Anda di halaman 1dari 35

16

BAB 2
KALIMAT, KALIMAT EFEKTIF, DAN
KARANGAN EKSPOSISI

Penelitian ini tidak hanya betumpu pada satu teori tertentu, tetapi
berpegang pada beberapa teori yang peneliti anggap cocok dan sejalan dengan
arah penelitian. Kajian teori dalam penelitian ini berbentuk kajian teoretis yang
pembahasannya difokuskan pada informasi sekitar permasalahan penelitian yang
hendak dipecahkan melalui peneletian.
Penggunaan kalimat dalam karangan eksposisi identifiksi yang dimaksud
adalah penggunaan kalimat dalam bentuk kalimat efektif.
2.1 Kalimat
2.1.1 Pengertian Kalimat
Kalimat adalah satuan terbesar dalam sintaksis yang memiliki makna
gramatikal. Chaer (1994:240) mengatakan bahwa kalimat merupakan satuan yang
langsung digunakan dalam bahasa, maka para tata bahasawan tradisonal biasanya
membuat definisi kalimat dengan mengaitkan peranan kalimat itu sebagai alat
interaksi dan kelengkapan pesan atau isi yang akan disampaikan.
Menyusun sebuah karangan tidak akan terlepas dari kalimat. Kalimat
memiliki fungsi yang sangat penting untuk menyampaikan pesan kepada
penerima pesan baik pendengar maupun pembaca. Berbagai definisi mengenai
kalimat telah banyak dibuat orang.


17



Menurut Kentjono dalam (Chaer, 1994:240) memberikan konsep bahwa
kalimat adalah satuan sintaksis yang disusun dari konstituen dasar, yang biasanya
berupa klausa, dilengkapi dengan konjungsi bila diperlukan, serta disertai dengan
intonasi final.
Karangan adalah tulisan yang pada hakikatnya kumpulan dari beberapa
paragraf yang tersusun dengan sistematis, koheren (unity), ada bagian utama
(paragraf, isi, dan penutup), ada bagian progress, semua memperbincangkan
sesuatu secara tertulis dalam bahasa yang sempurna (Tarigan, 1981:142).
2.1.2 Ciri-Ciri Kalimat
Setiap kalimat dalam karangan dapat diketahui dengan mudah karena
mempunyai ciri sebagai syarat kehadirannya. Jika menyimpang dari ciri atau
bentuk formal itu, tidaklah dinamakan kalimat.
Yohanes (1991:3) menyebutkan ciri-ciri kalimat. Ciri atau tanda kehadiran
sebuah kalimat dalam karangan dimulai dengan huruf besar (kapital) dan diakhiri
dengan tanda titik (.), tanda seru (!), dan tanda tanya (?). Kadang-kadang di antara
huruf besar (memulai kalimat) dengan ketiga tanda baca di atas (mengakhiri
klimat) terdapat pula berbagai tanda baca yang lain yang berupa koma (,), titik
koma (;), titik dua (:), kurung ((...)), tanda petik (), elipsis (...), atau tanda
sepasang tanda pisah () yang mengapit bentuk tertentu.
Dari berbagai definisi tersebut, penulis dengan mudah mengenali kalimat
yang disusun siswa dalam karangan eksposisi identifikasi. Jika kalimat yang
disusun siswa tidak memenuhi syarat di atas, bisa dipastikan rangkaian kata yang
panjang bukan merupakan kalimat, apalagi disebut kalimat efektif.
18



Sebagaimana diungkapkan Yohanes (1991:2) bahwa dalam dunia karang-
mengarang, yang dimaksudkan dengan kalimat adalah bagian terkecil dari tulisan
atau teks yang mengungkapkan pikiran dan perasaan yang utuh secara
ketatabahasaan. Maksudnya, setiap kalimat itu, di samping harus benar bentuknya
(susunan katanya mengikuti kaidah tata bahasa) juga harus logis maknanya
(mempunyai arti yang dapat diterima akal sehat).
2.2 Kalimat Efektif
2.2.1 Pengertian Kalimat Efektif
Kalimat efektif adalah kalimat yang digunakan pengarang dalam
menuangkan gagasan atau perasaannya ke dalam sebuah karangan secara jelas dan
terperinci. Sebagaimana diungkapkan Yohanes (1991:29) bahwa kalimat efektif
adalah kalimat yang dengan tepat mewakili atau menggambarkan pikiran dan atau
perasaaan penulis sehingga menimbulkan gagasan yang sama tepatnya dalam
pikiran dan atau perasaan pembaca.
Berikut ini akan dikemukakan pengertian kalimat efektif menurut
beberapa ahli di antaranya:
Sebuah kalimat efektif mempersoalkan bagaimana ia dapat mewakili
secara tepat isi pikiran atau perasaan pengarang, bagaimana ia dapat mewakilinya
secara segar, dan sanggup menarik perhatian pembaca dan pendengar terhadap
apa yang dibicarakan. Kalimat efektif memiliki kemampuan atau tenaga untuk
menimbulkan kembali gagasan-gagasan pada pikiran pendengar atau pembaca
identik dengan apa yang dipikirkan pembicara atau penulis (Keraf, 1980:35).
19



Teori ini sangat tepat digunakan penulis untuk menganalisis pengunaan
kalimat dalam karangan eksposisi yang disusun siswa kelas X SMA Laboratorium
Percontohan UPI. Penggunaan kalimat dalam karangan eksposisi identifikasi yang
disusun siswa kelas X SMA Laboratorium Percontohan UPI ini belum dikatakan
kalimat efektif jika kalimat yang digunakan siswa kelas X tersebut tidak mewakili
pikiran dan perasaan penulisnya kepada pembaca.
Pembaca atau pendengar harus memahami apa yang dimaksudkan
pengarang ketika menyampaikan pesan melalui tulisannya. Gagasan yang ditulis
pengarang melalui tulisannya harus dapat diterima khalayak atau pembaca sebagai
salah satu syarat untuk mewujudkan kalimat yang efektif.
Jika gagasan atau pesan yang ditulis pengarang tersebut tidak dapat
diterima pembaca atau pendengar, maka kalimat tersebut bukanlah kalimat
efektif. Kalimat efektif mampu membuat proses penyampaian dan penerimaan
berlangsung dengan sempurna.
Kalimat efektif mampu membuat isi atau maksud si pembicara tergambar
lengkap dalam pikiran si penerima (pembaca/pendengar), persis seperti apa yang
disampaikannya. Hal tersebut terjadi jika kata-kata yang mendukung kalimat itu
sanggup mengungkapkan kandungan gagasan. Dengan kata lain, hampir setiap
kata secara tepat mewakili pikiran dan keinginan penulis. Hal ini berarti, bahwa
kalimat efektif haruslah secara sadar disusun oleh penulis/penuturnya untuk
mencapai informasi yang maksimal (Putrayasa, 2007:2)
Kalimat efektif adalah kalimat yang dengan tepat mewakili atau
menggambarkan pikiran dan atau perasaan penulis sehingga menimbulkan
20



