkap dari Imam Malik adalah Malik bin Anas bin Malik bin

Abi Amir bin Amr bin Al-Harits bin Ghaiman bin Khutsail bin Amr bin Al-

Harits al-Asybahi Al-Humairi, Abu Abdillah Al-Madani dan merupakan

Imam Dar-Al Hijirah. Nenek moyang mereka berasal dari Bani Tamim bin

Murrah dari suku Quraisy. Malik adalah sahabat Utsman bin Ubaidillah At-

taimi, saudara Thalhah bin Ubaidillah (Farid, 2006).

Imam Malik adalah imam yang kedua dari imam-imam empat

serangkai dalam Islam (para mujtahid) dari segi umur. Imam Malik seorang

imam dari Kota Madinah dan imam bagi penduduk Hijaj. Ia adalah seorang

ahli fiqih di Kota Madinah (Asy-Surbasi, 2008).

Madinah Almunawwaroh, sebagaimana kita ketahui tempat Nabi

Muhammad saw hijarah, sesudahnya ulama-ulama fiqih generasi ini tetap

menjadi pusat madzhab aliran hadits. Dan dikota ini pula tempat lahirnya

Imam Madzhab ini, Malik bin Anas Al-Asybahi Al-Arabi tahun 95 hijriah

(713 M). Beliau terus menetap di Madinah, tidak pernah pindah ke negeri

lain kecuali ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji.

Bahwasanya Imam Malik adalah ulama terulung dalam hadits dan

ilmu fiqih dan menjadi imam negerinya sehingga pernah dikatakan orang,

apakah perlunya difatwakan padahal Malik ada di Madinah. Beliau adalah

guru Imam Syafi’I yang pernah mangatakan, Malik adalah hujjatullah atas

3
makhluknya sesudah para Tabi’in. Beliau guru saya dan dari padanyalah

saya memperoleh ilmu. Kalau kau dapatkan dari padanya peganglah itu

kuat-kuat dan kalau datang atsar atau hadits maka Imam Malik adalah

bintangnya.

Imam Malik seorang ulama yang dinamis, berpendirian teguh pada

pendapatnya beserta imannya yang kuat. Di dalam melahirkan pendapatnya

tidak dapat dipengaruhi baik dengan kekuasaan ataupun dengan paksaan dan

tidak ada rasa takut kepada ancaman apapun didalam membawakan

madzhabnya, selalu tabah di dalam menanggung duka dan penderitaan

(Muahmassani, 1976).

Imam Malik dilahirkan di kota Madinah dari sepasang suami-istri

Anas ibn Malik dan Aliyah binti Suraik, bangsa Arab Yaman. Ayah Imam

Malik bukan Anas bin Malik sahabat Nabi, tetapi seorang tabi'in sangat

minim sekali informasinya. Dalam buku sejarah hanya mencatat, bahwa

ayah Imam Malik tinggal di suatu tempat bernama Zulmarwah, nama suatu

tempat di padang pasir sebelah utara Madinah dan bekerja sebagai pembuat

panah. Kakeknya memiliki kunyah Abu Anas, adalah tabi'in besar yang

banyak meriwayatkan hadis dari Umar, Talhah, Aisyah, Abu Hurairah dan

Hasan bin Sabit, termasuk penulis mushaf Usmani serta termasuk orang

yang mengikuti penaklukan Afrika pada masa khalifah Usman.

Tentang tahun kelahirannya, terdapat perbedaan pendapat di kalangan

para sejarawan. Ada yang menyatakan 90H, 93H, 94H dan ada pula yang

menyatakan 97H. Namun, mayoritas sejarawan lebih cenderung menyatakan

beliau lahir tahun 93H pada masa khalifah Sulaiman bin abdul Malik ibn

4
Marwan dan meninggal pada hari ahad 12 Rabi'ul Awal 179H dalam usia 87

tahun setelah satu bulan menderita sakit. Beliau dikebumikan di kuburan

Baqi'. Beliau berwasiat untuk dikafani dengan pakaiannya yang putih dan

dishalatkan di tempat meninggalnya. Dengan meninggalnya Imam Malik,

berkurang satu tokoh dan ulama besar di Madinah.

