Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH AKIDAH AKHLAK

KISAH TELADAN FATIMAH AZ-ZAHRA DAN

UWAIS AL-QARMI

Kelas : XI MIPA 3
Kelompok :3
Guru Pembimbing : Drs. Jahri, M.Si

Anggota Kelompok :
1. Akbar Pratama
2. Annisa A.d
3. Aulia Fathonah
4. Bunga Aulia
5. Hannira
6. Islamia
7. Rizki Saputra

KEMENTRIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA

MADRASAH ALIYAH NEGERI 1 BANYUASIN

TAHUN PEMBELAJARAN 2022/2023


KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan Makalah “Akidah Akhlak Kisah Teladan Fatimah Az-Zahra
dan Uwais al-Qarni”. Tidak lupa shalawat dan salam semoga terlimpahkan
kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarganya , sahabatnya, dan kepada kita
selaku umatnya.

Makalah ini kami buat untuk melengkapi Tugas pelajaran sekolah. Kami
ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan Makalah “Akidah Akhlak Kisah Teladan Fatimah Az-Zahra dan
Uwais al-Qarni. Dan kami juga menyadari pentingnya akan sumber bacaan dan
referensi internet yang telah membantu dalam memberikan informasi yang akan
menjadi bahan makalah.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya, karena
kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa yaitu Allah SWT, dan kekurangan
pasti milik kita sebagai manusia. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
Makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga dengan tersusunnya makalah ini dapat
menjadi tambahan wawasan bagi yang membcanya.

Pangkalan Balai, 11 November 2022

Kelompok 3

ii
DAFTAR ISI

COVER ......................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1


A. Latar Belakang....................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................. 1
C. Tujuan Penulisan Makalah ..................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................... 2


A. Fatimah Az-Zahra .................................................................................. 2
B. Uwais Al-Qarni ..................................................................................... 4

BAB III RUMUSAN MASALAH................................................................. 7


A. Biografi Fatimah az-Zahra dan Uwais Al-Qarni ..................................... 7
1. Fatimah az-Zahra .............................................................................. 7
2. Uwais Al-Qarni ................................................................................. 11
B. Keteladanan dari Fatimah az-Zahra dan Uwais Al-Qarni........................ 13
1. Fatimah az-Zahra .............................................................................. 13
2. Uwais Al-Qarni ................................................................................. 14

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 16

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada zaman jahiliyah banyak perempuan dipandang rendah layaknya
hewan. Pada saat itu perempuan seperti harta benda atau bagian dari
kekayaan laki-laki. Bangsa Arab jahiliyah pada saat itu menganggap
perempuan sebagai aib oleh karena itu mereka menguburkan setiap anak
perempuan baik yang baru lahir maupun anak-anak perempuan yang sedang
dalam masa pertumbuhan. Selain itu, para remaja maupun perempuan dewasa
dijadikan budak, diperjual belikan demi kepentingan materi dan syahwat laki-
laki. Keadaan tersebut membuat Rasulullah Muhammad SAW bertindak,
sehingga status dan derajat kaum perempuan sama halnya seperti laki-laki.
Sampai pada akhirnya muncullah sosok perempuan yang tangguh, seperti Siti
Khadijah, Siti Aisyah, Fatimah Az-Zahra, dan yang lainnya.
Dalam makalah ini penulis akan membahas sosok perempuan yang
menjadi salah satu tokoh perempuan yang sangat berpengaruh bagi Islam
yakni Fatimah Az-Zahra. Selain itu, makalah ini juga akan membahas tentang
sosok pemuda pada zaman Rasulullah saw. dari negeri Yaman yang tinggal
bersama ibunya yang tuna netra. Pemuda ini adalah orang yang fakir dan
sangat miskin. Tetapi ia terkenal sebagai anak yang sangat taat kepada ibunya
dan juga taat beribadah. Pemuda itu bernama Uwais Al-Qarni.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Biografi dari Fatimah Az-Zahra dan Uwais al-Qarni?
2. Bagaimana keteladanan dari Fatimah Az-Zahra dan Uwais al-Qarni?

