Disusun oleh
SUCI MAULIDYA
XI – IPS 1
MAN 19 JAKARTA
Assalamualaikum Wr.Wb
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya kepada kami, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ Fatimah az-
Zahra” dan “Uwais Al-Qarni” . Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata pelajaran Aqidah
Akhlak yang dibimbing oleh Ibu Idawati S.Ag. MM.
Makalah ini berisi tentang seorang wanita sholehah bernama Fatimah binti Muhammad
atau lebih dikenal dengan Fatimah az-Zahra putri bungsu Nabi Muhammad SAW dari
perkawinannya dengan istri pertamanya yaitu Khadijah. Dan juga sesosok laki-laki bernama Uwais
Al-Qurni yang samgat menghormati seorang perempuan atau bisa disebut Ibu, sosok yang sangat
wajib kita hormati dan sayangi selama di dunia
Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, kritik dan saran dari
semua pihak yang bersifat membangun saya harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata saya sampaikan terima kasih. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai usaha
kita. Aamiin.
Wassalamualaikum Wr.Wb
Penyusun
“ Fatimah az-Zahra”
Siti Fatimah merupakan nama lengkapnya. Wanita cantik istri dari Khalifah ke
empat yakni Ali bin Abi Thalib ini merupakan putri baginda Rasulullah
Muhammad SAW bersama Ummum Mukminin Khadijah binti Khuwalid. Fatimah
juga mendapat julukan sebagai Az Zahra yang artinya wanita tak pernah
mendapat haid selama hidupnya. Saat melahirkan buah hatinya, masa nifas yang
dialami Fatimah pun sangat sebentar.
Fatimah yang merupakan buah hati ke empat baginda Rasulullah ini sendiri
lahir lima tahun setelah Muhammad diangkat menjadi rasul tepatnya pada 20
Jumadil Akhir. Kelahiran Fatimah disambut bahagia oleh Rasulullah maupun
keluarga, kerabat dan juga para sahabatnya.
Fatimah kecil tumbuh dengan baik dan menggemaskan. Sayang, di usianya yang
ke lima tahun sang bunda yakni Khadijah harus pulang ke Rahmatullah. Di usianya yang
masih sangat dini, ia harus menggantikan pekerjaan sang bunda untuk melayani,
membantu dan membela sang ayah.
Masa kecil Fatimah penuh dengan tantangan juga cobaan serta kesedihan. Berkali-
kali ia harus menyaksikan sang ayah ditentang oleh kaum kafir Quraish. Tidak jarang
Fatimah kecil meneteskan air mata di pipinya karena melihat perjuangan serta
penderitaan sang ayah saat berdakwah.
Meski hidupnya penuh tantangan dan cobaan, Fatimah tak pernah mengeluh akan
hal itu. Ia tetap semangat dan tumbuh menjadi gadis yang kuat, mengesankan serta selalu
ada untuk sang ayah. Hari ke hari, ia pun tumbuh menjadi gadis dewasa yang cerdas,
cantik jelita dan berbudi luhur serta mulia. Kisah cintanya pun dikatakan sebagai kisah
cinta paling mulia sepanjang masa.
Fatimah tumbuh dewasa di rumah seorang Nabi yang penuh kasih. Nabi mendidik dan
membimbingnya sedemikian rupa agar kelak ia menjadi seorang wanita yang benar-benar
mampu meneladani akhlak, kehalusan hati, dan arahan-arahan yang beliau berikan.
Ketika usia Fatimah menginjak lima tahun, terjadilah peristiwa besar pada
ayahnya, yakni turunnya wahyu Allah. Sejak itulah, ia mulai merasakan tahapan pertama
dari tugas dakwah yang harus diemban ayahnya.
Fatimah sering menyaksikan gangguan kaum Quraisy kepada ayahnya, karena dia
kerap menyertai Rasulullah. Seperti terjadi di Masjidil Haram, ketika Nabi sedang sujud
tiba-tiba Uqbah bin Mu'ith melemparkan bangkai kambing ke punggung Nabi.