Imam Malik menikah dengan seorang hamba yang melahirkan 3 anak

laki-laki (Muhammad Hammad dan Yahya) dan seorang anak perempuan

(Fatimah yang mendapat julukan Umm Al-Mu'minin). Menurut Abu Umar,

Fatimah termasuk diantar anak-anaknya yang dengan tekun mempelajari

dan hafal dengan baik kitab Al-Muwatta' (Misbah, 2020).

B. Pendidikan Imam Malik

Sejak kecil atas dukungan orang tuanya, khususnya ibunya, beliau

berguru kepada ulama di Madinah. Beliau tidak pernah berkelana keluar

dari Madinah. Karena pada waktu itu kota Madinah adalah pusat ilmu

pengetahuan agama Islam dan karena tempat inilah banyak tabi’in yang

berguru pada sahabat-sahabat Nabi. Imam Malik pernah belajar kepada 900

guru, 300 diantaranya dari golongan tabi’in. menurut Amin Al-Khulli,

diantara guru-gurunya yang terkemuka adalah: Rabi’ah al-Ra’yi bin Abi

Abdurrahman Furuh al-Madinah (wafat 136 H). Rabi’ah adalah guru Imam

Malik pada waktu kecil, yang mengajari Imam Malik tentang ilmu akhlak,

ilmu fiqih, dan ilmu hadits.

Ibn Hurmuz Abu Bakar bin Yazid (wafat 147 H). Imam Malik berguru

kepada Hurmuz selama kurang lebih 8 tahun dalam ilmu kalam, ilmu I’tiqad

dan ilmu fiqih yang mendapatkan 54-57 hadis darinya. Ibn Hurmuz

5
merupakan guru Imam Malik yang sangat berpengaruh padanya sangat

sedikit apa yang dapat diketahui tentang Ibn Hurmuz kecuali anggapan

bahwa ia salah satu ulama terkemuka Madinah saat itu. Namun dalam kitab

al-Muwatta, tidak ada penyebutan nama Ibn Hurmuz sebagai rujukan,

karena ia telah meminta Malik bersumpah untuk tidak menyebutnya dalam

setiap hadis apa yang ia riwayatkan darinya.

Malik telah belajar kepada Abdurrahman bin Harmuz al-Araj lebih

dari tujuh tahun di saat beliau belum pernah belajar pada orang lain. Adapun

guru-guru beliau yang sebagaimana diterangkan oleh An Nawawi yaitu:

a. Nafi’ Auli Abdullah

b. Ja’far bin Muhammad Al Baqir

c. Muhammad bin Muslim Az Zahri

d. Abdurrahman bi Zakuan

e. Yahya bin Sa’id Al Anshary

f. Abu Hazim Salmah bin Dinar

Imam Malik dikenal mempunyai daya ingat yang sangat kuat. Beliau

pernah mendengar tiga puluh satu hadis dari Ibn Syihab tanpa menulisnya.

Dan ketika diminta untuk mengulanginya seluruh hadis tersebut, tak satupun

yang dilupakan. Selain itu, beliau dikenal sangat ihlas dalam melakukan

sesuatu. Sifat inilah yang kiranya yang memberikan kemudahan kepada

beliau di dalam mengkaji ilmu pengetahuan. Beliau sendiri pernah berkata:

“Ilmu adalah cahaya, ia akan mudah mencapai dengan hati yang taqwa dan

khusyu’”. Beliau juga menasehatkan untuk menghindari keraguan. Ia

berkata “sebaik-baiknya pekerjaan adalah yang jelas. Jika engkau

6
menghadapi dua hal, dan salah satunya meragukan, maka kerjakanlah yang

lebih meyakinkan menurutmu”.

Beliau adalah seorang ulama yang sangat terkemuka, terutama dalam

bidang hadis dan fiqh. Ia mencapai tingkat yang sangat tinggi dalam kedua

cabang ilmu tersebut Imam Malik bahkan telah menulis kitab al-Muwatta

yang merupakan kitab hadis dan fiqh.