gagasan yang sama tepatnya dalam pikiran dan atau perasaan pembaca (Yohanes,
1991:29).
Kalimat efektif dapat diberi pengertian sebagai kalimat yang memiliki
kemampuan untuk menggungkapkan gagasan penutur sehingga pendengar atau
pembaca dapat memahami gagasan yang terungkap dalam kalimat itu
sebagaimana gagasan yang dimaksudkan oleh penutur (Suparno dan Yunus,
2002:2.2)
Dari kelima pendapat pakar bahasa di atas dapat disimpulkan, bahwa
kalimat efektif adalah kalimat yang baik yang menyampaikan informasi secara
tepat dan mampu menggambarkan pikiran atau perasaan penulis sehingga
menimbulkan kesamaan pendapat, pikiran, dan atau perasaan dalam paradigma
pendengar atau pembaca.
Adapun konsep kalimat efektif yang digunakan penulis agar lebih fokus
dalam melakukan penelitiannya, dititikberatkan pada konsep kalimat efektif
menurut Putrayasa. Konsep kalimat efektif dari para pakar lainnya tetap penulis
gunakan sebagai pendukung teori penelitian ini, Salah satunya teori Finoza
digunakan penulis untuk menganalisi data primer penelitian.
Menurut (Finoza, 147:2006) memberikan konsep bahwa untuk mencapai
keefektifan tersebut di atas, kalimat efektif harus memenuhi paling tidak enam
syarat berikut, yaitu adanya (1) kesatuan, (2) kepaduan, (3), (keparalelan), (4)
ketepatan, (5) kehematan, dan (6) kelogisan (Finoza, 147:2006).


21



Berikut paradigma penelitian yang akan dilakukan.

Bagan 2.2.1
Pembagian Kalimat Efektif












2.2.2 Ciri-Ciri Kalimat Efektif
Kalimat efektif memiliki empat ciri, yaitu: kesatuan (unity), kehematan
(economy), penekanan (emphasis), dan kevariasian (variety). Dalam bukunya,
Putrayasa (2007:54) menjelaskan keempat ciri-ciri kalimat efektif sebagai berikut:
1) Kesatuan (Unity)
Bentuk sebuah kalimat, baik kalimat inti maupun kalimat luas, agar tetap
berkedudukan sebagai kalimat efektif, haruslah mengungkapkan sebuah ide pokok
Keefektifan
Kalimat
Kesatuan Kepaduan Keparalelan Ketepatan
Kehematan Kelogisan
22



atau kesatuan pikiran. Kesatuan tersebut dapat dibentuk jika ada keselarasan
antara subjek - predikat, predikat - objek, dan predikat - keterangan.
Dalam penulisan tampak kalimat-kalimat yang panjang tidak mempunyai
S dan P. Ada pula kalimat yang secara gramatikal mempunyai subjek yang
diantarkan oleh partikel. Hal seperti ini hendaknya dihindarkan oleh pemakai
kalimat agar kesatuan gagasan yang hendak disampaikan dapat ditangkap dengan
baik oleh pembaca atau pendengar.
Untuk memperjelas maksud dari ciri-ciri kalimat efektif pada bagian ini
(Putrayasa, 2007:54) menambahkan penjelasan dengan contoh sebagai berikut:
Contoh 1:
1) Bangsa Indonesia menginginkan keamanan, kesejahteraan, dan
kedamaian.
2) Kebudayaan daerah adalah milik seluruh bangsa Indonesia.
Bagian yang digarisbawahi disebut subjek, sedangkan bagian lainnya
disebut predikat.

Contoh 2:
1) Kepada para mahasiswa diharapkan mendaftarkan diri di sekretariat.
2) Di dalam keputusan itu merupakan kebijaksanaan yang dapat
menguntungkan umum.
Pada contoh 2, kalimat-kalimat tersebut subjeknya kurang jelas karena
diantar oleh partikel (kata-kata yang digaribawahi). Oleh karena itu, partikel perlu
dihilangkan sehingga menjadi
23



1) Para mahasiswa diharapkan mendaftarkan diri di sekretariat.
2) Keputusan itu merupakan kebijaksanaan yang dapat menguntungkan
umum.
Syarat pertama agar sebuah kalimat menjadi efektif adalah kesatuan
gagasan. Kesatuan gagasan yang dimaksudkan di sini adalah setiap kalimat harus
mempunyai gagasan pokok atau ide pokok yang jelas dan utuh. Gagasan pokok
atau ide pokok itu mungkin satu, dua, atau lebih, yang utama adalah setiap kalimat
harus memiliki satu kesatuan gagasan yang jelas dan utuh (Yohanes, 1991:29).
2) Kehematan (Economy)
Kehematan adalah adanya hubungan jumlah kata yang digunakan dengan
luasnya jangkauan kalimat dan makna yang diacu. Sebuah kalimat dikatakan
hemat bukan karena jumlah katanya sedikit, sebaliknya tidak hemat karena jumlah
katanya terlalu banyak. Yang utama adalah seberapa banyakkah kata yang
bermanfaat bagi pembaca, atau pendengar. Dengan kata lain, tidak usah
menggunakan belasan kata, kalau maksud yang dituju bisa dicapai dengan
beberapa kata saja. Oleh karena itu, kata-kata yang tidak perlu bisa dihilangkan.
Untuk penghematan kata-kata, hal-hal berikut perlu diperhatikan.
Pertama, mengulang subjek kalimat. Pengulangan subjek kalimat tidak
membuat kalimat itu menjadi jelas. Oleh karena itu, pengulangan bagian kalimat
yang demikian tidak diperlukan. Untuk memperjelas maksud dari ciri-ciri kalimat
efektif pada bagian ini (Putrayasa, 2007:54) menambahkan penjelasan dengan
contoh sebagai berikut.

24



Contoh:
1) Pemuda itu segera mengubah rencananya setelah dia bertemu dengan
pemimpin perusahaan itu.
2) Hadirin serentak berdiri setelah mereka mengetahui mempelai
memasuki ruangan.
Kalimat-kalimat di atas dapat diperbaiki dengan menghilangkan akhiran
nya dan kata dia (pada kalimat 1), dan kata mereka (pada kalimat 2) sehingga
menjadi
1) Pemuda itu segera mengubah rencana setelah bertemu dengan
pemimpin perusahaan itu.
2) Hadirin serentak berdiri setelah mengetahui mempelai memasuki
ruangan.
Kedua, hiponim dihindarkan. Kata yang merupakan bawahan makna kata
atau ungkapan yang lebih tinggi. Di dalam makna kata tersebut terkandung makna
dasar kelompok kata yang bersangkutan. Kata merah mengandung makna
kelompok warna. Kata desember sudah bermakna bulan. Untuk memperjelas
maksud dari ciri-ciri kalimat efektif pada bagian ini (Putrayasa, 2007:54)
menambahkan penjelasan dengan contoh sebagai berikut:
1) Presiden SBY menghadiri Rapin ABRI hari Senin lalu.
2) Bulan Maret tahun ini, Presiden SBY akan mengadakan perjalanan
muhibah ke beberapa negara tetangga antara lain Malaysia.
Kalimat-kalimat di atas dapat diperbaiki dengan menghilangkan kata-kata
hari dan bulan sehingga menjadi:
25



