Anda di halaman 1dari 4

Sabtu, 16 Oktober 2010

Tafsir Ibnu Abbas: Kitab Tafsir Sang Pelopor Ilmu Tafsir


Banyumas Pesantren-Tafsir Ibnu Abbas: Kitab Tafsir Sang Pelopor Ilmu Tafsir

Meski usianya muda ia sangat dihormati oleh senior-seniornya. Penafsirannya menjadi rujukan ulama
hingga akhir zaman. Meski kitab kumpulan tafsirnya dianggap kontroversial
Berikut ini akan kami ulas berbagai kitab tafsir Al-Quran yang populer, sebagai apresiasi atas
kekayaan khazanah keilmuan Islam. Sebagaimana telah dibahas dalam edisi sebelumnya, penafsiran
terhadap Al-Quran telah dimulai sejak masa Rasulullah SAW masih hidup. Ketika itu beliaulah satu-
satunya juru tafsir Al-Quran yang menjadi rujukan umat Islam. Itulah Tafsir Ibnu Abbas.


Kitab Tafsir Sang Pelopor Ilmu Tafsir
Meski usianya muda ia sangat dihormati oleh senior-seniornya. Penafsirannya menjadi rujukan ulama
hingga akhir zaman. Meski kitab kumpulan tafsirnya dianggap kontroversial
Mulai edisi ini alKisah akan mengulas berbagai kitab tafsir Al-Quran yang populer, sebagai apresiasi
atas kekayaan khazanah keilmuan Islam. Sebagaimana telah dibahas dalam dua edisi sebelumnya,
penafsiran terhadap Al-Quran telah dimulai sejak masa Rasulullah SAW masih hidup. Ketika itu
beliaulah satu-satunya juru tafsir Al-Quran yang menjadi rujukan umat Islam.

Sepeninggal Rasulullah sebagian besar sahabat memilih hanya meneruskan penafsiran-penafsiran
Nabi Muhammad Saw saja. Tak banyak yang berani menafsirkan ayat-ayat Al-Quran. Di antara yang
tak banyak tersebut, yang paling termasyhur adalah Abullah bin Abbas alias Ibnu Abbas.

Berbagai penafsirannya tentang ayat-ayat Al-Quran tersebar dalam berbagai kitab hadits yang
mutabar, seperti Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud dan sebagainya. Karena
diriwayatkan oleh seorang sahabat, banyak ulama ahli tafsir yang menggolongkan penafsiran Ibnu
Abbas dalam kelompok Tafsir bil Matsur.

Tafsir ini juga termasuk yang mu'tamad (dapat dijadikan pegangan) dan dapat diterima, karena
sahabat adalah orang-orang yang pernah berkumpul/bertemu dengan Nabi SAW dan mereka
mengambil dari sumbernya yang asli, mereka menyaksikan turunnya wahyu Al-Qur'an, asbabun nuzul
(penyebab turunnya ayat)-nya, serta mempunyai jiwa yang tulus dan lurus.

Al-Hakim berkata, Bahwa tafsir shahabat yang menyaksikan wahyu dan turunnya Al-Qur'an,
kedudukan hukumnya adalah marfu. Pengertiannya bahwa tafsir tersebut mempunyai kedudukan
sebagaimana kedudukan hadits Nabi yang silsilahnya sampai kepada Nabi. Karena itu maka tafsir
Shahaby adalah termasuk matsur.

Meskip dianggap sebagai pelopor mufassir Al-Quran, Ibnu Abbas tidak sempat menulis sendiri kitab
tafsirnya. Tetapi terdapat banyak tafsir yang diriwayatkan darinya. Baru belakangan tafsir-tafsir Ibnu
Abbas dikumpulkan dalam satu kitab. Kitab kumpulan tafsir Ibnu Abbas yang paling terkanal ialah
Tanwir al-Miqbas min Tafsir Ibn 'Abbas, yang ditulis oleh Abi Tahir Muhammad bin Ya'qub asy-
Syairazy asy-Syafi'i (wafat 817H).