Belum pulih penderitaan itu, tiba-tiba ibunya, Khadijah wafat. Sejak kematian
ibunya, Fatimah menyadari bahwa ayahnya sebagai Nabi tentu telah dihadang oleh beban
yang amat berat dalam menjalankan dakwah, terlebih dengan wafatnya Abu Thalib,
paman Nabi.
Maka, dengan setia, Fatimah terus mendampingi ayahnya untuk menggantikan peran
ibunya. Dia lantas digelari Umm Abiha, ibu untuk ayahnya.
Ketika Fatimah beranjak dewasa dan siap untuk dipersunting, banyak pria mulia dan
ternama di zamannya mengajukan lamaran. Sebut saja Khalifah pertama yakni Abu
Bakar As Sidhiq dan Khalifah kedua yakni Umar Bin Khattab. Rupanya jodoh Fatimah
bukan satu di antara keduanya. Lamaran Abu Bakar maupun Umar tidak mendapat restu
dari Rasulllah SAW.
Malaikat Jibril pun turun ke bumi dan mengabarkan pada Rasulullah bahwa Fatimah
hendak dinikahkan dengan Ali bin Abi Thalib. Keduanya adalah sepasang anak manusia
yang memang telah ditakdirkan bersama di dunia hingga akhirat. Tak lama setelah
datangnya kabar ini, Ali pun mendatangi Rasulullah dan menyampaikan niat tulusnya
untuk mempersunting buah hatinya. Dengan senang hati Rasulullah pun menerima
lamaran tersebut dan menikahkan Fatimah untuk Ali. Selepas menikah, pasangan
Fatimah juga Ali pun akhirnya sama-sama tahu jika mereka saling mencintai satu sama
lain hanya karena Allah.
Belum genap setahun, Fatimah dikaruniai putra bernama Hasan. Nabi SAW sendiri
yang membacakan adzan di telinga cucunya itu. Berselang satu tahun usia Hasan, lahirlah
anak ke-2, Husain, pada bulan Syaban tahun ke-4 Hijriyah.
Pada tahun ke-5 Hijriyah, Fatimah kembali melahirkan seorang anak perempuan yang
oleh Nabi SAW diberi nama Zainab. Dua tahun kemudian lahir kembali seorang putri
yang diberi nama Ummu Kultsum.
Rasulullah SAW sangat menyayangi putrinya itu. Rasulullah pernah berkata di atas
mimbar, ''Sungguh, Fatimah bagian dariku. Siapa yang membuat dia marah, berarti telah
membuat aku marah,'' tegas Rasulullah.
Cinta keduanya begitu suci dan mulia. Saking sucinya, sebuah riwayat menjelaskan
bahwa cinta keduanya hanya Allah dan mereka yang tahu. Setan bahkan tak pernah tahu
bahwa ada cinta yang begitu besar di hati keduanya hingga keduanya resmi menikah dan
menjadi pasangan halal.
Setelah mendengar kabar dari Abdurrahman itu, Fatimah Az Zahra lalu berkata:
“Baik. Tolong menyingkirlah sejenak hingga aku selesai ganti pakaian.” Demikian
diceritakan dalam kitab al-Aqthaf ad-Daniyyah melalui riwayat Umar bin Khattab.
Analogi kuda pacu tersebut merujuk pada pengertian mengenai keutamaan sikap fatimah
yang mengungguli seluruh putri-putri raja lainnya. “Tebusanmu (wahai Ayah) adalah
diriku,” sahut Fathimah.
Wanita bergelar Az Zahra ini sendiri adalah seorang wanita yang sangat cantik,
berakhlak mulia, penyayang, sopan santun, penuh kesabaran, lembut hati, suka menolong
dan begitu patuh pada sang suami. Ia juga seorang wanita yang cerdas serta sosok yang
sangat dicintai oleh Allah begitu pun oleh rasulnya.
Tak hanya dijuluki sebagai Az Zahra, Fatimah juga dijuluki sebagai seorang pemimpin
para wanita penduduk surga.
