Anda di halaman 1dari 7

Soal Tantangan

Explore the effects of atrazine degradation if the weather conditions changed over the
wetlands. What would occur if the ambient air was saturated and there could be no
evaporation? What if it rained, making the evaporation rate a negative value? Choose
appropiate values for Q (surface area evaporation) in these two scenarios, and plot them in
comparison with the original case using Polymath. You should observe differences on the
way the weather affects the molar flow of atrazine, FA, as the waste water travels a distance
of z = 1000 m.

Dengan merubah nilai Q pada program Polymath pada soal sebelumnya (penyelesaian soal
Web Module) dengan variasi nilai Q berikut ;
o Terjadi penguapan, Q = 1.0 x 10-5 kmol air/hr.m2
o Tidak terjadi penguapan, Q1 = 0 kmol air/hr.m2
o Terjadi hujan, Q2 = -1.0 x 10-5 kmol air/hr.m2
Maka dilakukan input persamaan persamaan pada polymath dengan pilihan differential
equation sebagai berikut :

Setelah menginput persamaan, didapatkan hasil running polymath sebagai berikut:

Dengan membuat grafik yang menghubungkan antara final molar flow rate atrazine (Fa)
terhadap perubahan panjang wetland (z) hingga 1000 m, maka hal selanjutnya adalah
mengamati perbedaan profil yang terbentuk dari tiga variasi cuaca pada lingkungan wetland
tersebut.

Grafik di atas menunjukkan perbandingan antara final molar flow rate atrazine ketika terjadi
evaporasi (Fa) dengan final molar flow rate atrazine ketika tidak terjadi hujan maupun

evaporasi (Fa1) di sepanjang wetland (z). Secara grafik, perbedaan antara Fa dan Fa1 tidak
terlalu terlihat, namun bila kita menilik pada tabel data hasil running polymath, barulah
terlihat bahwa nilai Fa1 lebih besar ketimbang Fa. Hal tersebut dikarenakan ketika terjadi
evaporasi di sepanjang wetland, maka konversi atrazine akan semakin besar disebabkan tidak
banyak air yang akan mendegradasi atrazine. Karena nilai konversi atrazine besar, maka nilai
dari final molar flow rate-nya menjadi kecil. Sementara itu, seiring dengan bertambahnya
nilai z, maka sisa atrazine yang akan mengalami degradasi akan semakin sedikit sehingga
final molar flow rate-nya akan semakin berkurang dengan bertambahnya nilai z.

Grafik di atas menunjukkan perbandingan antara final molar flow rate atrazine ketika terjadi
evaporasi (Fa) dengan final molar flow rate atrazine ketika terjadi hujan (Fa 2) di sepanjang
wetland (z). Terlihat bahwa nilai Fa2 lebih besar dibandingkan dengan Fa. Hal tersebut
dikarenakan ketika terjadi hujan di sepanjang wetland, maka konversi atrazine akan semakin
kecil disebabkan ada banyak air yang akan mendegradasi atrazine. Karena nilai konversi
atrazine kecil, maka nilai dari final molar flow rate-nya menjadi besar. Sementara itu, seiring
dengan bertambahnya nilai z, maka sisa atrazine yang akan mengalami degradasi akan
semakin sedikit sehingga final molar flow rate-nya akan semakin berkurang dengan
bertambahnya nilai z.

Secara matematis pun, hal di atas juga terbukti terlihat dari persamaan stoikiometri untuk
reaktor flow berikut :
F A =F A 0 (1 X )
o FA = Final molar flow rate of atrazine

(1)

o FAO = Initial molar flow rate of atrazine


o X = Conversion of atrazine
Dari persamaan tersebut, semakin besar nilai konversi, maka nilai final molar flow rate akan
semakin kecil.
Sementara itu, untuk hubungan antara nilai Q dengan FA dijelaskan oleh kombinasi
persamaan persamaan stoikiometri untuk fluida fase cair :

CA=

F A 0 (1 X)
Q .W . z
v0
m.

(2)
o
o
o
o
o

m = molar density of water


v0 = initial volume flow rate of atrazine
Q = evaporation rate of water
z = length of reator (wetland)
W =width of reactor (wetland)

Dari persamaan (2) di atas didapatkan hubungan bahwa semakin kecil nilai dari Q , maka
nilai FA0 akan semakin besar. Karena pada persamaan (1) kita dapatkan bahwa nilai F A
sebanding dengan FA0, maka kita dapatkan suatu logika bahwa semakin kecil nilai Q maka
nilai FA akan semakin besar. Dari persamaan (2) pun dapat dilihat bahwa hubungan antara
nilai FA yang sebanding dengan nilai FA0 berbanding terbalik terhadap nilai z
Kesimpulan

semakin kecil nilai dari Q , maka nilai FA akan semakin besar

nilai FA berbanding terbalik terhadap nilai z

Soal Pengembangan Kasus Lapangan


Pada kasus lapangan ini, akan divariasikan parameter lebar (W) dari wetland. Dari variasi ini,
dapat dilihat pengaruh parameter dimensi terhadap parameter-parameter lainnya seperti molar
laju degradasi (laju reaksi) serta konversi. Asumsi yang digunakan sama dengan asumsi yang
digunakan sebelumnya, sehingga kami hanya akan memodifikasi program polymath sesuai
dengan parameter-parameter dimensi yang hendak divariasikan.

Variasi Lebar

Pada polymath dilakukan input persamaan persamaan yang sesuai dengan asumsi pada
soal web module, dengan memvariasikan nilai W1, W2, dan W3.

Setelah running didapatkan data seperti di bawah ini :

Berikut adalah 2 buah grafik yang didapatkan dari running polymath :

Dari grafik tersebut dapat terlihat bahwa nilai konversi atrazine dari wetland dengan
kelebaran tertinggi (X3) ialah yang terbesar, diikuti oleh konversi atrazine pada wetland
dengan lebar tertinggi kedua (X2), dan konversi atrazine dari wetland dengan lebar paling
kecil (X1). Hal ini sejalan dengan persamaan konversi berikut :
X =1(1z)

(1)

dengan
=

Q.W .z
m . v 0

(2)
dan
=

k 1 .W . D
. v0

(3)
Dalam persamaan di atas, hubungan antara X dengan D berupa perpangkatan, di mana
semakin besar nilai W, maka akan semakin besar pula nilai X. Sementara itu, hubungan
antara W dan Z berupa logaritma, sehingga

Dari grafik di atas dapat erlihat bahwa nilai degradasi atrazine semakin mengecil seiring
dengan bertambahnya kedalaman wetland. Hal tersebut sesuai dengan persamaan berikut :
FA 0

dX
=k 1 C A
W . D . dz

(4)

dengan

-rA =

k1 C A

(5)

Pada persamaan di atas, terlihat bahwa semakin besar nilai W, maka nilai -rA akan semakin
kecil.

Kesimpulan

hubungan antara X dengan D berupa perpangkatan, di mana semakin besar nilai W,


maka akan semakin besar pula nilai X

semakin besar nilai W, maka nilai -rA akan semakin kecil.

Anda mungkin juga menyukai