Meski sangat populer, kitab kumpulan tafsir Tanwirul Miqbas tersebut cukup kontroversial. Banyak
mufassir generasi belakangan yang menganggap kitab tersebut tidak mutamad karena banyak
hadits-hadits yang meragukan sumber periwayatannya.

Tidak Diakui
Para ahli hadits mengatakan, penafsiran yang berasal dari Ibnu Abbas sangatlah sedikit jumlahnya,
dan bahkan tidak lebih dari seratus hadits, sebagaimana yang disebutkan oleh Imam Syafiii. Ini
bertolak belakang dengan isi kitab Tanwirul Miqbas yang memuat tafsir seluruh ayat Al-Quran. Kitab
tafsir Tanwir Al-Miqbas juga dianggap para penentanga sangat dekat dengan pola penafsiran isyari
(sufistik) yang tidak diakui oleh segolongan mufassir yang bersikukuh dengan tafsir bil matsur.

Faktor lain yang melemahkan kitab tersebut adalah periwayatan penafsiran Ibnu Abbas melalui Abu
Said. Imam Ahmad bin Hanbal banyak menyinggung tokoh yang nama aslinya Al-Kalbi tersebut dan
mengatakan bahwa ia adalah orang yang lemah haditsnya.Demikian juga Ats-Tsauri dan Hasyim yang
juga melemahkan haditsnya.

Ibnu Hibban berkata, Athiyah pernah mendengar dari Abu Said Al-Khudri beberapa hadist, tatkala
Abu Said Al-Khudri meninggal, maka dia belajar kepada Al-Kalbi. Ketika Al-Kalbi dipanggil dengan
nama kehormatan Abu Said mengatakan, begini... begini.... dia menghafal dan meriwayatkan darinya.
Ketika ditanyakankepada Athiyah, Siapa yang mengatakan hadits ini kepadamu?

Ia mengatakan,Abu Said telah mengatakan hadits ini kepadaku.

Orang-orang mengira bahwa Abu Said yang dimaksud adalah Abu Said Al-Khudri yang sangat
terkenal itu, padahal yang dia maksud adalah Al-Kalbi.

Menurut Manna al-Qattan (penulis buku Mabahis fi 'Ulum Al-Quran, Pembahasan dalam ilmu-ilmu Al-
Quran), jalur terbaik yang meriwayatkan penafsiran-penafsiran Ibnu Abbas adalah yang melalui
periwayatan Ali bin Abi Talhah al-Hasyimi, Qays bin Muslim al-Kufi dan Atha bin Sa'ib.

Meski kitabnya kontroversial, secara umum seluruh ulama mengakui kemufassiran dan keilmuan Ibnu
Abbas. Imam Jalaluddin As-Suyuthi, misalnya, mengutip pendapat Ibnu Taimiyah, berkata, Orang
yang paling pandai tentang tafsir adalah orang-orang Makkah, karena mereka sahabat Abdullah bin
Abbas.

Sebagian besar tabi'in Makkah memang mempelajari ilmu pengetahuan dari Ibnu Abbas. Yang paling
terkenal adalah murid-murid Ibnu Abbas yang menukil tafsir dan ilmunya, yaitu Sa'id Ibnu Jubair,
Mujahid ibnu Jabar Al-Khazramy, Thawus ibnu Kysan Al-Yamany, Ikrimah Maula (hamba) yang
dimerdekakan oleh Ibnu Abbas, dan Atha' ibnu Abi Rabbah.

Di luar disiplin ilmu tafsir, Ibnu Abbas juga dikenal sebagai perawi hadits. Tak kurang dari 1.660 hadits
ia riwayatkan, sehingga ia menampati peringkat keempat setelah Abu Hurairah (5.374 Hadis),
Abdullah bin Umar bin Khaththab (2.630 Hadis), serta Anas bin Malik (2.266 Hadis).