Hari ketiga Ramadan adalah hari wafatnya anak kesayangan baginda Nabi Muhammad
SAW, Fatimah Az-Zahra. Fatimah yang juga istri Ali bin Abu Thalib, ini wafat pada 3
Ramadan tahun 11 Hijriah atau 23 November 632 Masehi. Dia dimakamkan pemakaman
Baqi, Madinah. Kepergian ibu dari Hasan dan Husein sungguh menyayat hati dan
mengharu biru. Fatimah sebenarnya sudah tahu kapan dirinya akan dipanggil Ilahi.
"Aku akan pergi tetapi engkau pertama yang akan menyusul," ujar Rasulullah dikutip
dalam buku Fatimah Az-Zahra karya Sibel Eraslan, Rabu (17/5).
Sontak raut muka Fatimah menjadi senang karena keriduannya kepada ayahanda
pasti segera tertambat. Banyak yang ingin tahu apa yang Rasulullah bisikkan kepada
Fatimah, namun ditanya berapa kalipun Fatimah bergeming.
Fatimah menyadari ajalnya makin dekat, saat itu dia menemui ayahnya dalam mimpi. "
Wahai Fatimah! aku datang untuk memberi kabar gembira kepadamu. Telah datang saat
terputusnya takdir kehidupannya di dunia ini, putriku. Tiba sudah saatnya untuk kembali
ke alam akhirat! Wahai Fatimah bagaimana kalau besok malam kamu menjadi tamuku? "
Sebelum meninggal, Fatimah berlaku tidak biasa di dalam rumah dia menyisir
Hasan dan Husein dengan air mawar dan hati terus bergetar karena tahu dia akan
meninggalkan dua buah hatinya. Dia dekap Hasan dan Husein dan diciuminya dalam-
dalam.
Ali termenung dan terus memandangi belahan hatinya tersebut. lantas Fatimah
berkata, "Wahai Ali. Bersabarlah untuk deritamu yang pertama dan bertahanlah untuk
deritamu yang kedua! Jangan engkau melupakan diriku. Ingatlah diriku selalu
mencintaimu dengan sepenuh jiwa. Engkau kekasihku, suamiku, teman hidupku yang
terbaik, teman diriku berbagi derita dan teman perjalananku"
Lalu keempat orang itu menangis dan berpelukan. Fatimah lalu meminta kedua
anaknya berziarah ke pemakaman Baki. Anak-anaknya menurut. Untuk terakhir kali
Fatimah memandang Ali "Halal semua atasku wahai cahaya kedua mataku," ujar Fatimah
memohon maaf.
Fatimah berbaring dan menyuruh Asma binti Umais menyiapkan keperluan dan
makanan. Tak disangka beberapa waktu sebelum ditariknya nyawa Fatimah, dua anaknya
kembali ke rumah. Fatimah pun menyuruh lagi keduanya pergi ke Raudah, dia tidak ingin
anaknya sedih melihatnya menghadap Ilahi.
Dalam kesakitannya, Fatimah berbisik kepada Ali. Dia menitipkan wasiat kepada
Ali, yaitu permohonan maaf kepada Ali, meminta Ali mencintai kedua anaknya, meminta
dirinya dimakamkan pada malam hari agar saat dikebumikan tidak banyak dilihat
manusia, dan meminta Ali untuk sering mengunjungi makamnya.
Saat menitipkan wasiat, tiba-tiba dua anaknya kembali dari Raudah. Sadar kondisi
ibunya, mereka mendekap Fatimah erat-erat. Fatimah meminta keduanya agar jangan
berpaling di jalan Al-Quran, jalan Rasulullah dan melawan ayahnya.
Fatimah meminta semua orang keluar dari kamarnya, dia hendak menyendiri dan
ingin bersama tuhannya. Fatimah berpesan jika tidak ada lagi sahutan dari dalam kamar
maka jiwanya telah hilang. Dalam sekejap Madinah telah kehilangan mawarnya saat
Fatimah kembali keharibaan tuhan.
