Anda di halaman 1dari 9

BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang

B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana latar belakang munculnya Nasionalisme di Mesir? 2. Bagaimana perkembangan Nasionalisme di Mesir? 3. Bagaimana perkembangan gerakan nasionalisme di Mesir?

C. Tujuan 1. Mengetahui latar belakang munculnya Nasionalisme di Mesir. 2. Mengetahui perkembangan Nasionalisme di Mesir. 3. Mengetahui gerakan nasionalisme di Mesir.

BAB II PEMBAHASAN A. Latar Belakang Nasionalisme Mesir Pengaruh nasionalisme Asia-Afrika makin kuat dalam abad ke-20. Paham nasionalisme hampir berkembang di Afrika. Di Mesir paham nasionalisme dipimpin oleh Gamal Abdul Nasser dengan menasinaliosasikan Suez Canal Company (1956). Kedatangan Napoleon di Mesir ternyata banyak membawa perubahan-perubahan dan pembaharuan-pembaharuan, bahkan napoleon

menebarkan semangat revolusi di Mesir. Ketika tentara Prancis meninggalkan Mesir tahun 1802, timbulah kekacauan akibat adanya perebutan kekuasaan. Golongan- golongan itu terdiri dari golongan bangsa mamlik (kaki tangan Turki di mesir), orang-orang Turki pegawai pemerintah, tentara Turki dibawah pimpinan Muhammad Ali, Inggris yang dulu bersekutu dengan Turki untuk mengalahkan Napoleon. Kekacauan itu berhasil diredam oleh Muhammad Ali, karena ia mendapat bantuan sepenuhnya dari rakyat Mesir. Sedang pada tahun 1805, rakyat Mesir menentang kehendak dari Sultan Turki yang mengangkat seorang Pasha (Godnor atau Gubernur) sebagai penguasa Mesir. Rakyat Mesir menginginkan agar Pasha yang diangkat dipilih oleh rakyat Mesir. Rakyat Mesir memilih Muhammad Ali dan Sultan Turki terpaksa tunduk terhadap keputusan rakyat Mesir. Tindakan rakyat Mesir itu mempunyai arti yang sangat besar bagi mesir, karena rakyat sudah mulai untuk dapat menentukan sendiri nasibnya. Sehingga kedaulatan rakyat pun mulai tampak jelas. Setelah Muhammad Ali diangkat menjadi Pasha atas wilayah Mesir, ia mulai dengan modernisasinya dan membangun mesir. a. Mesir Resmi Dijajah Inggris 18 Desember 1914, Inggris secara resmi menjadikan Mesir sebagai wilayah jajahannya untuk mengamankan kedudukannya dalam Perang Dunia

Pertama. Saat itu, Mesir adalah bagian dari kekuasaan Ottoman yang bersekutu dengan Jerman dan Austria yang merupakan musuh Inggris. Namun pada tahun 1922, seiring dengan meningkatnya gerakan nasionalisme rakyat Mesir, Inggris secara sepihak mengumumkan kemerdekaan Mesir. Meskipun demikian, pengaruh Inggris masih terus mendominasi kehidupan politik Mesir dan Inggris membantu reformasi keuangan, administrasi, dan pemerintahan di Mesir. Pada Perang Dunia II, pasukan Inggris menjadikan Mesir sebagai basis tentara Sekutu. Meskipun selepas perang pasukan Inggris telah angkat kaki dari Terusan Suez, namun perasaan anti-Inggris berkecamuk di tengah masyarakat nasionalis Mesir. Nasionalisme Mesir dan sikap anti Inggris semakin memuncak setelah didirikannya negara Israel yang didukung penuh oleh Inggris. Pada tahun 1952, Jenderal Muhammad Najib menggulingkan Raja Faruk dan pada tahun 1953, mengubah sistem kerajaan menjadi republik. Tahun 1954, Jenderal Najib digulingkan oleh Kolonel Gamal Abdul Nasser yang kemudian menasionalisasi Terusan Suez. Akibatnya, meletuslah perang antara Mesir melawan Inggris yang bersekutu dengan Perancis dan Israel. b. Krisis Keuangan Mesir Sejak dibukanya Terusan Suez pada tahun 1869, negara-negara Barat terutama Inggris dan Prancis saling berlomba memperebutkan pengaruhnya di Mesir. Pengaruh kekuasaan Inggris makin kuat mulai tahun 1875, yakni saat Khedive Ismail (18631879) membutuhkan uang sehubungan dengan krisisnya keuangan Mesir. Khedive Ismail kemudian menjual sebagian besar saham Mersir pada Terusan Suez kepada Inggris. Di samping itu, Mesir juga meminjam uang dari Inggris dan Prancis. Mesir karena tidak dapat membayar hutang-hutangnya maka Inggris dan Prancis masuk ke Mesir dan memberesi hutang-hutangnya. Dengan demikian, sejak tahun 1876, Inggris dan Prancis telah ikut campur dalam pemerintahan di Mesir. Adanya campur tangan Inggris dan Prancis dalam pemerintahan, khususnya pada saham saham Terusan Suez menimbulkan kekecewaan yang kemudian muncul perlawanan rakyat. Kebangkitan nasional Mesir ditandai

