Anda di halaman 1dari 12

TUGAS MAKALAH

“BAHASA INDONESIA”
PENGERTIAN BAHASA INDONESIA DAN EJAAN YANG PERNAH
BERLAKU DI INDONESIA
DOSEN PENGAMPUH :
RAHMAN, SPd, M.Pd

Oleh:
VIKA
KG22051

PRODEI D-III KESEHATAN GIGI


POLITEKNIK BINA HUSADA
KENDARI
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yangb telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami
dapa t menyelesaikan tugas makalah yang berjud l “Pengertian bahasa Indonesia dan Ejaan yang
Berlaku di Indonesia “ dengan tepap waktu.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuh i tugas dari Rahman ,
SPd., M.Pd pada mata kuliah Bahasa Indonesia. Selain itu, makalah ini di buat dengan tujuan
menambah wawasan tentang “Pengertian Bahasa Indonesia dan Ejaan yang Berlaku di Indonesia”
bagi para pembaca dan penulis.

Kami menyadari , makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata s empurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran dari kalian semua sangat saya nantikan demi mambangun kesempurnaan
makalah ini.
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Bahasa Indonesia merupaka kemampuan yang dimiliki oleh setiap manusia untuk
berkomunikasi denga n orang lain. Setiap orang mempunyai kepandaian berbahasa yang berbeda-
beda dalam berkomunikasi. Namun, bahasa akan tetap menjadi pedoman setiap orang untuk
berkomunikasi.
Bahasa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa persatuan pada saat Sumpah Pemuda tanggal 28
Oktober 1928. Kemudian, sehari setelah kemerdekaan Indonesia, tepatnya pada 18 Agustus 1945,
Bahasa Indonesia disahkan kedudukannya sebagai bahasa nasional. Namun, sebelum bahasa Indonesia
dijadikan sebagai bahasa nasional, dulunya bahasa ini berasal dari Bahasa Melayu. Sejak abad ke-7,
Bahasa Melayu telah menjadi bahasa perhubungan atau lingua franca di kawasan Nusantara. Selain
berasal dari Bahasa Melayu, bahasa Indonesia juga telah mengalami berbagai perubahan pedoman
ejaan.
Bahasa juga memiliki fungsi dan hakikat. Fungsi bahasa dibagi menjadi 4, yakni: fungsi
kebudayaan, fungsi kemasyarrakatan, fungsi perseorangan, dan fungsi pendidikan. Sedangkan,
hakikat dalam berbahasa memiliki ragam sifat, yakni sifat dinamis, sifat manusiawi, dan sifat
produktif. Jadi, kita dalam berbahasa tidak boleh sembarangan karena dalam bahasa sudah ada
aturannya.
Ejaan adalah penggambaran bunyi bahasa dengan kaidah tulis menulis yang telah
mengalami standardisasi. Ketika berbicara ejaan, Anda akan memahami tiga aspek di dalamnya, yaitu
aspek fonologis, morfologis, dan sintaksis. Aspek fonologis, berkaitan dengan penggambaran fonem
dengan huruf dan penyusunan abjad. Aspek morfologi, berkaitan dengan penggambaran satuan-
satuan morfemis. Aspek sintaksis, berkaitan dengan penanda ujaran tanda baca.
Sejarah Ejaan dalam Bahasa Indonesia. Ejaan dalam bahasa Indonesia telah beberapa kali
berubah. Hal ini tentu saja demi terjaminnya kedinamisan dalam berbahasa. Bahasa Indonesia harus
mampu menjawab tantangan pengguna bahasa yang terus-menerus mengalami perkembangan.
Berikut ini merupakan ejaan yang sudah digunakan dalam bahasa Indonesia:
1) Ejaan van Ophuijsen (1901-1974)
2) Ejaan Suwandi (1947-1972)
3) Ejaan Melindo (Melayu-Indonesia) 1966
4) Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) 1972-2015
Ejaan yang benar sangat perlu kita terapkan untuk menulis, karena dengan menggunakan ejaan
yang benar penulisan pun akan lebih baik. Apabila ejaan yang digunakan berantakan penulisan pun
dianggap kurang baik. Secara sederhana, ejaan adalah penggambar dari bunyi Bahasa dengan kaidah
kepenulisan yang memiliki standar tersendiri. Biasanya ejaan memiliki tiga aspek, yaitu aspek fonologis
yang berkaitan dengan penggambaran fonem pada huruf dan penyusunan abjad. Kemudian aspek
morfologi tentang penggambaran akan satuan-satuan morfemis dan aspek sintaksis yang berkaitan
dengan tanda baca. Sehingga ada banyak simbol, lambang dan huruf yang digunakan untuk menyatakan
suatu bunyi itu.
Ejaan dalam berbahasa yang pernah dipakai di Indonesia bukanlah hanya satu macam
melainkan banyak macamnya. Maka dari itu setiap orang selalu berkreasi untuk berbahasa
dengan gaya bahasanya sendiri-sendiri. Tetapi dalam ejaan yang di gunakan harus baik tidak
boleh berbahasa dengan ejaan yang buruk.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan Bahasa Indonesia?
2. Menggapa bahasa di tunjuk sebagai jiwa bangsa?
3. Apa saja ejaan yang pernah berlaku di Indonesia?