Dari berbagai macam ilmu yang diperolehnya dari berguru kitab-kitab

yang dibacanya serta perjalanan hidup yang telah dilaluinya terbentuklah

kepribadian akalnya yang cemerlang dan mengagumkan, yang membuat

namanya tercatat dalam kitab-kitab maupun buku-buku sejarah. Dan beliau

juga membangun sebuah aliran fiqih yang berdiri, yang begitu bebas

berdebat dan mengkritik siapapun, baik ulama muslim yang sealiran

dengannya maupun pihak Nasrani dan Yahudi. Sehingga dengan

keberaniannya seperti itu yang ditunjang dengan keilmuannya yang

mumpuni serta dali-dalil yang kuat, menjadikannya semakin terkenal dan

dikagumi oleh kawan sendiri maupun lawannya.

Imam Malik mulai mengejar pengetahuan Islam sebagai seorang anak

hampir sepuluh tahun. Dia memenuhi syarat untuk mengeluarkan putusan

hukum sebelum dia berusia delapan belas tahun. Dia mulai mengajar ilmu

agama pada usia dua puluh satu tahun, dan banyak perawi meriwayatkan

hadits darinya sejak saat itu.

Pada masa Imam Malik kecil, pendidikan anak itu tidak diwajibkan.

Hanya anak-anak yang memiliki bakat khusus dan memiliki kesempatan

yang menghadiri kelas. Mereka adalah sebagaimana Allah berfirman.

7
“Dan orang-orang beriman tidak harus pergi bersama-sama. Dari

setiap golongan mereka, hendaknya ada segolongan yang tertinggal untuk

memperoleh ilmu yang benar dalam agama, agar mereka dapat menasihati

kaumnya ketika mereka kembali, agar mereka dapat mengambil pelajaran.”

(QS At Taubah: 122).

Malik mulai belajar ketika dia masih sangat muda. Dia menghabiskan

tujuh atau delapan tahun pertama pendidikannya dikhususkan untuk seorang

guru tunggal, Ibnu Hurmuz. Bahkan di usianya yang masih muda, Malik

menghargai waktu yang ia miliki bersama gurunya.

Bertahun-tahun kemudian, dia ingat bagaimana dia berhasil menjaga

gurunya untuk dirinya sendiri, “Saya dulu menyembunyikan beberapa

kurma di lengan baju saya. Saya akan memberikannya kepada anak-anak

guru saya dan memberi tahu mereka bahwa jika ada yang memanggilnya,

mereka harus mengatakan bahwa ayah mereka sedang sibuk.” Malik begitu

berbakti kepada gurunya, sehingga ia akan menunggu di depan pintunya

untuk waktu yang lama. Dia memiliki bantal berisi jerami yang akan dia

duduki sementara dia menunggu, tenang seperti batu (Susanti, 2021).

Imam Malik belajar di kota Madinah dalam suasana lingkungan yang

meliputi di antaranya para sahabat, para tabi’in, cerdik-pandai dan para ahli

hukum Agama. Beliau terdidik di tengah-tengah mereka itu sebagai seorang

anak yang cerdas pikirannya, cepat menerima pelajaran, kuat dalam berfikir

dan menerima pengajaran, setia dan teliti. Beliau sudah hafal Al-quran

dalam usia yang sangat dini. Sekitar umur 10 tahun, Imam Malik telah hafal

8
al-Qur’an dengan sejumlah hadits. Wawasannya telah terpenuhi dengan

cahaya kalimat-kalimat Allah SWT (Asy-Syarqawi, 1994).

Imam Malik sangat rajin dan tekun dalam mencari ilmu apapun,

padahal beliau bukanlah termasuk orang kaya. Akan tetapi semua yang

dimilikinya untuk mencari ilmu sampai beliau pernah menjual atap

rumahnya hanya untuk bekal mencari ilmu. Imam malik mengawali

pelajarannya dengan menekuni ilmu riwayat hadits, mempelajari fatwa para

sahabat dan dengan inilah membangun mazhabnya. Imam malik tidak hanya

berhenti sebatas itu, beliau mengkaji setiap ilmu yang ada hubungannya

dengan ilmu syariat. Beliau memiliki firasat yang tajam dalam menilai

orang dan mengukur kekuatan fiqih mereka (Khalil, 2009).