1) Presiden SBY menghadiri Rapin ABRI Senin lalu.
2) Maret tahun ini, Presiden SBY akan mengadakan perjalanan muhibah
ke beberapa negara tetangga antara lain Malaysia.
Ketiga, pemakaian kata depan dari dan daripada. Dalam bahasa
Indonesia dikenal kata depan, dari, dan daripada, selain ke dan di. Penggunaan
dari dalam bahasa Indonesia dipakai untuk memnujukkan arah (tempat), asal
(asal-usul), sedangkan daripada berfungsi untuk membandingkan sesuatu benda
atau hal dengan benda atau hal lainnya.
3) Penekanan (Emphasis)
Yang dimaksud dengan penekanan atau penegasan dalam kalimat adalah
upaya pemberian aksentuasi, pementingan atau pemusatan perhatian pada salah
satu unsur atau bagian kalimat, agar unsur atau bagian kalimat yang diberi
penegasan itu lebih mendapat perhatian dari pendengar atau pembaca. Setiap
kalimat memiliki sebuah ide pokok. Inti pikiran ini biasanya ingin ditekankan atau
ditonjolkan oleh penulis atau pembicara dengan memperlambat ucapan,
meninggalkan suara, dan sebagainya pada kalimat tadi.
Ada berbagai cara untuk memberi penekanan pada kalimat, antara lain
dengan dua cara yaitu pemindahan letak frase dan mengulangi kata-kata yang
sama. Untuk memberi penekanan pada bagian tertentu sebuah kalimat, penulis
dapat memindahkan letak frase atau bagian kalimat itu pada bagian depan kalimat.
Cara ini disebut juga pengutamaan bagian kalimat. Untuk memperjelas maksud
dari ciri-ciri kalimat efektif pada bagian ini (Putrayasa, 2007:54) menambahkan
penjelasan dengan contoh sebagai berikut:
26



1) Prof. Dr. Herman Yohanes berpendapat, salah satu indikator yang
menunjukkan tidak efisiennya pertamina adalah rasio yang masih timpang
antara jumlah pegawai pertamina dan produksi minyaknya.
2) Salah satu indikator yang menunjukkan tidak menunjukkan efisiennya
pertamina, menurut pendapat Prof. Dr. Herman Yohanes adalah rasio yang
masih timpang antara jumlah pegawai pertamina dan produksi minyaknya.
3) Rasio yang masih timpang antara jumlah pegawai pertamina dan produksi
minyaknya adalah salah satu indikator yang menunjukkan tidak efisiennya
pertamina. Demikian pendapat Prof. Dr. Herman.
Kalimat-kalimat tersebut menunjukkan, bahwa ide yang dipentingkan
diletakkan di bagian awal kalimat. Dengan demikian, walaupun ketiga kalimat
tersebut mempunyai pengertian yang sama, tetapi ide pokok menjadi berbeda. Hal
kedua, mengulang kata-kata yang sama. Pengulangan kata dalam sebuah kalimat
kadang-kadang diperlukan dengan maksud memberi penegasan pada ujaran yang
dianggap penting.
Pengulangan kata yang demikian dianggap dapat membuat kalimat
menjadi lebih jelas. Untuk memperjelas maksud dari ciri-ciri kalimat efektif pada
bagian ini (Putrayasa, 2007:54) menambahkan penjelasan dengan contoh sebagai
berikut:
1) Dalam pembiayaan harus ada keseimbangan antara pemerintah dan
swasta, keseimbangan domestik luar negeri, keseimbangan perbankan dan
lembaga keuangan nonbank.
27



2) Pembangunan dilihat sebagai proses yang rumit dan mempunyai banyak
dimensi, tidak hanya berdimensi ekonomi, tetapi juga dimensi politik,
dimensi sosial, dan dimensi budaya.
Kedua kalimat tersebut lebih jelas maksudnya dengan adanya pengulangan
pada bagian kalimat (kata) yang dianggap penting.
Chaer dalam (Putrayasa, 2007:58) mengatakan di samping dilakukan dua
hal yang disebutkan di atas, penekanan/penegasan (emphasis) dapat juga
dilakukan dengan intonasi, partikel, kata, keterangan, kontras makna, pemindahan
unsur, dan bentuk pasif Berikut ini uraian tiap-tiap penekanan/penegasan tersebut.
1) Penegasan dengan intonasi
Penegasan dengan intonasi hanya dapat dilakukan dalam bahasa lisan.
Caranya adalah dengan memberi tekanan yang lebih keras pada salah satu unsur
atau bagian kalimat yang ingin ditegaskan.
Untuk memperjelas maksud dari ciri-ciri kalimat efektif pada bagian ini
(Putrayasa, 2007:54) menambahkan penjelasan dengan contoh sebagai berikut:
1) Ria membaca Gadis di kamar.
2) Ria membaca Gadis di kamar.
3) Ria membaca Gadis di kamar.
4) Ria membaca Gadis di kamar.
Kalau tekanan pada kata Ria, maka kalimat tersebut yang membaca
Gadis adalah Ria, bukan orang lain, kalau tekanan diberikan pada kata membca,
maka kalimat tersebut berarti yang dilakukan Ria di kamar adalah membaca,
bukan pekerjaan lain, kalau tekanan diberikan pada kata Gadis, maka kalimat itu
28



berarti yang dibaca Ria adalah Gadis bukan bacaan lain, kalau tekanan diberikan
pada kata di kamar, maka kalimat tersebut berarti tempat Ria membaca adalah di
kamar, bukan di tempat lain.
2) Penegasan dengan partikel
Partikel penegas yang ada dalam bahasa Indonesia adalah yang, lah-yang,
dan pun-lah. Aturan penggunaannya adalah sebagai berikut. Partikel yang
ditempatkan di antara subjek dan predikat dalam kalimat verbal (kalimat yang
predikatnya kata kerja) atau kalimat adjektival (kalimat yang predikatnya kata
sifat. Untuk memperjelas maksud dari ciri-ciri kalimat efektif pada bagian ini
(Putrayasa, 2007:54) menambahkan penjelasan dengan contoh sebagai berikut:
1) Aku yang meminjam bukumu. (maknanya lebih tegas adalah Aku
meminjam bukumu)
2) Perempuan itu yang dicurigai.
(maknanya lebih tegas adalah Perempuan itu dicurigai)
Partikel lah-yang digunakan di antara subjek dan predikat pada sebuah
kalimat verbal atau kalimat adjektival. Partikel lah-yang lebih tegas maknanya
daripada partikel seperti yang dibicarakan tersebut.
Untuk memperjelas maksud dari ciri-ciri kalimat efektif pada bagian ini
(Putrayasa, 2007:54) menambahkan penjelasan dengan contoh sebagai berikut:
1) Akulah yang meminjam bukumu.
2) Perempuan itulah yang dicurigai.
Struktur kalimat dengan partikel yang atau lah ini biasanya diikuti oleh
anak kalimat penjelas yang diawali oleh kata bukan. Misalnya:
29