C. Tujuan Penulisan Makalah


1. Untuk mengetahui biografi dari Fatimah Az-Zahra dan Uwais al-Qarni.
2. Untuk mengetahui keteladanan dari Fatimah Az-Zahra dan Uwais al-Qarni.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Fatimah Az-Zahra
Fatimah ialah seorang anak, istri, ibu muslimah yang taat pada Allah
dan Rasulnya. Ayahnya adalah Muhammad bin Abdullah, Rasulullah SAW.
Ibunya bernama Khadijah binti Khuwailid, salah satu dari empat wanita
pemuka surga Fatimah juga termasuk salah satunya. Suaminya adalah Ali bin
Abi Thalib ra; salah satu dari sepuluh orang Amirul Mukminin yang
dijanjikan masuk surga. Dua putranya adalah pemuka pemuda surga, yaitu
Hasan ra dan Husain ra. Pamannya ialah pemuka para syuhada bergelar Singa
Allah dan Rasul-Nya; Hamzah bin Abdul Muttalib ra. Kunyahnya (nama
julukan yang menggunakan ummu dan abu) adalah Ummu Abiha karena
baktinya pada sang ayah.
Fatimah bergelar az Zahra sebab wajahnya senantiasa cerah bak
sekuntum bunga. Berbagai ujian hidup dan kehidupan telah dialaminya
dengan wajah cerah ceria. Tegar dan bersahaja membuat demikian
perangainya. Saat masih kecil, Fatimah telah menjadi saksi pembangkangan
kafir Quraisy terhadap apa yang dibawa oleh ayahnya. Ialah yang
membersihkan pakaian Rasulullah SAW saat kotoran ditimpakan padanya. Ia
pula yang dengan lantang berorasi di depan kaum kafir yang menyakiti
baginda Rasulullah SAW. Sungguh wanita yang sangat pemberani.
Setidaknya ‘kecerewetan’ seorang wanita ditempatkan proporsional olehnya.
Masa kecilnya tidaklah seperti anak-anak pada umumnya yang penuh
dengan keasyikan, kedamaian, juga kebahagiaan. Saat usianya belasan, ia
harus rela untuk ditinggalkan sang ibu dan saudari-saudarinya satu per satu.
Bayangkan, betapa beratnya ditinggal ibu dan saudari-saudari tercinta dalam
kurun waktu yang tidak telalu lama. Namun, bukan Fatimah namanya jika
tidak tegar menghadapi ujian. Bahkan, kemudian ia yang mengurusi setiap
kebutuhan dari ayahandanya. Benar-benar contoh bakti yang luar biasa. Itulah
sebabnya ia terkenal dengan sebutan Ummu Abiha (anak yang menjadi seperti
ibu bagi ayahnya).

2
Beranjak dewasa, Fatimah tumbuh menjadi seorang gadis yang juga
luar biasa. Tentang masa mudanya juga tentang menjaga fitrahnya cinta. Rasa
yang ada di hati Fatimah, tersimpan sangat rapi. Kata cinta terucapkan hanya
ketika ia yang telah mengusik hatinya, hanya ketika dirinya telah bersiap
sesungguh hatinya. Pada akhirnya, Ali bin Abi Thalib, menjadi penyempurna
separuh agamanya.
Fatimah menikah dengan Ali bin Abi Thalib setelah lamaran Abu
Bakar dan Umar untuknya ditolak oleh sang ayah. Ali seorang laki-laki
kesatria, penuh keberanian, kesalehan, dan kecerdasan, merasa ragu-ragu
mencari jalan untuk dapat meminang Fatimah karena dirinya begitu miskin.
Akhirnya ia memberanikan diri meminang Fatimah dan langsung diterima
oleh Nabi. Kehidupan mereka ialah sederhana, gigih, dan tidak mengenal
lelah. Ali bekerja keras mendapatkan nafkah, sedangkan istrinya bersikap
rajin, hemat, dan berbakti.
Fatimah mengasuh anak-anaknya dan melaksanakan tugas-tugas
rumah tangga secara mandiri; seperti menggiling jagung dan mengambil air
dari sumur. Pernah suatu ketika Fatimah meminta pembantu kepada ayahnya.
Namun, bagaimana jawaban Rasulullah? Beliau mendatangi putrinya, dan
berkata dengan perasaan haru, “Maukah kalian kuberi tahu sesuatu yang
lebih baik dari yang kamu minta? Bila hendak naik pembaringan, maka
bertakbirlah 33 kali, bertasbihlah 33 kali, dan bertahmidlah 33 kali.
Semuanya itu lebih baik daripada seorang pembantu.” Sejak saat itu, Ali dan
Fatimah mengamalkan dzikir tersebut hingga akhir hayat. Tak pernah lagi
Fatimah meminta pembantu. Tak lagi ia mengeluh atas keletihan yang
menderanya.
Kehidupan terus dilaluinya dengan segala apa yang diperintah-Nya
dan menjauhi larangan-Nya hingga ajalnya tiba. Tidak lama setelah ayahnnya
wafat, Fatimah meninggal dunia, beberapa bulan setelah nabi wafat. Usianya
tidak mencapai 30 tahun.
Itulah secuplik tentang Fatimah Az Zahra. Sosok yang selalu berusaha
ceria atas segala ujian yang ditimpanya. Bagaimana dengan kita? Katamu,
ujian datang darimana saja. Ah, rasanya diri kita sendiri yang paling