KESIMPULAN
Siti Fatimah merupakan nama lengkapnya. Wanita cantik istri dari Khalifah ke empat
yakni Ali bin Abi Thalib ini merupakan putri baginda Rasulullah Muhammad SAW
bersama Ummum Mukminin Khadijah binti Khuwalid. Fatimah juga mendapat julukan
sebagai Az Zahra yang artinya wanita tak pernah mendapat haid selama hidupnya. Saat
melahirkan buah hatinya, masa nifas yang dialami Fatimah pun sangat sebentar.
Wanita bergelar Az Zahra ini sendiri adalah seorang wanita yang sangat cantik,
berakhlak mulia, penyayang, sopan santun, penuh kesabaran, lembut hati, suka menolong
dan begitu patuh pada sang suami. Ia juga seorang wanita yang cerdas serta sosok yang
sangat dicintai oleh Allah begitu pun oleh rasulnya.
Tak hanya dijuluki sebagai Az Zahra, Fatimah juga dijuluki sebagai seorang pemimpin
para wanita penduduk surga.
Masa kecil Fatimah penuh dengan tantangan juga cobaan serta kesedihan. Berkali-
kali ia harus menyaksikan sang ayah ditentang oleh kaum kafir Quraish. Meski hidupnya
penuh tantangan dan cobaan, Fatimah tak pernah mengeluh akan hal itu. Ia tetap
semangat dan tumbuh menjadi gadis yang kuat, mengesankan serta selalu ada untuk sang
ayah
Hari ketiga Ramadan adalah hari wafatnya anak kesayangan baginda Nabi
Muhammad SAW, Fatimah Az-Zahra. Fatimah yang juga istri Ali bin Abu Thalib, ini
wafat pada 3 Ramadan tahun 11 Hijriah atau 23 November 632 Masehi. Dia dimakamkan
pemakaman Baqi,
- SELESAI -
UWAIS AL-QARNI
Pada zaman Nabi Muhammad , ada seorang pemuda bermata biru, rambutnya
merah, pundaknya lapang panjang, berpenampilan cukup tampan, kulitnya kemerah-
merahan, dagunya menempel di dada selalu melihat pada tempat sujudnya, tangan
kanannya menumpang pada tangan kirinya, ahli membaca Al-Qur'an dan menangis,
pakaiannya hanya dua helai sudah kusut yang satu untuk penutup badan dan yang satunya
untuk selendangan, tiada orang yang menghiraukan, tak dikenal oleh penduduk bumi
akan tetapi sangat terkenal di langit.
Pemuda dari Yaman ini telah lama menjadi yatim, tak punya sanak famili kecuali
hanya ibunya yang telah tua renta dan lumpuh. Hanya penglihatan kabur yang masih
tersisa. Untuk mencukupi kehidupannya sehari-hari, Uwais bekerja sebagai penggembala
kambing. Upah yang diterimanya hanya cukup untuk sekadar menopang kesehariannya
bersama Sang ibu, bila ada kelebihan, ia pergunakan untuk membantu tetangganya yang
hidup miskin dan serba kekurangan seperti keadaannya.
Kesibukannya sebagai penggembala domba dan merawat ibunya yang lumpuh dan
buta, tidak memengaruhi kegigihan ibadahnya, ia tetap melakukan puasa di siang hari dan
bermunajat di malam harinya.
Uwais al-Qarni telah memeluk Islam pada masa negeri Yaman mendengar seruan
Nabi Muhammad. yang telah mengetuk pintu hati mereka untuk menyembah Allah,
Tuhan Yang Maha Esa, yang tak ada sekutu bagi-Nya. Islam mendidik setiap
pemeluknya agar berakhlak luhur.
Peraturan-peraturan yang terdapat di dalamnya sangat menarik hati Uwais,
sehingga setelah seruan Islam datang di negeri Yaman, ia segera memeluknya, karena
selama ini hati Uwais selalu merindukan datangnya kebenaran. Banyak tetangganya yang
telah memeluk Islam, pergi ke Madinah untuk mendengarkan ajaran Nabi Muhammad
secara langsung. Sekembalinya di Yaman, mereka memperbarui rumah tangga mereka
dengan cara kehidupan Islam.
Alangkah sedihnya hati Uwais setiap melihat tetangganya yang baru datang dari
Madinah. Mereka itu telah "bertamu dan bertemu" dengan kekasih Allah penghulu para
Nabi, sedang ia sendiri belum. Kecintaannya kepada Rasulullah menumbuhkan kerinduan
yang kuat untuk bertemu dengan sang kekasih, tetapi apalah daya ia tak punya bekal
Di ceritakan ketika terjadi Pertempuran Uhud Rasulullah mendapat cedera dan
giginya patah karena dilempari batu oleh musuh-musuhnya. Kabar ini akhirnya terdengar
oleh Uwais. Ia segera memukul giginya dengan batu hingga patah. Hal tersebut dilakukan
sebagai bukti kecintaannya kepada dia sekalipun ia belum pernah melihatnya. Hari
berganti dan musim berlalu, dan kerinduan yang tak terbendung membuat hasrat untuk
bertemu tak dapat dipendam lagi. Uwais merenungkan diri dan bertanya dalam hati,
kapankah ia dapat menziarahi Nabinya dan memandang wajah dia dari dekat?
Tapi, bukankah ia mempunyai ibu yang sangat membutuhkan perawatannya dan
tak tega ditinggalkan sendiri, hatinya selalu gelisah siang dan malam menahan kerinduan
untuk berjumpa. Akhirnya, pada suatu hari Uwais mendekati ibunya, mengeluarkan isi
hatinya dan memohon izin kepada ibunya agar diperkenankan pergi menziarahi Nabi di
Madinah. Sang ibu, walaupun telah uzur, merasa terharu ketika mendengar permohonan
anaknya.
Dia memaklumi perasaan Uwais, dan berkata, "Pergilah wahai anakku! temuilah
Nabi di rumahnya. Dan bila telah berjumpa, segeralah engkau kembali pulang". Dengan
rasa gembira ia berkemas untuk berangkat dan tak lupa menyiapkan keperluan ibunya
yang akan ditinggalkan serta berpesan kepada tetangganya agar dapat menemani ibunya
selama ia pergi.
Sesudah berpamitan sambil menciumi sang ibu, berangkatlah Uwais menuju
Madinah yang berjarak kurang lebih empat ratus kilometer dari Yaman. Medan yang
begitu ganas dilaluinya, tak peduli penyamun gurun pasir, bukit yang curam, gurun pasir
yang luas yang dapat menyesatkan dan begitu panas di siang hari, serta begitu dingin di
malam hari, semuanya dilalui demi bertemu dan dapat memandang sepuas-puasnya paras
baginda Nabi yang selama ini dirindukannya. Tibalah Uwais al-Qarni di kota Madinah.
Segera ia menuju ke rumah Nabi , diketuknya pintu rumah itu sambil mengucapkan
salam. Keluarlah Sayyidah Fathimah binti Muhammad , sambil menjawab salam Uwais.
Segera saja Uwais menanyakan Nabi yang ingin dijumpainya. Namun ternyata dia
tidak berada di rumah melainkan berada di medan perang. Betapa kecewa hati sang
perindu, dari jauh ingin berjumpa tetapi yang dirindukannya tak berada di rumah. Dalam
hatinya bergolak perasaan ingin menunggu kedatangan Nabi dari medan perang.
Tapi, kapankah dia pulang ? Sedangkan masih terngiang di telinga pesan ibunya
yang sudah tua dan sakit-sakitan itu, agar ia cepat pulang ke Yaman," Engkau harus lekas
pulang".
Karena ketaatan kepada ibunya, pesan ibunya tersebut telah mengalahkan suara
hati dan kemauannya untuk menunggu dan berjumpa dengan Nabi . Ia akhirnya dengan
terpaksa mohon pamit kepada Sayyidah Fathimah Radliyallahu 'anh untuk segera pulang
ke negerinya. Dia hanya menitipkan salamnya untuk Nabi dan melangkah pulang dengan
perasaan haru.
Sepulangnya dari perang, Nabi langsung menanyakan tentang kedatangan orang
yang mencarinya. Nabi Muhammad menjelaskan bahwa Uwais al-Qarni adalah anak
yang taat kepada ibunya. Ia adalah penghuni langit (sangat terkenal di langit). Mendengar
perkataan baginda Rasulullah Sayyidatina Fathimah a.s. dan para sahabatnya tertegun.
Menurut informasi Sayyidah Fathimah Radliyallahu 'anh, memang benar ada yang
mencari Nabi dan segera pulang kembali ke Yaman, karena ibunya sudah tua dan sakit-
sakitan sehingga ia tidak dapat meninggalkan ibunya terlalu lama.
Pemuda Yang Cinta Kepada Ibundanya
“Anakku, mungkin Ibu tak lama lagi akan bersamamu. Ikhtiarkan agar ibu dapat
mengerjakan haji,” pinta sang ibu.
Uwais terus berpikir mencari jalan keluar. Kemudian, dibelilah seekor anak
lembu, kira-kira untuk apa anak lembu itu? Tidak mungkin pergi haji naik lembu. Uwais
membuatkan kandang di puncak bukit. Setiap pagi ia bolak-balik menggendong anak
lembu itu naik turun bukit. “Uwais gila... Uwais gila..” kata orang-orang yang melihat
tingkah laku Uwais. Ya, banyak orang yang menganggap aneh apa yang dilakukannya
tersebut.
Tak pernah ada hari yang terlewatkan ia menggendong lembu naik-turun bukit.
Makin hari anak lembu itu makin besar, dan makin besar pula tenaga yang diperlukan
Uwais. Tetapi karena latihan tiap hari, anak lembu yang membesar itu tak terasa lagi.
Setelah 8 bulan berlalu, sampailah pada musim haji. Lembu Uwais telah mencapai
100 kilogram, begitu juga otot Uwais yang makin kuat. Ia menjadi bertenaga untuk
mengangkat barang. Tahukah sekarang orang-orang, apa maksud Uwais menggendong
lembu setiap hari? Ternyata ia sedang latihan untuk menggendong ibunya.
Uwais berjalan tegap menggendong ibunya wukuf di Ka’bah. Ibunya terharu dan
bercucuran air mata telah melihat Baitullah. Di hadapan Ka’bah, ibu dan anak itu berdoa.
Uwais menjawab, “Dengan terampuninya dosa ibu, maka ibu akan masuk surga.
Cukuplah ridha dari ibu yang akan membawaku ke surga.”
Itulah keinginan Uwais yang tulus dan penuh cinta. Allah subhanahu wata’ala pun
memberikan karunia untuknya. Uwais seketika itu juga sembuh dari penyakit sopaknya.
Hanya tertinggal bulatan putih ditengkuknya. Tahukah kalian apa hikmah dari bulatan
disisakan di tengkuknya Uwais tersebut? Ituah tanda untuk Umar bin Khaththab dan Ali
bin Abi Thalib, dua sahabat Rasulullah untuk mengenali Uwais.
Beliau berdua sengaja mencari di sekitar Ka’bah karena Rasulullah berpesan, “Di
zaman kamu nanti akan lahir seorang manusia yang doanya sangat makbul. Kalian
berdua, pergilah cari dia. Dia akan datang dari arah Yaman, dia dibesarkan di Yaman.”
“Sesungguhnya Allah mengharamkan atas kamu durhaka pada ibu dan menolak
kewajiban, dan meminta yang bukan haknya, dan membunuh anak hidup-hidup, dan
Allah, membenci padamu banyak bicara, dan banyak bertanya, demikian pula
memboroskan harta (menghamburkan kekayaan).” (HR Bukhari dan Muslim)
“Mohon kalian semua duduk,” kata Umar kepada rombongan yang datang di sekitaran
Ka'bah. Saat itu Umar sudah menjabat sebagai seorang khalifah. Artinya, itu adalah era di
mana Nabi Muhammad dan Abu Bakar As-Shidiq sudah meninggal dunia.
“Silakan duduk, kecuali orang-orang yang berasal dari daerah Qaran,” lanjut Umar bin
Khattab. Semua orang-orang yang di hadapan Umar duduk bersila. Sedangkan orang-
orang dari Qaran tetap berdiri.
“Siapa di antara kalian yang bernama Uwais?” tanya Umar kepada orang-orang yang
masih berdiri.
Semua orang yang berdiri bergeming. Saling pandang satu sama lain, seperti
saling menyelidik dan bertanya-tanya. Umar pun paham, di antara orang-orang ini, tidak
ada orang yang dimaksud.
“Adakah di antara kalian yang mengenal orang yang bernama Uwais al-Qarni?” tanya
Umar lagi dengan suara keras mengingat di hadapannya ada cukup banyak orang.
Kasak-kusuk mulai terdengar, orang-orang ini mulai bingung. Ada apa sosok
seterhormat khalifah Umar menanyakan Uwais? Orang-orang Qaran ini heran. Uwais
hanya orang biasa, rakyat jelata, dan tidak punya kedudukan apapun. Bahkan bagi
penduduk Qaran, Uwais hanyalah orang gila yang dikucilkan dari masyarakat. Itulah
yang kemudian membuat salah satu pria yang berdiri sedikit maju ke depan untuk
berbicara kepada Umar.
“Wahai, Umar. Apa yang Anda inginkan darinya? Uwais adalah orang yang tidak dikenal
kecuali oleh orang-orang sekitarnya. Ia tinggal di gubuk reyot. Hidup sendiri dan tidak
bergaul dengan manusia,” kata perwakilan orang Qaran ini.
Tanpa diduga oleh orang-orang Qaran dan calon jamaah haji yang duduk,
Umar justru sumringah. Seperti menemukan seseorang yang selama ini ditunggu-tunggu.
Dengan sedikit terburu-buru Umar mendatangi orang tersebut.
“Sampaikan salamku padanya. Pada Uwais. Mohon, mintakan kepadanya untuk segera
menemuiku di Mekah,” kata Umar.
Tentu saja semua yang melihat ini bertanya-tanya. Siapa orang yang dimaksud
Umar itu? Dan apa yang membuatnya jadi terlihat begitu istimewa sampai seorang
Umar—salah satu sahabat terdekat Nabi Muhammad, khalifah penerus Abu Bakar As-
Shidiq—seperti berupaya keras untuk menyelidiki dan mencari sosoknya. Rasa penasaran
yang tidak hanya muncul dari orang-orang Qaran, tapi juga jamaah haji yang sedang
duduk.
Rasa penasaran itu mengerucut pada satu pertanyaan: Siapa sebenarnya Uwais Al-Qarni?
Uwais adalah pria tambun, berkulit coklat gelap, kepalanya botak, berjenggot
tebal dan lebat. Sering mengenakan sorban dari kain wol, wajahnya cukup
menjengkelkan sekaligus punya tatapan mata yang menakutkan.
Paling tidak, itulah kesan yang dilihat oleh Harim bin Hayyan al-‘Abdi, seorang muslim
yang bertemu dengan Uwais setelah kabar seorang Khalifah Umar mencari sosok tidak
dikenal itu sampai ke Kota Kufah di tepi Sungai Efrat.
“Apakah Anda pernah memiliki penyakit kusta, lalu Anda berdoa dan penyakit Anda
sembuh? Lalu Anda berdoa kembali agar dikembalikan lagi penyakit kusta tersebut, lalu
dikabulkan lagi, tapi hanya setengah dari penyakit yang pertama?” tanya Umar.
Uwais terkejut luar biasa melihat Umar tahu hal tersebut. Mengingat Uwais
hanyalah sebatang kara dan dianggap gila oleh orang-orang di sekitarnya.
