Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH BAHASA INDONESIA

“BAHASA”

Dosen Pengampu :

Bellona Mardhatillah Sabillah, S.Pd., M.Pd.

Disusun oleh :

Kelompok 1 (E)

Nur Halifah (D1B122264)

Fitriyah Nur Pratiwi (D1B122255)

Nur Kasmi Dg Jinne (D1B12218)

Chaerunnisa Amalia (D1B122222)

Ryan Arisandi (D1B122256)

Meivin Virjinia Lokarleky (D1B122231)

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MEGAREZKY

MAKASSAR

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan kehadiran Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya. Atas berkat rahmat dan hidayat-Nya serta berbagai upaya, tugas
makalah mata kuliah bahasa Indonesia yang membahas tentang bahasa dapat
diselesaikan dengan baik dan tepat waktu.

Dalam penyusunan makalah ini, ditulis berdasarkan buku yang berkaitan dengan
bahasa, dan serta informasi dari media massa yang berhubungan dengan bahasa.
Dalam makalah ini kami mencoba untuk menjelaskan tentang bahasa secara luas yang
kami mulai dari hakikat bahasa, pengertian bahasa, sejarah bahasa, fungsi, konsep
bahasa Indonesia yang baik dan benar, serta ragam bahasa.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
hingga terselesaikannya makalah ini. Dan penulis memahami jika makalah ini tentu
jauh dari kesempurnaan maka kritik dan saran sangat kami butuhkan guna
memperbaiki karya-karya kami dilain waktu.

Makassar, September 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................i

DAFTAR ISI.................................................................................................................ii

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................................2
C. Tujuan......................................................................................................................2

BAB II : PEMBAHASAN

A. Hakikat Bahasa, Pengertian Bahasa Menurut Ahli..................................................3


B. Sejarah Bahasa Indonesia........................................................................................
C. Fungsi Bahasa..........................................................................................................
D. Konsep Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar.....................................................
E. Ragam Bahasa.........................................................................................................

BAB III : PENUTUP

Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Bahasa adalah yang paling baik dalam menunjukkan identitas kultural suatu bangsa.
Dengan kata lain bahasa menunjukkan bangsa. Bahasa hadir sebagai bentuk kristalisasi
nilai-nilai peradaban dan memediasi dan mengarahkan orientasi pergerakan peradaban.
Oleh karena itu, bahasa menjadi variabel penting dan menarik untuk dikaji dan direvisi
secara ilmiah demi pelestarian dan kemajuan peradaban.

Negara Republik Indonesia memiliki bahasa resmi yang digunakan oleh warga
negaranya, yaitu Bahasa Indonesia. Bahasa ini bertujuan untuk mempersatukan bangsa
Indonesia yang multikultural atau memiliki keragaman suku dan budaya sehingga tidak
ada jarak yang memisahkan sesama warga negara Indonesia dengan ratusan suku, sesuai
dengan Konvensi Sumpah Pemuda 1928. Hal yang harus disadari saat ini adalah
penggunaan bahasa Indonesia yang semakin melemah. Kelemahannya bukan tidak
digunakan sama sekali tetapi istilah asing yang masuk dalam diskusi publik, dan
cenderung dianggap lebih bergengsi untuk digunakan. Penelitian ini menggunakan metode
deskriptif kualitatif yang mengacu pada sumber literatur dan hasil penelitian sebelumnya.
Eksistensi bahasa Indonesia bisa menurun ketika sebagian besar masyarakat Indonesia
senang dan bangga menggunakan bahasa asing yang dianggap lebih terhormat dan
berkelas. Namun, kondisi keberadaan bahasa Indonesia saat ini masih dalam tahap aman.
Bahasa Indonesia dapat tetap eksis dengan tetap melestarikannya dengan mengikuti
konteks dan kaidah kebahasaan yang berlaku serta mengembangkan konstruksinya sesuai
dengan kebutuhan dan keinginan peradaban.

Maka dalam makalah ini kami mencoba untuk menyajikan pembahasan tentang
hakikat bahasa, sejarah bahasa, fungsi bahasa, konsep bahasa Indonesia yang baik dan
benar,dan ragam bahasa.

