Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH ORDE BARU

KELAS : IX.4

KELOMPOK :4
ANGGOTA : - ARYA ARI DIANSYAH
- AZELINA PRIMASARI
- MAULIDAH NUR FAUZIAH
- MOCHAMAD FARDHAN F
- PEDROSA ABELTO
- TRIA BELA SEPTIANI

SMP NEGERI 1 CIWARU


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Demokrasi adalah pemerintahan rakyat, maksudnya pemerintahan memberi kekuasaan dan


wewenang kepada rakyat, semua keputusan berdasarkan suara rakyat. Demokrasi Indonesia
adalah pemerintahan dari semua rakyat Indonesia, oleh rakyat Indonesia, dan untuk rakyat
Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Cara pemerintahan seperti ini menjadi cita-cita
semua partai nasionalis di Indonesia.

Sejak bangsa Indonesia mencapai kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945 selalu menjadi
pertanyaan bagaimana sistem pemerintahan yang tepat dan paling bermanfaat baginya.
Indonesia menjadi salah satu negara demokrasi terbesar di dunia. Demokrasi menjadi pilihan
bangsa Indonesia sejak awal berdirinya. Perkembangan sistem demokrasi berlangsung sejak
tahun 1945 hingga masa sekarang. Berbagai model demokrasi pernah diterapkan di Indonesia
dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Perkembangan demokrasi di Indonesia
mengalami pasang surut dari masa kemerdekaan sampai saat ini. Hal ini dibuktikan dengan
telah dilaksanakannya beberapa bentuk demokrasi di negara Indonesia.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah:

1. Apa definisi demokrasi?

2. Bagaimana sejarah lahirnya Orde Baru?

3. Bagaimana penataan kehidupan demokrasi pada masa Orde Baru?

4. Bagaimana pelaksanaan demokrasi pada masa Orde Baru?


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Demokrasi

Demokrasi adalah bentuk pemerintahan di mana semua warga negaranya memiliki hak setara
dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka. Demokrasi mengizinkan
warga negara berpartisipasi baik secara langsung atau melalui perwakilan dalam perumusan,
pengembangan, dan pembuatan hukum. Demokrasi mencakup kondisi sosial, ekonomi,
dan budaya yang memungkinkan adanya praktik kebebasan politik secara bebas dan setara.

Kata ini berasal dari bahasa Yunani dēmokratía “kekuasaan rakyat”, yang terbentuk
dari dêmos “rakyat” dan kratos “kekuatan” atau “kekuasaan”. Pada abad ke-5 SM untuk
menyebut sistem politik negara-kota Yunani, salah satunya Athena, kata ini merupakan
antonim dari aristocratie “kekuasaan elite”. Secara teoretis, kedua definisi tersebut saling
bertentangan, namun kenyataannya sudah tidak jelas lagi. Sistem politik Athena Klasik,
misalnya, memberikan kewarganegaraan demokratis kepada pria elite yang bebas dan tidak
menyertakan budak dan wanita dalam partisipasi politik. Di semua pemerintahan demokrasi
sepanjang sejarah kuno dan modern, kewarganegaraan demokratis tetap ditempati kaum elite
sampai semua penduduk dewasa di sebagian besar negara demokrasi modern benar-benar
bebas setelah perjuangan gerakan hak suara pada abad ke-19 dan 20. Kata demokrasi
(democracy) sendiri sudah ada sejak abad ke-16 dan berasal dari bahasa Perancis Pertengahan
dan Latin Pertengahan lama.

Suatu pemerintahan demokratis berbeda dengan bentuk pemerintahan yang kekuasaannya


dipegang satu orang, seperti monarki, atau sekelompok kecil, seperti oligarki. Apa pun itu,
perbedaan-perbedaan yang berasal dari filosofi Yunani ini sekarang tampak ambigu karena
beberapa pemerintahan kontemporer mencampur aduk elemen-elemen demokrasi, oligarki,
dan monarki. Karl Popper mendefinisikan demokrasi sebagai sesuatu yang berbeda dengan
kediktatoran atau tirani, sehingga berfokus pada kesempatan bagi rakyat untuk
mengendalikan para pemimpinnya dan menggulingkan mereka tanpa perlu melakukan
revolusi.