1) Aku yang meminjam bukumu, bukan dia.
2) Perempuan itu yang dicuriga, bukan aku.
Partikel pun lah digunakan: pun diletakan di antara subjek dan predikat,
sedangkan lah dirangkaikan pada predikat yang berupa kata kerja intransitif.
1) Penjahat itu pun keluarlah dari persembunyiannya.
2) Mereka pun berangkatlah dengan segera.
3) Gadis pun tenanglah mendengar kata-kata ibunya itu.
4) Penegasan dengan kata Keterangan
Keterangan penegas yang lazim digunakan untuk memberi penegasan
adalah kata memang. Kata memang dapat memberi penegasan pada predikat dan
dapat pula pada subjek. Penegasan kalimat dengan kata keterangan penegas masih
dapat pula lebih ditegaskan lagi dengan partikel penegas.
5) Penegasan dengan kontras makna
Penegasan dengan kontras makna dilakukan terhadap kalimat majemuk
setara. Makna klausa pertama dari kalimat tersebut menjadi terasa lebih tegas
karena dikontraskan dengan makna pada klausa kedua.
6) Penegasan dengan pemindahan unsur
Yang dimaksud dengan pemindahan unsur adalah memindahkan unsur
atau bagian kalimat ke posisi awal kalimat. Apabila unsur yang bukan subjek
ingin ditegaskan, atau lebih ditonjolkan, maka unsur tersebut harus ditempatkan
pada posisi awal kalimat. Pemindahan tentu akan mengubah pola intonasi dan
dapat mengubah struktur secara keseluruhan.
4) Kevariasian (Variety)
30



Kelincahan dalam penulisan tergambar dalam struktur kalimat yang
dipergunakan. Ada kalimat yang pendek, dan ada kalimat yang panjang. Penulisan
yang mempergunakan kalimat dengan polan kalimat yang sama akan membuat
suasana menjadi monoton atau datar sehingga akan menimbulkan kebosanan pada
pembaca. Demikian juga jika penulis terus-menerus memilih kalimat yang
pendek. Akan tetapi, kalimat panjang yang terus-menerus dipakai akan membuat
pembaca kehilangan pegangan akan ide pokok yang memungkinkan timbulnya
kelelahan pada pembaca. Oleh sebab itu, dalam penulisan diperlukan pola bentuk
kalimat yang bervariasi.
Kevariasian ini tidak ditemukan dalam kalimat demi kalimat, atau pada
kalimat-kalimat yang dianggap sebagai struktur bahasa yang berdiri sendiri. Ciri
kevariasian akan diperoleh jika kalimat yang satu dibandingkan dengan kalimat
yang lain. Kemungkinan variasi kalimat tersebut sebagai berikut.
1) Variasi dalam pembukaan kalimat
Ada beberapa kemungkinan untuk memulai kalimat demi efektivitas, yaitu
dengan variasi pada pembukaan kalimat. Dalam variasi pembukaan kalimat,
sebuah kalimat pada dimulai atau dibuka dengan: frase keterangan (waktu,
tempat, cara), frase benda, frase kata kerja, dan partikel penghubung.
Untuk memperjelas maksud dari ciri-ciri kalimat efektif pada bagian ini
(Putrayasa, 2007:54) menambahkan penjelasan dengan contoh sebagai berikut:
1) Gemuruh suara teriakkan serempak penonton ketika penyerang tengah
menyambar umpan dan menembus jala kiper pada menit kesembilan
belas. (frase keterangan cara).
31



2) Mang Usil dari kampus menganggap hal ini sebagai satu isyarat
sederhana untuk bertransmigrasi. (frase kata benda).
3) Dibuangnya jauh-jauh pikiran yang menghantuinya selama ini. (frase
kata kerja.)
4) Karena bekerja terlalu berat ia jatuh sakit. (partikel penghubung)
2) Variasi dalam pola kalimat
Untuk efektivitas kalimat dan untuk menghindari suasana monoton yang
dapat menimbulkan kebosanan, pola kalimat subjek predikat objek dapat
diubah menjadi predikat objek subjek atau yang lainnya. Untuk memperjelas
maksud dari ciri-ciri kalimat efektif pada bagian ini (Putrayasa, 2007:54)
menambahkan penjelasan dengan contoh sebagai berikut:
1) Dokter muda itu belum dikenal oleh masyarakat desa Sukamaju. (S P
O)
2) Belum dikenal oleh masyarakat desa Sukamaju dokter muda itu. (P
O S)
3) Dokter muda itu oleh masyarakat desa Sukamaju belum dikenal. (S
O P)
3) Variasi dalam jenis kalimat
Untuk mencapai sebuah kalimat berita atau pertanyaan, dapat dikatakan
dalam kalimat tanya atau kalimat perintah.
4) Variasi bentuk aktif-pasif
32



Pada variasi bentuk kalimat aktif-pasif ini maksudnya mengkolaborasikan
antara kalimat dengan pola kalimat aktif dengan kalimat pola pasif. Lebih jelasnya
berikut contoh kalimat bentuk variasi aktif-pasif.
1) Pohon pisang itu cepat tumbuh. Kita dengan mudah dapat
menanamnya dan memeliharanya. Lagi pula kita tidak perlu
memupuknya. Kita hanya menggali lubang, menanam, dan tinggal
menunggu buahnya.
2) Pohon pisang itu cepat tumbuh. Dengan mudah pohon pisang itu dapat
ditanam dan dipelihara. Lagi pula tidak perlu dipupuk. Kita hanya
menggali lubang, menanam, dan tinggal menunggu buahnya.
Mengenai variasi kalimat, (Yohanes, 1991:36) menjelaskan bahwa suatu
maksud atau pokok pikiran dapat diungkapkan dengan bermacam-macam cara
dan bentuk kalimat tanpa mengubah maksud atau pokok pikiran tersebut. Kalimat
yang disusun dengan bermacam-macam bentuk itulah yang dinamakan kalimat
bervariasi.
Untuk membuat kalimat bervariasi, (Yohanes, 1991:36) menyebutkan 5
upaya di antaranya; menggunakan kata-kata yang bersinonim, mengandung kata-
kata yang mengandung unsur negasi, mengubah posisi unsur-unsur kalimat,
menggunakan panjang-pendek kalimat, dan menggunakan jenis-jenis kalimat.



33



3.2.2 Faktor Pendukung Keefektifan dan Penyebab Ketidakefektifan
Kalimat
1) Faktor Pendukung Keefektifan Kalimat
Menurut Putrayasa, (2007:81), agar kalimat yang disusun dapat diterima
dengan baik oleh lawan bicara, secara garis besar ada tiga hal yang perlu
dperhatikan, yaitu; penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar,
penggunaan bahasa Indonesia yang baku, dan penggunaan ejaan yang
disempurnakan.
2) Faktor Penyebab Ketidakefektifan Kalimat
Faktor penyebab ketidakefektifan kalimat disebabkan oleh beberapa
faktor. Putrayasa, (2007:95) merincikan sepuluh faktor penyebab ketidakefektifan
kalimat di antaranya:
1) Kontaminasi atau kerancuan;
Kontaminasi adalah suatu gejala bahasa yang dalam bahasa Indonesia
diistilahkan dengan kerancuan. Rancu artinya kacau. Jadi, kerancuan artinya
kekacauan. Yang dirancukan ialah susunan, perserangkaian, dan penggabungan.
Gejala kontaminasi ini dapat dibedakan menjadi tiga bagian. Pertama,
kontaminasi kalimat. Pada umumnya kalimat yang rancu dapat dikembalikan pada
dua kalimat asal yang betul strukturnya. Demikian juga dengan susunan kata
dalam suatu frasa yang rancu.
Gejala kontaminasi ini timbul karena dua kemungkinan, orang kurang
menguasai penggunaan bahasa yang tepat, baik dalam menyususn kalimat atau
frasa maupun dalam menggunakan beberapa imbuhan sekaligus untuk membentuk
34



