Anda di halaman 1dari 6

Nasionalisme Mesir

A. Latar Belakang Nasionalisme Mesir

Pengaruh nasionalisme Asia-Afrika makin kuat dalam abad ke-20. Paham nasionalisme
hampir berkembang di Afrika. Di Mesir paham nasionalisme dipimpin oleh Gamal Abdul Nasser
dengan menasinaliosasikan Suez Canal Company (1956). Kedatangan Napoleon di Mesir ternyata
banyak membawa perubahan-perubahan dan pembaharuan-pembaharuan, bahkan napoleon
menebarkan semangat revolusi di Mesir. Ketika tentara Prancis meninggalkan Mesir tahun 1802,
timbulah kekacauan akibat adanya perebutan kekuasaan. Golongan- golongan itu terdiri dari
golongan bangsa mamlik (kaki tangan Turki di mesir), orang-orang Turki pegawai pemerintah,
tentara Turki dibawah pimpinan Muhammad Ali, Inggris yang dulu bersekutu dengan Turki untuk
mengalahkan Napoleon. Kekacauan itu berhasil diredam oleh Muhammad Ali, karena ia mendapat
bantuan sepenuhnya dari rakyat Mesir. Sedang pada tahun 1805, rakyat Mesir menentang
kehendak dari Sultan Turki yang mengangkat seorang Pasha (Godnor atau Gubernur) sebagai
penguasa Mesir. Rakyat Mesir menginginkan agar Pasha yang diangkat dipilih oleh rakyat Mesir.
Rakyat Mesir memilih Muhammad Ali dan Sultan Turki terpaksa tunduk terhadap keputusan
rakyat Mesir. Tindakan rakyat Mesir itu mempunyai arti yang sangat besar bagi mesir, karena
rakyat sudah mulai untuk dapat menentukan sendiri nasibnya. Sehingga kedaulatan rakyat pun
mulai tampak jelas. Setelah Muhammad Ali diangkat menjadi Pasha atas wilayah Mesir, ia mulai
dengan modernisasinya dan membangun mesir.

a. Mesir Resmi Dijajah Inggris

18 Desember 1914, Inggris secara resmi menjadikan Mesir sebagai wilayah jajahannya
untuk mengamankan kedudukannya dalam Perang Dunia Pertama. Saat itu, Mesir adalah bagian
dari kekuasaan Ottoman yang bersekutu dengan Jerman dan Austria yang merupakan musuh
Inggris. Namun pada tahun 1922, seiring dengan meningkatnya gerakan nasionalisme rakyat
Mesir, Inggris secara sepihak mengumumkan kemerdekaan Mesir. Meskipun demikian, pengaruh
Inggris masih terus mendominasi kehidupan politik Mesir dan Inggris membantu reformasi
keuangan, administrasi, dan pemerintahan di Mesir.
Pada Perang Dunia II, pasukan Inggris menjadikan Mesir sebagai basis tentara Sekutu.
Meskipun selepas perang pasukan Inggris telah angkat kaki dari Terusan Suez, namun perasaan
anti-Inggris berkecamuk di tengah masyarakat nasionalis Mesir. Nasionalisme Mesir dan sikap
anti Inggris semakin memuncak setelah didirikannya negara Israel yang didukung penuh oleh
Inggris. Pada tahun 1952, Jenderal Muhammad Najib menggulingkan Raja Faruk dan pada tahun
1953, mengubah sistem kerajaan menjadi republik. Tahun 1954, Jenderal Najib digulingkan oleh
Kolonel Gamal Abdul Nasser yang kemudian menasionalisasi Terusan Suez. Akibatnya,
meletuslah perang antara Mesir melawan Inggris yang bersekutu dengan Perancis dan Israel.