1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui dan memahami defenisi dari Bahasa Indonesia.
2. Untuk mengetahui dan memahami fungsi dan hakikat yang terkandung dalam Bahasa
Indonesia.
3. Untuk mengetahui dan memahami ejaan yang pernah di gunakan di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN

1. Definisi Bahasa Indonesia


Bahasa merupakan bentuk suatu ungkapan yang mengandung maksud dan tujuan untuk
menyampaikan sesuatu kepada orang lain. Sesuatu yang dimaksud yakni bahasa yang diungkapkan
pembicara dapat dipahami dan dimengerti oleh pendengar atau lawan bicaranya 1. Berbicara dengan
bahasa yang sopan dan baik akan mudah dipahami oleh lawn bicaranya. Sedangkan, jika kita berbicara
dengan bahasa kasar maka akan sulit dimengerti dan kita dianggap tidak sopan

Menurut pendapat seorang ahli mengatakan bahwa “Language is patterned system of arbitrary
sound signal, characterized by structure dependence, creativity, displacement, duality, and cultural
transmission”. Bahasa adalah system yang terbentuk dari isyarat suara yang disepakati yang ditandai
dengan struktur yang saling tergantung, kreatifitas, penempatan, dualitas dan penyebaran budaya 2.

Menurut suwarna bahasa adalah alat utama yang digunakan untuk berkomunikasi dalam
kehidupan manusia, baik secara individu maupun kelompok 3. Bahasa sebagai komponen penting
dalam berbicara, jika dalam berbahasa secara individu sudah baik maka dalam berbicara dengan
bahasa di kelompok sosial akan baik pula.

Bahasa Indonesia adalah bahasa Melayu yang dijadikan sebagai bahasa resmi bangsa Indonesia dan
bahasa persatuan bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia diresmikan setelah proklamasi kemerdekaan
Indonesia. Walaupun bahasa Indonesia diterapkan hampir 90% di bangsa Indonesia, Namun Bahasa
Indonesia bukanlah bahasa ibu untuk kebanyakan penuturnya. Hampir warga Indonesia lebih banyak
menggunakan bahasa daerahnya sendiri. Karena bangsa Indonesia kaya akan bahasa yang dimiliki.

Kemerdekaan pada hakikatnya bukan hanya terbebasnya kedaulatan tanah air dan bangsa dari
penjajahan melainkan juga mencakup bahasa. Bagaimana mungkin suatu bangsa merasa benar-benar
telah merdeka jika tidak kuasa menggunakan bahasanya sendiri. Banyak bangsa di dunia ini yang tidak
memiliki bahasanya sendiri, karena itu kita wajib bersyukur karena memiliki bahasa sendiri.
Menggunakan dan mencintai Bahasa Indonesia dengan baik dan benar merupakan bentuk terima kasih
kita atas jasa-jasa para pahlawan dalam merajut benang- benang kemerdekaan. Mempelajari sejarah
bahasa Indonesia merupakan wujud penghargaan kepada bangsa dan negara ini, sekaligus sebagai agar
tidak hanyut dalam gelombang penyalahgunaan bahasa, serta muncul kesadaran di lubuk hati terdalam
untuk berbahasa yang baik dan benar, tanpa harus menanggalkan keinginan untuk berekspresi dan
bereksplorasi. Mempelajari sejarah bahasa Indonesia adalah aspek penting bagi kita untuk mengenal
kepribadian atau karakter bangsa ini, dan pada akhirnya akan mengantarkan kita mampu menggunakan
bahasa Indonesia sesuai fungsi dan kedudukannya.

