Anda di halaman 1dari 8

Wanita dalam islam memiliki peran yang sangat vital, bukan saja karena kehadiran kita di muka bumi

terlahir dari rahim wanita yang kita hormati, yakni seorang ibu. Akan tetapi sesungguhnya nasib bangsa kita di masa yang akan datang juga sangat ditentukan oleh keberadaan wanita Rasulullah Muhammad SAW bersabda bahwa Wanita adalah tiang Negara!. Hancur atau majunya suatu Negara tergantung bagaimana kondisi perempuan yang ada di dalamnya. Apabila baik akhlaq para wanitanya, maka baik pulalah negara itu. Dan apabila buruk perangainya, maka buruk dan hancurlah negara tersebut. Karena di pundak wanitalah, bangunan pendidikan itu digantungkan. Ibu adalah pendidik yang pertama, dan utama, tidak saja sejak kita dilahirkan ke dunia ini, akan tetapi pendidikan itu sudah dimulai sejak kita masih berada dalam kandungan. Seorang penyair bahkan mengatakan bahwa seorang ibu ibarat sekolah, apabila kamu siapkan dengan baik. Berarti kamu menyiapkan satu bangsa yang harum namanya. Begitu juga, orang-orang bijak banyak yang mengaitkan keberhasilan para tokoh dan pemimpin dengan peran dan bantuan kaum wanita lewat ungkapan Dibalik keberhasilan setiap pembesar, ada wanita! Tidak dapat dipungkiri bahwa ibu adalah madrasah pertama bagi putra-putrinya yang akan meneruskan tongkat estafet peradaban ini. Tidak heran jika muncul ungkapan, dibalik kelembutan seorang wanita ia bisa mengayunkan buaian di tangan kanan dan mengguncang dunia dengan tangan kirinya. Namun, kesadaran akan hal tersebut belum dimiliki oleh para perempuan secara umum dan para muslimah pada khususnya. Untuk itu, dawah muslimah sebagai bagian dari dawah semesta memiliki arti penting mengembalikan pemahaman yang benar tentang peran wanita yang sesuai fitrah dan posisinya dalam Islam. Proses perubahan tak akan terjadi seketika tapi dibutuhkan studi yang mapan, terencana, sistematis, terorganisir secara rapi yang direalisasikan melalui gerakan dakwah yang solid. Karena itu, dawah muslimah juga harus ditata, dikelola dan diorganisir secara baik dan teratur dengan kepemimpinan yang kokoh dan manajemen yang baik, yang tertuang dalam suatu wadah pergerakan. Urgensi dari dakwah muslimah sangat diyakini menjadi salah satu bagian penting dalam dakwah, bahkan seorang bijak mengatakan pembagian porsi dakwah muslimah dengan dakwah keseluruhan, adalah jika dakwah itu adalah lingkaran, maka dakwah muslimah sebesar setengah lingkaran. Pergerakan dakwah muslimah seperti yang kita ketahui telah bergulir sejak zaman Nabi Muhammad, dimana Nabi menempatkan Istrinya sebagai pemimpin para muslimah. Sirah Shabiyah dalam Dakwah Rasululloh SAW Kehidupan wanita semasa jahiliyyah sangatlah memprihatinkan. Mereka menjadi salah satu kaum yang terpinggirkan selain budak. Tidak ada kebahagiaan sedikitpun bagi sebuah keluarga ketika memiliki anak perempuan. Anak perempuan adalah kehinaan, dan anak laki-laki adalah keberuntungan. Bahkan tidak sedikit mereka membunuh anak-anak perempuan mereka dengan menguburkannya hidup-hidup.