b. Krisis Keuangan Mesir


Sejak dibukanya Terusan Suez pada tahun 1869, negara-negara Barat terutama Inggris
dan Prancis saling berlomba memperebutkan pengaruhnya di Mesir. Pengaruh kekuasaan Inggris
makin kuat mulai tahun 1875, yakni saat Khedive Ismail (1863–1879) membutuhkan uang
sehubungan dengan krisisnya keuangan Mesir. Khedive Ismail kemudian menjual sebagian besar
saham Mersir pada Terusan Suez kepada Inggris. Di samping itu, Mesir juga meminjam uang dari
Inggris dan Prancis. Mesir karena tidak dapat membayar hutang-hutangnya maka Inggris dan
Prancis masuk ke Mesir dan memberesi hutang-hutangnya. Dengan demikian, sejak tahun 1876,
Inggris dan Prancis telah ikut campur dalam pemerintahan di Mesir.
Adanya campur tangan Inggris dan Prancis dalam pemerintahan, khususnya pada saham
saham Terusan Suez menimbulkan kekecewaan yang kemudian muncul perlawanan rakyat.
Kebangkitan nasional Mesir ditandai dengan adanya pemberontakan Arabi Pasha (1881–1882).
Mulamula gerakan ini antiorang asing (Inggris, Prancis dan Turki), tetapi akhirnya menjadi
gerakan untuk menuntut perubahan sistem pemerintahan. Gerakan Arabi ini timbul karena
pengaruh Jamaluddin al Afghani yang ketika itu mengajar di Mesir. Perlawanan rakyat yang
dipimpin oleh Arabi Pasha ini sangat membahayakan kedudukan Inggris dan Prancis di Mesir.
Inggris akhirnya bertindak dan berhasil menumpas pemberontakan Arabi Pasha.

c. Timbulnya Nasionalime Mesir


Mesir termasuk negara Arab sehingga bangkitnya nasionalisme Mesir merupakan hal yang
sama dengan bangkitnya nasionalisme Arab. Adapun sebab-sebab timbulnya nasionalisme Mesir
adalah sebagai berikut.
1) Adanya gerakan Wahabi, semula merupakan gerakan agama yang kemudian memberontak
pemerintahan Turki. Dengan demikian, secara politik membangkitkan tumbuhnya
nasionalisme Mesir.
2) Adanya pengaruh Revolusi Prancis. Ketika Napoleon Bonaparte mendarat di Mesir, ia juga
membawa suara Revolusi Prancis yang kemudian menimbulkan paham liberal dan
nasionalisme Mesir.
3) Munculnya kaum intelektual yang berpaham modern.
4) Adanya Gerakan Pan Arab, yang dirintis oleh Amir Chetib Arslan dengan yang
menganjurkan persatuan semua bangsa Arab dengan tujuan untuk mencapai kemerdekaan
bangsanya.
Sekalipun pemberontakan Arabi Pasha berhasil dipadamkan, namun cita-cita
perjuangan Arabi Pasha merupakan sumber aspirasi semangat nasionalisme bangsa Mesir.
Hal ini terbukti pada tanggal 7 Desember 1907 telah diadakan kongres nasional yang
pertama di bawah pimpinan Mustafa Kamil. Tujuannya adalah pembangunan Mesir secara
liberal untuk mencapai kemerdekaan penuh. Pemerintah Mesir yang dipengaruhi oleh
Inggris berusaha untuk menindas gerakan ini, akan tetapi gerakan nasional ini tetap hidup
dan makin kuat bahkan kemudian menjelma menjadi Partai Wafd (Utusan) di bawah
pimpinan Saad Zaghlul Pasha. Ketika Perang Dunia I selesai, Partai Wafd menuntut Mesir
sebagai negara merdeka dan ikut serta dalam konferensi perdamaian di Prancis. Inggris
menolak, bahkan mengasingkan Zaghlul Pasha ke Malta. Pada tahun 1919 di Mesir timbul
pemberontakan dan Zaghlul Pasha dibebaskan kembali.
Kaum nasionalise Mesir menuntut kemerdekaan penuh. Pemberontakan berkobar
lagi, Zaghlul Pasha ditangkap lagi dan diasigkan ke Gibraltar. Inggris yang tidak dapat
menekan nasionalisme Mesir, terpaksa mengeluarkan Pernyataan Unilateral (Unilateral
Declaration) pada tanggal 28 Februari 1922.
1) Inggris mengakui kemerdekaan dan kedaulatan Mesir
2) Inggris berhak atas empat masalah pokok,seperti berikut:
a. mempertahankan Terusan Suez;
b. mempergunakan daerah militer untuk operasi militer;
c. mempertahankan Mesir terhadap agresi bangsa lain;
d. melindungi bangsa asing di Mesir dan kepentingannya.
Uniteral Declaration 1922 merupakan saat yang bersejarah bagi Mesir sebab
sejak itu dunia internasional menganggap Mesir telah merdeka, meskipun
belum penuh. Sebaliknya, di pihak kaum nasionalis Mesir tetap tetap
menentangnya sebab Inggris tetap berhak atas empat masalah pokok tersebut
di atas. Itulah sebabnya, kaum nasionalisme Mesir terus berjuang melawan
Inggris untuk mencapai kemerdekaan penuh. Hal ini baru terwujud setelah
Perang Dunia II berakhir (Oktober 1954).
B. Perkembangan Nasionalisme Mesir

