Anda di halaman 1dari 8

PENDAHULUAN

Bahasa adalah alat komunikasi yang digunakan manusia dengan sesama anggota masyarakat lain
pemakai bahasa itu. Bahasa berisi gagasan, ide, pikiran, keinginan, atau perasaan yang ada pada diri si
pembicara. Agar apa yang dipikirkan, diinginkan, atau dirasakannya dapat diterima oleh pendengar atau
orang yang diajak bicara, hendaklah bahasa yang digunakannya dapat mendukung maksud atau pikiran
dan perasaan pembicara secara jelas.

Setiap gagasan, pikiran, atau konsep yang dimiliki seseorang pada praktiknya akan dituangkan ke dalam
bentuk kalimat. Kalimat yang benar (dan juga baik) haruslah memenuhi persyaratan gramatikal. Artinya,
kalimat itu harus disusun berdasarkan kaidah-kaidah yang berlaku, seperti unsur-unsur penting yang
harus dimiliki setiap kalimat (subjek dan predikat); memerhatikan ejaan yang disempurnakan; serta cara
memilih kata (diksi) yang tepat dalam kalimat. Kalimat yang memenuhi kaidah-kaidah tersebut jelas
akan mudah dipahami oleh pembaca atau pendengar. Kalimat yang demikian disebut kalimat efektif.
Kalimat efektif ialah kalimat yang baik karena apa yang dipikirkan atau dirasakan oleh si pembicara (si
penulis dalam bahasa tulis) dapat diterima dan dipahami oleh pendengar (pembaca dalam bahasa tulis)
sama benar dengan apa yang dipikirkan atau dirasakan oleh si penutur atau si penulis (Badudu, 1995).
Kalimat efektif mampu membuat proses penyampaian dan penerimaan berlangsung dengan sempurna.
Kalimat efektif mampu membuat isi atau maksud yang disampaikan si pembicara tergambar lengkap
dalam pikiran si penerima (pembaca/pendengar), persis seperti apa yang disampaikannya. Hal tersebut
terjadi jika kata-kata yang mendukung kalimat itu sanggup mengungkapkan kandungan gagasan. Dengan
kata lain, hampir setiap kata secara tepat mewakili pikiran dan keinginan penulis. Hal ini berarti, bahwa
kalimat efektif haruslah secara sadar disusun oleh penulis/penuturnya untuk mencapai informasi yang
maksimal. Jadi, kalimat efektif kalimat yang dapat mengungkapkan gagasan, pikiran, dan perasaan
dengan tepat ditinjau dari segi diksi, struktur, dan logikanya. Dengan kata lain, kalimat efektif selalu
berterima secara tata bahasa dan makna. Sebuah kalimat dikatakan efektif apabila mencapai sasarannya
dengan baik sebagai alat komunikasi. Perhatikan contoh kalimat berikut ini!

1) Jika bus ini mengambil penumpang di luar agen supaya melaporkan kepada kami.

Kalimat tersebut kurang jelas maksudnya karena ada bagian yang dihilangkan atau tidak sejajar.
Siapakah yang diminta "supaya melaporkan kepada kami? Ternyata, imbauan ini untuk para penumpang
yang membeli tiket di agen. Jika demikian, kalimat tersebut perlu diubah menjadi:

1a) Jika bus ini mengambil penumpang di luar agen, Anda diharap melapor. kannya kepada kami.

Jika subjek induk kalimat dan anak kalimatnya dibuat sama, ubahannya menjadi:

1b) Jika bus ini mengambil penumpang di luar agen, harap dilaporkan kepada kami.