3
menderita, ujian tak kunjung usai. Mengeluh, menyalahkan, air mata sebagai
pelampiasan lainnya? Belum lagi kalo lagi banyaknya tugas, dari dosen,
kadiv, kadept, atau dari ketummu. Berat gitu rasanya, tapi coba lagi tanya
pada nurani, seberat itukah? Lalu bagaimana dengan sikap kita dengan orang
tua kita? Sudahkah kita menjaganya dengan sikap dan tutur kata kita? Apalagi
merawatnya dan membantunya jika membutuhkan kita. Hmm, rasanya kita
terlalu sibuk dengan dunia kita sendiri. Terkadang kita lupa bahwa untuk
menjadi sebaik-baiknya ibu juga istri, ya, harus menjadi sebaik-baiknya anak
terlebih dahulu.
Sejatinya, kita juga sering lupa siapa suri tauladan kita seharusnya.
Bukan yang lain, Ukh. Dialah muslimah terbaik yang cantik luar dan
dalamnya. Tentang cantiknya akhlak, pandainya sikap, indahnya iman, islam,
dan ihsannya. Fatimah Az Zahra, selalu ceria menghadapi segala ujian.
Kekuatan, keteguhan, kebersahajaan, dan segala kebaikannya adalah guru
abadi sepanjang zaman. Seberat apapun ujian atau masalah, keikhlasanlah
yang membuatnya ringan. Dan sekali lagi, ingatlah bahwa hidup tidak hanya
ada banyak ujian, tetapi juga bantuan, solusi, terlebih martabat yang
dijanjikan turut serta. Di mata orang-orang besar masalah besar terlihat kecil.
Dan di mata orang-orang kecil, masalah kecil menjadi besar.

B. Uwais al-Qarni
Uwais Al-Qarni adalah seorang sahabat yang yang berasal dari Yaman,
daerah Qarn, dan dari kabilah Murad. Pada zaman Rasulullah ia hidup
bersama ibunya sedangkan sang ayah telah meninggal dunia. Dia pernah
terkena penyakit kusta kemudian dia berdoa dan penyakitnya sembuh dan
tersisa pada kedua telinganya.
Pemuda dari Yaman ini telah lama menjadi yatim, tak punya sanak famili
kecuali hanya ibunya yang telah tua renta dan lumpuh. Hanya penglihatan
kabur yang masih tersisa. Untuk mencukupi kehidupannya sehari-hari, Uwais
bekerja sebagai penggembala kambing. Upah yang diterimanya hanya cukup
untuk sekedar menopang kesehariannya bersama Sang ibu, bila ada kelebihan,

4
ia pergunakan untuk membantu tetangganya yang hidup miskin dan serba
kekurangan seperti keadaannya.
Kesibukannya sebagai penggembala domba dan merawat ibunya yang
lumpuh dan buta, tidak memengaruhi kegigihan ibadahnya, ia tetap
melakukan puasa di siang hari dan bermunajat di malam harinya.
Uwais al-Qarni telah memeluk Islam pada masa negeri Yaman
mendengar seruan Nabi Muhammad. yang telah mengetuk pintu hati mereka
untuk menyembah Allah, Tuhan Yang Maha Esa, yang tak ada sekutu bagi-
Nya. Islam mendidik setiap pemeluknya agar berakhlak luhur.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bercerita mengenai Uwais al-
Qarni tanpa pernah melihatnya. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Dia seorang penduduk Yaman, daerah Qarn, dan dari kabilah
Murad. Ayahnya telah meninggal. Dia hidup bersama ibunya dan dia
berbakti kepadanya. Dia pernah terkena penyakit kusta. Dia berdoa kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala, lalu dia berdoa kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala, lalu dia diberi kesembuhan, tetapi masih ada bekas sebesar dirham
di kedua lengannya. Sungguh, dia adalah pemimpin para tabi’in.”
Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Umar bin
al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu, “Jika kamu bisa meminta kepadanya untuk
memohonkan ampun (kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala) untukmu, maka
lakukanlah!”
Ketika Umar radhiyallahu ‘anhu telah menjadi Amirul Mukminin, dia
bertanya kepada para jamaah haji dari Yaman di Baitullah pada musim haji,
“Siapa namamu?” “Uwais,” jawabnya.Umar radhiyallahu
‘anhu melanjutkan, “Di Yaman daerah mana?’Dia menjawab, “Dari
Qarn.”“Tepatnya dari kabilah mana?” Tanya Umar radhiyallahu ‘anhu.Dia
menjawab, “Dari kabilah Murad.”Umar radhiyallahu ‘anhu bertanya lagi,
“Bagaimana ayahmu?”“Ayahku telah meninggal dunia. Saya hidup bersama
ibuku,” jawabnya.Umar radhiyallahu ‘anhu melanjutkan, “Bagaimana
keadaanmu bersama ibumu?’Uwais berkata, “Saya berharap dapat berbakti
kepadanya.”“Apakah engkau pernah sakit sebelumnya?” lanjut Umar
radhiyallahu ‘anhu.“Iya. Saya pernah terkena penyakit kusta, lalu saya