Ada beberapa jenis demokrasi, tetapi hanya ada dua bentuk dasar. Keduanya menjelaskan
cara seluruh rakyat menjalankan keinginannya. Bentuk demokrasi yang pertama adalah
demokrasi langsung, yaitu semua warga negara berpartisipasi langsung dan aktif dalam
pengambilan keputusan pemerintahan. Di kebanyakan negara demokrasi modern, seluruh
rakyat masih merupakan satu kekuasaan berdaulat namun kekuasaan politiknya dijalankan
secara tidak langsung melalui perwakilan, ini disebut demokrasi perwakilan. Konsep
demokrasi perwakilan muncul dari ide-ide dan institusi yang berkembang pada Abad
Pertengahan Eropa, Era Pencerahan, dan Revolusi Amerika Serikat dan Perancis.

B. Sejarah Lahirnya Orde Baru

Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia. Orde
Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era pemerintahan Soekarno. Lahirnya
Orde Baru diawali dengan dikeluarkannya Surat Perintah 11 Maret 1966. Orde Baru
berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998. Dalam jangka waktu tersebut, ekonomi Indonesia
berkembang pesat meskipun hal ini terjadi bersamaan dengan praktik korupsi yang
merajalela. Orde Baru lahir dari diterbitkannya Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar)
pada tahun 1966, yang kemudian menjadi dasar legalitasnya. Orde Baru bertujuan
meletakkan kembali tatanan seluruh kehidupan rakyat, bangsa, dan negara pada kemurnian
pelaksanaan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Kelahiran Supersemar terjadi dalam serangkaian peristiwa pada tanggal 11 Maret 1966. Saat
itu, Sidang Kabinet Dwikora yang disempurnakan yang dipimpin oleh Presiden Soekarno
sedang berlangsung. Di tengah acara, ajudan presiden melaporkan bahwa di sekitar istana
terdapat pasukan yang tidak dikenal. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan,
Presiden Soekarno menyerahkan pimpinan sidang kepada Wakil Perdana Menteri
(Waperdam) II Dr. Johannes Leimena dan berangkat menuju Istana Bogor, didampingi oleh
Waperdam I Dr. Subandrio, dan Waperdam II Chaerul Saleh. Leimena sendiri
menyusul presiden segera setelah sidang berakhir.

Di tempat lain, tiga orang perwira tinggi, yaitu Mayor Jenderal Basuki Rachmat, Brigadir
Jenderal M. Yusuf, dan Brigadir Jenderal Amir Machmud bertemu dengan Letnan Jenderal
Soeharto selaku Menteri Panglima Angkatan Darat dan Panglima Komando Operasi
Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) untuk meminta izin menghadap
presiden. Segera setelah mendapat izin, di hari yang sama tiga perwira tinggi ini datang ke
Istana Bogor dengan tujuan melaporkan kondisi di ibukota Jakarta meyakinkan Presiden
Soekarno bahwa ABRI, khususnya AD, dalam kondisi siap siaga. Namun, mereka juga
memohon agar Presiden Soekarno mengambil tindakan untuk mengatasi keadaan ini.

Menanggapi permohonan ini, Presiden Soekarno mengeluarkan surat perintah yang ditujukan
kepada Letnan Jenderal Soeharto selaku Menteri Panglima Angkatan Darat untuk mengambil
tindakan dalam rangka menjamin keamanan, ketenangan, dan stabilitas pemerintahan demi
keutuhan bangsa dan negara Republik Indonesia. Perumusan surat perintah ini sendiri dibantu
oleh tiga perwira tinggi ABRI, yaitu Mayor Jenderal Basuki Rachmat, Brigadir Jenderal M.
Yusuf, Brigadir Jenderal Amir Machmud, dan Brigadir Jenderal Subur, Komandan Pasukan
Pengawal Presiden Cakrabirawa. Surat perintah inilah yang kemudian dikenal sebagai Surat
Perintah 11 Maret 1966 atau Supersemar

C. Penataan Kehidupan Demokrasi pada Masa Orde Baru

1. Pembubaran Partai Komunis Indonesia dan Organisasi masanya

Dalam rangka menjamin keamanan, ketenangan, serta stabilitas pemerintahan, Soeharto


sebagai pengemban Supersemar telah mengeluarkan kebijakan:

 Membubarkan Partai Komunis Indonesia pada tanggal 12 Maret 1966 yang diperkuat
dengan Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966.