Modernisasi yang dilakukan oleh Muhammad Ali itu merupakan langkah awal bagi Mesir
untuk menuju dan mencapai perkembangan bangsa dan negara Mesir secara modern. Oleh karena
itu muncullah cita-cita Mesir untuk melepaskan diri dari Turki dan membentuk negara merdeka.
Menculah gerakan nasionalisme Mesir diawali dengan adanya pemberontakan Arabi Pasha (1881-
1882). Dilaksanakanya kongres pertama yang diadakan pada 7 desember 1907 dibawah pimpinan
Mustafa Kamil bertujuan untuk membangun Mesir secara liberal untuk mencapai kemerdekaan
penuh. Pemerintah Mesir yang dipengaruhi oleh Inggris berusaha untuk menindas gerakan ini,
akan tetapi gerakan nasional ini tetap hidup dan makin kuat bahkan kemudian menjelma menjadi
Partai Wafd (Utusan) di bawah pimpinan Saad Zaghlul Pasha.

Setelah Perang Dunia 1 selesai, partai wafd menuntut agar mesir dijadikan sebagai negara
merdeka dan ikut serta dalam konferensi perdamain di Paris. Inggris menolak, bahkan
mengasingkan Zaghlul Pasha ke Malta. Pada tahun 1919 di Mesir timbul pemberontakan dan
Zaghlul Pasha dibebaskan kembali. Kaum nasionalise Mesir menuntut kemerdekaan penuh.

Pemberontakan berkobar lagi, Zaghlul Pasha ditangkap lagi dan diasigkan ke Gibraltar. Inggris
yang tidak dapat menekan nasionalisme Mesir, terpaksa mengeluarkan Pernyataan Unilateral
(Unilateral Declaration) pada tanggal 28 Februari 1922. Yang berisi:

1. Inggris mengakui kemerdekaan dan kedaulatan Mesir.


2. Inggris berhak atas empat masalah pokok,seperti berikut:
a) mempertahakan Terusan Suez;
b) mempergunakan daerah militer untuk operasi militer;
c) mempertahankan Mesir terhadap agresi bangsa lain;
d) melindungi bangsa asing di Mesir dan kepentingannya.

Uniteral Declaration 1922 merupakan saat yang bersejarah bagi Mesir sebab sejak itu dunia
internasional menganggap Mesir telah merdeka, meskipun belum penuh. Sebaliknya, di pihak
kaum nasionalis Mesir tetap tetap menentangnya sebab Inggris tetap berhak atas empat masalah
pokok tersebut di atas. Itulah sebabnya, kaum nasionalisme Mesir terus berjuang melawan Inggris
untuk mencapai kemerdekaan penuh.