5
berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala sehingga saya diberi
kesembuhan.”Umar radhiyallahu ‘anhu bertanya lagi, “Apakah masih ada
bekas dari penyakit tersebut?”Dia menjawab, “Iya. Di lenganku masih ada
bekas sebesar dirham.” Dia memperlihatkan lengannya kepada Umar
radhiyallahu ‘anhu. Ketika Umar radhiyallahu ‘anhu melihat hal tersebut,
maka dia langsung memeluknya seraya berkata, “Engkaulah orang yang
diceritakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mohonkanlah
ampun kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala untukku!”Dia berkata, “Masa
saya memohonkan ampun untukmu wahai Amirul Mukminin?”Umar
radhiyallahu ‘anhu menjawab, “Iya.”Umar radhiyallahu ‘anhu meminta
dengan terus mendesak kepadanya sehingga Uwais memohonkan ampun
untuknya.Selanjutnya Umar radhiyallahu ‘anhu bertanya kepadanya
mengenai ke mana arah tujuannya setelah musim haji. Dia menjawab, “Saya
akan pergi ke kabilah Murad dari penduduk Yaman ke Irak.”Umar
radhiyallahu ‘anhu berkata, “Saya akan kirim surat ke walikota Irak
mengenai kamu?”Uwais berkata, “Saya bersumpah kepada Anda wahai
Amriul Mukminin agar engkau tidak melakukannya. Biarkanlah saya
berjalan di tengah lalu lalang banyak orang tanpa dipedulikan orang.”

6
BAB III
RUMUSAN MASALAH

A. Biografi Fatimah az-Zahra dan Uwais al-Qarni


1. Fatimah az-Zahra
Fatimah sa yang terkenal dengan Fatimah az-Zahra adalah putri
Nabi Muhammad saw dari Khadijah al-Kubra sa. Muslimin juga
menyakini bahwa Fatimah adalah wanita suci bahkan Nabi saw
menyebutnya sebagai Pemimpin para wanita dari Hawa hingga akhir
zaman. Sebagai Muslimin menempatkan Fatimah sebagai salah seorang
dari Empat Belas Manusia Suci. Imam Kedua dan Imam Ketiga Syiah
serta Zainab sa adalah anak-anaknya, Al-Zahra, al-Batul dan Sayidatu
Nisa al-Alamin (penghulu kaum wanita di semesta alam) termasuk dari
julukannya. Dan Ummu Abiha (ibu dari ayahnya) termasuki dari
gelarnya. Fatimah sa, satu-satunya perempuan yang hadir bersama
Rasulullah saw pada hari Muhabalah di hadapan kaum Kristen Najran.
Siti Fatimah binti Muhammad lahir pada 20 Jumadi al-Tsani yang
merupakan putri keempat Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam. Beliau
dikenal memiliki sifat dermawan dan zuhud.
Di antara anak wanita Rasulullah s.a.w, Siti Fathimah merupakan
yang paling utama kedudukannya. Kemuliaannya itu diperoleh sejak
menjelang kelahirannya, yang didampingi wanita suci sebagaimana yang
diucapkan oleh Siti Khadijah:
"Pada waktu kelahiran Fartimah, aku meminta bantuan wanita-
wanita Qurays tetanggaku, untuk menolong. Namun mereka menolak
mentah-mentah sambil mengatakan bahwa aku telah mengkhianati
mereka dengan mendukung Muhammad SAW. Sejenak aku bingung dan
terkejut luar biasa ketika melihat empat orang tinggi besar yang tak
kukenal, dengan lingkaran cahaya disekitar mereka mendekati aku.
Ketika mereka mendapati aku dalam kecemasan salah seorang dari
mereka menyapaku: "Wahai Khadijah! Aku adalah Sarah, ibunda Ishaq
dan tiga orang yang menyapaku adalah Maryam, Ibunda Isa; Asiah,