Karena kedalaman dan keluasan ilmuanya itu pula Ibnu Abbas beroleh beberapa julukan seperti al-
Bahr (samudera) karena keluasan ilmunya, dan Tarjuman Al-Quran (juru bicara Al-Quran) karena ia
sangat menguasai ilmu Al-Quran. Pengakuan akan kapasitasnya dikemukakan oleh beberapa
sahabat Nabi yang jauh lebih senior darinya. Ibnu Masud, misalnya, dalam sebuah kesempatan
pernah berkata, Penterjemah Al-Qur'an yang paling baik adalah Abdullah bin Abbas.

Sahabat Nabi SAW yang juga terkenal sangat demawan itu lahir di Makkah tiga tahun sebelum hijrah
Nabi. Ayanya adalah Abbas bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdul Manaf Al-Quraisy, paman nabi
dari garis ayah. Sementara ibunya adalah Ummu Fadil Lubabah Al-Kubra binti Haris Al-Hilaliyah,
adalah saudara kandung Maimunah, salah seorang istri Nabi SAW.

Ketika Rasulullah SAW wafat, usia Ibnu Abbas baru 13 tahun. Karena itu ia digolongkan dalam
katagori sahabat muda atau sahabat kecil. Ia merupakan salah seorang dari empat 'Ibadillah (yang
bernama Abdullah) dari kalangan sahabat terkemuka bersama Abdullah bin Umar bin Khaththab,
Abdullah bin Amr bin Ash dan Abdullah bin Zubair bin Al-Awwam.


Didoakan Nabi
Kedekatan Ibnu Abbas dengan baginda Nabi SAW telah terlihat sejak sahabat yang wajahnya
rupawan itu baru lahir. Bahkan, seperti ditulis Dr Abdur Rahman Ra'fat Basya dalam bukunya Shuwar
min Hayaatis Shahabah, sebelum Ibnu Abbas ini disusu ibunya untuk pertama kalinya, Rasulullah
terlebih dulu membisikkan dan mendoakan Ibnu Abbas di telinganya. Para ulama meyakini hal
tersebut adalah isyarat bahwa kelak sahabat Rasul tersebut akan menjadi tokoh besar, ulama dan
teladan masyarakat.

Tak hanya itu, ia juga merupakan salah satu sahabat yang kelak memiliki banyak keistimewaan dan di
antara Muslim yang paling dekat dengan Rasulullah. Sedari kecil, potensi kecerdasan Ibnu Abbas
telah diketahui oleh Rasulullah, sebagaimana beliau mengetahui potensi Ali bin Abi Thalib, Zaid bin
Haritsah dan sahabat-sahabat junior lainnya. Ia juga pernah secara dido'akan oleh baginda Nabi SAW
dengan kata-kata, Ya Allah berilah pemahaman tentang urusan agama dan berilah ilmu kepadanya
tentang tawil.

Hubungannya dengan Rasulullah memang sangat dekat. Seringkali Rasulullah SAW terlihat berdua
bersama si kecil Abdullah bin Abbas. Dalam kesempatan-kesempatan emas seperti itulah nasehat
dan ilmu dari sang nabi junjungan alam itu mengalir ke hati Ibnu Abbas yang mesih jernih. Tak heran
bocah itu tumbuh menjadi seorang muslim cemerlang, haus ilmu, dan taat beribadah.

Banyaknya kesempatan bersama Rasul juga membuat Ibnu Abbas termasuk salah seorang yang tahu
persis tata cara ibadah nabi. Dikisahkan, suatu ketika, Ibnu Abbas ingin tahu langsung bagaimana
cara Rasulullah shalat. Untuk itu, ia sengaja menginap di rumah bibinya Maimunah binti al-Harist,
ummul mukminin, istri baginda nabi.