Perlu diketahui, bahwa kalimat dapat dilihat dari beberapa segi. Dilihat dari segi fungsinya, kalimat
adalah alat komunikasi. Dilihat dari segi bentuk dan proses terjadinya, kalimat membentuk suatu
struktur atau pola yang terdiri atas unsur- unsur yang teratur. Kalimat yang polanya salah menurut tata
bahasa, jelas tidak efektif. Namun, kalimat yang menurut tata bahasa betul struktur atau polanya juga
belum tentu efektif. Jelas, bahwa kalimat efektif memerlukan beberapa persyaratan. Sehubungan
dengan hal tersebut, ada dua syarat yang harus dipenuhi untuk menyusun kalimat efektif, yaitu 1) syarat
awal dan 2) syarat utama. Syarat awal meliputi dua hal, yaitu 1) pemilihan kata (diksi) dan 2)
penggunaan pedoman ejaan. Pemilihan kata atau diksi yang akan dibicarakan mencakup:

a. kata-kata yang memenuhi isoformisme;

b. kata-kata yang bersinonim dan berhomofon;

c. kata-kata yang bermakna denotasi dan konotasi;

d. kata umum dan kata khusus;

e. kata-kata atau istilah-istilah asing;

f. kata abstrak dan kata konkret;

g. kata populer dan kata kajian;

h. jargon, kata percakapan, dan slang,

i. bahasa prokem; dan

j. makna kata dalam kalimat.

Kesepuluh bagian yang menyangkut pemilihan kata atau diksi. Sementara itu, syarat awal kedua yang
menyangkut ejaan juga akan dirinci pembahasannya sebagai berikut:

a. penulisan huruf;

b. penulisan kata; dan

c. tanda baca.

Dalam banyak hal, secara tidak langsung syarat ini berkaitan dengan masalah tata kalimat. Akan tetapi,
kehadirannya sangat menentukan berhasil dan tidaknya seorang penulis menyusun kalimat efektif.

Syarat utama kalimat efektif mencakup dua hal, yaitu 1) struktur kalimat efektif dan 2) ciri kalimat
efektif. Struktur kalimat efektif meliputi:

a. struktur kalimat umum;

b. struktur kalimat paralel; dan

c. struktur kalimat periodik.


Di sisi lain, ciri kalimat efektif adalah

a. kesatuan (unity),

b. kehematan (economy),

c. penekanan (emphasis), dan

d. kevariasian (variety).

A. Struktur Kalimat Efektif

1. Struktur Kalimat Umum

Unsur-unsur yang membangun sebuah kalimat dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: unsur wajib dan
unsur takwajib (unsur manasuka). Unsur wajib adalah unsur yang harus ada dalam sebuah kalimat (yaitu
unsur S/subjek dan P/predikat), sedangkan unsur takwajib atau unsur manasuka adalah unsur yang
boleh ada dan boleh tidak ada (yaitu kata kerja bantu: harus, boleh; keterangan aspek: sudah, akan;
keterangan: tempat, waktu, cara, dan sebagainya).

2. Struktur Kalimat Paralel

Yang dimaksud kesejajaran (paralelisme) dalam kalimat adalah penggunaan bentuk-bentuk bahasa yang
sama yang dipakai dalam susunan serial. Jika sebuah ide dalam suatu kalimat dinyatakan dengan frase
(kelompok kata), maka ide-ide yang sederajat harus dinyatakan dengan frase. Jika sebuah ide dalam
suatu kalimat dinyatakan dengan kata benda (misalnya bentuk pe-an, ke-an), maka ide lain yang
sederajat harus dengan kata benda juga. Demikian juga halnya bila sebuah ide dalam suatu kalimat
dinyatakan dengan kata kerja (misalnya bentuk me-kan, di-kan), maka ide lainnya yang sederajat harus
dinyatakan dengan jenis kata yang sama. Kesejajaran (paralelisme) akan membantu memberi kejelasan
kalimat secara keseluruhan. Perhatikan contoh berikut!

(1) Penyakit alzheimer alias pikun adalah satu segi usia tua yang paling mengerikan dan berbahaya,
sebab pencegahan dan cara pengobatannya tak ada yang tahu.