1
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu hakikat bahasa dan pengertian bahasa menurut para ahli?
2. Bagaimana sejarah bahasa Indonesia?
3. Apa saja fungsi bahasa?
4. Bagaimana konsep bahasa indonesia yang baik dan benar?
5. Jhhkuyjhb

C. TUJUAN
1. Mengetahui hakikat bahasa dan pengertian bahasa menurut para ahli
2. Mengetahui sejarah bahasa Indonesia
3. Mengetahui fungsi bahasa
4. Mengetahui konsep bahasa Indonesia yang baik dan benar
5. Mengetahui ragam bahasa

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Hakikat bahasa, Pengertian Bahasa Menurut Para Ahli


 Hakikat bahasa
Hakikat bahasa adalah dasar (intisari) atau kenyataan yang sebenarnya dari sistem
lambang bunyi tersebut.
Berikut beberapa hakikat bahasa :
- Bahasa itu sebuah sistem bahasa bukanlah sebuah unsur.
- Bahasa itu sebuah arbitrer, tidak ada hubungan wajib antara lambang bahasa
dengan yang dilambangkannya.
- Bahasa itu produktif, artinya dapat dibuat satuan-satuan bahasa yang
jumlahnya tidak terbatas.
- Bahasa itu universal, artinya terdapat ciri-ciri sama yang dimiliki oleh setiap
bahasa.
- Bahasa itu bersifat unik, artinya bahasa itu mempunyai ciri-ciri khas yang
spesifik dan tidak bisa dimiliki oleh yang lain.
 Pengertian bahasa
 Pengertian bahasa secara umum
Bahasa adalah alat komunikasi yang terorganisasi dalam bentuk satuan-satuan,
seperti kata, kelompok kata, klausa, dan kalimat yang diungkapkan baik secara
lisan maupun tulis.
 Pengertian bahasa menurut para ahli
- Menurut Kridalaksana dan Djoko Kentjono, bahasa adalah lambang
bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial
untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri.
- Menurut Walija, definisi bahasa adalah komunikasi yang paling
lengkap dan efektif untuk menyampaikan ide, pesan, maksud,
perasaan, dan pendapat kepada orang lain.
- Menurut Owens, bahasa adalah kode atau sistem konvensiona, dimana
secara sosial bahasa tersebut sudah disepakati sebagai sarana untuk
menyampaikan berbagai pesan melalui simbol.

3
- Menurut William A. Haviland, bahasa adalah suatu sistem bunyi yang
jika digabungkan menurut aturan tertentu menimbulkan arti yang dapat
ditangkap oleh semua orang yang berbicara dalam bahasa itu.

B. Sejarah Bahasa Indonesia


Secara faktual, bahasa Indonesia memang dijadikan bahasa nasional resmi
dalam momen tersebut. Namun jika dilihat dari awal perkembangannya, sejarah
bahasa Indonesia justru lebih jauh dari tahun 1900-an. Perkembangan awal bahasa
Indonesia sudah dimulai sejak abad ke-7, yaitu masa perdagangan dan awalnya justru
berasal dari bahasa Melayu.
1. Zaman Kerajaan Hindu-Buddha
Sejumlah prasasti berbahasa Melayu Kuno dari Sriwijaya ditemukan di
pesisir tenggara Pulau Sumatra. Hal ini menunjukkan bahwa bahasa Melayu
menyebar ke berbagai tempat di Nusantara dari wilayah yang strategis untuk
pelayaran dan perdagangan.
Bahasa Melayu Kuno yang digunakan saat itu menunjukkan penggunaan
awalan ni- dan mer-, bukan di- dan ber-. Contohnya merwuat “berbuat”,
“melakukan” dan nimakan “dimakan”. Ini menunjukkan kemiripan dan relasi
dengan bahasa Proto-Melayu-Polinesia dan Proto-Austronesia. Kedua awalan ini
muncul di prasasti-prasasti tersebut.
Huruf “h” di awal kata masih dijaga, mencerminkan asalnya utamanya dari
bahasa Proto-Austronesia. Contohnya dalam kata hujung “ujung” dan mahu
“mau”, “bermaksud”. Dalam beberapa dialek dan bahasa Melayu modern, “h”
diawal kata masih dijaga, sementara di yang lain hilang atau dianggap tidak baku.
Misalnya, item “hitam” dan hutang “utang”. Namun, beberapa kata seperti hati
tidak berubah menjadi *ati dalam bahasa Indonesia. Hilangnya huruf “h” ini dapat
didorong oleh pengucapan “r” yang cenderung uvular ([ʀ], [ʁ]), lokasi yang
hampir sama dengan “h”.
Sementara, itu istilah Melayu adalah sebutan untuk Kerajaan Melayu,
sebuah kerajaan Hindu-Buddha yang bertempat di hulu sungai Batang Hari.
Pada awalnya, istilah tersebut merujuk pada wilayah kerajaan Melayu yang
merupakan bagian wilayah pulau Sumatra. Namun seiring berkembangnya zaman,
istilah Melayu mencakup wilayah geografis tidak hanya merujuk pada Kerajaan
Melayu, melainkan negeri-negeri di pulau Sumatra. Karena itu, Sumatra dijuluki

