Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH BAHASA INDONESIA

FUNGSI DAN PERAN BAHASA INDONESIA DALAM

PEMBANGUNAN BANGSA

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas individu

Mata Kuliah : Bahasa Indonesia


Dosen Pengampu : Dr. Idawati, S.Ag, M. Pd

Disusun Oleh :
Sem. I/Pendidikan Biologi 21072
Nur Saffana (2120207032)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG
PROVINSI SUMATERA SELATAN
2021

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................ii
PEMBAHASAN...................................................................................................................
A. Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia.................................................................
B. Fungsi dan Peran Bahasa dalam Pembangunan Bahasa Indonesia............................
C. Peran Bahasa Indonesia dalam Kehidupan Sehari-hari.............................................

PENUTUP.............................................................................................................................
A. Kesimpulan................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................
LAMPIRAN..........................................................................................................................

ii
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia


Fungsi bahasa yang utama adalah sebagai alat untuk berkomunikasi di dalam
kehidupan manusia bermasyarakat. Untuk berkomunikasi sebenarnya dapat juga
digunakan cara atau alat lain, misalnya, tanda-tanda, gambar, atau isyarat. Namun,
bahasalah sebagai alat komunikasi yang paling sempurna. Bahasa Indonesia yang
berkedudukan sebagai bahasa nasional dan sebagai bahasa negara di Indonesia
(Sukharta dkk., 2015:3) mempunyai fungsi sebagai berikut.
1) Dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi
sebagai.
a. lambang kebanggaan nasional;
b. lambang identitas nasional;
c. alat pemersatu berbagai masyarakat yang berbeda-beda latar belakang sosial
budaya dan bahasanya; dan
d. alat perhubungan antar budaya dan antar daerah.
2) Dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai.
a. bahasa resmi kenegaraan;
b. bahasa pengantar resmi di lembaga – lembaga pendidikan;
c. bahasa resmi di dalam perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintah; dan
d. bahasa resmi di dalam pembangunan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu
pengetahuan serta teknologi modern.

B. Fungsi dan Peran Bahasa dalam Pembangunan Bangsa Indonesia


Fungsi bahasa Indonesia dalam pembangunan bangsa terdapat dalam
pernyataan sikap "bertanah air satu, tanah air Indonesia; berbangsa satu bangsa
Indonesia; dan menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia" dalam Sumpah
Pemuda 28 Oktober 1928. Hal ini merupakan perwujudan politik bangsa
Indonesia yang menempatkan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan (nasional)
bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia telah menyatukan berbagai lapisan masyarakat ke
dalam satu – kesatuan bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia mencapai puncak
perjuangan politik sejalan dengan perjuangan politik bangsa Indonesia dalam
mencapai kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. Hal ini dibuktikan dengan
dijadikannya bahasa Indonesia sebagai bahasa negara (lihat Pasal 36, UUD 1945, lihat
juga Hasil Amandemen UUD 45, Agustus 2002).
Kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa negara telah
menempatkan bahasa Indonesia sebagai bahasa ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
(ipteks). Ipteks berkembang terus sejalan dengan perkembangan yang terjadi dalam
kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia. Perkembangan ipteks yang didukung
oleh perkembangan teknologi komunikasi dan infonnasi (seperti internet, e-mail, e-
business, e-commerce, TV-edukasi, dan lain-lain) melaju dengan pesat, terutama
memasuki abad ke-21 sekarang.
Di sisi lain, perkembangan bahasa Indonesia terasa belum seimbang dengan
perkembangan ipteks dan zamannya. Pengalihan konsep-konsep ipteks dari bahasa
asing, terutama bahasa Inggris belum seluruhnya dapat dicarikan padanannya dalam
bahasa Indonesia. Sebagai akibatnya, kosakata dan istilah asing itu mengalir deras ke
dalam khazanah kosakata bahasa Indonesia. Dengan demikian, peran strategis bahasa
Indonesia sebagai bahasa peradaban modern masih memerlukan pengembangan yang
lebih serasi dan serius sesuai dengan perkembangan ipteks.