Setelah perang dunia II berakhir, Inggris tidak menarik langsung tentaranya yang berkedudukan
di mesir. Maka perang anti Inggris makin meluas di Mesir, juga nasionalisme Mesir berkobar dan
politik Mesir dipusatkan kepada pengusiran Inggris ke luar wilayah Mesir.perjuangan
nasionalisme Mesir terus berkobar hingga meletusnya revolusi Mesir (23 juli 1952) dan pada
tanggal 18 juni 1953 Mesir menjadi sebuah negara Republik.

C. Gerakan Nasionalisme di Mesir


1. Islam Fundamentalis
Yang dimaksud dengan golongan “Islam Fundamentalis” di sini adalah kelompok
Jama’ah Islamiyah, yang sering disebut sebagai “penerus perjuangan Al-Ikhwan Al-Muslimin”.
Al-Ikhwan Al-Muslimin didirikan di Mesir oleh Hasan Al-Banna (1928). Sebelum terbunuhnya
Hasan Al-Banna (Februari 1940), gerakan ikhwan tumbuh dengan pesat. Tahun 1932 ikhwan telah
memiliki 15 cabang, tahun 1940 terbentuk 500 cabang, dan pada tahun 1949 ada 2.000 cabang
dengan jumlah anggota sekitar 500 ribu orang.
Pada mulanya ikhwan merupakan sebuah organisasi sosial, tetapi kemudian tumbuh
menjadi kekuatan politik yang tangguh. Hal ini antara lain disebabkan karena pendukung ikhwan
kebanyakan terdiri atas golongan kelas menengah. Mereka memiliki kepekaan sosial yang tinggi,
dan sangat committed terhadap ajaran Islam. Hasan Al-Banna, mislanya, pernah mengatakan
dengan lantang: “Sungguh keliru anggapan yang menyatakan Islam hanya terdiri atas aspek
ruhaniah dan ibadah. Sesungguhnya Islam sekaligus doktrin, penyembahan, tanah air,
kebangsaaan, agama, keruhanian, dan pedang.”
Pernyataan Al-Banna dijabarka secara terinci dan dijadikan sebagai prinsip Perjuangan
Ikhwan, yang terdiri atas enam hal. Pertama: ilmiah, yaitu menjelaskan Al-Quran secara tepat
melalui tafsir asli dan segala elemen universalnya, melengkapinya dengan semangat zaman, dan
membelanya dari kepalsuan serta kesangsian. Kedua: praktek, yaitu perkembangan masyarakat
Islam seutuhnya di atas satu dasar keagamaan, dan penyelesaian perbedaan di antara berbagai
mazhab. Ketiga: semua warga. Keempat: sosio-filantropis, yaitu meningkatkan pelayanan
masyarakat, pendidikan, kesehatan, dan amr ma’ruf nahiy munkar. Kelima: patriotisme dan
nasionalisme. Dan keenam: kemanusiaan dan universalisme, yaitu mengusahakan kehidupan yang
lebih manusiawi atas dasar ajaran Islam..
Tahun 1948 tercatat sebagai tahun penting dalam sejarah gerakan ikhwan. Pada tahun itu,
Ikhwan secara langsung terlibat dalam Perang Arab-Israel I, di mana para sukarelawan ikhwan
bahu-membahu dengan pasukan Mesir dan Palestina. Keberanian mereka di medan tempur
menyebabkan Ikhwan semakin kuat. Namun pada 1948 itu juga, karena khawatir terhadap semakin
kuatnya kelompok ini, Raja Farouk berusaha membubarkan Ikhwan (walaupun tidak berhasil) dan
menahan sejumlah tokoh-tokohnya, kecuali Al-Banna.

Anda mungkin juga menyukai