a. Fungsi Bahasa
Dalam arti yang paling sederhana “fungsi” dapat dipandang sebagai padanan kata “penggunaan”.
Dengan demikian, bila berbicara tentang fungsi bahasa dapat diartikan cara orang menggunakan
bahasa mereka atau bahasa- bahasa mereka bila mereka berbahasa lebih dari satu bahasa Halliday
(dalam Chaer, 2004: 20). Fungsi bahasa akan terlihat apabila orang menggunkan bahasa lebih dari
satu bahasa. Penggunaan bahasa merupakan fungsi bahasa, apabila bahasa itu digunakan maka
akan mempunyai fungsi bahasa. Nababan (1984: 38-45) juga merumuskan fungsi bahasa menjadi
empat, yaitu fungsi kebudayaan, fungsi kemasyarakatan, fungsi perseorangan, dan fungsi
pendidikan. Dari empat fungsi diatas Nababan dapat menjelaskan dan memberikan contohnya
sebagai berikut 4 :
1. Fungsi Kebudayaan
Bahasa berfungsi sebagai sarana perkembangan kebudayaan, jalur penerus kebudayaan, dan
inventaris ciri-ciri kebudayaan. Seseorang belajar dan 4 5 Eko Kuntoro, Bahasa Indonesia
Untuk Perguruan Tinggi, hlm 1- P. W. J. Nababan, Suatu Pengantar Sosiolinguistik, (Jakarta: PT.
Gramedia, 1984) hlm 38- 45. Mengetahui kebudayaan kebanyakan melalui bahasa. Artinya,
kita belajar hidup dalam masyarakat melalui dan dengan bantuan bahasa. Dengan kata lain,
suatu kebudayaan dilahirkan dalam perorangan kebanyakan dengan bantuan bahasa.
Contohnya, seorang anak yang memberikan sesuatu dengan tangan kiri kepada ibunya
mungkin dipukul tangannya untuk menunjukan bahwa itu tidak baik, tetapi lazim juga kalau
pukulan tangan itu disertai peringatan bahwa “tidak baik memberikan dengan tangan kiri”.
Dan lebih lazim lagi apabila ajaran itu diberikan hanya lisan saja tidak dengan pukulan.
2. Fungsi Kemasyarakatan
Bahasa menunjukan peranan khusus suatu bahasa dalam kehidupan masyarakat. Terbagi dua, yaitu
berdasarkan ruang lingkup dan berdasarkan fungsi pemakaian. Berdasarkan ruang lingkup, mengandung
bahasa nasional dan bahasa kelompok. Bahasa nasional dirumuskan oleh Halim (1976) berfungsi sebagai
lambang kebanggaan kebangsaan, lambang identitas bangsa, dan bagi negara- negara yang beraneka
suku, bahasa, dan kebudayaan sebagai alat penyatuan berbagai suku bangsa dengan berbagai latar
belakang sosial budaya dan bahasa, sebagai alat penghubung antar daerah dan antar budaya. Seperti
pada bahasa nasional Indonesia sebagaimana diikrarkan dalam Sumpah Pemuda..

3. Fungsi Perorangan Halliday ( Nababan 1984: 42), dia membuat klasifikasi kegunaan pemakaian
bahasa atas dasar observasi anaknya sendiri. Klasifikasi itu untuk bahasa anak- anak kecil
terdiri dari enam fungsi, berikut penjelasannya: 1. Fungsi Instrumental terdapat dalam
ungkapan bahasa, bahasa bayi untuk meminta sesuatu (makan, barang, dan sebagainya). 2.
Fungsi Menyuruh ialah ungkapan untuk menyuruh orang lain berbuat sesuatu ”letakkan itu
diatas meja”.
4. Fungsi Interaksi terdapat dalam ungkapan yang menciptakan sesuatu iklim untuk hubungan
antar pribadi; “apa kabar?, terimakasih”.

Kearbitreran itu harus konvensional, artinya setiap penutur bahasa Indonesia akan mematuhi
hubungan antara lambang dengan yang dilambangkan.