7
Putri Muzahim, dan Ummu Kultsum, saudara perempuan Musa. Kami
semua diperintah oleh Allah untuk mengajarkan ilmu keperawatan kami
jika anda bersedia". Sambil mengatakan hal tersebut, mereka semua
duduk di sekelilingku dan memberikan pelayanan kebidanan sampai
putriku Fathimah lahir."
Saat Siti Fatimah r.a menginjak usia 5 tahun, Ibunya wafat.
Sehingga beliau mengantikan posisi ibunya dalam melayani, membantu
dan membela Rasulullah SAW., sehingga beliau mendapat gelar Ummu
Abiha (ibu dari ayahnya). Dan dalam usia yang masih kanak-kanak,
beliau juga telah dihadapkan pada berbagai macam ujian. Beliau melihat
dan meyaksikan perlakuan keji kaum kafir Qurays kepada ayahandanya,
sehingga seringkali pipi beliau basah oleh linangan air mata karena
melihat penderitaan yang dialami ayahnya.
Ketika Rasulullah pindah ke kota Madinah, Siti Fatimah r.a ikut
berhijrah bersama ayahnya. Selang beberapa tahun setelah hijrah
tepatnya pada hari Jum’at, 1 dzulhijjah tahun 2 Hijriah, Siti Fatimah r.a
menikah dengan Ali bin Abi Thalib.
Dari pernikahannya, Siti Fatimah r.a dan Ali bin Abi Thalib
dikaruniai dua orang putra; Hasan dan Husein serta dua orang putri,
Zainab dan Ummi Kaltsum, mereka semua terkenal sebagai orang yang
sholeh, baik dan pemurah hati.
Siti Fathimah r.a bukan hanya seorang anak yang paling berbakti
pada ayahnya, tapi juga seorang istri yang setia mendampingi suaminya
disegala keadaan serta sebagai pendidik terbaik karena telah berhasil
mendidik anak-anaknya.
Masa-masa indah bagi Siti Fatimah r.a adalah ketika hidup bersama
Rasulullah s.a.w. Siti Fatimah r.a mempunyai tempat agung disisi
Rasulullah sehingga digambarkan seperti berikut, Siti Aisyah
berkata: "Aku tidak melihat orang yang pembicaraannya mirip dengan
Rasulullah s.a.w seperti Siti Fatimah ra. Apabila datang kepada
ayahanya, beliau berdiri, menciumnya, menyambut gembira lalu
didudukkan di tempat duduk beliau. Apabila Rasulullah s.a.w datang

8
kepadanya, ia pun berdiri menyambut ayahandanya dan mencium tangan
Rasulullah s.a.w".
Tidak heran, jika setelah wafatnya baginda Rasulullah SAW., Siti
Fatimah r.a sangat sedih dan berduka cita, hatinya menangis dan menjerit
sepanjang waktu. Namun perlu diketahui bahwa kesedihan dan
tangisannya itu bukanlah semata-mata karena kehilangan Rasulullah
SAW., tapi juga karena Siti Fatimah r.a melihat kelakukan umat yang
banyak menyimpang dari ajaran ayahnya, dimana penyimpangan itu akan
membawa kesengsaraan bagi kehidupan mereka.
Sejarah mencatat bahwa Sayyidah Fathimah Az-Zahra r.a setelah
wafatnya Rasulullah SAW., beliau tidak pernah terlihat senyum apalagi
tertawa. Sejarah juga mencatat bahwa antara beliau dengan khalifah
pertama dan kedua terjadi perselisihan. Kehidupan Siti Fathimah r.a,
wanita agung sepanjang masa adalah kehidupan yang diwarnai kesucian,
kesederhanaan, pengabdian, perjuangan dan pengorbanan bukan
kehidupan yang diwarnai kemewahan yang ramah dan lembut.
Siti Fathimah r.a hanya hidup tidak lebih dari 75 hari setelah
kepergian ayahnya. Pada tanggal 14 Jumadil Ula, tahun 11 Hijrah wanita
suci, wanita agung dan mulia sepanjang masa, menutup mata dalam usia
yag relatif muda yaitu 18 tahun.
Namun sebelum wafatnya beliau mewasiatkan keinginan kepada
Imam ali as yang isinya:
1) Wahai Ali, engkau sendirilah yang harus melaksanakan upacara
pemakamanku.
2) Mereka yang tidak membuat aku rela/ridha, tidak boleh menghadiri
pemakamanku.
3) Jenazahku harus dibawa ke tempat pemakaman pada malam hari.

