Anda di halaman 1dari 4

SLIDE 1

IBUNDA PARA ULAMA

SLIDE 2

Seorang wanita, baik ibu maupun saudari perempuan adalah pilar


masyarakat. Mereka memiliki peranan besar dalam mendidik dan mengawasi
pertumbuhan anak-anak. Membaca kisah hidup para ulama, para pembimbing
umat dan masyarakat, kita akan menyaksikan bagaimana ibu mereka mendidik
dan menanamkan karakter mulia kepada mereka. Ibu mereka menanamkan dasar-
dasar agama dan pokok-pokok akidah islamiyah untuk buah hatinya. Lalu pribadi-
pribadi mulia tertempa menjadi anak-anak akhirat bukan anak-anak dunia. Sejarah
kita mencatat contoh ibu-ibu yang istimewa yang melahirkan tokoh-tokoh besar
ulama Islam. Skuy Cari Tau seperti apa sosok mereka…

SLIDE 3

Pertama: al-Khansa, Tumadhar binti Amr bin al-Harits Ibu Para Mujahid

Ketika umat Islam bersiap dan menghitung jumlah pasukan menghadapi


Perang Qadisiyah, saat itu pula al-Khansa bersama empat orang putranya siap
berangkat bersama pasukan berjumpa dengan pasukan Persia. Dalam sebuah
kemah di tengah ribuan kemah lainnya, al-Khansa mengumpulkan keempat
putranya. Ia berwasiat,

“Anak-anakku, kalian memeluk Islam dengan penuh ketaatan dan hijrah dengan
penuh kerelaan. Demi Allah, yang tidak ada sesembahan yang hak kecuali Dia,
sungguh kalian terlahir dari ibu yang sama. Aku tidak pernah mengkhianati ayah
kalian. Dan takpernah pula menyamarkan nasab kalian. Kalian semua tahu
balasan besar yang telah Allah siapkan bagi seorang muslim dalam memerangi
orang-orang yang kafir. Ketahuilah (anak-anakku), negeri yang kekal itu lebih
baik dari tempat yang fana ini”. ”Andaikata esok kalian masih diberi kesehatan
oleh Allah, maka perangilah musuh kalian dengan gagah berani, mintalah
kemenangan kepada Allah atas musuh-musuh-Nya”.

SLIDE 4

Ketika sinar pagi telah terbit, kedua pasukan pun bertemu. Kabar syahid
anak-anak ibunda al-Khansa sampai kepadanya. Ia berkata, “Segala puji bagi
Allah yang telah memuliakanku dengan kematian mereka. Aku berharap Rabku
mengumpulkanku bersama mereka dalam kasih sayang-Nya.” Sungguh kesabaran
dan keikhlasan yang luar biasa.

SLIDE 4
Kedua Ibu Sufyan ats-Tsaury

Sufyan ats-Tsaury adalah tokoh besar tabi’ at-tabi’in. Ia seorang fakih


yang disebut dengan amirul mukminin fil hadits (pemimpin umat Islam dalam
hadits Nabi). Di balik ulama besar generasi ketiga ini, ada seorang ibu yang
shalihah. Ibu yang mendidik dan menginfakkan waktu untuk membimbingnya.
Sufyan yang merasa bimbang jika menuntut ilmu, butuh modal dan bekal. Jika
mencari modal dan bekal tidak bisa fokus belajar. Karena ilmu itu mudah pergi
dan menghilang.

SLIDE 5

Datanglah pertolongan Allah melalui ibunya. Ibunya berkata, “Wahai


putraku, tuntutlah ilmu, dan aku siap membiayaimu dari pintalanku. Wahai
putraku, jika engkau telah menulis 10 kalimat, maka perhatikanlah; apakah
engkau bertambah takut, sabar, dan sopan? Jika tidak demikian, maka ketahuilah
bahwa semua kalimat tadi akan membahayakanmu dan tidak bermanfaat bagimu”
(Tariikh Jurjani, 449-450 dan Shifatush Shafwah)

Nasehat dari Ummu Sufyan kepada putranya menunjukkan bahwa Ummu


Sufyan adalah orang yang berilmu. Beliau faham betapa tingginya harga sebuah
ilmu. Ibunya faham bahwa ilmu itu harus didatangi dan itu membutuhkan materi
(harta) yang tidak sedikit sehingga ummu sufyan rela bekerja untuk memenuhi
semua kebutuhan puteranya dalam memuntut ilmu.