dengan adanya pemberontakan Arabi Pasha (18811882). Mulamula gerakan ini antiorang asing (Inggris, Prancis dan Turki), tetapi akhirnya menjadi gerakan untuk menuntut perubahan sistem pemerintahan. Gerakan Arabi ini timbul karena pengaruh Jamaluddin al Afghani yang ketika itu mengajar di Mesir. Perlawanan rakyat yang dipimpin oleh Arabi Pasha ini sangat membahayakan kedudukan Inggris dan Prancis di Mesir. Inggris akhirnya bertindak dan berhasil menumpas pemberontakan Arabi Pasha.

c. Timbulnya Nasionalime Mesir Mesir termasuk negara Arab sehingga bangkitnya nasionalisme Mesir merupakan hal yang sama dengan bangkitnya nasionalisme Arab. Adapun sebabsebab timbulnya nasionalisme Mesir adalah sebagai berikut. 1) Adanya gerakan Wahabi, semula merupakan gerakan agama yang kemudian memberontak pemerintahan Turki. Dengan demikian, secara politik membangkitkan tumbuhnya nasionalisme Mesir. 2) Adanya pengaruh Revolusi Prancis. Ketika Napoleon Bonaparte mendarat di Mesir, ia juga membawa suara Revolusi Prancis yang kemudian menimbulkan paham liberal dan nasionalisme Mesir. 3) Munculnya kaum intelektual yang berpaham modern. 4) Adanya Gerakan Pan Arab, yang dirintis oleh Amir Chetib Arslan dengan yang menganjurkan persatuan semua bangsa Arab dengan tujuan untuk mencapai kemerdekaan bangsanya. Sekalipun pemberontakan Arabi Pasha berhasil dipadamkan, namun cita-cita perjuangan Arabi Pasha merupakan sumber aspirasi semangat nasionalisme bangsa Mesir. Hal ini terbukti pada tanggal 7 Desember 1907 telah diadakan kongres nasional yang pertama di bawah pimpinan Mustafa Kamil. Tujuannya adalah pembangunan Mesir secara liberal untuk mencapai kemerdekaan penuh. Pemerintah Mesir yang dipengaruhi oleh Inggris berusaha untuk menindas gerakan ini, akan tetapi gerakan nasional ini tetap hidup dan makin kuat bahkan kemudian menjelma menjadi Partai Wafd (Utusan) di bawah pimpinan Saad Zaghlul

Pasha. Ketika Perang Dunia I selesai, Partai Wafd menuntut Mesir sebagai negara merdeka dan ikut serta dalam konferensi perdamaian di Prancis. Inggris menolak, bahkan mengasingkan Zaghlul Pasha ke Malta. Pada tahun 1919 di Mesir timbul pemberontakan dan Zaghlul Pasha dibebaskan kembali. Kaum nasionalise Mesir menuntut kemerdekaan penuh.