 Keistimewaan Fatimah Az-Zahra


1. Sayidah Fatimah dinikahkan dengan Sayidina Ali bin Abi Thalib
berdasarkan wahyu. Diriwayatkan dari Sayidina Ali Bin Abi Thalib,
Rasulullah SAW. bersabda:

9
‫فقال ملك أتاني‬: ‫السالم عليك يقرأ تعالى هللا إن محمد يا‬
‫لك ويقول‬: ‫طالب أبي بن علي من فاطمة ابنتك زوجت قد إني‬
‫األرض في منه فزوجها األعلى المأل في‬
Artinya: Malaikat Jibril datang kepadaku dan berkata: "Ya
Muhammad! Sesungguhnya Allah mengucapkan salam kepadamu,
dan Dia berfirman kepadamu: 'Sesungguhnya Aku telah
menikahkan putrimu, Fatimah dengan Ali bin Abi Thalib
dihadapan para malaikat, Maka nikahkanlah Fatimah dengan Ali
di bumi!".

2. Sayidah Fatimah tidak pernah haid dan pada saat melahirkan


nifasnya hanya sebentar. Maka dari itu beliau mendapat gelar Az-
Zahra. Dalam kitab fatawa adz-Dzahiriyyah di kalangan
Hanafiyyah disebutkan bahwa:
"Sesungguhnya Fatimah tidak pernah mengalami haid sama
sekali, saat beliau melahirkan pun langsung suci dari nifasnya
setelah sesaat agar tiada terlewatkan salat baginya, karenanya
beliau diberi julukan Az-Zahra".

3. Sayyidina Ali dilarang menikahi wanita lain, sementara sayidah


Fatimah belum diceraikan atau masih hidup. Rasulullah SAW.
bersabda:

‫ابنتهم ينكحوا أن في استأذنوني المغيرة بن هشام بني إن‬


‫طالب أبي بن علي‬، ‫آذن فال‬، ‫آذن ال ثم‬، ‫آذن ال ثم‬، ‫يحب أن إال‬
‫ابنتهم وينكح ابنتي يطلق أن علي‬
"Sesungguhnya Bani Hisyam bin Mughirah meminta izin
kepadaku untuk menikahkan anak-anak perempuan mereka dengan
Ali bin Abi Thalib. Maka aku tidak memberi izin, kemudian tidak

10
memberi izin dan tidak memberi izin, kecuali Ali menceraikan
putriku dan menikahi mereka"

2. Uwais al-Qarni
Uwais dikenal sebagai Uwais al-Qarni karena dia tinggal di kota
yang disebut "Qarn" di Yaman. Uwais al-Qarni adalah orang yang sangat
saleh dan mulia. Meskipun ia fakir dan miskin, tetapi ia terkenal dan
dihormati di antara semua umat Islam, khususnya sufi, karena
kesalehannya, praktek Zuhd (iktiyar), serta cinta yang mendalam dan
kasih sayang untuk Rasulullah SAW. Dikatakan bahwa dia
menghabiskan semua waktu dalam kesendirian, puasa, berjaga malam
dan shalat (doa).
Uwais al-Qarni memiliki keinginan yang sangat kuat untuk melihat
Nabi SAW tetapi karena ibunya yang sudah sangat tua dan dia
membutuhkan perawatan dan perhatian terus-menerus membuatnya tidak
bisa mengunjungi Nabi SAW. Nama Uwais al-Qarni masuk daftar
Sahabat hanya karena niat yang kuat untuk melihat dan berjumpa Nabi
SAW.
Seorang Sahabat bertanya kepada Nabi SAW: "Apakah Sayidina
Uwais al-Qarni pernah mengunjungi Anda?” Nabi pun
menjawab: "Tidak, dia tidak pernah melihat aku secara fisik, tetapi
secara rohani ia bertemu denganku”
Ketika Sayidina Uwais al-Qarni menerima kabar bahwa Rasulullah
SAW., telah kehilangan gigi dalam perang "Uhud", Sayidina Uwais al-
Qarni mencabut salah satu giginya sendiri (karena cintanya terhadap
Rasulullah SAW). Ia lantas berpikir bahwa mencabut satu gigi tidak lah
tepat, dia tidak tahu persis berapa gigi Rasulullah SAW. yang hilang, dan
karena dia mencintai Rasulullah SAW lebih dari dia mencintai dirinya
sendiri, dia mecabut semua giginya untuk memastikan bahwa ia telah
kehilangan gigi yang sama seperti Nabi Muhammad SAW.
Di hari-hari terakhirnya, Rasulullah SAW meminta Sayidina Umar
dan Sayidina Ali untuk mengambil Jubah Mubarak untuk Sayidina Uwais

11
dan memintanya untuk berdoa untuk pengampunan pengikutnya ( umat
muslim). Alasan ini adalah untuk menunjukkan kedudukan yang sangat
tinggi dari Sayidina Uwais. Sayidina Umar dan Sayidina Ali bertanya
kepada masyarakat tentang suatu daerah yang bernama Qarn. Satu orang
datang dan memberitahu mereka bagaimana menemukan tempat itu.
Mereka berangkat ke Qarn. Ketika mereka tiba, mereka meminta orang-
orang memberitahukan di mana Uwais itu. Penduduk desa memberitahu
mereka, namun mereka sangat terkejut ketika ditunjukkan oleh
penggembala unta yang tidak diketahui. Ketika Sayidina Umar dan
Sayidina Ali sampai padanya, mereka melihat Sayidina Uwais sedang
melantunkan doa-doanya. Saat ia selesai shalat, ia berkata, "Ini adalah
pertama kalinya ada orang yang melihat aku berdoa.” Kedua sahabat ini
lalu menyampaikan salam dari baginda Rasulullah SAW dan
menyampaikan pesan dari Rasulullah SAW kepada Uwais untuk berdoa
untuk pengampunan umat muslim
Setelah beberapa saat dia berkata, "Allah telah mengampuni
pengikut Muhammad SAW yang telah gugur sebanyak dari bulu domba
dari suku-suku Rabia dan Mazhar.” Lantas mereka bertanya kepada
Sayidina Uwais, "Jika kamu sangat mencintai Muhammad, mengapa
kamu tidak mengunjungi beliau selama hidupnya?" Sayyidina Uwais
tidak menjawab, tapi bertanya “apakah mereka (ummat Muhammad SAW)
mengambil bagian rampasan dalam pertempuran Uhud? Dan jika
demikian, sebab itulah gigi Muhammad SAW tersesat di situ?“ Sayidina
Umar sangat terkesan dengan kesederhanaan Uwais al-Qarni dan
meminta Sayidina Uwais untuk berdoa baginya. Sayidina Uwais
menjawab, "Aku berdoa untuk pengampunan semua orang pada akhir
setiap doa, Jika Anda menjaga iman Anda kepada Allah dan Rasul-Nya
Muhammad, Anda akan menerima doa saya dalam kuburan Anda.."
Syaikh Farid Al-Din Attar mengatakan : "selama hidupnya di dunia
ini, ia (Uwais) bersembunyi dari semua dalam rangka untuk
mengabdikan dirinya untuk ibadah dan ketaatan" Attar juga
menceritakan bahwa Nabi Muhammad SAW telah menyatakan pada saat

12
kematiannya bahwa jubahnya harus diberikan kepada Uwais, seorang
pria yang belum pernah bertemu dengannya. Ketika Umar r.a mencari
Uwais selama tinggal di Kufah, ia bertanya tentang orang yang berasal
dari Qarn itu dan mereka pun menjawab "ada satu orang seperti itu, tapi
dia adalah orang gila, orang bodoh yang karena kegilaannya tidak
tinggal di antara orang-orang sebangsanya (...) Dia tidak berbaur
dengan siapa pun dan tidak makan atau minum apa pun seperti yang lain
minum dan makan. Dia tidak tahu kesedihan atau sukacita;. ketika orang
lain tertawa, dia menangis, dan ketika mereka menangis, dia tertawa ".
Rasulullah SAW menyatakan: "Saya bisa mencium bau keindahan
syurga dari tanah Yaman '". Pernyataan ini adalah referensi langsung
tentang kebesaran spiritual Sayidina Uwais. Nabi SAW juga
mengatakan: "Saya merasakan angin sejuk penuh rahmat dari Yaman".
Mengenai hadits Rasulullah SAW, beliau berkata: "Banyak orang akan
masuk surga melalui perantaraan seorang laki-laki tertentu dari
golonganku yaitu dari orang-orang dalam suku Rabi'ah dan
Muhdar," Al-Hasan Al- Basri mengatakan: "Itu Uwais al-Qarni."
Sayidina Umar r.a mengutip Nabi SAW yang mengatakan: "Hai
Umar! Akan tiba seorang dari Yaman yang namanya Uwais dan dia
memiliki tanda-tanda kusta di tubuhnya, ia merawat ibunya yang tua dan
lemah.! Jika untuk apa pun, ia mengambil sumpah dalam nama Allah,
Allah akan memenuhi sumpahnya Jika Anda dapat meminta darinya doa
untuk pengampunan Anda sendiri, maka Anda harus melakukannya.. "

B. Keteladanan dari Fatimah az-Zahra dan Uwais Al-Qarni


1. Fatimah Az-Zahra
Dikisahkan suatu hari ada seorang musafir mendatangi Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam tidak memiliki sesuatu pun untuk dimakan.
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam meminta musafir itu
untuk pergi memintanya kepada Fatimah. Sesampai dirumah Fatimah,
ternyata beliau pun tidak memiliki makanan untuk diberikan. Ia juga
tidak memiliki uang untuk diberikan kepada musafir.