Ketika Rasulullah Saw. diutus ke dunia, beliau bersabda, Sesungguhnya wanita itu adalah pendamping pria (HR Ahmad dan Abu Daud). Sejak saat itu paradigma pemikiran dan perlakuan terhadap wanita berubah seratus delapan puluh derajat. Derajat wanita diangkat dan dimuliakan. Wanita dikatakan sebagai pendamping pria karena pada setiap kesuksesan seorang pria, pasti ada peran wanita yang sangat signifikan. Apakah peran sebagai seorang ibu atau seorang istri. Banyak tokoh-tokoh menjadi penting dan terkenal lantaran ditopang oleh peran wanita. Maka, atas perannya yang demikian, wanita sering disebut sebagai tokoh penting di belakang layar. Peran wanita Muslimah dalam jihad Rasulullah Saw. amat signifikan. Sebagian besar mereka yang berhijrah ke Habasyah adalah bersama istri-istri mereka. Bahkan sejarah Islam mencatat bahwa manusia yang pertama kali menyambut dakwah Islam adalah seorang wanita, yaitu Khadijah binti Khuwailid, istri Rasulullah Saw. Dan manusia pertama yang syahid di jalan Allah juga seorang wanita, yaitu Sumayyah. Selain Khadijah Ra. dan Sumayyah, masih banyak wanita-wanita Islam yang namanya abadi. Peran mereka dalam dakwah islam tidak dapat diragukan lagi, bahkan mungkin tidak akan terulang dalam kehidupan manusia di saat ini, dan masa mendatang. Di antara mereka ada Aisyah Ra., Ummu Sulaim, Sumayyah, Nusaibah, Asma binti Abu Bakar, dan masih banyak wanita lain yang memegang peranan penting dalam perintisan dakwah Rasulullah Saw. di Mekkah dan Madinah. Dalam kitab-kitab sirah dikisahkan, setelah Rasulullah Saw. menerima wahyu pertama di gua Hira, beliau pulang dalam keadaan menggigil. Tubuhnya gemetar ketakutan. Setibanya di rumah, Beliau meminta istrinya, Khadijah Ra., menyelimuti tubuhnya. Lalu, Khadijah menyelimuti dan mendekap tubuh Rasulullah Saw. dengan penuh kasih sayang, hingga hilang rasa takutnya. Khadijah tidak langsung menanyakan apa yang telah terjadi pada suaminya, hingga Rasulullah Saw. sendiri berkata, Wahai Khadijah, tahukah engkau mengapa tubuhku tadi gemetar? Belum sempat Khadijah menjawab, Rasulullah berkata lagi, Sesungguhnya aku khawatir terhadap diriku sendiri. Khadijah menjawab, Tidak! Bergembiralah! Demi Allah, Allah sama sekali tidak akan membuat anda kecewa. Anda seorang yang bersikap baik kepada kaum kerabat, selalu berbicara benar, membantu yang lemah, menolong yang sengsara, menghormati tamu, dan membela orang yang berdiri di atas kebenaran. Mendengar ucapan itu, Nabi menjadi tenang. Jawaban Khadijah bukanlah sekadar untuk membesarkan hati Nabi, tapi merupakan pengungkapan fakta yang sesungguhnya. Nabi Muhammad Saw. sejak kecil telah menginvestasikan kebaikan di tengah-tengah masyarakat. Sebuah fakta perlu medapatkan pengakuan dari orang lain agar menjadi nilai universal yang didukung oleh masyarakat luas. Rasulullah Saw. bukan tidak yakin bahwa apa yang dilakukannya adalah semata-mata atas bimbingan wahyu. Tapi beliau ingin tahu