C. Murid-Murid Imam Malik

Imam Malik tinggal di kota Madinah dan tidak pernah berpindah,

sampai ketika khalifah Harun ar-Rasyid memintanya untuk pergi

bersamanya kebaghdad namun ia menolak dan lebih memilih didekar Nabi

daripada Baghdad dan yang lainnya.

Lamanya beliau tinggal di Madinah dan kekokohannya dalam bidang

fiqh telah memberi andil besar bagi tersebernya mazhab beliau dan

banyaknya murid yang datang untuk belajar dari segala penjuru negeri

Islam, dari syam, irak, mesir, afrika utara, dan Andalusia. Semuanya datang

untuk berguru kepadanya dan dari merekalah, mazhabnya kemudian

menyebar keseluruh negeri islam (Khalil, 2009).

Diantara murid-muridnya adalah:

1) Abdullah bin Wahab (wafat pada tahun 197 H)

9
2) Abdurrahman bin Al-Qasim Al-Mishriy (wafat pada tahun 192 H)

3) Asyhab bin Abdul ‘Aziz Al-Qaisi (wafat pada tahun 224 H)

4) Abu Al-Hasan Al-Qurthubiy, beliau belajar kitab Al-Muwaththa’

secara lansung kepada imam Malik dan menyebarkannya di

Andalusia.

5) Azzuhri

6) Ayub Asy-syakh fiyani

7) Abul Aswad

8) Rabiah bin Abi Abdul Rahman

9) Yahya bin Said Al-Ansari

10) Musa bin Uqbah

11) Hisyam bin ‘Arwah

12) Nafi’ bin Nu’aim

13) Muhammad bin Ajlan

14) Salim bin Umayyah

15) Abu An-Nadri

16) Maula Umar bin Abdullah

17) Sufyan bin Ath-Thauri

18) Al-Liat bin Sa’ad

19) Hamad bin Salamah

20) Hamad bin Zaid

21) Sufyan bin Uyainah

22) Abu Hanifah

23) Abu Yusaf

10
24) Syarik bin ibn Lati’ah

25) Ismail bin Kathir

26) Abdullah bin Wahab

27) Abdul Rahman ibn Al-Qasim

28) Asyhab bin Abdul Aziz

29) Asad bin Al-Furat

30) Abdul Malik bin al-Majisyun

31) Dan Abdullah bin Al-hakim

Murid-murid Imam Malik diklasifikasikan menjadi tiga kelompok:

1) Dari kalangan Tabi'in di antaranya Sufyan Al-Sauri, Al-Lais bin

sa'id, Hammad ibn Zaid, Sufyan ibn Uyainah, Abu Hanifah, Abu

Yusuf, Syarikh ibn Lahi'ah, Ismail ibn Khatir.

2) Dari kalangan Tabi'it-tabi'in adalah Al-Zuhri, Ayub Al-

Syahktiyani, Abu Aswad, Rabi'ah ibn Abd Al-Rahman, Yahya ibn

Sai'id Al-Anshari, Musa ibn 'Uqbah dan Hisyam ibn 'Urwah.

3) Bukan Tabi'in adalah Nafi'ibn Abi Nu'aim, Muhammad ibn Aljan,

Salim ibn Abi 'Umayah, Abu Al-Nadri, Maula Umar ibn Abdullah,

Al-Syafi'i, dan ibn Mubarrak.

D. Latar Belakang Penyusunan Kitab al-Muwatta’

Kitab al-muwatta memiliki latar belakang penyusunan yaitu

dikarenakan problem politik dan sosial agama yang memiliki andil besar

mengapa kitab ini disusun. Kondisi politik pada saat itu merupakan masa

transisi dari daulah bani umayyah ke bani abbasiyah yang mengancam

intregitas dari umat islam. Disamping itu karena kondisi sosial agama yang

11
beragam khususnya dalam bidang hukum yang bermula dari perbedan nash

di satu sisi dan rasio di sisi yang lain.

Dari riwayat lain mengatakan bahwa penulisan kitab ini atas

permintan dari khalifah Ja’far al manshur atas usulan dari Muhmmad ibn al

Muqaffa’ yang prihatin atas perbedaan fatwa yang terjadi dengan tujuan

agar menjadi penengah konflik yang terjadi.