 Menyatakan Partai Komunis Indonesia sebagai organisasi terlarang di Indonesia.


 Pada tanggal 8 Maret 1966 mengamankan 15 orang menteri yang dianggap terlibat
Gerakan 30 September 1965.

2. Penyederhanaan Partai Politik

Pada tahun 1973 setelah dilaksanakan pemilihan umum yang pertama pada masa Orde Baru
pemerintahan pemerintah melakukan penyederhanaan dan penggabungan (fusi) partai-partai
politik menjadi tiga kekuatan sosial politik. Penggabungan partai-partai politik tersebut tidak
didasarkan pada kesamaan ideologi, tetapi lebih atas persamaan program. Tiga kekuatan
sosial politik itu adalah:

 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang merupakan gabungan dari NU, Parmusi,
PSII, dan PERTI.

 Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang merupakan gabungan dari PNI, Partai
Katolik, Partai Murba, IPKI, dan Parkindo.

 Golongan Karya.

Penyederhanaan partai-partai politik ini dilakukan pemerintah Orde Baru dalam upaya
menciptakan stabilitas kehidupan berbangsa dan bernegara. Pengalaman sejarah pada masa
pemerintahan sebelumnya telah memberikan pelajaran, bahwa perpecahan yang terjadi di
masa Orde Lama, karena adanya perbedaan ideologi politik dan ketidakseragaman persepsi
serta pemahaman Pancasila sebagai sumber hukum tertinggi di Indonesia.

3. Pemilihan Umum

Selama masa Orde Baru pemerintah berhasil melaksanakan enam kali pemilihan umum, yaitu
tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Dalam setiap Pemilu yang diselenggarakan
selama masa pemerintahan Orde Baru, Golkar selalu memperoleh mayoritas suara dan
memenangkan Pemilu. Pada Pemilu 1997 yang merupakan pemilu terakhir masa
pemerintahan Orde Baru, Golkar memperoleh 74,51 % dengan perolehan 325 kursi di DPR
dan PPP memperoleh 5,43 % dengan perolehan 27 kursi. Sedangkan PDI mengalami
kemerosotan perolehan suara dengan hanya mendapat 11 kursi di DPR. Hal disebabkan
adanya konflik intern di tubuh partai berkepala banteng tersebut. PDI akhirnya pecah menjadi
PDI Suryadi dan PDI Megawati Soekarno Putri yang sekarang menjadi PDIP.

Penyelenggaraan Pemilu yang teratur selama masa pemerintahan Orde Baru telah
menimbulkan kesan bahwa demokrasi di Indonesia telah berjalan dengan baik. Apalagi
Pemilu berlangsung dengan asas LUBER (langsung, umum, bebas, dan rahasia). Namun
dalam kenyataannya, Pemilu diarahkan untuk kemenangan salah satu kontestan Pemilu saja
yaitu Golkar. Kemenangan Golkar yang selalu mencolok sejak Pemilu 1971 sampai dengan
Pemilu 1997 menguntungkan pemerintah yang perimbangan suara di MPR
dan DPR didominasi oleh Golkar. Keadaan ini telah memungkinkan Soeharto menjadi
Presiden Republik Indonesia selama enam periode, karena pada masa Orde Baru presiden
dipilih oleh anggota MPR. Selain itu setiap pertanggungjawaban, rancangan undang-undang,
dan usulan lainnya dari pemerintah selalu mendapat persetujuan MPR dan DPR tanpa
catatan.