apakah dakwahnya diterima masyarakat. Sebagai istri, Khadijah Ra. telah mengambil sikap cerdas, yaitu memberikan dukungan total terhadap dakwah sang suami. Bagaimana jika Khadijah memberikan pernyataan yang tidak menenangkan jiwa? Tentu Nabi Saw. akan merasa sedih. Karena bagaimanapun, seorang Rasul adalah manusia juga yang membutuhkan dukungan dari orang-orang terdekat yang dicintainyainya. Dan Khadijah Ra. telah memberi andil besar dalam membangun dakwah Rasulullah Saw. Kisah lain, suatu ketika Abu Bakar Ash-Shiddiq didampingi Rasulullah Saw. mendatangi tokoh-tokoh musyrikin Quraisy yang sedang berkumpul dekat Kabah. Setelah duduk di tengah-tengah mereka, Abu Bakar berbicara mengajak para hadirin untuk beriman dan beribadah kepada Allah dan Rasul-Nya serta tidak mempersekutukan Allah dengan yang selain-Nya. Sudah diduga, pidato Abu Bakar membuat wajah pemuka musyrikin Quraisy memerah. Hati mereka panas menggelegak. Seolah-olah mereka dihina. Seketika itu juga, para pemuka Quraisy dan pemudanya menyerang Abu Bakar dengan pukulan bertubi-tubi. Rasulullah Saw. berusaha melindungi Abu Bakar. Namun, banyaknya tinju yang mengarah ke wajah Abu Bakar sulit dibendung. Salah seorang pemuda Quraisy bernama Atabah bin Rabiah menanggalkan sepatunya, lalu memukulkannya ke wajah Abu Bakar. Darah pun mengalir dari hidung dan mulut Abu Bakar. Luka memar membiru menghiasi pipi dan matanya. Banu Tamim, kabilah Abu Bakar, datang melerai dan menarik orang-orang yang menganiaya Abu Bakar. Empat pemuda Banu Tamim lalu membawa Abu Bakar pulang ke rumahnya. Melihat anaknya terkapar berlumuran darah dan tak bergerak, Salma, ibunda Abu Bakar menangis dan memanggil-manggil nama kecil Abu Bakar. AtiqAtiqAtiq! Abu Bakar tidak menjawab panggilan ibunya. Dia masih tidak sadarkan diri. Ibunda Abu Bakar membersihkan luka-luka diwajah anaknya dengan penuh kasih sayang. Tangannya memijat-mijat telapak tangan Abu Bakar agar anaknya itu segera siuman. Tubuh Abu Bakar mulai bergerak. Salma bertanya, Bagaimana perasaanmu sekarang, Abu Bakar? Abu Bakar balik bertanya, Bagaimana keadaan Rasulullah. Kami tidak tahu, jawab Salma. Abu Quhafah, sang ayah, hanya diam saja mendengarkan percakapan istri dan anaknya. Pergilah ibu temui Fathimah binti Khaththab, tanyakan kepadanya kabar Rasulullah, pinta Abu Bakar. Salma segera menemui Fathimah dan menjelaskan apa yang menimpa Abu Bakar. Keduanya lalu menemuinya dan duduk di samping Abu Bakar yang masih terkapar.

Rasulullah selamat dan kini berada di rumah Ibnul Arqam, jelas Fathimah. Abu Bakar berkeras untuk bertemu Rasulullah Saw. Malam itu juga, ibunya dan Fathimah memapah Abu Bakar menemui Rasulullah. Rasulullah bangkit dan menyambut Abu Bakar sambil mendoakannya. Salma, ibunda Abu Bakar mengucapkan syahadat di hadapan Rasulullah Saw. Penggalan kisah ini menggambarkan betapa besar peran Salma dan Fathimah dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi Abu Bakar. Di saat Abu Quhafah, ayah Abu Bakar, dan para pemuda Banu Tamim bingung melihat kondisi yang menimpa Abu Bakar, Salma dan Fathimah tampil sebagai decision maker. Keislaman Utsman bin Affan pun tak luput dari peran seorang wanita, Suda binti Kariz, bibinya. Suatu ketika Suda bertamu ke rumah saudara perempuannya Arwa binti Kariz, ibunda Utsman, untuk menceritakan kabar kelahiran seorang Rasul dengan membawa agama yang lurus. Utsman menyambut hangat kedatangan bibinya, dan menanyakan berita yang akan disampaikannya. Dengan senang hati Suda menceritakan tentang Muhammad Rasulullah yang membawa