4
sebagai Bumi Melayu (bahasa Indonesia : Tanah Melayu), yang disebutkan dalam
Kakawin Nagarakretagama.
Bahasa Melayu Kuno yang berkembang di Sumatra memiliki logat “o”,
yang digunakan pada Melayu Jambi, Minangkabau, Kerinci, Palembang, dan
Bengkulu. Dalam Nagarakretagama, Semenanjung Malaka disebut Hujung Medini
(Diterjemahkan sebagai Semenanjung Medini, namun memiliki arti Semenanjung
Malaysia).
Dalam perkembangannya, bangsa Melayu melakukan migrasi besar-besaran
ke Semenanjung Malaysia (Hujung Medini) dan kerajaan-kerajaan Islam yang
pusat mandalanya adalah Kesultanan Malaka pada masa perkembangannya. Istilah
Melayu kemudian bergeser kepada Semenanjung Malaka (Semenanjung
Malaysia) yang akhirnya disebut Semenanjung Melayu atau Semenanjung Tanah
Melayu. Akan tetapi, kenyataannya adalah istilah Melayu itu berasal dari
Indonesia. Bahasa Melayu yang berkembang di sekitar daerah Semenanjung
Malaka berlogat “e”.
Pada 1512, Kesultanan Malaka dimusnahkan oleh Portugis, sehingga
penduduknya diaspora sampai ke kawasantimur kepulauan Nusantara. Bahasa
Melayu Purba sendiri diduga berasal dari pulau Kalimantan, yang membuat
kemungkinan bahwa pemakai bahasa Melayu pertama bukanlah penduduk
Sumatra, melainkan Kalimantan. Suku Dayak diduga memiliki hubungan dengan
Suku Melayu Kuno di Sumatra, misalnya: Dayak Salako, Dayak Kanayan
(Kendayan), dan Dayak Iban. Aksen Melayu pada saat itu berlogat “a” seperti
bahasa Melayu baku. Penduduk Sumatra menuturkan bahasa Melayu setelah
kedatangan leluhur suku Nias dan suku Mentawai.
Dalam perkembangannya, istilah Melayu kemudian mengalami perluasan
makna, sehingga muncul istilah Kepulauan Melayu untuk menamakan kepuluan
Nusantara.
Secara sudut pandang historis, istilah Melayu juga dipakai sebagai nama
bangsa yang menjadi nenek moyang penduduk kepulauan Nusantara, terutama
dalam konsep Proto Melayu dan Deutero-Melayu, migrasi bangsa Melayu yang
dibagi dalam dua gelombang. Saat ini konsep dua gelombang migrasi tersebut
sudah dianggap usang, karena sekarang dipahami bahwa nenek moyang penduduk
kepulauan Nusantara dikenal sebagai rumpun Melayu-Polinesia, salah satu dari
dua cabang utama suku bangsa Austronesia (lainnya adalah Formosa).