4. Peran Ganda (Dwi Fungsi) ABRI

Pada masa Orde Baru, ABRI menjadi institusi paling penting di Indonesia. Selain menjadi
angkatan bersenjata, ABRI juga memegang fungsi politik, menjadikannya organisasi politik
terbesar di negara. Peran ganda ABRI ini kemudian terkenal dengan sebutan Dwi Fungsi
ABRI. Timbulnya pemberian peran ganda pada ABRI karena adanya pemikiran bahwa TNI
adalah tentara pejuang dan pejuang tentara. Kedudukan TNI dan POLRI dalam pemerintahan
adalah sama. Di MPR dan DPR mereka mendapat jatah kursi dengan cara pengangkatan
tanpa melalui Pemilu. Pertimbangan pengangkatan anggota MPR/DPR dari ABRI didasarkan
pada fungsinya sebagai stabilisator dan dinamisator. Peran dinamisator sebenarnya telah
diperankan ABRI sejak zaman Perang Kemerdekaan. Waktu itu Jenderal Soedirman telah
melakukannya dengan meneruskan perjuangan, walaupun pemimpin pemerintahan telah
ditahan Belanda. Demikian juga halnya yang dilakukan Soeharto ketika menyelamatkan
bangsa dari perpecahan setelah Gerakan 30 September, yang melahirkan Orde Baru.

Sistem ini memancing kontroversi di tubuh ABRI sendiri. Banyak perwira, khususnya
mereka yang berusia muda, menganggap bahwa sistem ini mengurangi profesionalitas ABRI.
Masuknya pendidikan sosial dan politik dalam akademi militer mengakibatkan waktu
mempelajari strategi militer berkurang. Secara kekuatan, ABRI juga menjadi lemah
dibandingkan negara Asia Tenggara lainnya. Saat itu, hanya ada 533.000 prajurit ABRI,
termasuk Polisi yang kala itu masih menjadi bagian dari ABRI. Angka ini, yang hanya
mencakup 0,15 persen dari total populasi, sangat kecil dibanding Singapura (2,06%),
Thailand (0,46%), dan Malaysia (0,68%). Pendanaan yang didapatkan ABRI pun tak kalah
kecil, hanya sekitar 1,96% dari total PDB, sementara angkatan bersenjata Singapura
mendapatkan 5,48% dan Thailand 3,26%. Selain itu, peralatan dan perlengkapan yang
dimiliki juga sedikit, ABRI hanya memiliki 100 tank besar dan 160 tank ringan.

5. Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4)

Pada tanggal 12 April 1976 Presiden Soeharto mengemukakan gagasan mengenai pedoman
untuk menghayati dan mengamalkan Pancasila, yang terkenal dengan nama Ekaprasatya
Pancakarsa atau Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4). Untuk mendukung
pelaksanaan Pancasil dan Undang-undang Dasar 1945 secara murni dan konsekuen, maka
sejak tahun 1978 pemerintah menyelenggarakan penataran P4 secara menyeluruh pada semua
lapisan masyarakat. Penataran P4 ini bertujuan membentuk pemahaman yang sama
mengenai demokrasi Pancasila, sehingga dengan adanya pemahaman yang sama terhadap
Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 diharapkan persatuan dan kesatuan nasional akan
terbentuk dan terpelihara. Melalui penegasan tersebut opini rakyat akan mengarah pada
dukungan yang kuat terhadap pemerintah Orde Baru. Sehingga sejak tahun 1985 pemerintah
menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal dalam kehidupan berorganisasi. Semua bentuk
organisasi tidak boleh menggunakan asasnya selain Pancasila.
Menolak Pancasila sebagai asas tunggal merupakan pengkhianatan terhadap kehidupan
berbangsa dan bernegara. Dengan demikian Penataran P4 merupakan suatu bentuk
indoktrinasi ideologi, dan Pancasila menjadi bagian dari sistem kepribadian, sistem budaya,
dan sistem sosial masyarakat Indonesia. Pancasila merupakan prestasi tertinggi Orde Baru,
dan oleh karenanya maka semua prestasi lainnya dikaitkan dengan nama Pancasila. Mulai
dari sistem ekonomi Pancasila, pers Pancasila, hubungan industri Pancasila, demokrasi
Pancasila, dan sebagainya. Pancasila dianggap memiliki kesakralan (kesaktian) yang tidak
boleh diperdebatkan.