Imam Malik merampungkan penulisan kitab al-Muwaththa’ selama

kurun waktu sekitar 40 tahun. Mulai pada abad ke-2 tepatnya tahun 137

sampai 170 H. Beliau terus memperbarui dan merevisinya. Adapun inspirasi

yang mendasari Imam Malik menulis al-Muwaththa’ adalah: Imam Malik

memang sudah memiliki niat untuk menyusun kitab yang dapat membantu

umat Islam dalam memahami agama. Kondisi politik yang penuh konflik

dan fitnah pada masa transisi Daulah Umayyah dan Abbasiyyah. Sehingga

banyak bermunculan kelompok yang memalsukan hadis untuk kepentingan

golongannya (Lutviah, 2022).

Adapun latar belakang penulisan al-Muwaththa’ adalah ketika Abu

Ja’far al-Manshur (khalifah dari Bani Abbas) datang kepada Malik Ibn Anas

Ibn Malik pada musim haji dan bertanya kepada beliau tentang masalah-

masalah keilmuan dan hadits. Kemudian Abu Ja’far meminta kepada beliau

untuk mengkodifikasikan semua ilmu dan hadits yang diketahuinya dalam

bentuk kitab 30 dan akan dijadikan sebagai satu-satunya qanun (undang-

undang) yang harus dipatuhi oleh umat Islam.31 Malik Ibn Anas Ibn Malik

sendiri memenuhi permintaan tersebut dan kitabnya dinamai al-Muwaththa’.

Namun, beliau tidak mau menjadikan kitabnya sebagai satu-satunya qanun

12
atau pijakan bagi umat Islam dengan alasan bahwa para ulama telah

mengumpulkan dan meneliti banyak ilmu yang belum beliau teliti. Begitu

juga para sahabat Nabi telah tersebar diseluruh penjuru daerah (negara) dan

berfatwa di daerahnya masing-masing menurut pendapatnya (ijtihadnya)

sendiri-sendiri.

Pendapat lain mengatakan bahwa sebab penamaan al-Muwaththa’

adalah ketika Malik Ibn Anas Ibn Malik telah selesai menyusun kitabnya

dan diperlihatkan kepada guru-gurunya, maka mereka menjadikannya

pijakan sehingga kitab tersebut dinamakan al-Muwaththa’. Walaupun

penulisan dan kodifikasi al-Muwaththa’ dimulai pada masa Khalifah al-

Manshur, akan tetapi penulisan dan kodifikasi tersebut selesai pada masa

Khalifah al-Mahdi. Terlepas dari itu semua, diasumsikan bahwa orang yang

memberikan opini kepada Khalifah al-Manshur tentang urgensitas

penyusunan kitab al-Muwaththa’ di tangan Imam Malik adalah seorang

filosof terkenal yang bernama Ibn al-Muqaffa (Suyuthi & Fahruddin, 2017).

E. Metode Penyusunan dan Karakteristiknya

Imam Malik menyusun kitab al-Muwaththa’‘ dalam dua jilid, dengan

rincian sebagai berikut:

1. Jilid 1 terdiri dari 439 halaman. berisi mukadimah tentang biografi

dan pembahasan tentang kitab beserta tahqiqnya. Pembahasan pokok

dimulai dari halaman 3 sampai halaman 426 dan diakhiri dengan

daftar isi.

13
2. Jilid 2 terdiri dari 651 halaman. Pokok pembahasan dimulai dari

halaman 443 sampai halaman 1004. Pada akhir pembahasan berisi

daftar isi.

Al-Muwatha’ merupakan karya Imam Malik yang paling monumental

yang berfokus pada kajian hadis bernuansa fikih. Kitab ini membahas

berbagai problem dan hukum agama yang merangkum ilmu hadis, ilmu

fikih dan sebagainya. Kitab ini termasuk dalam al-kutub at-tis’ah. Imam al-

Syafi’i berkata bahwa kitab al-Muwaththa’ merupakan kitab paling sahih

setelah al-Quran. Hal ini beliau katakannya sebelum adanya kitab sahihain.

Semua hadis yang ditulis adalah sahih karena Imam Malik terkenal

dengan sifatnya yang tegas dalam penerimaan sebuah hadis. Awalnya berisi

10.000 hadis yang kemudian direvisi dan menjadi 1000 lebih hadis saja,

itupun termasuk yang musnad dan tidak musnad.