5
Selanjutnya setelah sampai pada kedatangan dan perkembangan agama
Islam, suku Melayu sebagai etnik mengalami penyempitan makna menjadi
etnoreligius (Muslim) yang sebenarnya di dalamnya juga telah mengalami
amalgamasi dari beberapa unsir etnik.
M. Muhar Omtatok, seorang seniman, budayawan dan sejarawan
menjelaskan sebagai berikut: “Melayu secara puak (etnik, suku), bukan dilihat
dari faktor genekologi seperti kebanyakan puak-puak lain. Di Malaysia, tetap
megaku berpuak Melayu walau moyang mereka berpuak Jawa, Mandailing,
Bugis, Keling dan lainnya”. Beberapa tempat di Sumatra Utara, ada beberapa
komunitas berdarah Batak yang mengaku sebagai Orang Kampong-Puak Melayu.
Diketahui, kerajaan Sriwijaya menuturkan bahasa Melayu (sebagai bahasa
Melayu Kuno) sebagai bahasa kenegaraan sejak abad ke-7 M. Lima prasasti kuno
yang ditemukan di Sumatra bagian selatan peninggalan kerajaan itu menggunakan
bahasa Melayu yang bertaburan kata-kata pinjaman dari bahasa Sanskerta, suatu
bahasa Indo-Eropa dari cabang Indo-Iran. Jangkauan penggunaan bahasa ini
diketahui cukup luas, karena ditemukan juga dokumen-dokumen dari abad
berikutnya di Pulau Jawa dan Pulau Luzon. Sejak itu, kata-kata seperti istri, raja,
putra, kawin dan lain-lain masuk pada periode tersebut hingga abad ke-15 M.

2. Melayu Sebagai Bahasa Nusantara


Pada abad ke-15, berkembang bentuk yang dianggap sebagai bahasa Melayu
Klasik (classical Malay atau medieval Malay). Bentuk ini dipakai oleh Kesultanan
Melaka, yang perkembangannya kelak disebut sebagai bahasa Melayu Tinggi.
Penggunaannya terbatas di kalangan keluarga kerajaan di sekitar Sumatra,
Jawa, dan Semenanjung Malaya. Laporan Portugis, misalnya oleh Tone Pires,
menyebutkan, menyebutkan adanya bahasa yang dipahami oleh semua pedagang
di wilayah Sumatra dan Jawa. Magellan dilaporkan memiliki budak dari
Nusantara yang menjadi juru bahasa di wilayah itu.
Ciri paling menonjol dalam ragam sejarah ini adalah mulai masuknya kata-
kata pinjaman dari bahasa Arab dan bahasa Parsi sebagai akibat dari penyebaran
agama Islam yang mulai masuk sejak abad ke-12. Kata-kata bahasa Arab seperti
masjid, kalbu, kitab, kursi, selamat, dan kertas, serta kata-kata Parsi seperti
anggur, cambuk, dewan, saudagar, tamasya, dan tembakau masuk pada periode
ini. Proses penyerapan dari bahasa Arab terus berlangsung hingga sekarang.

6
Kedatangan pedagang Portugis, diikuti oleh Belanda, Spanyol, dan Inggris
meningkatkan informasi dan mengubah kebiasaan masyarakat pengguna bahasa
Melayu. Bahasa Portugis banyak memperkaya kata-kata untuk kebiasaan Eropa
dalam kehidupan sehari-hari, seperti gereja, sepatu, sabun, meja, bola, bolu, dan
jendela. Bahasa Belanda terutama banyak memberi pengayaan di bidang
administrasi, kegiatan resmi (misalnya dalam upacara dan kemiliteran), dan
teknologi hingga awal abad ke-20. Kata-kata seperti asbak, polisi, kulkas, knlapot,
dan stempel adalah pinjaman dari bahasa ini.
Bahasa yang dipakai pendatang dari Tiongkok juga lambat laun dipakai oleh
penutur bahasa Melayu, akibat kontak di antara mereka yang mulai intensif
dibawah penjajahan Belanda. Sudah dapat diduga, kata-kata Tionghoa yang
masuk biasanya berkaitan dengan perniagaan dan keperluan sehari-hari, seperti
pisau, tauge, tahu, loteng, teko, tauke, dan cukong.
Jan Huyghen van Linschoten pada abad ke-17 dan Alfred Russel Wallace
pada abad ke-19 menyatakan bahwa bahasa orang Melayu atau Melaka dianggap
sebagai bahasa yang paling penting di “dunia timur”. Luasnya penggunaan bahasa
Melayu ini melahirkan berbagai varian tempatan (lokal) dan temporal.
Bahasa perdagangan meggunakan bahasa Melayu di berbagai pelabuhan
Nusantara bercampur dengan bahasa Portugis, bahasa Tionghoa, maupun bahasa
setempat. Terjadi proses pemijinan di beberapa kota pelabuhan di kawasan timur
Nusantara, misalnya di Manado, Ambon, dan Kupang. Orang-orang Tionghoa di
Semarang dan Surabaya juga menggunakan varian bahasa Melayu pijin. Terdapat
pula bahasa Melayu Tionghoa di Batavia. Varian yang terakhir ini malah dipakai
sebagai bahasa pengantar bagi beberapa surat kabar pertama berbahasa Melayu
(sejak akhir abad ke-19). Varian-varian lokal ini secara umum dinamakan bahasa
Melayu Pasar oleh para peneliti bahasa.
Terobosan penting terjadi ketika pada pertengahan abad ke-19 Raja Ali Haji
dari istana Riau-Johor (pecahan Kesultanan Melaka) menulis kamus ekabahasa
untuk bahasa Melayu. Sejak saat itu, dapat dikatakan bahwa bahasa ini adalah
bahasa yang full-fledged, sama tinggi dengan bahasa-bahasa internasional pada
masa itu, karena memiliki kaidah dan dokumentasi kata yang terdefinisi dengan
jelas.
Hingga akhir abad ke-19 dapat dikatakan terdapat paling sedikit dua
kelompok bahasa Melayu yang dikenal masyarakat Nusantara: bahasa Melayu

7
Pasar yang colloquial dan tidak baku serta bahasa Melayu Tinggi yang terbatas
pemakaiannya, tetapi memiliki standar. Bahasa ini dapat dikatakan sebagai lingua
franca, tetapi kebanyakan berstatus sebagai bahasa kedua atau ketiga.
3. Era Kolonial Belanda
Pemerintah kolonial Hindia Belanda menyadari bahwa bahasa Melayu dapat
dipakai untuk membantu administrasib bagi kalangan pegawai pribumi karena
penguasaan bahasa Belanda para pegawai pribumi dinilai lemah. Dengan
manyandarkan diri kepada bahasa Melayu Tinggi (karena telah memilki kitab-
kitab rujukan), sejumlah sarjana Belanda mulai terlibat dalam pembakuan bahasa.
Promosi bahasa Melayu pun dilakukan di sekolah-sekolah dan didukung dengan
penerbitan karya sastra dalam bahasa Melayu. Akibat pilihan ini terbentuklah
“embrio” bahasa Indonesia yang secara perlahan mulai terpisah dari bentuk
semula bahasa Melayu Riau-Johor.

C. Fungsi Bahasa
 Fungsi utama bahasa
Fungsi utama bahasa adalah sebagai alat berinteraksi dengan manusia, alat
untuk berfikir, serta menyalurkan arti kepercayaan di masyarakat.
Bahasa juga berfungsi sebagai identitas suatu suku atau bangsa karna
keunikannya. Karena setiap suku atau bangsa tentunya memiliki bahasa yang
berbeda.
Bahasa memiliki peran penting dalam kehidupan manusia karena ia menjadi
alat komunikasi yang utama. Sebagai alat komunikasi, bahasa meliputi kata,
kumpulan kata, klausa dan kalimat yang di ungkapkan secara lisan maupun
tulisan.
Bahasa juga sebagai simbol budaya suku bangsa, bahasa dapat menunjukkan
simbol budaya di suatu suku bangsa. Hal ini terbukti dari keberadaan dialek
atau logat bahasa yang beragam dari berbagai suku bangsa.
 Fungsi bahasa secara umum
Secara umum dalam kehidupan masyarakat, bahasa punya fungsi utama
sebagai alat komunikasi. Namun, bahasa juga bisa memiliki sejumlah fungsi
lainnya. Antara lain:
- Bahasa sebagai alat ekspresi diri

8
Sejak kecil, manusia menggunakan bahasa sebagai sarana
mengungkapkan dan mengekspresikan diri pada orang tua. Di tahap
permulaan tumbuh kembang, bahasa anak-anak berkembang sebagai
alat untuk ekspresi diri.
- Bahasa sebagai alat komunikasi
Bahasa di pakai buat menyampaikan maksud tertentu agar bisa
dipahami orang lain.
Perbedaan fungsi bahasa jadi alat ekspresi diri dan sarana komunikasi
ada pada tujuannya. Yang pertama sekedar untuk mengekspresikan diri
agar di ketahui oleh orang lain. Adapun saat berkomunikasi,
penggunaan bahasa disesuaikan dengan orang yang diajak bicara,
dengan tujuan supaya maksud dari diri bahasa mudah disampaikan.
- Bahasa sebagai alat integrasi dan adaptasi sosial
Saat beradaptasi di lingkungan sosial baru, setiap orang akan memilih
bahasa yang digunakan tergantung situasi dan kondisi yang dihadapi.
Hal ini agar ia mudah beradaptasi dan terintegrasi dengan lingkungan
sosial tersebut.
- Bahasa sebagai alat kontrol sosial
Sebagai alat kontrol sosial, bahasa bisa sangat efektif. Kontrol sosial
dengan memakai bahasa bisa diterapkan pada individu ataupun
masyarakat.

D. Konsep Bahasa Indonesia Yang Baik dan Benar


Tahun 2019, Presiden menerbitkan Peraturan Presiden nomor 63 tahun 2019
tentang Penggunaan Bahasa Indonesia. Apa kiranya yang diatur dan apa imbasnya
kepada komunikasi kita dalam kehidupan sehari-hari? Inti peraturan tersebut ada pada
Bab II, Bagian 1, Pasal 2, tentang “Ketentuan Penggunaan Bahasa Indonesia”.
Dicantumkan dalam Bab II, Bagian 1, bahwa “Penggunaan Bahasa Indonesia harus
memenuhi kriteria Bahasa Indonesia yang baik dan benar”. Berikut akan dibahas
kriteria bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Berbahasa Indonesia yang baik berarti bahwa kita harus menggunakan bahasa
Indonesia sesuai dengan konteks berbahasa yang selaras dengan nilai sosial
masyarakat. Peraturan ini berkaitan penggunaan ragam bahasa secara tulis dan lisan
untuk kebutuhan berkomunikasi. Ragam bahasa dari sisi penggunaan bahasa ada dua,

9
yaitu ragam formal dan ragam nonformal. Ada dua hal yang kita perhatikan dalam
kalimat ini. Pertama, berbahasa sesuai dengan konteksnya dan, kedua, berbahasa
selaras dengan nilai sosial masyarakat. Hal itu yang menjadi alasan mengapa
Kurikulum 2013 menggunakan pendekatan berbasis teks dalam pengajaran berbahasa,
baik bahasa Indonesia maupun bahasa lainnya. Bahasa diperkenalkan kepada siswa
dalam konteksnya dan tidak sebagai satuan-satuan kata yang berdiri sendiri. Dengan
demikian, siswa dihadapkan dengan konsep-konsep bahasa sejak awal. Misalnya,
perbedaan penggunaan kata cuma dan hanya. Adapun, bahasa Indonesia yang baik
berkaitan dengan nilai sosial masyarakat. Artinya, pada saat menggunakan bahasa,
wajib diperhatikan kepada siapakah kita berkomunikasi. Berkomunikasi dengan
teman tentu akan berbeda dengan berkomunikasi dengan orang tua. Kata aku
digunakan kepada teman-teman dan kata saya digunakan kepada orang yang lebih tua
atau yang dihormati. Dalam hal ini, kesantunan berbahasa mulai diajarkan.
Berbahasa Indonesia yang benar berarti bahwa harus digunakan bahasa
Indonesia yang sesuai dengan kaidah atau aturan bahasa Indonesia. Kaidah bahasa
Indonesia meliputi kaidah tata bahasa, kaidah ejaan, dan kaidah pembentukan istilah.
Kaidah tata bahasa dan kaidah pembentukan istilah berkaitan dengan bahasa bahasa
Indonesia lisan dan tulis. Penggunaan bahasa yang tidak memperhatikan kaidah tata
bahasa akan membingungkan. Misalnya, kesalahan tata bahasa dalam kalimat
“Karena sering kebanjiran, gubernur melarang pembangunan gedung di sana”.
Apakah “gubernur” yang sering kebanjiran atau “suatu daerah”? Kesalahan seperti itu
sering terjadi dalam kalimat majemuk. Kaidah ketatabahasaannya adalah “Dalam
kalimat majemuk bertingkat, subjek dalam anak kalimat dapat dihilangkan jika induk
kalimat dan anak kalimat mengandung subjek yang sama”. Dalam kalimat contoh,
subjek pada induk kalimat tidak sama dengan subjek pada anak kalimat. Akibatnya,
subjek pada anak kalimat wajib hadir. Kaidah pembentukan istilah berkaitan
penggunaan kata serapan. Seringkali, ditemukan ucapan “Selamat pagi. Selamat
menjalankan aktifitas hari ini”.
Pengguna bahasa tidak secara cermat membedakan penulisan aktif dan aktivitas
karena dalam bahasa Indonesia bunyi [f] dan [v] tidak membedakan arti. Contoh
lainnya, dalam kalimat Pengakuannya menunjukkan sisi gentle dari dirinya.
Seharusnya, istilah yang digunakan adalah gentleman. Kedua kata sifat ini berbeda
arti. Kata gentle berarti ‘lemah lembut’, sedangkan gentleman berarti ‘lelaki yang