Bahasa juga bersifat dinamis, artinya bahasa tidak terlepas dari kemungkinan perubahan yang
sewaktu-waktu dapat terjadi. Perubahan itu bisa terjadi pada tataran fonologis, morfologis, sintaksis,
semantik dan leksikon. Perubahan ini terlihat pada tataran leksikon, misalnya ada kosakata baru
muncul, namun ada juga kosakata lama yang tidak digunakan lagi. Sebagai contoh kata: kerja paksa,
kerja rodi, kerja bakti tidak dipakai lagi, yang dipakai adalah gotong royong.

Bahasa itu beragam, artinya sebuah bahasa mempunyai kaidah-kaidah atau pola tertentu yang sama,
tetapi karena bahasa itu digunakan oleh penutur yang heterogen yang memiliki latar belakang sosial
dan budaya yang berbeda, maka bahasa itu beragam, baik pada tataran fonologis, morfologis, sintaksis,
dan leksikon. Bahasa Indonesia yang digunakan oleh suku Jawa, suku Aceh, suku Batak Toba, suku
Minangkabau, suku Toraja, suku Ambon, suku Mandailing, suku Karo, suku Dayak akan berbeda dengan
bahasa Indonesia yang digunakan oleh suku Melayu atau suku Pak Pak.

Di samping itu, bahasa bersifat manusiawi yang berarti bahasa sebagai alat komunikasi verbal hanya
dimiliki manusia. Hewan tidak mempunyai bahasa, yang dimiliki hewan sebagai media komunikasi
berupa bunyi atau gerak isyarat, tidak bersifat produktif dan dinamis serta dikuasai secara naluriah.
Manusia dalam menguasai bahasa bukan secara naluriah, melainkan dengan cara belajar. Tanpa belajar
manusia tidak akan dapat berbahasa. Oleh karena itu, bahasa bersifat manusiawi, hanya dimiliki
manusia.

Ciri-ciri bahasa atau bahasa Indonesia sebagaimana diuraikan di atas, menjadi indikator akan
hakikat bahasa Indonesia menurut pandangan linguistik umum yang melihat bahasa sebagai bahasa.
Menurut pandangan sosiolinguistik, bahasa mempunya ciri sebagai media mengidentifikasikan diri dan
sebagai media komunikasi sosial 6

3. Ejaan yang berlaku di Indonesia

a. Pengertian ejaan
Ejaan adalah keseluruhan peraturan bagaimana melambangkan bunyi ujaran dan bagaimana
hubungan antara lambang-lambang dipisahkan dan digabungkan dalam suatu bahasa. Dalam
KBBI, ejaan diartikan sebagai sejumlah kaidah tentang cara penulisan bahasa dengan
menggunakan huruf, kata, kalimat, dan tanda baca sebagai sarananya.

Ejaan berbeda dengan mengeja. Mengeja merupakan kegiatan melafalkan huruf, suku kata,
atau kata, sedangkan ejaan mengatur cara penulisan bahasa secara keseluruhan. Aturan dalam
ejaan ini harus dipatuhi agar terdapat keteraturan dan keseragaman bentuk, khususnya dalam
bahasa tulis.

b. Fungsi ejaan Ejaan sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Maka dari itu ejaan
memiliki beberapa fungai yakni: (1) landasan pembakuan tata bahasa, (2) landasan pembakuan
kosakata dan peristilahan, (3) alat penyaring masuknya unsur-unsur bahasa lain ke dalam
bahasa

c. Perubahan ejaan Perubahan ejaan bahasa Indonesia ini dilatarbelakangi oleh dampak
kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni yang telah menyebabkan penggunaan bahasa
Indonesia dalam berbagai ranah pemakaian, baik secara tulis maupun tulisan, menjadi semakin
luas. Di samping itu, perubahan ejaan bahasa Indonesia diperlukan karena untuk
memantapkan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa negara juga menjadi alasan
dilakukannya perubahan