Pemberontakan berkobar lagi, Zaghlul Pasha ditangkap lagi dan diasigkan ke Gibraltar. Inggris yang tidak dapat menekan nasionalisme Mesir, terpaksa mengeluarkan Pernyataan Unilateral (Unilateral Declaration) pada tanggal 28 Februari 1922. 1) Inggris mengakui kemerdekaan dan kedaulatan Mesir 2) Inggris berhak atas empat masalah pokok,seperti berikut: a. mempertahankan Terusan Suez; b. mempergunakan daerah militer untuk operasi militer; c. mempertahankan Mesir terhadap agresi bangsa lain; d. melindungi bangsa asing di Mesir dan kepentingannya. Uniteral Declaration 1922 merupakan saat yang bersejarah bagi Mesir sebab sejak itu dunia internasional menganggap Mesir telah merdeka, meskipun belum penuh. Sebaliknya, di pihak kaum nasionalis Mesir tetap tetap menentangnya sebab Inggris tetap berhak atas empat masalah pokok tersebut di atas. Itulah sebabnya, kaum nasionalisme Mesir terus berjuang melawan Inggris untuk mencapai kemerdekaan penuh. Hal ini baru terwujud setelah Perang Dunia II berakhir (Oktober 1954). B. Perkembangan Nasionalisme Mesir Modernisasi yang dilakukan oleh Muhammad Ali itu merupakan langkah awal bagi Mesir untuk menuju dan mencapai perkembangan bangsa dan negara Mesir secara modern. Oleh karena itu muncullah cita-cita Mesir untuk melepaskan diri dari Turki dan membentuk negara merdeka. Menculah gerakan

nasionalisme Mesir diawali dengan adanya pemberontakan Arabi Pasha (18811882). Dilaksanakanya kongres pertama yang diadakan pada 7 desember 1907 dibawah pimpinan Mustafa Kamil bertujuan untuk membangun Mesir secara liberal untuk mencapai kemerdekaan penuh. Pemerintah Mesir yang dipengaruhi oleh Inggris berusaha untuk menindas gerakan ini, akan tetapi gerakan nasional ini tetap hidup dan makin kuat bahkan kemudian menjelma menjadi Partai Wafd (Utusan) di bawah pimpinan Saad Zaghlul Pasha. Setelah Perang Dunia 1 selesai, partai wafd menuntut agar mesir dijadikan sebagai negara merdeka dan ikut serta dalam konferensi perdamain di Paris. Inggris menolak, bahkan mengasingkan Zaghlul Pasha ke Malta. Pada tahun 1919 di Mesir timbul pemberontakan dan Zaghlul Pasha dibebaskan kembali. Kaum nasionalise Mesir menuntut kemerdekaan penuh. Pemberontakan berkobar lagi, Zaghlul Pasha ditangkap lagi dan diasigkan ke Gibraltar. Inggris yang tidak dapat menekan nasionalisme Mesir, terpaksa mengeluarkan Pernyataan Unilateral (Unilateral Declaration) pada tanggal 28 Februari 1922. Yang berisi: 1. Inggris mengakui kemerdekaan dan kedaulatan Mesir. 2. Inggris berhak atas empat masalah pokok,seperti berikut: a) mempertahakan Terusan Suez; b) mempergunakan daerah militer untuk operasi militer; c) mempertahankan Mesir terhadap agresi bangsa lain; d) melindungi bangsa asing di Mesir dan kepentingannya. Uniteral Declaration 1922 merupakan saat yang bersejarah bagi Mesir sebab sejak itu dunia internasional menganggap Mesir telah merdeka, meskipun belum penuh. Sebaliknya, di pihak kaum nasionalis Mesir tetap tetap menentangnya sebab Inggris tetap berhak atas empat masalah pokok tersebut di atas. Itulah sebabnya, kaum nasionalisme Mesir terus berjuang melawan Inggris untuk mencapai kemerdekaan penuh.