kata atau terjadi tidak dengan sengaja karena ketika seseorang akan menuliskan
atau mengucapkan sesuatu, dua pengertian atau dua bentukan yang sejajar timbul
sekaligus dalam pikirannya sehingga yang dilahirkannya sebagain diambilnya dari
yang pertama.
Kedua, kontaminasi susunan kata. Sebagai contoh, yang paling sering kita
jumpai dalam bahasa sehari-hari ialah kata berulang kali dan sering kali.
Perhatikan contoh berikut.
Telah berulang-ulang ku nasehati, tetapi tidak juga berubah kelakuannya
(= telah berkali-kali).
Kata sering kali kontaminasi dari sering dan banyak kali atau kerap kali
atau acap kali.
Ketiga, kontaminasi bentukan kata. Adakalanya bentukan kata dengan
beberapa imbuhan sekaligus memperlihatkan gejala kontaminasi. Misalnya: kata
dipelajarkan dalam kalimat, Di sekolah kami dipelajarkan beberapa kepandaian
wanita. Kata dipelajarkan dalam kalimat tersebut jelas dirancukan bentuk
diajarkan dengan dipelajari.
Bentukan yang tepat untuk kalimat tersebut ialah diajarkan sehingga
kalimat yang benar seperti kalimat berikut.
Di sekolah kami diajarkan beberapa kepandaian wanita.
Di samping kontaminasi tersebut, terdapat juga kontaminasi bentuk
kalimat aktif dan pasif. Perhatikan contoh berikut!
Contoh:
Minggu yang lalu di sekolah kami mengadakan pertandingan olahraga.
35



Kalimat tersebut dipandang sebagai perancuan kalimat aktif dan pasif. Ada
beberapa cara untuk membetulkan kalimat rancu tersebut. Kalimat rancu tersebut
harus kita kembalikan pada keadaan sebelum terjadi kerancuan. Karena kerancuan
tersebut kerancuan aktif dan pasif, maka kalimat tersebut dapat dibetulkan
menjadi kalimat aktif dan pasif.
Membetulkan kalimat rancu menjadi kalimat aktif ialah dengan jalan
menghilangkan kata depannya sehingga menjadi Minggu yang lalu sekolah kami
mengadakan pertandingan olahraga. Kalimat tersebut dapat dibetulkan menjadi
kalimaat pasif. Kata kerja aktif dalam kaimat tersebut harus diubah menjadi kata
kerja pasif, sedangkan kata depannya tidak perlu dihilangkan sehingga menjadi
Minggu yang lalu di sekolah kami diadakan pertandingan olahraga.
2) Pleonasme
Pleonasme berarti pemakaian kata-kata yang berlebihan. Penampilannya
bermacam-macam. Ada penggunaan dua kata yang searti yang sebenarnya tidak
perlu karena menggunakan salah satu di antara kedua kata itu sudah cukup.
Di dalam suatu frasa terdapat dua atau lebih kata yang searti, misalnya:
1. Pada zaman dahulu kala banyak orang yang menyembah berhala.
(zaman=kala. Sebenarnya cukup: pada zaman dahulu, atau dahulu kala)
2. Mulai dari waktu ia jera berjudi.
Kata kedua sebenarna tidak perlu lagi karena pengertian pada kata itu
sudah terkandung pada kata yang mendahuluinya. Kata-kata seperti para,
beberapa dan semua mengandung pengertian jamak. Oleh karena itu, kata benda
yang mengikuti kata-kata tersebut tidak perlu lagi dijamakan dengan perulangan.
36



Pada beberapa kata pungut dalam bahasa Indonesia terjadi pergeseran arti.
Misalnya kata yang dalam bahasa asalanya menyatakan pengertian jamak, dalam
bahasa Indonesia dipakai dalam pengertian tunggal. Contoh dari bahasa Arab:
unsur, alim, dan ruh (roh) menyatakan pengertian tunggal; anasir, ulama, arwah.
Dalam bahasa Indonesia, kata-kata jamak dipakai dengan makna
tunggal seperti dalam kalimat berikut.
3) Ambiguitas atau Keambiguan
Kalimat yang memenuhi ketentuan tata bahasa, tetapi masih menimbulkan
tafsiran ganda tidak termasuk kalimat yang efektif. Perhatikan contoh kalimat
berikut!
Tahun ini SPP mahasisiwa baru dinaikan.
Kalimat tersebut mengandung makana ambigu. Kata baru pada kalimat
tersebut menerangkan kata mahasiswa atau kata dinaikan? Jika menerangkan
mahasiswa, tanda hubung dapat digunakan untuk menghindari salah tafsir, dan
jika kata baru menerangkan dinaikan, kalimat perbaikannya adalah:
(1) Tahun ini SPP mahasiswa-baru dinaikan.
(2) SPP mahasiswa tahun ini baru dinaikan.
(3) Datanglah pada ulang tahun anakku yang kedua.
Frase yang aneh pada kalimat di atas menerangkan frase ulang tahun atau
kata anakku? Jika yang kedua menerangkan ulang tahun, kata yang dapat
dihilangkan dari kata kedua didekatkan pada kata anakku, lalu ditambahkan kata
untuk di antara kedua dan anakku. Sementara itu, jika yang kedua itu
37



menerangkan anakku, kata yang dapat dihilangkan sehingga makna kalimat
tersebut menjad:
1) Datanglah pada ulang tahun yang kedua untuk anakku.
2) Datanglah pada ulang tahun anakku kedua.
4) Ketidakjelasan Subjek
Suatu kalimat yang baik memang harus mengandung unsur-unsur yang
lengakap. Dalam hal ini, kelengkapan unsur kalimat itu sekurang-kurangnya harus
memenuhi dua hal, yaitu subjek dan predikat. Jika predikat kalimat itu berupa kata
kerja transitif, unsur kalimat yang disebut objek juga harus hadir.
Unsur lain yakni keterangan, kehadirannya bersifat sekunder atau tdak
terlalu dipentingkan.
Contoh:
1) Pembangunan itu untuk menyejahterakan masyarakat
S K
2) Bagi para mahasiswa yang akan mengikuti ujian harus melunasi
K P
uang SPP
O
Kalimat (1) tidak terdapat unsur predikat, sedangkan dengan kalimat (2)
tidak terdapat unsur subjek. Agar kalimat tersbut menjadi lengkap, kalimat (1)
data ditambah dengan unsur predikat, misalnya bertujuan sehingga kalimat (1) itu
menjadi Pembangunan itu bertujuan (untuk) menyejahterakan masyarakat. Pada
kalimat (2) unsur keterangan, yaitu Bagi para mahasiswa yang akan mengikuti
38