Dalam kalimat tersebut, ide yang sederajat adalah kata "mengerikan dan berbahaya" dan kata
"pencegahan dengan cara mengobatinya. Oleh sebab itu, bentuk yang dipakai untuk kata-kata yang
sederajat dalam kalimat tersebut harus sama (paralel) sehingga kalimat itu kita tata kembali menjadi
kalimat berikut.

(2) Penyakit alzheimer alias pikun adalah satu segi usia tua yang paling mengerikan dan membahayakan,
sebab pencegahannya dan cara pengobatannya tak ada yang tahu.
Pada kalimat tersebut, ide-ide yang sederajat dinyatakan dalam bentuk kelompok kata (frase). Kalimat
tersebut memakai kata kerja awalan me- dalam satuan kelompok kata (frase), seperti pada menimang
mesra, menyanyikan lagu, mengajak bicara, dan mengajak bercanda.

3. Struktur Kalimat Periodik

Kalau pada kalimat umum, unsur-unsur yang dikemukakan cenderung unsur intinya, tetapi kalau pada
kalimat periodik sebaliknya, yaitu unsur-unsur tambahan yang terlebih dahulu dikemukakan kemudian
muncul bagian intinya. Hal ini dilakukan untuk menarik perhatian para pembaca atau pembicara
terhadap pendengarnya. Misalnya:

1) Oleh kemarin jenazah yang busuk itu dikuburkan (O-K-S-P).

2) Oleh awan panas yang tersembur dari kepundan, dengan bantuan angin yang berkecepatan tinggi,
hutan lindung di lereng bukit itu terbakar habis (O-K-S-P).

B. Ciri Kalimat Efektif

Kalimat efektif tidak berarti bahwa wujud kalimatnya harus pendek-pendek, tetapi yang dipentingkan
adalah kesamaan in- formasi. Bisa jadi kalimatnya pendek, tetapi membingungkan orang dan bisa jadi
kalimatnya panjang, tetapi informasinya mudah dipahami.

Kalimat efektif mempunyai empat sifat/ciri, yaitu:

1) Kesatuan (Unity)

Betapa pun bentuk sebuah kalimat, baik kalimat inti maupun kalimat luas, aga tetap berkedudukan
sebagai kalimat efektif, haruslah mengungkapkan sebuah ide pokok atau satu kesatuan pikiran.

Kesatuan tersebut bisa dibentuk jika ada keselarasan antara subjek - predikat predikat - objek, dan
predikat - keterangan. Dalam penulisan tampak kalimat kalimat yang panjang tidak mempunyai S dan P.
Ada pula kalimat yang secara gramatikal mempunyai subjek yang diantarkan oleh partikel. Hal seperti ini
hendaknya dihindarkan oleh pemakai kalimat agar kesatuan gagasan yang hendak disampaikan dapat
ditangkap dengan baik oleh pembaca atau pendengar.

Contoh:

1) Bangsa Indonesia menginginkan keamanan, kesejahteraan, dan kedamaian

2) Kebudayaan daerah adalah milik seluruh bangsa Indonesia.

Bagian yang digaris miring disebut subjek, sedangkan bagian lainnya disebut predikat.
2. Kehematan (Economy)

Kehematan adalah adanya hubungan jumlah kata yang digunakan dengan luasnya jangkauan makna
yang diacu. Sebuah kalimat dikatakan hemat bukan karena jumlah katanya sedikit, sebaliknya dikatakan
tidak hemat karena jumlah katanya terlalu banyak. Yang utama adalah seberapa banyakkah kata yang
bermanfaat bagi pembaca atau pendengar. Dengan kata lain, tidak usah menggunakan belasan kata,
kalau maksud yang dituju bisa dicapai dengan beberapa kata saja. Oleh karena itu, kata-kata yang tidak
perlu bisa dihilangkan. Untuk penghematan kata- kata, hal-hal berikut perlu diperhatikan.

1) mengulang subjek kalimat

Terkadang tanpa sadar, penulis sering mengulang subjek dalam satu kalimat. Pengulangan ini tidak
membuat kalimat itu menjadi lebih jelas. Oleh karena itu, pengulangan bagian kalimat yang demikian
tidak diperlukan.