Ketika melihat Rasulullah bangun tengah malam dan pergi berwudhu, dengan sigap Ibnu Abbas
membawakan air untuk berwudhu. Lalu dengan seksama ia melihat sendiri bagaimana Rasulullah
berwudhu. Setelah selesai, dengan belai lembutnya, Nabi SAW mengelus kepala Ibnu Abbas, seraya
mendoakan, Ya Allah, faqih-kanlah ia dalam perkara agama-Mu, dan ajarilah ia tafsir Kitab-Mu.

Kemudian Rasulullah berdiri untuk shalat malam, dengan makmum istri beliau, Maimunah. Tak mua
ketinggalan, Ibnu Abbas pun segera berdiri di belakang beliau. Tetapi, Rasulullah kemudian
menariknya agar ia berdiri sedikit berjajar dengannya. Ibnu Abbas berdiri sejajar dengan Rasulullah,
namun kemudian ia mundur lagi ke shaf belakang.

Seusai shalat, Rasulullah menanyakan sikap Ibnu Abbas itu. Abbas menjawab, ia merasa tak pantas
berdiri sejajar dengan seorang utusan Allah. Mendengar hal itu Rasulullah ternyata tidak marah,
bahkan beliau mengulangi do'anya ketika berwudhu tadi.
Karena itu betapa sedihnya Ibnu Abbas ketika Rasulullah wafat. Ia tidak hanya merasa kehilangan
seorang pimpinan dan saudara, tetapi juga seorang pendidik agung yang mencerahkan jiwanya.

Namun kesedihan itu tak berlangsung lama. Ia segera mengajak teman-teman sebayanya untuk
belajar kepada para sahabat Nabi yang lebih senior. Logikanya mengajarkan, mumpung para sahabat
masih berada di Madinah, inilah kesempatan terbaik baginya untuk menimba ilmu dan informasi dari
mereka. Karena sepeninggal Nabi, bisa jadi mereka akan berpencar ke kota-kota lain atau wafat.
Dengan sabar, Abbas menunggu para sahabat pulang aktivitas pekerjaannya atau dakwahnya.
Bahkan, bila sahabat tadi tengah beristirahat sekalipun, ia tetap menanti di depan pintu rumahnya,
hingga tertidur, tergolek beralaskan pakaiannya. Kesabaran dan keluasan ilmunya inilah yang
membuat Abbas menjadi rujukan banyak kalangan berkait masalah agama.

Dihormati Umar
Diantara Guru-guru besar yang mengajar ilmu kepada Ibnu Abbas selain Rasulullah SAW, yang
mempunyai pengaruh yang menonjol terhadap daya pikiran dan kebudayaannya, antara lain Umar
Ibnu Khattab, Ubay ibnu Ka'ab, Ali Ibnu Abi Thalib, dan Zaid Ibnu Tsabit. Kelima orang tersebut
adalah guru-gurunya yang tetap. Dari merekalah hampir semua ilmu dan budayanya didapat. Mereka
sangat berpengaruh dalam mengarahkan Ibnu Abbas kepada masalah ilmu pengetahuan yang sangat
mendalam.

Pada masa kekhalifahan Utsman bin Affan, Ibnu Abbas bergabung dengan pasukan muslimin yang
berekspedisi ke Afrika Utara (Mesir) tahun 18-21H, Afrika Utara tahun 27H, serta Jurjan dan
Tabaristan (kini Iran utara) tahun 30H. Ia juga pernah ikut dalam ekspedisi militer ke Constantinopel
bersama Yazid bin Mu'awiyah dan Abdullah bin Umar pada masa pemerintahan Umar bin Khaththab.

