D. Ragam Bahasa
Pada kenyataannya, bahasa adalah sesuatu yang kaya dengan ragam – ragam (variety).
Mengenai ragam bahasa, Ferguson dan Gumperz memberikan batasan bahwa ragam bahasa
adalah keseluruhan pola – pola ujaran yang cukup dan sama untuk dianalisis dengan teknik –
teknik deskripsi sinkronik yang ada dan memiliki perbendaharaan unsur – unsur yang cukup
besar dan penyatuan – penyatuannya atau proses dengan cakupan semantik yang cukup luas
untuk berfungsi dalam segala konteks komunikasi yang normal.
Dalam bahasa Indonesia juga ditemukan sejumlah ragam bahasa. Ragam bahasa
merupakan salah satu dari sejumlah variasi yang terdapat dalam pemakaian bahasa. Variasi itu
muncul karena pemakaian bahasa memerlukan alat komunikasi yang sesuai dengan situasi
dan kondisinya.
Berdasarkan media atau sarannya, ditemukan ragam lisan dan ragam tulis. Berdasarkan
penuturnya, ditemukan ragam daerah atau dialek (dialek regional dan dialek sosial), ragam
bahasa terpelajar, ragam bahasa resmi, dan ragam bahasa tak resmi. Berdasarkan pokok
persoalan ditemukan ragam bahasa sastra, dan sebagainya. Kemudian di dalam ragam bahasa
lisan ditemukan ragam baku dan ragam tidak baku. Di dalam ragam baku lisan ditemukan
ragam baku nasional dan ragam baku daerah. Di dalam kedua ragam yang terakhir itu
ditemukan ragam sosial dan ragam fungsional. Di dalam ragam bahasa tulis ditemukan ragam
baku, dan ragam tidak baku. Di dalam hal ini, yang dimaksud dengan ragum baku ialah ragam
baku nasional. Di dalam ragam baku nasional ditemukan ragam sosial dan ragam fungsional.
Jika ditelusuri lebih jauh, kelompok ragam berdasarkan cara pandang penutur dapat dirinci
lagi berdasarkan ciri yaitu kedaerahan, pendidikan, dan sikap penutur sehingga di samping
ragam yang tertera sebelumnya, terdapat pula ragam menurut daerah, pendidikan, dan sikap
penutur.
E. Ragam Bahasa Indonesia Baku
1. Hakikat Ragam Bahasa Indonesia Baku
Pengembangan bahasa Indonesia harus mengikuti arus perkembangan masyarakat
itu sendiri. Oleh karena itu, terjadinya perubahan bahasa merupakan konsekuensi logis
dari perubahan masyarakat itu sendiri. Dalam hal ini bahasa akan mengalami perubahan
sesuai dengan perubahan masyarakat. Perubahan itu berupa variasi – variasi bahasa yang
dipakai sesuai keperluan. Agar banyaknya variasi itu tidak mengurangi fungsi bahasa
sebagai alat komunikasi yang efisien, dalam bahasa timbul mekanisme untuk memilih
variasi ragam standar. Ide standardisasi merupakan salah satu segi dari jangkauan
perencanaan bahasa. Tujuan akhirnya ialah untuk memperoleh alat komunikasi yang
sebaik – baiknya dan seefektif mungkin dalam segala kegiatan hidup pemakainya. Untuk
mendapatkannya dianggap perlu adanya kebakuan bahasa atau kestandaran bahasa.
Kebakuan itu meliputi kaidah dan kode – kodenya.
Ada pendapat yang mengemukakan bahwa yang lebih menekankan pada aspek
kaidah bahasa ialah yang dimaksud dengan Bahasa Indonesia Baku ialah ragam bahasa
yang mengikuti kaidah bahasa Indonesia, baik yang menyangkut ejaan, lafal, bentuk kata,
struktur kalimat maupun penggunaan bahasa.
2. Ciri Ragam Bahasa Indonesia Baku
Untuk mencapai sifat kemantapan dinamis dalam bahasa baku, perlu diusahakan
pekerjaan kodifikasi bahasa. Kodifikasi tersebut menurut seorang ahli yang bernama
Moeliono, ada dua aspek utama yaitu bahasa menurut situasi pemakai dan pemakainya,
dan bahasa menurut strukturnya sebagai suatu sistim komunikasi.
Kodifikasi yang pertama sebagaimana dikemukakan Moeliono akan menghasilkan
sejumlah ragam bahasa dan gaya bahasa. Perbedaan ragam dan gaya bahasa ini tampak
dalam pemakaian bahasa lisan (ujaran) dan bahasa tulisan. Sedangkan, kodifikasi yang
kedua akan menghasilkan tata bahasa dan kosakata yang baku.
Ciri lain yang harus dimiliki oleh bahasa baku yang modern ialah ciri kecendekiaan.
Bahasa harus mampu mengungkapkan proses pemikiran yang rumit diberbagai bidang
ilmu, teknologi, dan interaksi manusia tanpa menghilangkan kodrat dan kepribadiannya.
Berkaitan dengan bahasa Indonesia baku atau standar ini, ada sebelas ciri bahasa
Indonesia baku dari seorang ahli yang bernama Widaghdo, yakni:
1. Memakai ucapan baku (pada bahasa lisan)
2. Memakai ejaan resmi (Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan)
3. Terbatasnya unsur daerah, baik leksikal maupun gramatikal
4. Pemakaian fungsi gramatikal (subjek, predikat, dan sebagainya) secara eksplisit dan
konsisten
5. Pemakaian konjungsi bahwa atau karena (bila ada) secara eksplisit
6. Pemakaian awalan me atau ber (bila ada) secara eksplisit dan konsisten
7. Pemakaian partikel lah, kah, tah, pun (bila ada) secara konsisten
8. Pemakaian kata depan yang tepat
9. Pemakaian pola aspek-pelaku-tindakan secara konsisten
10. Memakai konstruksi sintesis
11. Menghindari pemakaian unsur – unsur leksikal yang terpengaruh oleh bahasa – bahasa
dialek atau bahasa sehari – hari