Dalam sejarahnya, ejaan bahasa Indonesia telah mengalami tujuh kali perubahan, yaitu Ejaan van
Ophuijsen (1901−1947), Ejaan Repoeblik/ Ejaan 7 8 Ida Purtayasa, Kalimat Efektif, (Bandung: Refika
Aditama,2014) hlm 21 Machasin,dkk, Islam Dalam Goresan Pena Budaya, (Yogyakarta: DIV Press, 2019)
hlm 251 Ejaan baru. Perubahan ejaan baru tersebut tertuang dalam surat keputusan dengan No. 264/
Bhg. A/47 yang berisi perubahan ejaan bahasa Indonesia agar lebih sederhana. Ejaan baru ini dikenal
dengan nama Ejaan Soewandi yang diresmikan pada 19 Maret 1947.
Beberapa perubahan penting dalam Ejaan Soewandi adalah preposisi di pada diatas tidak
dipisahkan. Huruf oe diganti menjadi u. Misalnya, kata toetoep menjadi tutup. Bunyi sentak diganti
dengan huruf k. Misalnya, ra’yat menjadi rakyat. Kata ulang boleh 190 Machasin, dkk. Ditulis dengan
angka dua dengan pengulangan pada kata dasarnya, misalnya, bermain-main menjadi ber-main2.

3. Ejaan Pembaharuan (1956–1961)


Pada tahun 1954 diadakan Kongres Bahasa Indonesia II di Medan. Kongres ini diprakarsai
oleh Menteri Moehammad Yamin. Kongres ini membicarakan perubahan sistem ejaan.
Beberapa keputusan Kongres adalah (1) ejaan menggambarkan satu fonem dengan satu
huruf, (2) ejaan ditetapkan oleh badan yang kompeten, dan (3) ejaan tersebut hendaknya
praktis dan ilmiah. Oleh karena itu, Menteri Pengajaran, Pendidikan, dan Kebudayaan
mengeluarkan surat keputusan pada 19 Juli 1956 bernomor 44876/S tentang pembentukan
panitia perumus ejaan baru. Panitia ini diketuai oleh Priyono-Katoppo. Ejaan Pembaharuan
dimaksudkan untuk menyempurnakan ejaan Soewandi. Ejaan Pembaharuan membuat
pedoman satu fonem dengan satu huruf. Misalnya, kata menyanyi dalam ejaan Soewandi
ditulis menjanji menjadi meñañi dalam ejaan Pembaharuan. Tetapi ejaan ini belum
diresmikan dan belum pernah diberlakukan.
4. Ejaan Melindo (1961–1967)
Ejaan Melindo adalah sistem ejaan Latin yang termuat dalam Pengumuman Bersama
Edjaan Bahasa Melaju-Indonesia (Melindo) sebagai hasil usaha penyatuan sistem ejaan
dengan huruf Latin di Indonesia dan Persekutuan Tanah Melayu. Keputusan ini dilakukan
dalam Perjanjian Persahabatan Indonesia dan Malaysia pada tahun 1959.
Hal ini terjadi karena adanya kosakata yang menyulitkan dalam penulisannya, yakni
adanya satu fonem yang dilambangkan dengan dua huruf, misalnya, dj , tj , sj , ng , dan ch.
Oleh karena itu, agar tidak menyulitkan dalam penulisannya, para pakar bahasa
menghendaki satu lambang untuk satu bunyi. Contoh kata sedjajar menjadi sejajar.

5. Ejaan Baru/Lembaga Bahasa dan Kasusastraan (LBK) (1967- 1972)


Perubahan yang terdapat dalam Ejaan Baru (Ejaan LBK) adalah huruf tj diganti c , j diganti
y , nj diganti ny , sj menjadi sy , dan ch menjadi kh. Huruf asing seperti z, y, dan f disahkan
menjadi ejaan bahasa Indonesia.
Pada intinya, hampir tidak ada perbedaan berarti di antara ejaan LBK dan EYD, kecuali
pada rincian kaidah-kaidah saja. Namun, ejaan ini juga tidak sempat diresmikan karena
menimbulkan reaksi dari publik karena dianggap meniru ejaan Malaysia, serta keperluan
untuk mengganti ejaan belum benar-benar mendesak.

6. Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (1972- 2015)


Ejaan Soewandi berlaku sampai tahun 1972 yang kemudian digantikan oleh Ejaan yang
Disempurnakan (EYD) pada masa menteri Mashuri Saleh. Sebagai menteri, Mashuri
menandai pergantian ejaan itu dengan mencopot nama jalan yang melintas di depan
kantor Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, dari tulisan Djl. Tjilatjap menjadi Jl.
Cilacap.

7. Ejaan Bahasa Indonesia (2015-sekarang)


Pembenahan terhadap Ejaan Bahasa Indonesia masih terus diupayakan oleh Badan
Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Indonesia karena ejaan merupakan salah satu
aspek penting dalam pemakaian bahasa Indonesia yang benar.

Anda mungkin juga menyukai