Dalam rangka menuju ke arah peradaban modern, kita perlu memahami,
menguasai, dan mengembangkan konsep-konsep ipteks modem, yang pada
umumnya masih tertulis dalam baliasa asing, khususnya bahasa Inggris. Tujuannya,
agar konsep-konsep ipteks modem tidak hanya diserap oleh mereka yang
memahami baliasa asing yang jumlahnya tentu tidak sebanding dengan jumlah
anggota masyarakat Indonesia yang memerlukannya. Apalagi dalam rangka
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, penyebarluasan konsep- konsep ipteks
modern itu harus dilakukan dengan menggunakan bahasa Indonesia. Dalam rangka
lebih memasyarakatkan peristilahan modem itu, istilah-
istilah yang telah berhasil disusun, kemudian diolah lebih lanjut menjadi berbagai
kamus istilah. Tentu saja, selain mengandung padanan istilah dalam bahasa Indonesia,
kamus istilah itu juga mencantumkan rumusan atau penjelasan setiap istilah yang
dicantumkan. Sampai sekarang, telah berhasil disusun tidak kurang dari 40 buah
kamus istilah. Penerbitan daftar dan kamus istilah itu sangat penting dan bemanfaat
dalam rangka memasyarakatkan dan menyebarluaskan perangkat istilah yang sudah
dibakukan. Jika upaya penerbitan dan publikasi itu tidak dilakukan, hasil penyusunan
dan pembakuan istilah itu akan tetap tertinggal sebagai harta karun. Dalam hal ini
para ilmuwan dari berbagai disiplin diharapkan menggunakan istilah yang telah
dibakukan itu dengan taat asas. Selain itu, harus pula diupayakan adanya arus balik
yang dapat dimanfaatkan sebagai masukan dalam proses pengembangan bahasa
selanjutnya. Di samping itu dipandang dari segi pembinaan dan pengembangan
bahasa, masuknya istilah-istilah yang sudah dibakukan itu ke dalam buku ajar,
makalah, laporan penelitian, jurnal-jurnal ilmiah, karangan-karangan ilmiah lainnya,
dan media komunikasi dan informasi (baca: komputer) merupakan langkah berikutnya
yang tidak dapat ditawar-tawar lagi.
Bahasa Indonesia memiliki dua sifat utama yang menguntungkan, yaitu (1)
bentuk yang sederhana sehingga mudah dipelajari dan (2) kelenturan (fleksibel) untuk
dikembangkan. Hal ini didukung oleh latar belakang sejarah kebahasaan yang kuat.
Kaum cerdik-cendekia yang hidup pada zaman kemerdekaan pun, pada umumnya
yakin bahwa bahasa Indonesia mempunyai kemampuan berkembang luas dengan
cepat di tanali air ini, dari Sabang sampai Merauke. Danzer Carr misalnya,
berkeyakinan bahwa bahasa Indonesia dapat menggantikan kedudukan bahasa Inggris
di Asia.
Bahasa Indonesia tidak diragukan lagi kemampuannya untuk menjadi bahasa
ipteks modern. Pengembangan ipteks bahasa ragam ipteks itu harus hemat dan cermat
karena menghendaki respons yang pasti dari pendengar dan pembacanya. Kaidah-
kaidah sintaktis dan bentukan-bentukan bahasa dan ranah penggantinya hams mudah
dipahami. Kehematan penggunaan kata, kecermatan, dan kejelasan sintaktis yang
berpadu dengan penghapusan unsur-unsur yang bersifat pribadi dapat menghasilkan
ragam ipteks yang umum.
Kalimat ipteks yang panjang-panjang hanya dapat direspons secara langsung
oleh pembaca yang terlatih. Pembaca dan penyimak ragam bahasa ipteks itu
diharapkan tidak memperoleh informasi yang keliru. Kelugasan, keobjektifan, dan
keajegan/konsistensi bahasa ipteks itulah yang membedakannya dengan bahasa ragam
sastra yang subjektif, halus, dan lentur sehingga interpretasi pembaca yang satu kerap
kali sangat berbeda dengan interpretasi dan apresiasi pembaca lainnya. Ihwal
pengembangan bahasa Indonesia ragam ipteks, hal itu dapat dihubungkan dengan
klasifikasi bidang ihnu yang lazim berlaku di Indonesia, yaitu ilmu pengetahuan alam,
ilmu pengetahuan sosial, dan ilmu pengetaliuan budaya. Namun, yang menjadi
masalah sekarang adalah unsur ip (ilmu pengetahuan). Apalagi sekarang ini telah
berkembang teknologi komunikasi dan informasi, seperti internet, e-mail, e-business,
e-commerce, cybertechnology, teleducation, cybercity, dan lain-lain. Berdasarkan
pemakaian kata ilmu pengetahuan sebagai padanan kata science (s) dengan muatan
makna natural science, maka unsur ip pada kata ipteks itu merujuk pada ilmu
pengetahuan alam. Dengan demikian, bahasa Indonesia ragam ipteks itu adalah
bahasa Indonesia yang digunakan dalam bidang ilmu pengetahuan alam dan
teknologi (science and technology).
Upaya pengembangan konsep ipteks modern dalam bahasa Indonesia hanya
mungkin dapat dilakukan dengan baik apabila istilah-istilah yang biasa digimakan
dalam bidang ipteks itu sudah ada padanannya dalam bahasa Indonesia. Hal itu
berarti, agar dapat mengembangkan bahasa Indonesia menjadi ragam ipteks, langkah
pertama yang harus dilakukan adalah menyusun peristilahannya. Untuk keperluan
itulah Pusat Bahasa yang ada sekarang, dengan bantuan sejumlah pakar perguruan
tinggi, lembaga-lembaga penelitian di Indonesia telah berhasil menyusun peristilahan
untuk berbagai bidang ilmu, dengan memberikan prioritas pada empat bidang ilmu
dasar, yakni fisika, kimia, biologi, dan matematika. Keempat bidang ilmu dasar itu
masing-masing diberi judul Glosarium Fisika, Glosarium Kimia, Glosarium Biologi,
dan Glosarium Matematika. Di tengah perubahan sosial-politik dan teknologi
informasi serta komunikasi yang ada sekarang, apalagi menuju bahasa Indonesia
menjadi peradaban modern, para pakar dari berbagai disiplin ilmu harus bahu-
membahu
menjadikan bahasa Indonesia sejajar dengan bahasa asing lainnya, temtama bahasa
Inggris.