D. Pelaksanaan Demokrasi pada Masa Orde Baru

Masa orde baru dimulai pada tahun 1966. Pemerintahan orde baru yang dipimpin oleh
Presiden Soeharto, mengawali jalannya pemerintahan dengan tekad melaksanakan Pancasila
dan UUD RI Tahun 1945 secara murni dan konsekuen. Berdasarkan pengalaman di masa
orde lama, pemerintahan orde baru berupaya menciptakan stabilitas politik dan keamanan
untuk menjalankan pemerintahannya. Orde baru menganggap bahwa penyimpangan terhadap
Pancasila dan UUD RI Tahun 1945 adalah sebab utama kegagalan dari pemerintahan
sebelumnya. Orde baru merupakan tatanan perikehidupan masyarakat, bangsa, dan negara
Indonesia atas dasar pelaksanaan Pancasila dan UUD RI Tahun 1945 secara murni dan
konsekuen. Demokrasi yang dijalankan dinamakan demokrasi Pancasila. Demokrasi
Pancasila merupakan demokrasi yang didasarkan atas nilai-nilai dari sila-sila yang terdapat
pada Pancasila.

Namun, pada praktiknya, cita-cita luhur bangsa Indonesia untuk menjadi negara yang
demokratis tersebut justru runtuh dikarenakan penyalahgunaan kekuasaan pemerintah,
terutama oleh presiden. Pada masa orde baru, bangsa Indonesia seakan-akan malah terjatuh
menjadi negara yang totaliter. Kondisi tersebut dapat terjadi karena beberapa hal berikut.

1. Hak-hak Politik Rakyat Sangat Dibatasi

Sejak tahun 1973, jumlah partai politik di Indonesia dibatasi hanya ada tiga. Pegawai
pemerintahan dan ABRI diharuskan mendukung partai penguasa. Pertemuan-pertemuan
politik harus mendapatkan izin dari penguasa. Para pengkritik pemerintah dikucilkan secara
politik, bahkan ada yang disingkirkan secara paksa. Meskipun pers dinyatakan bebas, pada
kenyataannya pemerintah dapat memberangus/membredel penerbitan pers yang dianggap
berseberangan dengan pemerintah. Di samping itu, ada perlakuan diskriminatif terhadap anak
keturunan orang yang dianggap terlibat G30S/PKI.

2. Pemusatan Kekuasaan di Tangan Presiden

Meskipun pada masa orde baru kekuasaan negara dibagi menjadi berbagai lembaga negara
yang formal (MPR, DPR, DPA, MA, dan sebagainya), pada praktiknya lembaga-lembaga
tinggi negara tersebut dikendalikan oleh presiden.

3. Pemilu yang Tidak Demokratis


Pada masa orde baru, pemilu memang dilaksanakan setiap lima tahun sekali. Akan tetapi
dalam pelaksanaannya pemilu tersebut tidak berlangsung secara demokratis. Partai penguasa
melakukan berbagai cara agar dapat memenangkan pemilu.

4. Pembentukan Lembaga Ekstra Konstitusional

Pemerintah membentuk Kopkamtib (Komando Pengendalian Keamanan dan Ketertiban),


yang berfungsi untuk mengamankan pihak-pihak yang potensial menjadi oposisi penguasa
dengan segala cara untuk melanggengkan kekuasaannya.