10
memiliki etika, moral, dan berbudi bahasa halus’. Penggunaan istilah asing,
sebaiknya, disertai dengan pengetahuan tentang bahasa asing yang digunakan.
Adapun kaidah ejaan hanya berkaitan dengan penggunaan bahasa Indonesia
tulis dan berkaitan dengan dua hal. Pertama, kaidah ejaan berkaitan dengan penulisan
kata, misalnya sekadar bukan *sekedar; di antara bukan *diantara sebaliknya ditonton
bukan *di tonton. Kedua, kaidah ejaan berkaitan dengan penggunaan tanda baca.
Misalnya, “Yuk, kita makan, Eyang” akan berbeda artinya dengan “Yuk, kita makan
Eyang”. Kalimat pertama ‘mengajak eyang untuk makan bersama’, sedangkan kalimat
kedua berarti ‘mengajak kita untuk memakan eyang’. Penggunaan koma yang kecil
menghasilkan perbedaan arti yang besar.
Lalu, apakah itu berarti bahwa kita harus selalu berbahasa ragam formal? Pada
saat kita berbicara dengan tukang sayur atau kepada teman, kita tentu tidak perlu
menggunakan ragam formal. Permasalahannya adalah apakah pada saat berbahasa
ragam nonformal, kita harus tetap mengindahkan kaidah berbahasa? Jawabannya
adalah ya! Menggunakan kaidah dalam ragam nonformal berarti menggunakan pilihan
kata yang sesuai dan tepat serta menggunakan kaidah tata bahasa yang benar.
Misalnya, pada saat membeli bakso, jangan mengatakan, “Bang, saya bakso pake
bihun”. Kalimat itu bukan kalimat yang benar. Saya bukan bakso, saya orang. Untuk
menjadi kalimat yang baik dan benar, hanya dibutuhkan satu kata, yaitu “mau”
menjadi “Bang, saya mau bakso pake bihun”.
Jadi, berbahasa Indonesia yang baik dan benar berarti menyampaikan pikiran
dengan informasi yang lengkap secara teratur. Ragam bahasa yang digunakan dapat
berupa ragam bahasa formal atau nonformal, bergantung pada konteksnya.

E. Ragam Bahasa
Variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut topik yang
dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang dibicarakan,
serta menurut medium pembicara. Ragam bahasa itu timbul karna latar belakang
budaya, sejarah, ataupun letak geografis.
Penyebab terjadinya ragam bahasa salah satunya adalah nenek moyang kita yang dulu
bermigrasi keseluruh dunia untuk mencari sumber makanan. Kemudian, nenek
moyang kita terpisah satu sama lainnya dan membentuk bahasa baru yang disesuaikan
dengan kondisi alam, makanan, dan makhluk hidup lain yang tinggal disekitarnya.

11
Ketika manusia belum memahami bahasa, mereka berkomunikasi dengan gestur
tubuh. Ketika otak manusia berevolusi, mereka perlahan-lahan mulai menamai
sesuatu dengan sebutan yang mudah dipahami, caranya dengan menirukan suara dari
sesuatu tersebut. Seiring berkembangnya zaman, mereka mampu untuk
mengombinasikan bahasa, dan kombinasi inilah yang menjadi cikal bakal bahasa.
Walau asal-usul bahasa masih diperdebatkan, namun menurut noam chomsky,
sebenarnya bahasa sudah ada sejak 60.000 hingga 100.000 tahun yang lalu di Afrika.
Ada juga yang menyebutkan jika semua bahasa didunia berasal pada zaman raja mesir
kuno psammetichus yang saat itu disebut sebagai bahasa fhyrgian.

12

Anda mungkin juga menyukai