agama kebenaran. Utsman sebenarnya tertarik dengan berita itu, tapi ia cepat mengalihkan pembicaraan ke seputar keluarga. Malamnya Utsman tak bisa tidur lantaran kabar tentang Muhammad yang diceritakan bibinya terus terngiang di telinga. Ia heran, mengapa kabar itu terus mengganggu pikirannya. Ternyata Suda amat baik dan runut dalam menceritakan kabar kerasulan Muhammad Saw. sehingga amat membekas di pikiran Utsman. Paginya, ketika berangkat ke kebun, Utsman bertemu teman akrabnya, Abu Bakar. Melihat wajah Utsman yang agak lain, Abu Bakar bertanya, Apa yang sedang kamu pikirkan, Utsman? Tidak ada, jawabnya. Hanya saja kemarin bibiku menceritakan tentang kehadiran seorang Rasul di tengah-tengah kita. Sejak itu, berita itu terus mengganggu pikiranku, lanjut Utsman. Abu Bakar membenarkan berita yang disampaikan Suda kepada Utsman, lalu mengajaknya menemui Rasulullah Saw. Tak berpanjang kata, Utsman menyatakan diri masuk Islam. Islamnya Hamzah bin Abdul Mutholib juga tak lepas dari peran seorang wanita, yaitu ibunya. Pada suatu hari ibunda Hamzah menceritakan kasus penghinaan dan penganiayaan yang menimpa Nabi Muhammad oleh Abu Jahal. Hai Abu Imarah (nama panggilan Hamzah)!. Apa yang hendak kau perbuat seandainya engkau melihat sendiri apa yang dialami kemenakanmu, Muhammad. Muhammad dimaki-

maki dan dianiaya oleh Abul Hakam bin Hisyam (Abu Jahal), lalu ditinggal pergi sementara Muhammad tidak berkata apa-apa kepadanya, ujar ibunda Hamzah. Mendengar cerita itu, raut muka Hamzah memerah dan pergi menemui Abu Jahal yang saat itu tengah berkumpul bersama teman-temannya. Tanpa ba-bi-bu Hamzah memukul Abu Jahal dengan busurnya hingga berdarah. Hamzah berkata, Engkau berani memaki Muhammad? Ketahuilah aku telah memeluk agamanya! Begitupun keislaman Umar bin Khaththab tak lepas dari peran adik perempuannya Fathimah. Waktu itu Umar sedang marah dan mencari Muhammad untuk dibunuh. Di tengah jalan ada orang yang memberitahu bahwa adiknya Fathimah sudah masuk Islam. Umar pun mengurungkan niat mencari Rasulullah dan berbalik ke rumah Fathimah yang dinilainya telah berkhianat dari agama nenek moyang. Umar menyerbu ke dalam rumah adiknya lalu memukul Fathimah hingga berdarah. Ternyata darah yang mengucur dari wajah Fathimah meluluhkan hati Umar. Saat itu Umar melihat secarik kertas yang berisi ayat Al-Quran. Ia amat terpesona dan berkata, Alangkah indahnya dan mulianya kalimat ini. Setelah itu Umar menemui Rasulullah Saw. dan menyatakan keislamannya. Dari kisah-kisah di atas, tampak bahwa wanita dengan segala kelebihannya mampu berperan penting dalam perjalanan dakwah di masa Rasulullah Saw. Saat ini Islam membutuhkan wanita-wanita yang memiliki semangat seperti Khadijah, Aisyah, Sumayyah, Ummu Sulaim, Asma, dan Fathimah untuk memperbaiki umat dan bangsa yang tengah meradang. Demikianlah peran-peran dawah yang telah dipertontonkan dalam sejarah dawah islam oleh para pendahulu dawah. Semuanya peran yang menginspirasi tersebut tidak terlepas dari proses tarbiyah yang telah dibangun oleh Rasululloh SAW dan para sahabatnya. Tarbiyah Muslimah dalam Dakwah Secara umum, peran tarbiyah akhwat di era baru sekarang ini, tetap tidak meninggalkan esensi risalah dakwah sejak masa Rasulullah saw. Bentuk