Menurut riwayat Yahyah bin Yahyah al-Andalusi, hadis yang ada di

dalamnya mencapai 853 hadis. Akan tetapi Imam Abu Bakar al-Abhari

berkata: “Jumlah hadis Rasulullah Saw, atsar sahabat dan fatwa tabiin yang

ada dalam kitab al-Muwaththa’ adalah 1720 hadis, yang bersanad sebanyak

600, mursal 222, mauquf 613 dan fatwa tabiin 285 (Lutviah, 2022).

Adapun karakteristik al-Muwaththa’ adalah :

1) Kitab hadits yang pertama kali dikodifikasi.

2) Mendapatkan pujian yang luar biasa dari para ulama.

3) Bersih dari mukaddimah dan tersistematisasi menurut bab-bab fiqh.

4) Pendapat Malik Ibn Anas Ibn Malik bahwa memunqathi’kan hadits

dalam sanad tidaklah tercela (Suyuthi & Fahruddin, 2017).

14
F. Sistematika Penulisan Kitab al-Muwatta’

Sistematika penulisan al-Muwaththa’ yang dipakai oleh Malik Ibn

Anas Ibn Malik adalah pada masing-masing tema didahului dengan hadits-

hadits shahih, kemudian atsar-atsar (pendapat-pendapat atau perkataan-

perkataan) dari para sahabat dan tabi’in yang kebanyakan berasal dari

Madinah. Dimasukkan juga perilaku-perilaku atau keputusan-keputusan

yang sudah disepakati di Madinah.

Hadits-hadits yang ada di al-Muwaththa’ juga terkadang diberi

interpretasi lingual atau penjelasan-penjelasan maknawi. Al-Muwaththa’

sendiri juga mencakup pendapat-pendapat Malik Ibn Anas Ibn Malik yang

dihasilkan dari usaha ijtihadnya sendiri dari hadits-hadits Nabi. yang

meliputi masalah-masalah fiqh. Oleh karena itu, al-Muwaththa’, selain

sebagai kitab hadits juga mengekspresikan diri sebagai kitab fiqh.

Walaupun atsar-atsar sahabat yang ada di dalam al-Muwaththa’

banyak berasal dari Madinah, namun tidak ditemukan dalam kitab tersebut

fiqh (pendapat) Ali ibn Abi Thalib. Hal ini disebabkan adanya konflik

politik yang terjadi pada masa Dinasti Umayyah dan Abbasiyah, sehingga

fiqh Ali ibn Abi Thalib tidak bisa tersebar secara optimal.

Berkaitan dengan hadits yang diperolehnya, Malik Ibn Anas Ibn Malik

memperolehnya melalui cara sima’ (mendengarkan) dan ‘ardh (membaca

dengan menghafalkan). Untuk yang terakhir ini, Malik Ibn Anas Ibn Malik

mensyaratkan adanya musyafahah (dialog) (Suyuthi & Fahruddin, 2017).

15
G. Penilaian Ulama Terhadap Kitab al-Muwatta’

Al-Muwaththa’ merupakan kitab pertama yang terkenal sistematika

penulisannya dan menjadi buku refrensi pada masanya. Mengenai karya

monumental ini, banyak ulama yang memujinya. Imam Syafi’i mengatakan

bahwa al-Muwaththa’nya Malik Ibn Anas Ibn Malik adalah kitab yang

paling bermanfaat setelah al-Quran. Selanjutnya beliau berkata bahwa tidak

ada kitab yang paling benar setelah al-Quran kecuali Muwaththa’ Malik Ibn

Anas Ibn Malik.

Ibn Mahdi berkata “Saya tidak mengetahui ilmu-ilmu keislaman

setelah al-Quran yang paling shahih kecuali Muwaththa’ Malik Ibn Anas

Ibn Malik”. Abu Zar’ah berkata “ Kalau seseorang bersumpah dengan

mengucapkan bahwa semua hadits yang di dalam Muwaththa’ adalah

shahih, maka dia tidak melanggar sumpahnya. Tapi kalau dia bersumpah

dengan mengatakan bahwa hadits-hadits yang ada pada selain kitab al-

Muwaththa’ adalah shahih, maka dia telah melanggar sumpah”.