ujian SPP, sebenarnya dapat diubah menjadi subjek dengan cara menghilangkan
kata bagi. Dengan cara itu, kalimat (2) dapat diperbaiki menjadi .Para mahasiswa
akan mengikuti ujian harus melunasi uang SPP.
Berdasarkan perbaikan tersebut, kalimat perbiakan (1) dan (2) dibagi atas
unsure-unsur berikut.
1a) Pembangunan itu menyejahterakan masyarakat.
S P O
1b) Pembangunan itu bertujuan (untuk) menyejahterakan masyarakat.
S P O
2) Para mahasiswa yang akan mengikuti ujian harus melunasi uang SPP.
S P O
5) Kemubaziran Preposisi
Masalah kemubaziran kata depan mengakibatkan ketidakefektifan kalimat.
Masalah kemubadziran kata akan diuraikan berikut ini. Keefektifan dalam
penggunaan bahasa, selain dapat dicapai melalui pemilihan kata yang tepat, dapat
dilakukan dengan menghindari pemakaian kata yang mubazir. Kata mubazir yang
dimaksud disini adalah kata yang kehadirannya tidak terlalu diperlukan sehingga
jika dihilangkan tidak mengganggu informasi yang disampaikan.
Kata mubazir diakibatkan, antara lain oleh penggunaan kata yang
bersinonim secara bersama-sama. Misalnya:
1) Kita perlu menjaga kesehatan agar supaya terhindar dari penyakit.
2) Bank Sumitommo adalah merupakan salah satu bank terbesar di
Jepang.
39



Kata agar dan supaya, adalah dan merupakan pada contoh tersebut
sebenarnya merupakan kata yang bersinonim. Dari segi keefektifan berbahasa,
pemakaian kata yang bersinonim secara bersama-sama dapat menyebabkan salah
satu kata itu mubazir. Oleh karena itu, agar tidak mubazir dan bahasa yang
digunakan menjadi efektif, sebaiknya salah satu kata itu saja yang digunakan.
Ketidakefektikan kalimat sering juga disebabkan oleh ketidaktepatan
pemakaian di sebagai awalan dan di sebagai kata depan. Terlepas dari
hubungannya dengan bentuk lain, di memang bersifat amvibelen. Artinya, dua
kemungkinan fungsi, yaitu sebagai kata depan dan sebagai awalan. Sebagai
awalan di- merupakan morfem terikat secara morfologis, artinya suatu morfem
atau bentuk baru mempunyai arti yang pasti apabila telah dihubungkan dengan
morfem lain sehingga membentuk suatu kata. Sebagai awalan selanjutnya di-
harus ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya, dan berfungsi sebagai
pembentuk kata kerja pasif.
Untuk membedakan kedua fungsi di yang sering dikacaukan cara
penulisannya, berikut ini akan diuraikan ciri pokok yang dimiliki masing-masing.
Bentuk di- sebagai awalan, maka di bersama kata depan, di bersama kata yang
mengikutinya akan dapat menjawab pertanyaan di mana atau kapan.
6) Kesalahan Nalar
Nalar menentukan apakah kalimat yang kita tuturkan adalah kalimat yang
logis atau tidak. Nalar ialah aktivitas yang memungkinkan seseorang berpikir
logis. Pikiran yang logis ialah pikiran yang masuk akal yang berterima.
Contoh kesalahan nalar dapat dilihat pada kalimat berikut.
40



Hadirin yang kami hormati. Kita tiba sekarang pada acara berikut yaitu
sambutan dari bapak bupati. Waktu dan tempat kami persilahkan! Waktu
dan tempat kami persilahkan, jelas kalimat ini tidak logis.
Apa yang dipersilahkan dalam kalimat itu? Waktu dan tempat bukan?
Dapatkah waktu dan tempat, dua abstrak itu dapat dipersilahkan? Dapatkah waktu
dan tempat itu berdiri, lalu berjalan menuju mimbar tempat berbicara? Bukankah
yang dipersilahkan itu bapak bupati yang beroleh giliran untuk memberikan
sambutan? Dengan demikian, perbaikan untuk kalimat tersebut adalah sebagai
berikut.
Hadirin yang kami hormati. Kita tiba sekarang pada acara berikut yaitu
sambutan bapak bupati. Bapak bupati kami persilahkan.
7) Ketidaktepatan Bentuk Kata
Seperti yang kita ketahui bahwa awalan pe- tidak mendapat bunyi apabila
diletakan pada kata dasar berkonsonan /I/ atau /r/. namun dewasa ini banyak kita
jumpai bentukan kata yang menyimpang dari aturan yang ada.
Misalnya: pengrusakan, pengluasan, perletakan, penglawatan, perletakan.
Bentuk seperti itu timbul karena pengaruuh bahasa jawa. Dalam bahasa
jawa ada bentukan ngrusak, ngrawat. Kalau kita sejajarkan dengan bentuk kata
kerjanya, maka dari kata kerja meletakan lahir bentuk kata benda abstraknya
peletakan bukan perletakan. Jadi seharusnya peletakan batu pertama bukan
perletakan batu pertama.
Di samping bentuk yang sejajar dengan kata kerjanya, ada juga bentukan
yang menyimpang yang dibuat dengan sengaja untuk memperoleh arti lain dari
41



bentukan yang sudah ada, misalnya: mendalami (kata kerja) , pendalaman (kata
benda).
8) Ketidaktepatan Makna Kata
Jika sebuah kata tidak dipahami makananya, pemakaianya pun mungkin
tidak akan tepat. Hal itu akan menimbulkan keganjilan, kekaburan, dan salah
tafsir.
Berikut contoh kata yang sering dipakai secara tidak tepat. Kata kilah
disamakan dengan kata-kata atau ujar sehingga berkilah dianggap sama dengan
berkata atau berujar dan kilahnya dianggap sama dengan katanya atau ujarnya.
artinya mencari-cari alasan untuk membantah pendapat orang.
Di samping ketidaktepatan makna kata menjadi penyebab ketidakefektifan
kalimat, hubungan kata dengan maknanya juga sering menimbulkan
ketidakefektifan kalimat. Oleh karena itu, kita harus memperhatikannya dengan
cermat. Kita baru bisa menggunakan kata-kata tersebut dengan baik jika kita
mengerti hal-hal yang menyangkut masalah hubungan kata dengan maknanya,
seperti masalah; (1) konsep makna, (2) homonimi (3) polisemi, (4) hipernimi dan
hiponimi, (5) sinonim, (6) antonimi, dan (7) konotasi.
Konsep makna dan homonimi Adalah dua buah kata atau lebih yang sama
bentuknya, tetapi maknanya berlainan. Kata-kata yang berhomonimi ini
sesungguhnya merupakan kata-kata yang berlainan yang kebetulan saja bentuknya
sama. Oleh karena itu, maknanya juga tidak sama. Misalnya, kata bisa yang
bermakna racun ular adalah berhomonimi dengan kata bisa yang berarti sanggup,
dapat.
42