5. Diskriminatif Terhadap Etnis Tertentu

Pada masa orde baru juga terjadi diskriminatif terhadap etnis tertentu. Misalnya saja, warga
keturunan Tionghoa dilarang berekspresi. Sejak tahun 1967, warga keturunan dianggap
sebagai warga negara asing di Indonesia dan kedudukannya berada di bawah warga pribumi,
yang secara tidak langsung juga menghapus hak-hak asasi mereka. Pemerintah orde baru
berdalih bahwa warga Tionghoa yang populasinya ketika itu mencapai kurang lebih lima juta
dari keseluruhan rakyat Indonesia, dikhawatirkan akan menyebarkan pengaruh komunisme di
tanah air. Padahal, pada kenyataannya, kebanyakan dari keturunan Tionghoa berprofesi
sebagai pedagang, yang tentu bertolak belakang dengan apa yang diajarkan oleh komunisme,
yang sangat mengharamkan perdagangan.

6. Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) Merajalela

Pelaksanaan pemerintahan negara yang terlalu sentralistis pada masa orde baru berakibat
merajalelanya praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) di segala bidang. Hal ini
mengakibatkan rakyat semakin sengsara, hingga timbul sebuah istilah yang mengatakan
bahwa yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin. Meskipun dalam
pelaksanaannya dianggap tidak demokratis, pada masa orde baru juga mencatat beberapa
keberhasilan di berbagai bidang, antara lain sebagai berikut:

1. Perkembangan GDP per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya AS$70, pada
tahun 1996 telah mencapai lebih dari AS$1.000.

2. Berhasil melaksanakan program transmigrasi, meskipun menimbulkan kecemburuan


sosial di kalangan tertentu.

3. Berhasil melaksanakan program Keluarga Berencana (KB).

4. Berhasil memerangi buta huruf di kalangan masyarakat.

5. Swasembada pangan di kalangan masyarakat Indonesia berhasil diwujudkan.

6. Pengangguran dapat ditekan pada angka minimum.

7. Suksesnya pelaksanaan REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun), meskipun


dengan menggunakan utang dari luar negeri.

8. Gerakan Wajib Belajar berhasil diterapkan di bidang pendidikan.


9. Gerakan Nasional Orang-Tua Asuh juga sukses ditumbuhkan di kalangan masyarakat.

10. Terjaminnya keamanan dalam negeri, meskipun dengan menggunakan cara yang
otoriter.

11. Investor asing berkenan menanamkan modal di Indonesia.

12. Sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam negeri.

13. Masa orde baru yang berjalan selama 32 tahun berakhir setelah berbagai kelompok
masyarakat madani yang dipimpin oleh kaum. mahasiswa berhasil menekan Presiden
Soeharto untuk menandatangani surat pengunduran diri pada tanggal 21 Mei 1998.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berakhirnya pelaksanaan demokrasi terpimpin terjadi bersamaan dengan berakhirnya Orde


Lama. Orde berganti dengan Orde Baru. Masa pemerintahan baru ini berlangsung di bawah
kepemimpinan Presiden Suharto. Segala macam penyimpangan yang terjadi di masa Orde
Lama dibenahi oleh Orde Baru. Orde Baru bertekad akan melaksanakan Pancasila dan UUD
1945 secara murni dan konsekuen.

Masa sejak tahun 1969 menjadi awal bagi bangsa Indonesia untuk hidup dengan harapan.
Pemerintah Orde Baru mulai melaksanakan pembangunan secara bertahap. Tahapan
pembangunan yang dikenal dengan sebutan Pelita (pembangunan lima tahun) dilaksanakan
menyeluruh di wilayah Indonesia. Pelaksanaan pembangunan meliputi ideologi, politik,
ekonomi, sosial budaya, serta pertahanan dan keamanan.

Sebagai bentuk pelaksanaan demokrasi, pemerintah melaksanakan pemilihan umum setiap 5


tahun sekali. Pemilihan umum dilaksanakan untuk memilih anggota DPR/MPR. Pemerintah
Orde Baru berhasil menyelenggarakan pemilihan umum tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992,
dan 1997.

B. Saran

Setelah membaca atau mendengarkan makalah ini diharapkan kepada pembaca/pendengar


mampu memahami pelaksanaan demokrasi yang ada di Indonesia. Sehingga mampu
menjalankan hak dan kewajibannya sebagai warga negara Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai