BAB V DIKSI
A. Hakikat Diksi
Diksi atau pilihan kata pada dasarnya adalah upaya memilih kata – kata untuk
mendapatkan hasil akhir berupa kata tertentu (yang terpilih) untuk dipakai dalam
suatu tuturan bahasa (Finoza, 2001:99).
Ketepatan dan kesesuaian pilihan kata perlu diperhatikan karena bahasa dalam karya
tulis menghendaki ketepatan, baik dalam makna maupun dalam bentuk.
Kalimat yang jelas dan benar dapat dengan mudah dipahami pembaca. Kalimat yang
demikian disebut kalimat efektif. Kalimat efektif harus memiliki kemampuan untuk
menimbulkan kembali gagasan – gagasan pada pikiran pembaca seperti apa yang
terdapat pada pikiran penulis.
Kata mendapat banyak perhatian para ahli sehingga muncul tiga macam ilmu tentang
kata yakni etimologi (mengenai asal – usul kata), morfologi (mengenai bentuk kata),
dan semantik (mengenai makna kata). Kemudian “ilmu kata” berkembang dan
bertambah dengan grafologi (mengenai ejaan) dan pragmatik mengenai penggunaan
kata menurut konteksnya.
Kata – kata dasar bersama dengan imbuhan atau afiks akan membentuk suatu
paradigma atau deretan morfologis. Misalnya, dari kata ajar terbentuk kata mengajar,
belajar, pelajaran, mengajarkan, mengajari dan pengajar.
Di dalam kata itu terdapat relasi antara bunyi dan benda atau hal yang
dimaksudkannya. Relasi itu dinamakan referensi dan maksud yang terkandung di
dalamnya disebut arti atau makna kata. Makna kata secara referensial ini diselidiki di
dalam ilmu yang disebut semantik. Adakalanya makna kata secara referensial itu
menunjuk kepada beberapa hal. Adapun makna kata yang berdiri sendiri seperti
terdapat di dalam kamus dinamakan makna leksikal. Jika kata itu telah bergabung atau
dirangkaikan dengan kata yang lain terjadilah makna struktural. Makna struktural yang
teratur menurut kaidah bahasa dinamakan makna gramatikal yang sudah menjadi
lebih jelas daripada makna leksikal sebab sudah dibatasi makna ganda sebuah kata dan
tidak hanya menyangkut hubungan bahasa dengan bahasa, tetapi juga dengan faktor –
faktor yang nonbahasa.
Keraf (2000:24) menyatakan bahwa pembicaraan mengenai diksi meliputi tiga hal:
Pertama, pilihan kata atau diksi mencakup pengertian kata – kata mana yang dipakai
untuk menyampaikan suatu gagasan, bagaimana membentuk pengelompokkan kata –
kata yang tepat atau menggunakan ungkapan – ungkapan yang tepat, dan gaya mana
yang paling baik digunakan dalam suatu situasi. Kedua, pilihan kata atau diksi adalah
kemampuan membedakan secara tepat nuansa – nuansa makna dari gagasan yang
ingin disampaikan, dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai (cocok)
dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar. Ketiga,
pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasaan sejumlah
besar kosakata atau perbendaharaan kata bahasa itu. Sedangkan, yang dimaksud
perbendaharaan kata atau kosakata suatu bahasa adalah keseluruhan kata yang
dimiliki oleh sebuah bahasa.
Dari uraian di atas dapat dikemukakan tiga hal berkaitan dengan diksi. Pertama,
kemahiran memilih kata hanya dimungkinkan bila kita menguasai kosakata yang luas.
Kedua, diksi atau pilihan kata mengandung pengertian upaya atau kemampuan
membedakan secara tepat kata – kata yang memiliki nuansa makna serumpun. Ketiga,
diksi atau pilihan kata menyangkut kemampuan untuk memilih kata – kata yang tepat
dan sesuai untuk situasi tertentu.
Menurut Keraf (2000:87), pendayagunaan kata pada dasarnya berkisar pada dua
persoalan pokok, yaitu pertama, ketepatan memilih kata untuk mengungkapkan
sebuah gagasan, hal atau barang yang akan diamanatkan, dan kedua, kesesuaian dan
kecocokan dalam mempergunakan kata.
Masalah diksi bukanlah semata menyangkut ketepatan memilih kata, melainkan juga
menyangkut kesesuaian kata. Untuk menjaga kesesuaian dalam memilih kata, menurut
Wibowo (2003:31-35; Keraf, 2000:88-89; Akhadiah, dkk, 1988:93-94), beberapa hal
harus diperhatikan, yaitu (1) menyadari eksistensi bahasa baku dan bahasa nonbaku,
(2) menyadari konteks sosial bahasa, (3) menyadari eksistensi kata kajian dari kata
popular, (4) menyadari adanya jargon, slang, dan percakapan, dan (5) menyadari
adanya makna idiomatis.