Abu Musa al-Anshari berkata “Api telah membakar rumah seseorang

dan seluruh isinya kecuali al-Quran dan al-Muwaththa’”. Umar ibn Abi

Salamah berkata “Setiap aku membaca Muwaththa’ Malik Ibn Anas Ibn

Malik, pasti datang seseorang dalam mimpiku dan berkata “ini benar-benar

ucapan Nabi”. Bahkan sebagian ulama menjadikan al-Muwaththa’ nomor 6

dari al-kutub al-sittah sebagai ganti dari Ibn Majah (Suyuthi & Fahruddin,

2017).

16
H. Tanggapan dan Kritik Para Ulama Terhadap Kitab al-Muwatta’

1. Kritik para ulama terhadap kitab al-muwatta’

Penulis-penulis kontemporer menduga bahwa Malik Ibn Anas Ibn

Malik bukanlah seorang ahli hadits, dan al-Muwaththa’ bukanlah kitab

hadits. Pendapat ini berasal dari Ali Hasan Abdul Qadir dan dituangkan

dalam kitabnya Nadlarat ‘Ammah fi Tarikh al-Fiqh al-Islami. Dalam

kitabnya itu, Ali Hasan mengatakan :

Kitab Malik Ibn Anas Ibn Malik yang fundamental adalah al-

Muwaththa’ yang dianggap sebagai kitab fiqh pertama kali yang

sampai pada kita secara umum. Juga yang mendeskripsikan kepada

kita atas pendekatan sampai pada batas-batas tertentu, yang

digunakan sebagai langkah-langkah kodifikasi fiqh pada masa itu.

Al-Muwaththa’ tidak mungkin diekspresikan sebagai kitab besar

pertama tentang hadits, karena itu dengan terpaksa al-Muwaththa’

mendapatkan kedudukan dalam Islam. Malik Ibn Anas Ibn Malik

sendiri mendapatkan penghargaan Imam Dar al-Hijrah (Imam

Madinah) karena kitabnya dianggap sebagai kitab hadits.

Selanjutnya Ali Hasan berkata :

Pada hakekatnya, kitab Malik Ibn Anas Ibn Malik bukanlah

kitab hadits dengan makna hadits shahih seperti kitab-kitab lain yang

ditulis oleh ulama-ulama hadits pada abad berikutnya. Di dalam

sejarah kitab-kitab, tidak disebutkan bahwa al-Muwaththa’

mencakup kitab-kitab hadits. Kitab Malik Ibn Anas Ibn Malik,

secara substansial adalah kitab fiqh. Bukanlah termasuk

17
penyangkalan bahwa al-Muwaththa’ tidak mencakup semua bab dari

kitab-kitab hadits secara komprehensif. Bahkan dari segi orientasi

kitab ini dan dari segi penyusunan. Tujuan penyusunan al-

Muwaththa’ bukanlah meriwayatkan hadits-hadits shahih yang ada,

tapi tujuannya adalah pandangan Malik Ibn Anas Ibn Malik tentang

fiqh dan qanun (undang-undang)........ Malik Ibn Anas Ibn Malik

juga memasukkan pendapat-pendapat para sahabat, fatwa-fatwa

tabi’in dan pendapat-pendapat pribadinya....... dari sini saya

berkesimpulan bahwa Malik Ibn Anas Ibn Malik tidak hanya

mengumpulkan hadits, tapi melebihi dari itu, yakni menjelaskan

(syarh) hadits-hadits tersebut dari sudut pandangan praktis ..........

Maka dari sini, jelas bahwa Malik Ibn Anas Ibn Malik bukanlah

ulama hadits dan hadits-hadits yang dimilikinya bukanlah satu-satunya

hadits mu’tamad menurut Ali Hasan. Namun, semua statemen dan

pretensi Ali Hasan di atas ditentang oleh Muhammad Abu Zahwi dalam

kitabnya (Suyuthi & Fahruddin, 2017).

2. Tanggapan para ulama terhadap kitab al-Muwatta’

Di antara para ulama yang memberikan penilaian terhadap kitab

Al-Muwattha', yaitu:

a. Al-Syafi'i: "Di dunia ini tidak kitab setelah Al-Qur'an yang lebih

shahih daripada Imam Malik."

b. Al-Hafiz Al-Muglatayi Al-Hanafi: "Buah karya Malik adalah kitab

shahih yang pertama kali."

c. Ibnu Hajar: "Kitab Malik shahih menurut Malik dan pengikutnya."

18
d. Waliyullah Al-Dahlawi menyatakan Al-Muwattha' adalah kitab yang

paling shahih, masyhur, dan paling terdahulu pengumpulannya.

Para ulama yang menganggap kitab Al-Muwattha' merupakan kitab

hadis paling sahih adalah ulama yang hidup antara abad II dan III Hijriah,

yang mana pada saat itu belum ada kitab Shahih Al-Bukhari, sedangkan

ulama yang hidup abad IV Hijriah dan seterusnya mengatakan bahwa

Shahih Al-Bukharilah kitab hadis paling sahih setelah Al-Qur'an menurut

kesepakatan mereka (Suyuthi & Fahruddin, 2017).

19
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Imam malik merupakan seorang sosok imam yang sangat akan haus

ilmu, itu semua terbukti bahwa beliau memiliki banyak guru, selain itu

beliau tidak main-main. Dalam menuntut ilmu beliau hanya akan mencari

ilmu kepada orang-orang yang benar-benar memahami ilmu tersebut dalam

obyeknya.

Imam malik sudah berhasil memberikan fakta pada usianya yang

masih muda yaitu pada usia 17 tahun, pada waktu itu dikarenakan beliau

merupakan seorang sosok yang banyak memiliki ilmu terlebih dalam hadist.

Selain itu juga, beliau merupakan orang yang kuat ingatannya, hal ini telah

diakui oleh imam-imam yang lainnya.

Kitab al-Muwatta’ adalah salah satu karya paling monumental yang

dikarang oleh Abu Abdullah Malik ibn Anas ibn Malik ibn Abi Amir ibn

Amr ibn al-Haris ibn Gaiman ibn Husail ibn Amr ibn al-Haris al Asbahi al-

Madani atau yang dikenal sebagai Imam Malik. Selanjutnya kitab ini

merupakan kitab hadist yang bersistematika fiqh yang terdiri dari 2 juz, 61

kitab (bab) dab 1824 hadist dan juga bermetode tawabib (Bab per Bab).

B. Saran

Sebagai pemuda Islam harusnya kita bisa meniru semangat beliau

dalam menuntut ilmu, yang selalu haus akan ilmu dan tak pernah merasa

lelah dalam mencari ilmu.

20
DAFTAR PUSTAKA

Asy-Surbasi, A. (2008). Sejarah dan Biografi Empat Imam Mahzab. Jakarta:

Sinar Grafika Offset.

Asy-Syarqawi, A. (1994). Kehidupan, Pemikiran dan Perjuangan Lima Imam

Mazhab Terkemuka. Bandung: Mizan.

Farid, S. A. (2006). Biografi Ulama Salaf. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.

Khalil, R. H. (2009). Tarikh Tasyi', Sejarah Legislasi Hukum Islam. Jakarta:

Amzah.

Lutviah, A. A. (2022, Agustus 8). Imam Malik dan al-Muwaththa' Karyanya.

Retrieved Oktober 24, 2023, from Majalah Nabawi:

https://majalahnabawi.com/imam-malik-dan-al-muwaththa-karyanya/

Misbah, M. (2020). Studi Kitab Hadis. Malang: Ahlimedia Press.

Muahmassani, S. (1976). Filsafat Hukum Islam. Bandung: PT Al-Ma'arif.

Susanti, E. (2021, Februari 24). Kisah Imam Malik. Retrieved Oktober 24, 2023,

from Islam Pos: https://www.islampos.com/kisah-imam-malik-2-249228/

Suyuthi, A., & Fahruddin, A. H. (2017). Malik ibn Anas ibn Malik dan Kitab

al-Muwaththa': Introduksi Biografi dan Karya Monumentalnya.

Akademika, 11(1), 196-205.

21

Anda mungkin juga menyukai