13
Siti Fatimah Az-Zahra teringat bahwa ia mempunyai kalung hadiah
pernikahan dari Ali bin Abi Thalib, suaminya. Dengan ikhlas Siti
Fatimah memberikan kalung satu-satunya itu kepada sang musafir agar
bisa dijual untuk bekal perjalanan sang musafir. Sungguh sikap yang
patut diteladani.
Kita sebagai umat Muslim,terutama muslimah, ada baiknya untuk
meneladani Fatimah Az-Zahra. Ibrah yang dapat diambil dari
keteladanan dan keistimewaan Fatimah Az-Zahra adalah:
1) Dengan memahami dan meneladani Fatimah Az-Zahra, akan
membuat kita menjadi pribadi yang lebih baik
2) Bahwa Fatimah Az-Zahra adalah majikan para wanita di dunia.
Maka dari itu kita harus mengaplikasikan keteladanan Fatimah Az-
Zahra dalam kehidupan sehari-hari
3) Terhindar dari api neraka
4) Menjadi sosok muslimah sejati
5) Dimuliakan oleh Allah SWT.

2. Uwais al-Qarni
Uwais bin Qarni adalah seorang pemuda yatim dan miskin di
Yaman. Ia memiliki penyakit sopak yang membuat kulitnya belang.
Uwais dikenal sebagai pemuda yang sholeh dan sangat berbakti dan taat
kepada ibunya. Bahkan, ia menempuh perjalanan dengan berjalan kaki
dari Yaman hingga ke Mekkah sambil menggendong ibunya yang
lumpuh untuk memenuhi permintaan ibunya yang ingin melaksanakan
haji. Sungguh sesuatu akhlak yang terpuji.
Uwais juga dikenal sebagai sosok zuhud dan wara’. Zuhud adalah
suatu sifat seseorang yang berusaha menjaga semangat dirinya dari
perbuatan yang sia-sia, yang tidak ada manfaatnya bagi kehidupan di
akherat kelak. Sedangkan sifat wara’ adalah sifat yang dimiliki seseorang
untuk berusaha meninggalkan segala sesuatu yang dapat merugikan
dirinya di akherat kelak.

14
1) Walaupun beliau tidak pernah bertemu dengan Rasulullah SAW,
tetapi rohaninya selalu berhubungan.
2) Pada hari kiamat nanti, dimana semua manusia akan dibangkitkan
kembali, Uwais Al Qarni akan memberikan syafa'at kepada
sejumlah manusia sebanyak domba yang dimiliki Rabi'ah dan
Mundhar, demikian yang disabdakan Rasulullah SAW kepada Ali
bin Abi Thalib dan Umar bin Khattab.
3) Beliau adalah seorang sufi yang amat sederhana, takut dan ta'at
pada Allah SWT, ta'at pada Rasulullah SAW dan kedua orang
tuanya. Pada waktu siang hari beliau selalu giat bekerja, tetapi
walaupun beliau pada siang hari giat bekerja, mulutnya selalu
membaca istighfar dan membaca ayat-ayat Al Quran.
4) Setiap hari beliau selalu dalam keadaan lapar dan hanya memiliki
pakaian yang melekat pada tubuhnya. Ini menunjukkan bahwa
beliau hidup sangat sederhana.
5) Beliau selalu bersama Allah SWT dan orang-orang yang lemah.
Beliau dapat merasakan penderitaan yang dialami oleh orang-orang
yang lemah dan membuat dirinya seperti mereka sebagaimana yang
pernah diamalkan Rasulullah SAW.

15
DAFTAR PUSTAKA

https://555land.blogspot.com/2017/12/makalah-tentang-fatimah-az-Zahra-
dan.html

https://www.ahlulbaitindonesia.or.id/berita/index.php/sejarah-2/14-manusia-
suci/biografi-singkat-fatimah-az-Zahra-sa/

https://biografi-tokoh-ternama.blogspot.com/2014/07/kisah-uwais-al-qarni-
pemimpin-para-Tabiin.html

https://salam.ui.ac.id/kisah-fatimah-az-Zahra/

16

Anda mungkin juga menyukai