“Benar apa yang Anda sampaikan, Amirulmukminin,” kata Uwais masih terkejut, “Siapa
yang mengabari Anda tentang semua itu? Demi Tuhan, tidak ada yang mengetahui
peristiwa tersebut kecuali Tuhan.”
“Karena beliau bersabda tentang seorang pria yang memberi syafaat kepada orang-orang
yang jumlahnya lebih banyak dari Bani Rabi’ah dan Mudlar. Lalu beliau menyebut
namamu,” jelas Umar.
Apa yang disampaikan Umar adalah hadis dari riwayat Hasan. Suatu kali Nabi
Muhammad bersabda, “Ada orang-orang dalam jumlah lebih banyak dari Bani Rabi’ah
dan Mudlar kelak yang akan masuk surga karena syafaat seorang pria dari umatku.
Maukah kalian aku beritahu siapa nama pria itu?”
Setelahnya lalu keluar perintah Nabi untuk Umar, “Wahai Umar, apabila engkau
menemukannya, sampaikan salamku untuknya, berbincanglah dengannya sehingga dia
mendoakanmu.” Sebuah riwayat yang juga terdapat dalam kitab Shahih al-Jami ash-
Shaghir karya Jalaluddin as-Suyuthi.
“Tolong sembunyikan soal jati diri saya yang Anda dengar dari Rasulullah dan izinkanlah
saya untuk segera beranjak dari tempat ini,” kata Uwais.
“Aku tidak ingin menjadi mukhaddits (ahli hadis), kadi (hakim), dan mufti (pencetus
fatwa). Aku tak suka diriku sibuk dengan manusia,” jawab Uwais yang ingin menjauh
dari gelar-gelar duniawi sekalipun itu terlihat seperti gelar dari agama.
Di tempat persembunyiannya itulah Uwais menghabiskan sisa hidupnya. Sampai
kemudian keberadaan Uwais yang tidak terdeteksi oleh orang banyak itu muncul kembali
saat ditemukan dalam keadaan tewas saat Perang Shiffin bergejolak.
Begitulah Uwais Al Qarni, sosok yang sangat berbakti kepada orang tua, dan itu sesuai
dengan sabda Rasulullah ketika beliau ditanya tentang peranan kedua orang tua. Beliau
menjawab, “Mereka adalah (yang menyebabkan) surgamu atau nerakamu.” (HR Ibnu
Majah)
Kesimpulan
Pemuda dari Yaman ini telah lama menjadi yatim, tak punya
sanak famili kecuali hanya ibunya yang telah tua renta dan lumpuh. Hanya penglihatan
kabur yang masih tersisa. Untuk mencukupi kehidupannya sehari-hari, Uwais bekerja
sebagai penggembala kambing. ahli membaca Al-Qur'an dan menangis, pakaiannya
hanya dua helai sudah kusut yang satu untuk penutup badan dan yang satunya untuk
selendangan, tiada orang yang menghiraukan, tak dikenal oleh penduduk bumi akan
tetapi sangat terkenal di langit.
Uwais merupakan pemuda yang sangat taat dam patuh kepada ibunya, ia sangat
menyayangi ibunya, karena kecintaam terhadap ibunya ia dikenal oleh Nabi Muhammad
SAW. Dan dikenal oleh khalifah akan do’a nya yang akan selalu tembus kelangit.
Pada hari kiamat nanti ketika semua ahli ibadah dipanggil disuruh
masuk surga, dia justru dipanggil agar berhenti dahulu dan disuruh memberi syafa'at,
ternyata Allah memberi izin dia untuk memberi syafa'at sejumlah qobilah Robi'ah dan
qobilah Mudhor, semua dimasukkan surga tak ada yang ketinggalan karenanya. Dia
adalah "ABdul Basit". Ia tak dikenal banyak orang dan juga miskin, banyak orang suka
menertawakan, mengolok-olok, dan menuduhnya sebagai tukang membujuk, tukang
mencuri serta berbagai macam umpatan dan penghinaan lainnya.