2) hiponim dihindarkan

Dalam bahasa ada kata yang merupakan bawahan makna kata atau ungkapan yang lebih tinggi. Di dalam
makna kata tersebut terkandung makna dasar kelompok makna kata yang bersangkutan.

3) pemakaian kata depan 'dari' dan 'daripada

Dalam bahasa Indonesia, kita mengenal kata depan dari dan daripada, selain ke dan di. Penggunaan dan
dalam bahasa Indonesia dipakai untuk menunjukkan arah (tempat), asal (asal-usul), sedangkan daripada
berfungsi untuk mem bandingkan sesuatu benda atau hal dengan benda atau hal lainnya.

3. Penekanan (Emphasis)

Yang dimaksud dengan penegasan dalam kalimat adalah upaya pemberian aksentuasi, pementingan
atau pemusatan perhatian pada salah satu unsur atau bagian kalimat, agar unsur atau bagian kalimat
yang diberi penegasan itu lebih mendapat perhatian dari pendengar atau pembaca.

Setiap kalimat memiliki sebuah ide pokok, Inti pikiran ini biasanya ingin ditekankan atau ditonjolkan oleh
penulis atau pembicara dengan memperlambat ucapan, meninggikan suara, dan sebagainya pada
kalimat tadi. Dalam penulisan ada berbagai cara untuk memberi penekanan pada kalimat, antara lain
dengan cara: 1) pemindahan letak frase dan 2) mengulangi kata-kata yang sama.

1) pemindahan letak frase

Untuk memberi penekanan pada bagian tertentu sebuah kalimat, penulis dapat memindahkan letak
frase atau bagian kalimat itu pada bagian depan kalimat.

2) mengulang kata-kata yang sama


Pengulangan kata dalam sebuah kalimat kadang-kadang diperlukan dengan maksud memberi penegasan
pada bagian ujaran yang dianggap penting. Pengulangan kata yang demikian dianggap dapat membuat
maksud kalimat menjadi lebih jelas.

4. Kevariasian (Variety)

Kelincahan dalam penulisan tergambar dalam struktur kalimat yang dipergunakan. Ada kalimat yang
pendek, dan ada kalimat yang panjang. Penulis yang mempergunakan kalimat dengan pola kalimat
dengan pola yang sama akan membuat suasana menjadi monoton atau datar sehingga akan
menimbulkan kebosananan pada pembaca. Demikian juga jika penulis terus menerus memilih kalimat
yang pendek. Akan tetapi, kalimat panjang yang terus menerus dipakai akan membuat pembaca
kehilangan pegangan akan ide pokok yang memungkinkan timbulnya kelelahan pada pembaca Oleh
sebab itu dalam penulisan diperlukan pola dan bentuk kalimat yang bervariasi.

Kevariasian ini tidak kita temukan dalam kalimat demi kalimat, atau pada kalimat-kalimat yang dianggap
sebagai struktur bahasa yang berdiri sendiri. Ciri kevariasian akan diperoleh jika kalimat yang satu
dibandingkan dengan kalimat yang lain. Kemungkinan variasi kalimat tersebut sebagai berikut:

1) Variasi dalam pembukaan kalimat

Ada beberapa kemungkinan untuk memulai kalimat demi efektivitas, yaitu dengan variasi pada
pembukaan kalimat. Dalam variasi pembukaan kalima, sebuah kalimat dapat dimulai atau dibuka
dengan

a) frase keterangan (waktu, tempat, cara)

b) frase benda,

c) frase kerja, dan

d) partikel penghubung

2) Variasi dalan pola kalimat

Untuk efektivitas kalimat dan untuk menghindari suasana monoton yang dapat menimbulkan
kebosanan, pola kalimat subjek-predikat-objek dapat diubah menjadi predikat - objek-subjek atau yang
lainnya.