SLIDE 6

Ketiga: Fatimah binti Ubaidillah Ibu Imam asy-Syafi’I

Fatimah dikenal cerdas. Ia adalah sosok yang tegar dan tidak pernah
mengeluh. Ketika suaminya wafat, tak sedikit pun harta ia warisi. Dengan kondisi
serba kekurangan, ia berjuang untuk memberikan yang terbaik bagi anak semata
wayangnya (Imam asy-Syafi’I). Keinginannya satu, kelak buah hatinya tersebut
menjadi figur hebat dan bermanfaat bagi semua. Ibunya membawa Muhammad
kecil hijrah dari Gaza menuju Mekah. Kemudian ibunya mengirim imam asy-
Syafi’I ke pedesaan yang bahasa Arabnya masih murni, sehingga bahasa Arab
beliau pun jadi tertata dan fasih. Ibunya juga memperhatikan agar asy-Syafi’I bisa
berkuda dan memanah.

SLIDE 6

Kelima: Ibu Ibnu Taimiyah

“Demi Allah, seperti inilah caraku mendidikmu. Aku nadzarkan dirimu


untuk berkhidmat kepada Islam dan kaum muslimin. Aku didik engkau di atas
syariat agama. Wahai anakku, jangan kau sangka, engkau berada di sisiku itu
lebih aku cintai dibanding kedekatanmu pada agama, berkhidmat untuk Islam dan
kaum muslimin walaupun kau berada di penjuru negeri. Anakku, ridhaku
kepadamu berbanding lurus dengan apa yang kau persembahkan untuk agamamu
dan kaum muslimin. Sungguh –wahai ananda-, di hadapan Allah kelak aku tidak
akan menanyakan keadaanmu, karena aku tahu dimana dirimu dan dalam keadaan
seperti apa engkau. Yang akan kutanyakan dihadapan Allah kelak tentangmu –
wahai Ahmad- sejauh mana khidmatmu kepada agama Allah dan saudara-
saudaramu kaum muslimin”.

Inilah surat yang ditulis ibu Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah kepada dirinya,
setelah beliau memohon izin kepada sang ibu untuk tetap tinggal di Mesir. Surat
ini memberikan kesan yang cukup mendalam kepada kita tentang bagaimana
sosok ibunda Ibnu Taimiyah yang teguh jiwa dan hatinya. Wanita kuat yang lebih
senang anaknya bermanfaat bagi orang banyak ketimbang untuk dirinya sendiri.

SLIDE 8

Keenam: Saudari Imam Ibnu Hajar al-Asqalani

Ia adalah seorang wanita yang cerdas dan senang menelaah buku-buku.


Ibnu Hajar memujinya dengan mengatakan, “Ia adalah ibuku setelah ibuku (yang
melahirkanku pen.)”.Ia adalah seorang wanita yang memiliki banyak ijazah dari
ulama Mekah, Damaskus, Balbek, dan Mesir. Ibnu Hajar mengatakan, “Ia
mempelajari khat, menghafal banyak surat Alquran, termasuk orang yang banyak
menelaah buku, dan ia pandai dalam hal itu”.Kata Ibnu Hajar pula, “Ia baik dan
sangat sayang kepadaku”.

Karena begitu besar pengaruh saudarinya dalam kehidupannya, sampai-


sampai Ibnu Hajar membuat syair tentangnya ketika ia meninggal.

SLIDE 9

Ketujuh: Ibu Sultan Muhammad al-Fatih

Setelah shalat subuh, Ibu Sultan Muhammad al-Fatih mengajarinya


tentang geografi, garis batas wilayah Konstantinopel. Ia berkata, “Engkau –wahai
Muhammad- akan membebaskan wilayah ini. Namamu adalah Muhammad
sebagaimana sabda Rasulullah ‫ﷺ‬. Muhammad kecil pun bertanya,
“Bagaimana aku bisa membebaskan wilayah sebesar itu wahai ibu?”, “Dengan
Alquran, kekuatan, persenjataan, dan mencintai manusia”, jawab sang ibu penuh
hikmat.
Itulah ibu Muhammad al-Fatih, mendidik anaknya di waktu berkah pagi
hari. Dia tidak membiarkan anaknya terbiasa dengan tidur di waktu pagi. Ia
lakukan sesuatu yang menarik perhatian sang anak. Memotivasinya dengan
sesuatu yang besar dengan dasar agama dan kasih sayang, bukan spirit penjajahan.

SLIDE 10
Itulah ibunda para ulama yang berhasil dalam mendidik anak-anaknya.
Marilah saat ini kita benahi keimanan, memperbaiki aqidah dan akhlak serta
membekali diri dengan ilmu. Jangan kita lupa dan lalai terhadap peranan ini,
karena jika demikian maka akan lahirlah generasi yang gamang akidah dan
agamanya. Generasi yang mudah terombang-ambing tak berprinsip. Mereka
tergerus mengalir bersama zaman, terbang bersama hembusan angin pemikiran.
Semoga kita diberi petunjuk dan kekuatan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

SUMBER : https://kisahmuslim.com/5227-ibunda-para-ulama.html

Anda mungkin juga menyukai