Sedangkan di masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib, Ibnu Abbas mengajukan permohonan untuk
menemui dan berdakwah kepada kaum Khawarij. Melalui dialog dan diskusinya yang intens, sekitar
12.000 dari 16.000 orang Khawarij bertaubat.
Ketika pecah Perang Jamal antara Sayyidah Aisyah, Talhar, dan Zubair di satu pihak dengan
Sayyidina Ali bin Abi Talib di pihak lain, Ibnu Abbas adalah salah seorang komandan tentara Ali. Ia
juga pernah menjadi gubernur Basra pada masa Khalifah Ali dan ikut menandatangani Perjanjian
Siffin.

Pada masa pemerintahan Mu'awiyah (661-680), Ibnu Abbas tinggal di Hijaz. Ketika Abdullah bin
Zubair meminta dukungan Ahlul Bait untuk merebut jabatan khalifah, Ibnu Abbas dan Ali al-Hanafiyah
bin Ali bin Abi Thalib menolak sehingga ia diusir oleh Abdullah bin Zubair dari Hijaz. Ketika gerakan
Abdullah bin Zubair dapat dipatahkan oleh tentara Umayyah, Ibnu Abbas kembali ke Hijaz dan tinggal
di Tha'if sampai akhir hayatnya.

Ibnu Abbas adalah sahabat yang paling pandai dalam tafsir Al-Qur'an. Pada waktu beliau masih
berusia muda, para pemuka sahabat mereka telah menyaksikan kebolehannya bahkan ia dapat
menandingi mereka pula dapat menggugah keajaiban mereka dengan usianya yang sangal muda.
Umar bin Khaththab, misalnya, pernah mengikutsertakan Abdullah dalam Majelis Permusyawaratan
bersama-sama dengan tokoh-tokoh sahabat. Tak ayal, kebijakan Umar yang menampilkan Ibnu
Abbas yang masih sangat belia sedikit mengundang perdebatan dikalangan sahabat.

Sebagaimana dikisahkan sendiri oleh Ibnu Abbas yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, dari Sa'id
ibnu Jabir, Ibnu Abbas berkata, Umar mengikutkanku bersama tokoh-tokoh perang Badar.
Dikalangan mereka ada yang bertanya dalam dirinya, lalu mengemukakan pendapat, Kenapa anak ini
diikutsertakan bersama kami padahal kami sungguh mempunyai anak yang seusia dengannya?

Umar menjawab, Dia adalah seorang yang sudah kalian ketahui dan terkenal kecerdasan dan
pengetahuannya.

Umar lalu bertanya kepada mereka, Apa pendapat kalian tentang firman Allah: Apabila telah datang
pertolongan Allah dan kemenangan (QS. An-Nashr: 1).

Sebagian mereka ada yang berpendapat, Kami diperintah menuju Allah dan meminta ampun pada-
Nya, tatkala kami dibantu oleh-Nya dan diberi kemenangan.
Sebagian mereka yang lain bungkam seribu bahasa. Lalu Umar bertanya kepadaku, Bagaimana
dengan pendapatmu?

Aku menjawab, Tidak benar!
Lalu bagaimana menurutmu?

Melalui ayat tersebut Allah memberitahukan tentang ajal Rasulullah SAW: Penaklukan Makkah
adalah suatu tanda tentang ajalmu (hai Muhammad) karena itu bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu
dan istighfarlah (mohon ampun) kepada-Nya. Sungguh ia adalah Penerima Taubat.
Umar pun berkata dengan penuh kekaguman, Demi Allah, saya tidak mengetahui kandungannya
sebelum engkau jelaskan.

Kisah tersebut menujukkan kedalaman ilmu dan kedudukan sahabat junior tersebut di antara sahabat
seniort lainnya. Akhirnya, pada tahun 68 H, Abdullah bin Abbas, sahabat genius yang banyak berjasa
bagi umat Islam itu wafat dalam usia 71 tahun. Sahabat Abu Hurairah berkata, Hari ini telah wafat
Ulama Ummat. Semoga Allah SWT berkenan memberikan pengganti Abdullah bin Abbas.

Anda mungkin juga menyukai