tantangan yang berbeda hanyalah melahirkan bentuk aplikasi amal yang mungkin berbeda. Dapat disimpulkan, peran tarbiyah akhwat yang utama adalah: 1. Mentarbiyah akhwat sebagai pencetak generasi yang rabbani Muslimah adalah ibu, saudara perempuan, istri dan putri tercinta, maka dialah yang melahirkan manusia dan mendidik umat. Di pundak muslimah ada beban berat dalam membangkitkan masyarakat dan umat kita. Muslimahlah yang bertanggung jawab mendidik penguasa, dan setiap mas-ul dalam negara. Di belakang setiap masul yang sukses, lagi bertaqwa kepada Allah dalam amal kehidupannya, kita

jumpai seorang muslimah, yang malam-malamnya tidak tidur demi untuk mentarbiyah dan mentakwiin mas-ul tersebut; mentakwinnya dengan benar,dan mempersiapkannya dengan bagus demi untuk kebaikan dien dan umatnya. Proses tarbiyah harus mampu mendidik dan mengarahkan muslimah untuk menjadi ibu pembangunan dan pengasuh rumah yang cerdas. Dialah arsitek yang brilian dalam menata rumahnya, dokter yang cakap dalam menyiasati pertumbuhan dan menyuburkan bangunan rumahnya, dan mendidik anak-anaknya. Dia mampu menciptakan taman kebahagiaan dan kasih sayang. Muslimah yang tertarbiyah akan mampu mendidik putra-putrinya menjadi generasi rabbani, yang mencintai dan dicintai Allah SWT, yang cinta kepada kebaikan dan benci keburukan. Ibu muslimah mampu menumbuhkan kekuatan anak-anaknya untuk mengembangkan jati diri, mengobarkan semangat jihad dan cinta mati syahid kepada mereka, sehingga hanya Allah tujuan mereka, Al Quran panduan hidup mereka dan jihad adalahjalan hidup mereka, serta kematian fi sabilillah adalah harapan luhur mereka. 2. Mentarbiyah akhwat sebagai annasiru taghyir (agent of change) Dakwah kepada Allah merupakan seruan yang paling luhur, tugas yang paling terhormat dan tujuan yang sangat mulia. Dakwah merupakan hal yang pelakunya menempati singgasana paling tinggi yang tidak bisa ditandingi siapapun kecuali oleh orang yang dipilih langsung oleh Allah. Di dunia Allah berikan kebahagiaan kepadanya, dan di akhirat ia dihujani dengan pahala dan ganjaran yang sempurna. Dakwah adalah tugas para Nabi dan Rasul, serta orang-orang beriman, termasuk muslimah di dalamnya. Benar, kemuliaan dan amanah ini tidaklah hanya menjadi milik laki-laki, juga tidak boleh meninggalkan perang muslimah sebagai salah satu agen perubah di masyarakat.. Sejarah Islam telah mencatatnya dengan tinta emas, bagaimana para muslimah shalihah terdahulu turut berperan dalam kancah dakwah dan jihad. Pun di masa kini, setiap orang yang menatap kondisi umat kita sekarang, tahu akan kebutuhan yang mendesak terhadap peran muslimah dalam medan dakwah. Muslimah adalah orang yang paling pantas melakukan tugas dakwah di kalangan wanita. Karena muslimahlah orang yang paling paham akan tabiat, kondisi dan problema wanita. Islam sangat membutuhkan muslimah yang sadar dan peka, yang tahu kebutuhan umat, yang mengerahkan kemampuan untuk membangkitkan muslimah lainnya, mendidik mereka agar iltizam terhadap ajaran diennya, serta punya kepedulian terhadap berbagai kondisi umat Islam. Pada dasarnya, hasil yang ingin dicapai pada generasi penerus yang rabbani dan masyarakat muslimah khususnya, sebagai hasil dari proses tarbiyah, adalah sama.