Adakalanya, kata-kata yang berhomonimi ini yang sama hanya bunyinya,
sedangkan ejaannya tidak sama. Misalnya kata sangsi yang berarti ragu dan kata
sanksi yang berarti akibat, konsekuensi.
Sebaliknya, ada kata-kata yang berhomonim ini hanya sama ejaanya
sedangkan lafalnya tidak sama. Misalnya kata teras yang berarti serambi di luar
rumah, dan kata teras (lafalnya teras) yang berarti pati, inti, utama. Sedangkan
polisemi adalah kata-kata yang maknanya lebih dari satu, sebagai akibat
terdapatnya lebih dari sebuah komponen konsep makna pada kata-kata tersebut.
Misalnya, kata kepala antara lain mengandung komponen konsep makna; anggota
tubuh, sangat penting, terletak di sebelah atas dan bentuknya bulat.
Hipernimi adalah kata-kata yang maknanya melingkupi makna kata-kata
yang lain. Misalnya kata burung maknanya melingkupi makna kata-kata, seperti
merpati, kepodang, tekukur, cucakrawa, dan murai. Dengan demikian, yang
disebut burung bukan berarti merpati atau tekukur.
Kebalikan dari hipernimi adalah hiponimi. Hiponimi adalah kata atau
ungkapan yang maknanya termasuk didalam makna kata atau ungkapan lain.
Misalnya makna kata merpati termasuk didalam makna kata burung; makna kata
kuning termasuk di dalam makna kata warna.
Sinonimi adalah dua buah kata atau lebih yang maknanya kurang lebih
sama. Dikatakan kurang lebih karena memang seperti yang sudah dibicarakan,
tidak akan ada dua buah kata berlainan yang maknanya persis sama. Yang sama
sebenarnya hanya informasinya, sedangkan maknanya tidak persis sama.
43



Sinonim bisa terjadi antara lain sebagai berikut, perbedaan dialek sosial,
perbedaan dialek regional, perbedaan dialek temporal, perbedaan ragam bahasa
sehubungan dengan bidang kegiatan kehidupan, pengaruh bahasa daerah atau
bahasa asing lain, seperti kata akbar atau kata kolosal.
Antonimi adalah dua buah kata yang maknanya dianggap berlawanan.
Dikatakan dianggap karena sifat berlawanan dari dua kata berantonim ini sangat
relatif. Ada kata-kata yang mutlak berlawanan, seperti kata mati dan hidup; siang
dan malam. Ada juga kata-kata berantonim yang sesungguhnya tidak menyatakan
perlawanan malah menyatakan adanya yang satu karena adanya yang lain.
Seperti kata menjual dengan kata membeli. Jika tidak ada membeli tentu tidak
akan ada menjual.
Konotasi atau nilai rasa kata adalah pandangan baik buruk atau positif-
negatif yang diberikan oleh sekelompok masyarakat bahasa terhadap sebuah kata.
Nilai rasa kata ini sangat ditentukan oleh pengalaman, kebiasaan, dan pandangan
hidup yang dianut oleh masyarakat penganut bahasa itu. Misalnya kata amplop
yang sebenarnya bermakna sampul surat, dalam masyarakat kita dewasa ini
berkonotasi buruk atau negatif.
9) Pengaruh Bahasa Daerah
Kata-kata bahasa daerah yang sudah diserap ke dalam bahasa Indonesia
tanpaknya tidak menjadi masalah jika digunakan dalamm pemakaian bahasa
sehari-hari. Akan tetapi, bahasa daerah yang belum berterima dalam bahasa
Indonesia inilah yang perlu dihindari penggunaanya agar tidak menimbulkan
44



kemacetan dalam berkomunikasi sehingga informasi yang disampaikan menjadi
tidak efektif.
10) Pengaruh Bahasa Asing
Dalam perkembangannya bahasa Indonesia tidak terlepas dari pengaruh
bahasa lain, bahasa daerah ataupun bahasa asing. Pengaruh itu di satu sisi dapat
memperkaya khazanah bahasa Indonesia, tetapi di sisi lain dapat juga
mengganggu kaidah tata bahasa sehingga menimbulkan ketidakefektifan kalimat.
Salah satu contoh yang dapat memperkaya khazanah bahasa Indonesia ialah
masuknya kata-kata tertentu yang tidak terdapat dalam bahasa Indonesia. kata
pikur, dongkrak, soleh, kursi dan fakultas misalnya merupakan kata-kata yang
berasal dari bahasa asing yang sekarang tidak terasa sebagai kata-kata yang
berasal dari bahasa asing.
2.3 Karangan Eksposisi
2.3.1 Pengertian Karangan Eksposisi
Karangan eksposisi yaitu karangan atau tulisan ilmiah yang bertujuan
untuk memberitahu, atau menginformasikan sesuatu. Berikut ini akan
dikemukakan pengertian karangan eksposisi menurut beberapa ahli bahasa.
1) Kata eksposisi yang dipungut dari kata bahasa Inggris exposition berasal dari
sebenanya berasal dari bahasa Latin yang berarti membuka atau memulai.
Memang karangan eksposisi merupakan wacana yang bertujuan untuk
memberi tahu, mengupas, menguraikan, atau menerangkan sesuatu (Finoza,
2006:224).
45



2) Dalam karangan eksposisi masalah yang dikomunikasikan terutama adalah
informasi. Hal atau sesuatu yang dikmonuikasikan terutama itu mungkin
berupa: (a) data faktual, misalnya tentang sesuatu kondisi yang benar-benar
terjadi atau bersifat historis, tentang bagaimana sesuatu (misalnya suatu
mesin) bekerja, dan tentang bagaimana suatu operasi diperkenalkan; (b) suatu
analisis atau suatu penafsiran yang objektif terhadap seperangkat fakta; dan (c)
dan mungkin sekali berupa fakta tentang seseorang yang berpegang teguh
pada suatu pendirian yang khusus, asalkan tujuan utamanya adalah untuk
mmeberikan informasi (Suparno dan Yunus, 2002:5.4)
Berdasarkan pengertian-pengertian karangan eksposisi dari beberapa para
ahli dapat disimpulkan bahwa karangan eksposisi merupakan karangan yang
berusaha memberikan informasi, menjelaskan sesuatu dengan menggunakan
kalimat yang baik secara utuh dan jelas.
2.3.2 Ciri-Ciri Karangan Eksposisi
Karangan eksposisi memiliki ciri-ciri menginformasikan sesuatu berupa:
(a) data faktual, misalnya tentang suatu kondisi yang benar-benar terjadi atau
bersifat historis, tentang bagaimana sesuatu (misalnya suatu mesin) bekerja, dan
tentang bagaimana suatu operasi diperkenalkan; (b) suatu analisis atau suatu
penafsiran yang objektif terhadap seperangkat fakta; dan (c) mungkin sekali
berupa fakta tentang seseorang yang berpegang teguh pada suatu pendirian yang
khusus, asalkan tujuan utamanya adalah untuk memberikan informasi (Suparno
dan Yunus, 2002:5.5).
Ciri-ciri karangan eksposisi menurut Keraf, (1982:14) sebagai berikut:
46