C. Faktor Penyebab Ketidakefektifan Kalimat

1. Kontaminasi atau Kerancuan


Kontaminasi ialah suatu gejala bahasa yang dalam bahasa Indonesia diistilahkan dengan kerancuan.
Rancu artinya 'kacau. Jadi, kerancuan artinya 'kekacauan. Yang dirancukan ialah susunan,
perserangkaian, dan penggabungan. Dua yang masing-masing berdiri sendiri disatukan dalam satu
perserangkaian baru yang tidak berpasangan atau berpadanan. Hasilnya ialah kerancuan. Alwi (2003)
mengatakan, bahwa rancu dalam bahasa Indonesia berarti kacau. Sejalan dengan itu kalimat yang rancu
berarti kalimat yang kacau atu kalimat yang susunannya tidak teratur sehingga informasinya sulit
dipahami. Jika dilihat dari segi penataan gagasan, kerancuan sebuah kalimat dapat terjadi karena dua
gagasan digabungkan dalam satu pengungkapan. Sementara itu, jika dilihat dari segi strukturnya
kerancuan itu timbul karena penggabungan dua struktur kalimat kedalam satu struktur.

2. Pleonasme

Pleonasme berarti pemakaian kata-kata yang berlebihan. Penampilannya bermacam-macam. Ada


penggunaan dua kata yang searti yang sebenarnya tidak perlu karena menggunakan salah satu di antara
kedua kata itu sudah cukup penggunaan unsur yang berlebih karena pengaruh bahasa asing, misalnya
karena menggunakan salah satu pengaruh apa yang disebut concord atau agreement dalam bahasa. Ada
pula kelebihan penggunaan unsur itu karena ketidaktahuan si pemakai bahasa. Badudu (1993)
menegaskan, bahwa gejala pleonasme timbul karena kemungkinan, antara lain:

1) pembicara tidak sadar, bahwa apa yang diucapkannya itu mengandung sifat berlebih-lebihan. Jadi,
dibuatnya dengan tidak sengaja

2) dibuat bukan karena tidak sengaja, melainkan karena tidak tahu bahwa kata kata yang digunakannya
mengungkapkan pengertian yang berlebih-lebihan

3) dibuat dengan sengaja sebagai salah satu bentuk gaya bahasa untu memberikan tekanan pada arti
(intensitas).

3. Ambiguitas atau Keambiguan

Kalimat yang memenuhi ketentuan tata bahasa, tetapi masih menimbulkan tafsiran ganda tidak
termasuk kalimat yang efektif.

4. Ketidakjelasan Unsur Inti Kalimat

Suatu kalimat yang baik memang harus mengandung unsur-unsur yang lengkap Dalam hal ini,
kelengkapan unsur kalimat itu sekurang-kurangnya harus memenuhi dua hal, yaitu subjek dan predikat.
Jika predikat kalimat itu berupa kata kerja transitif, unsur kalimat yang disebut objek juga harus hadir.
Unsur lain yakni keterangan, kehadirannya bersifat sekunder atau tidak terlalu dipentingkan.
5. Kemubaziran Preposisi dan Kata

ketidakefektifan kalimat sering disebabkan oleh pemakaian kata depan (preposisi) yang tidak perlu. Kata
depan dari misalnya. Pemakaian kata depan dari Ketidakefektifan dipengaruhi oleh bahasa Belanda
dalam hubungan posesif.

6. Kesalahan Nalar

Nalar menentukan apakah kalimat yang kita tuturkan adalah kalimat yang logis atau tidak. Nalar ialah
aktivitas yang memungkinkan seseorang berpikir logis Pikiran yang logis ialah pikiran yang masuk akal
yang berterima.

Dalam tuturan sehari-hari jarang kita mendengar kalimat yang dituturkan orang dapat juga dipahami,
padahal jika diteliti benar, akan tampak bahwa kata-kata yang digunakan dalam kalimat itu tidak
menunjukkan hubungan makna yang logis.

Anda mungkin juga menyukai