Tarbiyah menghendaki lahirnya pribadi yang memiliki beberapa karakteristik berikut: 1. Beraqidah lurus 2. Mampu beribadah dengan benar, sesuai syariat Rasulullah saw 3. Memiliki akhlaq yang tangguh dan mampu mengendalikan nafsu syahwat 4. Mampu menunjukkan potensi dan kreativitas dalam dunia kerja 5. Memiliki keluasan wawasan 6. Memiliki kekuatan fisik 7. Mampu senantiasa memerangi hawa nafsunya 8. Mampu mengatur segala urusannya sesuai keteraturan Islam 9. Mampu mengatur dan memelihara waktunya 10. Menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain Kedua kedudukan akhwat di atas -sebagai pencetak generasi rabbani dan anasiru taghyir bagi muslimah lainnya- adalah bagaikan dua sisi mata uang yang tidak dapat terpisahkan. Tawaazun antara kewajiban dakwah dan rumah tangga merupakan sebuah tuntutan. Muslimah da'iyah yang sadar, harus mengatur kehidupannya serta bersikap seimbang dalam melaksanakan berbagai tanggung jawabnya. Muslimah da'iyah tidak boleh hanya menyibukkan diri dengan amal-amal dakwah namun meremehkan rumah tangga, juga tidak seharusnya muslimah dai'yah hanya berkutat mengurusi rumah dan anak-anak, tapi lupa tugas dakwah dan risalahnya yang luhur. Dalam rangka menunaikan kedua amanat mulia tadi, seorang muslimah haruslah memiliki bekal yang cukup, agar ia mampu beristiqamah dalam setiap langkahnya. Bekal tersebut antara lain: 1. Niat yang ikhlas 2. Kesungguhan dalam beramal 3. Keteladanan, baik dalam hal hablum minallah maupun hablum minannas. Selain itu ada beberapa karakter yang asasi dan esensial yang harus dilengkapi seorang muslimah da'iyah, agar perjalanan dakwah dapat berlanjut, amal tiada henti, dan dapat berjuang dengan gigih meraih kemenangan dunia dan akhirat. Jika sifat ini lenyap atau sebagian besarnya punah dari diri seorang muslimah da'iyah, maka ia hanya akan memetik kegagalan dan menyeleweng dari jalan. Muslimah da'iyah harus mentarbiyah dirinya dengan karakter-karakter berikut: * Pemahaman yang shahih tentang ajaran Islam sebagai dien yang menyeluruh dan sempurna * Menjadikan keikhlasan sebagai landasan setiap amal perbuatannya dan menjauhi riya & ujub * Senantiasa beramal dengan mengerahkan sekuat tenaga dan pengorbanan di jalan dakwah

* Membentengi setiap langkah dengan sifat shabar, baik dalam ketaatan kepada Allah, menjauhi larangan-Nya, dalam mushibah serta dalam menanggung beban dakwah dan menghadapi kesulitan yang dijumpainya di tengah manusia. Shabar dalam mentarbiyah dan mentazkiyah jiwamanusia. * Menahan diri dari berbagai kelezatan, nafsu dan kenikmatan yang sebenarnya dihalalkan, serta meredam diri dari kesenangan dan pelampiasan ambisi * Berempati terhadap permsalahan yang didahapi orang lain * Bersedia menerima nasehat, saran dan gagasan, darimana pun datangnya * Berpenampilan, bertutur kata dan berperi laku yang paling baik * Menjadi pelopor dalam bertaqarrub ilallah, paling rajin beribadah, paling banyak dzikirnya, bergegas dalam beramal kebaikan, dsb Sungguh, jalan tidak sekonyong-konyong terbentang dengan sendirinya di hadapan muslimah, sehingga ia bisa meraih cita-citanya secara sempurna. Namun, ketika hujan turun, yang pertama kali jatuh adalah tetesan, setitik demi setitik yang membesar. Boleh jadi, ini hanyalah sebuah langkah, maka jadikanlah langkah ini sebagai jalan pembuka untuk mendidik generasi masa kini dan yang akan datang sebagai generasi yang rabbani. Saat ini kita tengah membutuhkan seni mencetak generasi dan mengkader orang yang mampu memimpin umat menuju kedudukannya yang asli dan ketinggiannya yang sejati. Apakah kita telah berupaya mengambil peran untuk mewujudkan seni mencetak generasi dan mengkader manusia ini? Pada hari kiamat ada kebinasaan dan penyesalan bagi orang yang lengah dalam dakwah dan tidak menunaikan hak-haknya. Masa depan adalah untuk Islam, dan muslimah yang sadar dan tanggap kelak akan mempersembahkan sumbangsihnya untuk membangun kembali umat ini. Wallahu 'alam

Anda mungkin juga menyukai