1) Tujuan karangan eksposisi, karangan eksposisi berusaha menjelaskan suatu
pokok permasalahan. Dalam karangan eksposisi penulis menyerahkan
keputusan kepada pembaca.
2) Fakta yang dikemukakan, fakta-fakta yang dipakai lebih konkretisasi yaitu
membuat rumusan atau kaidah-kaidah yang dikemukakan lebih konkret.
3) Kesimpulan, kesimpulan yang dibuat merupakan rangkuman yang telah
diuraikan.
4) Gaya bahasa karangan eksposisi, ciri yang paling menonjol dalam karangan
bahasa yang digunakan yaitu bahasa berita tanpa rasa subjektif dan emosional.
2.3.3 Jenis-Jenis Karangan Eksposisi
Keraf membedakan jenis karangan ekposisi berdasarakan cara dan
metodenya menjadi empat jenis, di antaranya: ekposisi identifikasi, eksposisi
perbandingan, ekpsosisi ilustrasi, eksposisi analisis, eksposisi klasifikasi, dan
eksposisi definisi.
1) Eksposisi Identifikasi
Identifikasi merupakan suatu metode untuk menggarap sebuah eksposisi
sebagai jawaban atas pertanyaan: Apa Itu? Sipakah dia? (Keraf, 1982:9).
Metode ini merupakan sebuah metode yang berusaha menjelaskan ciri-ciri
atau unsur-unsur pengenal suatu objek sehingga para pembaca atau pendengar
lebih mengenal objek tersebut.
2) Eksposisi Perbandingan
Di samping dengan cara identifikasi, dalam menjelaskan suatu objek, penulis
dapat juga menggunakan perbandingan. Perbandingan merupakan suatu cara
47



untuk mewujudkan suatu objek atau lebih, dengan jalan menunjukkan
kesamaan-kesamaan atau perbedaan-perbedaan antara dua objek atau lebih
dengan menggunakan dasar-dasar teknik tertentu. Eksposisi seperti ini, kita
menamakan eksposisi perbandingan. Eksposisi ini biasanya digunakan apabila
penulis ingin menjelaskan atau membicarakan sesuatu yang dianggap belum
diketahui oleh pembaca dengan jalan membandingkannya dengan hal atau
sesuatu yang sudah diketahui pembaca.
3) Eksposisi ilustrasi
Ilustrasi adalah suatu metode untuk mengadakan gambaran atau penjelasan
yang khusus dan konkret atas suatu prinsip umum atau gagasan umum.
Mulyono (2003:43) paragraf ilustrasi atau paragraf contoh dikembangkan
dengan cara menggunakan contoh atau ilustrasi. Contoh atau ilustrasi inilah
yang memberikan penjelasan akan kebenaran ide atau gagasan paragraf, baik
dengan cara deduktif, induktif, maupun paduan keduanya.
4) Eksposisi Analisis
a) Analisis bagian
Analisis ini menyajikan sebuah hasil pemikiran atau penalaran yang rasional
dari seorang pengarang menganai bagian-bagian dari suatu hal atau barang.
Sebagai contoh, ada beberapa orang ingin membuat analisis mengenai buah
jeruk. Seorang ahli botani menganggap sebuah jeruk sebagai struktur botani.
Oleh karena itu, ia berusaha menganalisisnya menjadi: tangkai, kulit, daging,
dan biji. Sebaliknya seorang ahli kimia, melihatnya dari unsur-unsur kimia
yang terdapat pada kulit, daging, biji. Orang ketiga yaitu seorang pelukis,
48



melihat buah jeruk dari segi estetis, sebab itu ia menganalisisnya ke dalam
pola-pola warna yang ada pada buah jeruk itu.
b) Analisis Fungsional
Langkah lebih lanjut dari analisis bagian adalah analisis fungsional yaitu tidak
sekedar menyebutkan bagian-bagiannya saja, tetapi menguraikan pula fungsi
tiap bagian yang secara karakteristik berhubungan dengan sebuah objek yang
dianalisisnya itu.
c) Analisis Proses
Analisis Proses adalah sebuah metode analisis yang berusaha menjawab
pertanyaan, Bagaimana sesuatu bekerja?. Dalam analisis proses, perhatian
kita terutama diletakan pada tahap pelaksanaan fungsi bagian-bagian. Tiap
bagian hanya dipakai sejauh mereka berfungsi menerapkan tahap-tahap
pelaksanaan fungsinya itu. Metode ini bermanfaat bila sebuah topik bersifat
dinamis. Contoh: bagaimana berlangsungnya suatu gagasan secara praktis
seperti bagaimana demokrasi dilaksanakan, bagaimana perkembangan sebuah
konsep historis, seperti bagaimana bangkitnya kelas menengah. Semua ini
akan digarap dengan baik, bila kita mengidentifikasi bagian-bagian yang
bersifat struktural dari seluruh permasalahan itu. Kemudian menelusuri tahap-
tahap urutan dalam perkembangannya.
d) Analisis Kausal
Dalam analisis kausal, kita mempersoalkan dua hal yaitu apa yang
menyebabkan dan mengemukakan suatu peristiwa atau hal sebagai sebab.
Contoh, pada waktu kita membicarakan banjir, maka persoalan banjir dapat
49



didudukan dalam posisi sentral yang dapat dilihat sebagai sebab, tetapi dapat
juga sebagai akibat. Sebagai sebab ia menimbulkan akibat, dan akibat lanjut
dapat menimbulkan akibat selanjutnya. Sebagai akibat banjir ditimbulkan oleh
sejumlah sebab, dan setiap sebab dapat ditimbulkan oleh sebab yang lainnya.
Demikian seterusnya.
5) Eksposisi Klarifikasi
Seperti halnya dengan jenis-jenis yang telah diuraikan di atas. Klarifikasi
adalah suatu cara yang bersifat alamiah untuk menampilkan pengelompokan-
pengelompokan sesuatu dengan pengalaman manusia. Paragraf klasifikasi
(penguraian) adalah yang berisi penjelasan secara terurai atas pemilahan
sesuatu secara rinci (Mulyono, 2003:52)
6) Eksposisi Definisi
Eksposisi yang menyatakan definisi atau pengertian dari suatu hal atau suatu
konsep. Paragraf Definisi merupakan paragraf yang mengembangkan definisi
atau pembatasan sebuah istilah (Mulyono, 2003:49).
2.3.4 Syarat-Syarat Menulis Karangan Eksposisi
Agar tujuan mengarang eksposisi tercapai, penulis atau pengarang harus
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut.
1) Mengetahui subjek yang akan dibahas
Dengan mengatahui subjek karangan yang akan dibahasnya maka penulis
dapat mengembangkan/memperluas pengetahuan mengenai hal itu baik melalui
penelitian, wawancara, atau melalui membaca buku. Selanjutnya melalui hasil
penelitian tersebut dievaluasi dan ditampilkan dalam tulisan
50



2) Kemampuan untuk menganalisis persoalan dengan jelas dan konkret.
Memiliki kemampuan untuk menganalisis persoalan pokok bahasan
merupakan yang harus dipenuhi oleh seorang penulis eksposisi. Hal ini mengingat
bahan yang dkumpulkan harus diolah, diseleksi, dievaluasi, dan diarhkan untuk
dituangkan dalam sebuah karangan berbentuk final. Semakin baik kemampuan
mengevaluasi dan menganalisis yang dilakukan, maka semakin baik pula penilaian
yang ditulisnya (Keraf, 1982:6)

Anda mungkin juga menyukai