Setelah perang dunia II berakhir, Inggris tidak menarik langsung tentaranya yang berkedudukan di mesir. Maka perang anti Inggris makin meluas di Mesir, juga nasionalisme Mesir berkobar dan politik Mesir dipusatkan kepada pengusiran Inggris ke luar wilayah Mesir.perjuangan nasionalisme Mesir terus berkobar hingga meletusnya revolusi Mesir (23 juli 1952) dan pada tanggal 18 juni 1953 Mesir menjadi sebuah negara Republik.

C. Gerakan Nasionalisme di Mesir 1. Islam Fundamentalis Yang dimaksud dengan golongan Islam Fundamentalis di sini adalah kelompok Jamaah Islamiyah, yang sering disebut sebagai penerus perjuangan Al-Ikhwan Al-Muslimin. Al-Ikhwan Al-Muslimin didirikan di Mesir oleh Hasan Al-Banna (1928). Sebelum terbunuhnya Hasan Al-Banna (Februari 1940), gerakan ikhwan tumbuh dengan pesat. Tahun 1932 ikhwan telah memiliki 15 cabang, tahun 1940 terbentuk 500 cabang, dan pada tahun 1949 ada 2.000 cabang dengan jumlah anggota sekitar 500 ribu orang. Pada mulanya ikhwan merupakan sebuah organisasi sosial, tetapi kemudian tumbuh menjadi kekuatan politik yang tangguh. Hal ini antara lain disebabkan karena pendukung ikhwan kebanyakan terdiri atas golongan kelas menengah. Mereka memiliki kepekaan sosial yang tinggi, dan sangat committed terhadap ajaran Islam. Hasan Al-Banna, mislanya, pernah mengatakan dengan lantang: Sungguh keliru anggapan yang menyatakan Islam hanya terdiri atas aspek ruhaniah dan ibadah. Sesungguhnya Islam sekaligus doktrin, penyembahan, tanah air, kebangsaaan, agama, keruhanian, dan pedang. Pernyataan Al-Banna dijabarka secara terinci dan dijadikan sebagai prinsip Perjuangan Ikhwan, yang terdiri atas enam hal. Pertama: ilmiah, yaitu menjelaskan Al-Quran secara tepat melalui tafsir asli dan segala elemen universalnya, melengkapinya dengan semangat zaman, dan membelanya dari kepalsuan serta kesangsian. Kedua: praktek, yaitu perkembangan masyarakat Islam seutuhnya di atas satu dasar keagamaan, dan penyelesaian perbedaan di

antara berbagai mazhab. Ketiga: semua warga. Keempat: sosio-filantropis, yaitu meningkatkan pelayanan masyarakat, pendidikan, kesehatan, dan amr maruf nahiy munkar. Kelima: patriotisme dan nasionalisme. Dan keenam: kemanusiaan dan universalisme, yaitu mengusahakan kehidupan yang lebih manusiawi atas dasar ajaran Islam.. Tahun 1948 tercatat sebagai tahun penting dalam sejarah gerakan ikhwan. Pada tahun itu, Ikhwan secara langsung terlibat dalam Perang Arab-Israel I, di mana para sukarelawan ikhwan bahu-membahu dengan pasukan Mesir dan Palestina. Keberanian mereka di medan tempur menyebabkan Ikhwan semakin kuat. Namun pada 1948 itu juga, karena khawatir terhadap semakin kuatnya kelompok ini, Raja Farouk berusaha membubarkan Ikhwan (walaupun tidak berhasil) dan menahan sejumlah tokoh-tokohnya, kecuali Al-Banna.

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA M. Riza Sihbudi. 1991. Islam Dunia Arab, Iran: Bara Timur Tengah. Bandung: Penerbit Mizan. I Wayan Badrika. 1997. Sejarah Nasional Indonesia dan Umum. Jakarta: Erlangga.
http://erakas.blogspot.com/2011/03/nasionalisme-mesir.html http://www2.irib.ir/worldservice/melayuRADIO/kal_sejarah/masehi/desember/18dese mber.htm

Anda mungkin juga menyukai