Kita ambil contoh kata valid yang dipungut dari bahasa Inggris. Orang Inggris
menyerap kata itu dari kata validus dari bahasa Latin. Dengan menggunakan proses
morfologis bahasa Inggris, terbentuklah kata-kata validity, validate, validly, dan
validness. Kata-kata itu dalam kamus bahasa Inggris ada dalam satu lema (entry). Jika
kita bandingkan kata-kata pungut dalam kamus bahasa Inggris dengan kata pungut
dalam kamus bahasa Indonesia, maka akan terlihat adanya perbedaan yang mencolok.
Dalam rangka mengembangkan kosakata bahasanya, orang Inggris
mempertahankan sistem dan kaidah kebahasaannya secara ajeg (konsisten). Sikap
bahasa yang demikian itu tidak tampak dalam kamus-kamus bahasa Indonesia,
termasuk Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam edisi terbarunya. Kata valid dan
validitas diserap langsung dari bahasa Inggris tanpa mengalami proses morfologis
bahasa Indonesia sehingga kedua kata tersebut merupakan dua lema yang berbeda.
Untuk kata valid itu, para leksikograf Kamus Besar Bahasa Indonesia tidak
menurunkan kevalidan sebagai padanan kata validness. Bahkan akhir-akhir ini kita
sering mendengar dan membaca pemakaian kata validasi sebagai padanan kata
validation. Penyerapan kata validate sangat sulit, bahkan juga tidak mungkin
dilakukan tanpa proses morfologis bahasa Indonesia. Dengan menggunakan kaidah
morfologi bahasa Indonesia, dapat diturunkan kata memvalidkan.
Dengan menggunakan kaidah morfologi bahasa Indonesia, penyerapan
kata/istilah sesungguhnya dapat berlangsung lebih mudah dan ajeg. Dari kata valid
dapat diturunkan kata-kata kevalidan, memvalidkan, pemvalidan, dan secara valid,
yang merupakan sinonim kata keabsahan, mengabsahkan, pengabsahan, dan secara
absah.
Dari uraian di atas dapat disenaraikan karakteristik baliasa Indonesia ragam
ipteks sebagai berikut. Pertama, kelugasan dan kecermatan yang menghindari segala
macam kesamaran dan ketaksaan (ambiguity). Kedua, keobjektifan yang sedapat
mungkin tidak menunjukkan selera perseorangan (impersonal). Ketiga, pembedaan
dengan teliti, nama, ciri, atau kategori yang mengacu ke objek penelitian atau
telaahnya agar tercapai kecermatan dan
ketertiban bernalar. Keempat, penjauhan emosi agar tidak mencampurkan perasaan
sentimen dalam tafsirannya. Kelima, kecenderungan membakukan makna kata dan
ungkapannya dan gaya pemeriannya berdasarkan perjanjian. Keenam, langgamnya
tidak bombastis atau dogmatis. Ketujuh, penggunaan kata dan kalimat secara
ekonomis agar tidak lebih banyak daripada yang diperlukan.
Kini, 28 Oktober 2004 kita berada pada jarak 76 taliun dari para pendahulu
kita yang sangat peduli terhadap martabat bahasa Indonesia itu. Marilah kita
bersama-sama merefleksi kembali apakah keyakinan, kebulatan semangat kebangsaan
(nasionalisme) untuk mempersatukan berbagai kelompok masyarakat sehingga bahasa
Indonesia sebagai sarana penghubung antarsuku, antardaerah, anatarbudaya, dan
sarana pengembangan ipteks modern itu digunakan dengan sebaik-baiknya. “Malu
rasanya aku jadi bangsa Indonesia” (meminjam istilah Taufiq Ismail), kita yang hidup
di alam kemerdekaan dengan kecanggihan teknologi komunikasi dan informasi
sekarang tidak dapat memanfaatkan peluang untuk mempersatukan seluruh komponen
masyarakat dan bangsa ini.
Namun, ada satu harapan baru ketika para pemuda kita empat tahun lalu,
bersamaan dengan peringatan Sumpah Pemuda 2000 telah mengikrarkan adanya
Sumpah Internet Pemuda, yang dapat diakses langsung dari seluruh pelosok tanah air.
Ini merupakan sebuah upaya nyata agar masyarakat dan bangsa kita di tengali krisis
multidimensional sekarang tidak terpecah-pecah dan berakibat pada disintegrasi
bangsa. Oleh karena itu, perlu dukungan dan tindak lanjut dari berbagai kelompok
masyarakat, seperti elite politik, pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, pers,
para pemuda, dan mahasiswa agar Sumpah Internet Pemuda tersebut dapat
diimplementasikan menuju peradaban modem.
Mendahulukan bahasa Indonesia memiliki peran penting di dalam kehidupan
bennasyarakat, berbangsa, dan bemegara. Peranannya tampak di dalam kehidupan
bermasyarakat di berbagai wilayah tanah tumpah darah Indonesia. Komunikasi
perhubungan pada berbagai kegiatan masyarakat telah memanfaatkan bahasa
Indonesia di samping bahasa daerah sabagai wahana dan piranti untuk membangun
kesepahaman, kesepakatan, dan persepsi yang memungkinkan terjadinya kelancaran
pembangunan masyarakat di berbagai bidang. Bahasa
Indonesia sebagai milik bangsa, dalam perkembangan dari waktu ke waktu telah teruji
keberadaannya, baik sebagai bahasa persatuan maupun sebagai resmi negara.
Adanya gejolak dan kerawanan yang mengancam kerukunan dan kesatuan
bangsa Indonesia bukanlah bersumber dari bahasa persatuannya, bahasa Indonesia
yang dimilikinya, melainkan bersumber dari krisis multidimensional, terutama krisis
ekonomi, hukum, dan politik, serta pengaruh globalisasi. Justru, bahasa Indonesia
hingga kini menjadi perisai pemersatu yang belum pernah dijadikan sumber
permasalahan oleh masyarakat pemakainya yang berasal dari berbagai ragam suku
dan daerah. Hal ini dapat terjadi karena bahasa Indonesia dapat menempatkan dirinya
sebagai sarana komunikasi efektif, berdampingan dan bersama-sama dengan bahasa
daerah yang ada di Nusantara dalam mengembangkan dan melancarkan berbagai
aspek kehidupan dan kebudayaan, temasuk pengembangan bahasa-bahasa daerah.
Dengan demikian bahasa Indonesia dan juga bahasa daerah memiliki peran
penting di dalam memajukan pembangunan masyarakat di dalam berbagai aspek
kehidupan. Peran bahasa Indoensia dan bahasa daerah semakin penting di dalam era
otonomi daerah. Penyelenggaraan otonomi daerah yang dilaksanakan dengan prinsip-
prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, akan mendorong dan menumbuhkan
prakarsa dan kreativitas daerah. Hal ini tercermin dari kewenangan-kewenangan yang
telah diserahkan ke daerah dalam wujud otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung
jawab. Dengan prinsip tersebut diharapkan dapat mengakselarasi pencapaian tujuan
yang telah direncanakan dalam pembangunan masyarakat. Berdasarkan Pasal 11
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999. Kewenangan Daerah Kabupaten dan Daerah
Kota, yakni mencakup semua kewenangan pemerintahan, kecuali kewenangan bidang
politik luar negeri, pertalianan dan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama,
serta kewenangan bidang lain yang bersifat lintas kabupaten/kota. Kewenangan
kabupaten/kota meliputi bidang pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan
kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri dan perdagangan, penanaman modal,
lingkungan hidup, pertanahan, serta koperasi dan tenaga kerja. Pengembangan
Bahasa, termasuk sastra berhubungan dengan kewenangan
pemerintahan di Bidang Pendidikan dan Kebudayaan, baik yang dimiliki pemerintah
pusat, provinsi dan kabupaten/kota. Kewenangan pemerintah pusat berupa penyediaan
standar, pedoman, fasilitas dan bimbingan dalam rangka pengembangan bahasa serta
sastra. Selanjutnya, kewenangan untuk penyelenggaraan kajian sejarah dan nilai
tradisional serta pengembangan bahasa dan budaya daerah merupakan bagian dari
kewenangan provinsi. Oleh karena bahasa dan sastra daerah pada dasamya
berkembang dari masyarakat di desa-desa, kampung-kampung, serta kelompok
masyarakat tradisional yang secara kewilayahan berada dalam wilayah
kabupaten/kota sehingga mulai di kabupaten/kota dilakukan kegiatan operasional
pengembangan bahasa dan sastra daerah. Di tingkat nasional sudah ada Pusat Bahasa
Departemen Pendidikan Nasional sebagai lembaga yang mendapat mandat dari
pemerintah untuk melakukan perencanaan bahasa. Pada tingkat provinsi dan
kabupaten/kota dibentuk lembaga perpanjangan penyelenggaraan Pusat Bahasa
berupa balai atau kantor bahasa yang berfungsi untuk membina dan mengembangkan
bahasa dan sastra. Penyelenggaraan kegiatan pada lembaga bahasa di tingkat
provinsi/kabupaten ini terkait langsung dengan rangkaian penyelenggaraan
pendidikan dan kebudayaan.
Pembinaan dan pengembangan bahasa pada era otoda seharusnya semakin
mendapat tempat yang penting. Oleh karena era otoda memerlukan sumber daya
manusia yang berkualitas, akselarasi manajemen yang tepat, masyarakat yang peduli,
dan keterhubungan pihak lain secara komunkatif. Keseluruhan unsur tadi berkaitan
langsung dengan bahasa sebagai piranti utama dalam berinteraksi. Perubahan sistem
pemerintahan negara dari sentrahstik menjadi desentralistik yang diwujudkan melalui
sistem otonomi daerah memberikan peluang dan tantangan bagi upaya pembinaan dan
pengembangan bahasa Indonesia. Bahasa mengalami perubahan sejalan dengan
perubahan yang terjadi di dalam masyarakat penuturanya. Bahasa digunakan sebagai
sarana ekspresi dan komunikasi dalam kegiatan kehidupan manusia, seperti dalam
bidang kebudayaan, ilmu, dan teknologi. Seiring dengan perkembangan zaman,
kebudayaan dan ilmu serta teknologi berkembang sedemikian rupa. Bahasa Indonesia
pun berkembang mengikuti perkembangan tersebut. Pesatnya perkembangan
kebudayaan, ilmu,
dan teknologi di dunia Barat membawa pengaruh terhadap perkembangan bahasa
Indonesia, khususnya di bidang kosakata/peristilahan. Di samping itu, luas wilayah
pemakaian (tersebar di pulau-pulau yang secara geografis terpisahkan dengan oleh
laut) dan besarnya jumlah penutur yang berlatar belakang (bahasa daerah dan
kebudayaannya), memungkinkan terjadinya perubahan-perubahan di tiap-tiap daerah
yang lama kelamaan akan berkembang menjadi dialek tersendiri. Oleh karena itu,
perlu diadakan kontak terus-menerus antara daerah yang satu dan daerah yang lain
untuk menjaga keutuhan bahasa Indonesia.
Perkembangan baliasa Indonesia itu harus diarahkan menuju ragam bahasa
baku. Selanjutnya, ada beberapa dasar pembinaan baliasa Indonesia yang diharapkan
memberikan semangat dan motivasi tinggi dalam membina dan mengembangkan
bahaasa Indoensia. Landasan tersebut bersifat keagamaan (religius), kesejarahan
(historis, politis), kecendekian (intelektual), bersifat kemasyarakatan (sosial). Dengan
landasan tersebut, pembinaan bahasa Indonesia yang dilakukan pada era otonomi
daerah menjadi kuat, tidak tergoyahkan oleh kondisi yang bersifat memecah-belah,
dan dapat dijadikan referensi dalam menjaga kesatuan dan persatuan demi keutuhan
bangsa Indonesia.
Landasan yang bersifat keagamaan adalah bahwa bahasa Indonesia itu karunia
Tuhan yang harus kita syukuri. Membina dan mengembangkan bahasa Indonesia
berarti mensyukuri karunia Tuhan. Sebaliknya, mengabaikan pemeliharaan bahasa
Indonesia adalah sama dengan tidak mensyukuri karunia Tuhan. Landasan kedua
bersifat kesejarahan, yaitu bahasa Indonesia merupakan amanat para pejuang atau
pahlawan bangsa. Butir ke-3 Sumpah Pemuda 1928 menyatakan bahwa “Kami putra-
putri Indonesia, menjungjung bahasa Persatuan, bahasa Indonesia”. Demikian pula
Pasal 36 UUD 1945 menyatakan bahwa “Bahasa Negara ialah bahasa Indonesia”.
Generasi peneras harus mengamalkan amanat itu. Menghargai bahasa Indonesia
dengan jalan “menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar dalam suasana
resmi” berarti mengamalkan amanat para pahlawan tersebut. Dasar berikutnya adalah
landasan kecendekiaan. Bahasa Indonesia adalah bahasa yang mampu mengemban
konsep, mutu, dan keilmiahan, karena diemban oleh intelektualisme para cendekiawan
atau orang terpelajar, bukan awam. Kemampuan intelektual orang terpelajar jauh
lebih tinggi
daripada orang awam. Pengalaman intelektual mereka pun jauh lebih banyak daripada
orang awam. Atas dasar itu, bahasa Indonesia orang terpelajar harus lebih bermutu
daripada orang awam. Bahasa Indonesia beragam. Dasar ini juga merupakan landasan
dalam pembinaan bahasa Indonesia karena secara sosial, penutur bahasa Indonesia
berasal dari berbagai strata dan kelompok masyarakat. Ragam bahasa Indonesia, di
antaranya ragam baku, nonbaku, ragam ilmiah, dan ragam lainnya.
Fokus dan arah pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia pada
prinsipnya, yakni pembinaan dan pengembangan bahasa sebagai upaya dan
penyelenggaraan kegiatan yang ditujukan untuk memelihara dan mengembangkan
bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan pengajaran bahasa asing. Hal ini dilakukan
supaya bahasa tersebut dapat memenuhi fungsi dan kedudukannya. Pembinaan dan
pengembangan bahasa Indonesia difokuskan melalui usaha-usaha pembakuan agar
tercapai pemakaian yang cermat, tepat, dan efisien dalam berkomunikasi.
Sehubungan dengan hal itu, perlu diciptakan kaidah (aturan) dalam bidang
ejaan, kosakata/istilah, dan tata bahasa. Dalam usaha pembinaan bahasa Indonesia
perlu diarahkan dan didahulukan pada bahasa Indonesia ragam tulis karena coraknya
lebih tetap dan batas cakupannya lebih jelas. Di samping itu, pembakuan lafal perlu
dilakukan sebagai pegangan guru, penyiar televisi/radio, dan masyarakat luas. Untuk
kepentingan praktis, telah diambil sikap bahwa: (1) pembinaan, terutama difokuskan
kepada penutumya, yaitu masyarakat pemakai bahasa Indonesia; (2) pengembangan
terutama difokuskan kepada bahasa dalam segala aspeknya. Pembinaan dan
pengembangan bahasa mencakup dua arah, yaitu
(1) pengembangan bahasa mencakup dua masalah pokok (masalah bahasa dan
masalah kemampuan/sikap) dan (2) pembinaan yang mencakup dua arah (masyarakat
luas dan generasi muda).
Pengembangan aspek bahasa meliputi ragam bahasa lisan dan bahasa tulis.
Ragam bahasa lisan mencakup lafal, tata bahasa, kosakata/istilah, dan ejaan. Dalam
ragam bahasa tulis yang digarap terlebih dahulu adalah ejaan, dengan peresmian
penggunaan Ejaan yang Disempumakan oleh Presiden Republik Indonesia tahun
1972. Kemudian, disusul dengan usaha pembakuan di bidang kosakata/istilah yang
pemakaiannya diresmikan oleh Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan pada tahun 1975. Di samping itu, dilakukan pula pengolahan kembali
Kamus Umum Bahas Indonesia karangan W.J.S. Poewadarminta oleh Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa yang terbit mulai cetakan V tahun 1976.
Kemudian, pada tahun 1988 terbit Kamus Besar Bahasa Indonesia, dan
disempurnakan dalam edisi kedua yang terbit pertama tahun 1991. Usaha pembakuan
dalam bidang tata bahasa secara resmi telah dirintis dengan diadakannya Seminar
Penyusunan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia 1988. Dalam hal pengembangan
kemampuan dan sikap, telah ditempatkan dasar yang kuat, yaitu dicantumkannya di
dalam GBHN bahwa “pembinaan dan pengembangan bahasa dilakukan dengan
mewajibkan peningkatan mutu pengguna bahasa Indonesia sehingga penggunaan
bahasa Indonesia secara baik dan benar dapat menjangkau seluruh lapisan
masyarakat.”
Di samping itu, telah dan terus dilakukan pengembangan kemampuan dan
sikap positif pemakai bahasa Indonesia dengan media televisi dan radio. Ada pula
upaya penyuluhan kebahasaan secara langsung bagi para pelaku ekonomi dan
pembangunan, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah, di berbagai provinsi.
Dengan demikian, diharapkan akan diperoleh keseragaman kaidah dan penerapannya
dalam berbagai laras bahasa (jenis penggunaan bahasa) sehingga tujuan
pengembangan bahasa-salah satu tujuannya adalah agar pembakuan bahasa dapat
dicapai. Pada era otoda ini, pembinaan bahasa tetap mengacu pada sikap kebijakan
pembinaan bahasa, yaitu ditujukan kepada masyarakat penutur bahasa. Pembinaan ini
mencakup dua arah, yaitu. vertikal dan horizontal. Arah vertikal dengan sasaran
pembinaan kepada generasi muda, termasuk pelajar dan mahasiswa, yang merupakan
generasi penerus.
Selanjutnya, arah horizontal dengan sasaran pembinaan kepada generasi
sekarang, yaitu masyarakat luas minus generasi muda. Pada masyarakat generasi
sekarang diutamakan pembinaan ragam bahasa tulis. Oleh karena merekalah yang
akan mewariskan penggunaan bahasa yang baik dan benar kepada generasi penerus.
Berdasarkan paparan tersebut di atas, dapat dipahami bahwa pembinaan dan
pengembangan bahasa pada era otoda sekarang ini meliputi usaha pengembangan
bahasa (yang salah satu sasarannya berupa pembakuan bahasa)
dan usaha meningkatkan kemampuan dan sikap penutur bahasa Indonesia agar dapat
menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar.
Beberapa Masalah Pembinaan Bahasa Indonesia pada Era Otoda Pembinaan
bahasa Indonesia sudah lama dilakukan, bahkan sejak zaman Pujangga Baru (1933).
Namun, sampai sekarang masih banyak kendala yang dihadapi dan dialaminya,
khususnya pada era otoda. Masalah utama adalah persoalan sikap terhadap pembinaan
bahasa Indonesia. Ada sebagian masyarakat pengguna bahasa Indonesia yang
meremehkan bahasa Indonesia. Sikap mereka terhadap pembinaan bahasa Indonesia
acuh tak-acuh. Mereka menilai: (1) pelaksanaan pembinaan bahasa Indonesia kurang
menarik, (2) hasilnya kurang nyata, dan (3) bahasa Indonesia dianggap mudah.
Karena dianggap mudah, orang Indonesia tidak perlu mempelajari bahasa Indonsia.
Persoalan sikap tersebut semakin menjadi masalah, karena sikap negatif itu bukan
berasal dari kelompok awam, melainkan kelompok cendekia atau terpelajar. Mereka
itu adalah sebagian pelaku utama dan pemegang peranan penting dalam roda otonomi
daerah. Jika orang awam bersikap negatif terhadap bahasa Indonesia, itu dapat
dipahami. Namun jika orang terpelajar bersikap seperti orang awam itu, tampaknya
tidak berterima. Masalahnya, orang awam berbeda dengan orang terpelajar. Orang
awam tidak banyak berkaitan dengan dunia pemikiran. Kegiatannya terbatas pada
pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari, sedangkan seorang terpelajar berkaitan erat
dengan dunia pemikiran. Pemikiran-pemikirannya melahirkan konsep-konsep,
perencanaan, dan kebijakan- kebijakan. Oleh karena orang terpelajar pencetus konsep,
perencana kegiatan, dan pembuat kebijakan. Orang terpelajar selalu bergulat dengan
masalah mutu sumberdaya manusia. Dalam pergulatan itulah bahasa Indonesia tampil
sebagai piranti yang penting karena bahasa Indonesia merupakan bahasa resmi,
bahasa negara. Berdasarkan hal tersebut di atas, dapat dipahami bahwa orang
terpelajar (kita semua) pada hakikatnya berkepentingan dengan pembinaan bahasa
Indonesia. Bahkan orang terpelajar juga dengan sendirinya menjadi pembina bahasa
Indonesia. Oleh karena, sekali lagi, orang terpelajar terlibat dalam dunia pemikiran.
Di sisi lain, orang terpelajar sering terlibat dalam suasana resmi, suasana kenegaraan,
dan yang terakhir, orang terpelajar berpengaruh kuat terhadap orang lain (anak
buah, bawahan). Alasan tersebut di atas yang
menjadikan kelompok terpelajar, termasuk kita semua, harus berperan sebagai
pembina bahasa Indonesia.
Konsekuensi logisnya adalah mau tidak mau, kita haruslah menjadi contoh,
teladan, anutan, atau model bagi orang lain. Setidaknya, bahasa Indonesia kita harus
bemutu. Bahasa Indonesia yang bermutu ialah bahasa Indoensia yang bersih dari
kesalahan, baik kesalahan kaidah, kesalahan logika, maupun kesalahan budaya.
Kesalahan kaidah sudah sering dibahas. Jadi pembicaraannya tidak perlu imtuk
sementara. Kesalahan logika tampak pada penggunaan pola, seperti “Dalam seminar
itu membicarakan masalah pengentasan kemiskinan”. “Beberapa seniman diberikan
pengliargaan”, dan yang lainnya. Kesalahan budaya terlihat pada penggunaan kata-
kata asing seperti oke, sorry, point, complain, no comment, coffee morning, dan yang
lain. Begitu pula penggunaan pola-pola seperti “tujuan daripada pembangunan”,
“banyak teori-teori”, “tidak masalah”, dan yang lain. Pola-pola seperti itu merupakan
kesalahan budaya yang melahirkan kesalahan kaidah (Bacalah Halim, Amran. 1976.
Politik bahasa Nasional II. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Halim, Amran. 1979. Pembinaan Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa. Kridalaksana, Harimurti. 1976). Fungsi Bahasa dan Sikap
Bahasa. Ende: Nusa Indah. Mawardi, Oentarto S. Peran Bahasa dan Sastra Daerah
dalam Memperkukuh Ketahanan Budaya Bangsa. Makalah dalam Kongres Bahasa
Indonesia VIII, Jakarta, 14-17 Oktober 2003. Sugono, Dendy. 1999. Berbahasa
Indoensia dengan Benar. Jakarta: Puspa Swara. Sumowijoyo, G. Susilo. 2001. Pos
Jaga Bahasa Indonesia. Surabaya: Unipress Unesa ABSTRAK. Bahasa Indonesia
memiliki peran penting di dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara. Peran tampaknya di dalam kehidupan bermasyarakat di berbagai wilayah
tanah tumpah darah Indonesia. Komunikasi perhubungan pada berbagai kegiatan
masyarakat telah memanfaatkan bahasa Indonesia, di samping bahasa daerah sabagai
wahana dan piranti untuk membangun kesepahaman, kesepakatan, dan persepsi yang
memungkinkan terjadinya kelancaran pembangunan masyarakat di berbagai bidang
Bahasa Indonesia sebagai milik bangsa, dalam perkembangan dari waktu ke waktu
telah teruji keberadaannya, baik sebagai bahasa persatuan maupun sebagai resmi
negara.
C. Peran Bahasa Indonesia dalam Kehidupan Sehari-hari
Di dalam kedudukannya sebagai sumber pemerkaya bahasa daerah, bahasa
Indonesia berperan sangat penting. Beberapa kosakata bahasa Indonesia ternyata
dapat memperkaya bahasa daerah, dalam hal bahasa daerah tidak memiliki kata untuk
sebuah konsep. Bahasa Indonesia sebagai alat menyebarluaskan sastra Indonesia
dapat dipakai. Sastra Indonesia merupakan wahana pemakaian bahasa Indonesia dari
segi estetis bahasa sehingga bahasa Indonesia menjadi bahasa yang penting dalam
dunia internasional.
Bahasa memiliki fungsi-fungsi tertentu yang digunakan berdasarkan
kebutuhan seseorang, yakni sebagai alat untuk mengekspresikan diri, sebagai alat
untuk berkomunikasi, sebagai alat untuk mengadakan integrasi dan beradaptasi sosial
dalam lingkungan atau situasi tertentu, dan sebagai alat untuk melakukan control
sosial. Fungsi-fungsi tersebut dijelaskan berikut ini.
1) Bahasa sebagai Alat Ekspresi Diri
Pada awalnya, seorang anak menggunakan bahasa untuk mengekspresikan
kehendaknya atau perasaannya pada sasaran yang tetap (kedua orang tua).
Dalam perkembangannya, seorang anak tidak lagi menggunakan bahasa hanya
untuk mengekspresikan kehendaknya, tetapi juga untuk berkomunikasi dengan
lingkungan di sekitarnya.
2) Bahasa sebagai Alat Komunikasi
Komunikasi merupakan akibat yang lebih jauh dari ekspresi diri.
Komunikasi tidak akan sempurna apabila ekspresi diri kita tidak diterima atau
dipahami oleh orang lain.
3) Bahasa sebagai Alat Integrasi dan Adaptasi Sosial
Bahasa, di samping sebagai salah satu unsur kebudayaan, memungkinkan
pula manusia memanfaatkan pengalaman-pengalaman mereka, mempelajari,
dan mengambil bagian dalam pengalaman- pengalaman itu serta belajar
berkenalan dengan orang-orang lain. Anggota-anggota masyarakat hanya
dapat dipersatukan secara efisien melalui bahasa. Bahasa sebagai alat
komunikasi, lebih jauh memungkinkan tiap-tiap orang untuk merasa dirinya
terikat dengan
kelompok sosial yang dimasukinya, serta dapat melakukan semua kegiatan
kemasyarakatan dengan menghindari sejauh mungkin bentrokan- bentrokan
untuk memperoleh efisiensi yang setinggi-tingginya.
4) Bahasa sebagai Alat Kontrol Sosial
Sebagai alat kontrol sosial, bahasa sangat efektif. Kontrol sosial ini dapat
diterapkan pada diri kita sendiri atau kepada masyarakat.
Setelah memahami fungsi bahasa tersebut, dapat kita ketahui bahwa sangat
penting menggunakan bahasa Indonesia dalam tatanan kehidupan masyarakat negara
Indonesia. Oleh karena bangsa Indonesia memiliki kekayaan bahasa dalam setiap
daerah dengan ciri khas tersendiri. Oleh karena itu, bahasa Indonesia sangat penting
digunakan untuk mempersatukan bangsa yang kaya ini.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia di wilayah NKRI adalah sebagai
bahasa nasional dan baahsa negara. Dalam pembangunan bangsa yakni sebagai perisai
pemersatu yang belum pemah dijadikan sumber permasalahan oleh masyarakat
pemakainya yang berasal dari berbagai ragam suku daerah.
Hal ini terjadi karena bahasa Indonesia mampu menempatkan dirinya sebagai
sarana komunikasi yang efektif, berdampingan dan bersama-sama dengan bahasa
daerah yang ada di Nusantara dalam mengembangkan dan melancarkan berbagai
aspek kehidupan, kebudayaan, termasuk pengembangan bahasa-bahasa daerah.
Bahasa Indonesia berperan penting dalam pembagunan bangsa karena bahasa
Indonesia merupakan bahasa resmi kenegaraan yang berperan penting dalam
memajukan pembagunan masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan yang akhimya
mendorong kemajuan dalam berbagai aspek kehidupan dalam pembangunan bangsa.
DAFTAR PUSTAKA

Mudhofar, M. 2010 Kapita Selekta Bahasa dan Sastra Indonesia. Surabaya: Pustaka
Gama.
Halim, Amran. 1979. Pembinaan Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa.
Kridalaksana, Harimurti. 1976. Fungsi Bahasa dan Sikap Bahasa. Ende: Nusa
Indah.
Sugono, Dendy. 1999. Berbahasa Indonesia dengan Benar. Jakarta: Puspa Swara.
Sukartha, I Nengah dkk. 2015. Bahasa Indonesia Akademik untuk Perguruan
Tinggi. Denpasar: Udayana University Press.
Sumowijoyo, G. Susilo. 2001. Pos Jaga Bahasa Indonesia. Surabaya: Unipress Unesa.

Anda mungkin juga menyukai