Anda di halaman 1dari 15

BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Perkembangan Tafsir


1. Tafsir Pada Masa Rasulullah SAW dan Sahabat
Pada saat Al-Qur’an diturunkan, Rasulullah SAW yang berfungsi
sebagai mubayyin (pemberi penjelasan), menjelaskan kepada sahabat-sahabatnya
tentang arti dan kandungan Al-Qur’an. Khususnya menyangkut ayat-ayat yang tidak
dipahami atau samar artinya. Keadaan ini berlangsung sampai dengan wafatnya
Rasulullah SAW. Walaupun harus diakui bahwa penjelasan tersebut tidak semua kita
ketahui akibat tidak sampainya riwayat-riwayat tentangnya atau karena memang
Rasulullah SAW sendiri tidak menjelaskan semua kandungan Al-Qur’an.
Pada masa Rasulullah SAW para sahabat menanyakan persoalan-
persoalan yang tidak jelas kepada beliau, maka setelah wafatnya Rasulullah SAW
mereka terpaksa melakukan ijtihad, khususnya mereka yang mempunyai kemampuan
semacam Ali bin Abi Thalib, Ibnu ‘Abbas, Ubay bin Ka’ab dan Ibnu Mas’ud.
Sementara itu, ada pula sahabat yang menanyakan beberapa masalah
khususnya sejarah nabi-nabi atau kisah-kisah yang tercantum dalam Al-Qur’an kepada
tokoh-tokoh Ahlul-Kitab yang telah memeluk agama Islam, seperti Abdullah bin
Salam, Ka’ab Al-Ahbar dan lain-lain. Hal inilah yang menjadi benih munculnya
Israiliyat.
Disamping itu para tokoh tafsir dikalangan sahabat yang disebutkan di
atas mempunyai murid-murid dari para tabi’in, khususnya di kota-kota tempat mereka
tingggal. Sehingga lahirlah tokoh-tokoh tafsir baru dari kalangan tabi’in di kota-kota
tersebut seperti :
a. Sa’id bin Jubair dan Mujahid bin Jabr di Makkah, yang ketika itu berguru
kepada Ibnu ‘Abbas.
b. Muhammad bin Ka’ab dan Zaid bin Aslam di Madinah, yang ketika itu berguru
kepada Ubay bin Ka’ab.
c. Al-Hasan Al-Bashriy dan Amir Al-Sya’bi di Irak, yang ketika itu berguru
kepada Abdullah bin Mas’ud.
Gabungan dari ketiga sumber di atas yaitu penafsiran Rasulullah SAW,
penafsiran sahabat-sahabat dan penafsiran tabi’in dikelompokkan menjadi satu
kelompok yang dinamai Tafsir bi Al-Ma’tsur. Masa ini dapat dijadikan periode pertama
dari perkembangan tafsir.
Berlakunya periode pertama tersebut dengan berakhirnya masa tabi’in.
Sekitar tahun 150 H merupakan periode kedua dari sejarah perkembangan tafsir. Pada
periode kedua ini, hadits-hadits telah bredar sedemikian pesatnya dan muncullah
hadits-hadits palsu dan lemah di tengah-tengah masyarakat. Sementara itu perubahan
sosial semakin menonjol dan timbulllah beberapa persoalan yang belum pernah terjadi
atau dipersoalkan pada masa Rasulullah SAW, masa para sahabat dan pada masa
tabi’in.
Pada mulanya usaha penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an berdasarkan ijtihad
masih sangat terbatas dan terikat dengan kaidah-kaidah bahasa seperti arti-arti yang
dikandung oleh satu kosakata. Namun sejalan dengan lajunya perkembangan
masyarakat, maka berkembang dan bertambah pula porsi peranan akal atau ijtihad
dalam penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an, sehingga bermunculanlah berbagai kitab atau
penafsiran yang beraneka raganm coraknya. Keragaman tersebut ditunjang pula oleh
Al-Qur’an yang keadaannya seperti dikatakan oleh Abdullah Darraz dalam Al-Naba’
Al-Azhim : “ Bagaikan intan yang setiap sudutnya memancarkan cahaya yang berbeda
dengan apa yang terpancar dari sudut-sudut yang lain dan tidak mustahil jika anda
mempersilakan orang lain memandangnya, maka ia akan terlihat lebih banyak dari apa
yang anda lihat.”
Muhammad Arkoun, seorang pemikir Aljazair kontemporer menulis
bahwa : “ Al-Qur’an memberikan kemungkinan-kemungkinan arti yang tak terbatas.
Kesan yng diberikan oleh ayat-ayatnya mengenai pemikirn dan penjelasan pada tingkat
wujud adalah mutlak. Dengan demikian ayat selalu terbuka (untuk interpretasi) baru,
tidak pernah pasti dan tertutup dalam interpretasi tunggal. “1

1
Dr.M.Quraish Shihab, M.A, “Membumikan Al-Qur’an”, (Bandung : Mizan, 1994), hlm. 72
2. Tafsir di Masa Tabi’in
Ada beberapa tempat yang oleh tabi’in dijadikan sebagai pusat
perkembangan ilmu tafsir. Para tokoh tabi’in mendapatkan qaul-qaul sahabat di tiga
tempat yaiyu : Makkah, Madinah dan Iraq.
Sebagaimana para sahabat, para tabi’in pun ada yang menerima tafsir
dengan ijtihad dan ada pula yang menolaknya. Tabi’in yang menolak metode tafsir
bi al-ijtihad adalah Sa’id Ibn al-Musayyab dan Ibnu Sirin. Sedang Tabi’in yang
membolehkannya seoerti Mujahid, ‘Ikrimah dan sahabat-sahabatnya.
Para tabi’in juga memberikan perhatian yang sangat besar kepada
Israiliyat dan Nasraniyyat. Mereka menerima berita-berita dari orang-orang Yahudi
dan Nasrani yang masuk Islam, kemudian mereka memasukkannya kedalam tafsir.
Menurut keterangan yang ditulis Hamka, para Mufasir saat itu sangat berbaik
sangka kepada pembawa berita. Mereka menganggap orang yang telah masuk Islam
tidak mau berdusta. Oleh sebab itu, para mufasir saat itu tidak mengoreksi lagi
kabar-kabar yang mereka terima.

3. Tafsir Pada Masa Tadwin


Masa tadwin dimulai dari awal zaman Abbasiah, para ulama saat itu
mengumpulkan hadits-hadits yang mereka peroleh dari sahabat dan tabi’in. Mereka
menyusun tafsir dengan menyebutkan sepotong ayat, kemudian menyebutkan riwayat
dari para sahabat dan tabi’in. Namun demikian, ayat-ayat Al-Qur’an yang ditafsiri ini
masih belum tersusun sesuai dengan susunan mushaf.
Untuk memisahkan hadits-hadits tafsir dari hadits yang lain, para ulama
mengumpulkan hadits-hadits yang marfu’ dan hadits-hadits yang mauquf tentang tafsir.
Mereka mengumpulkan hadits bahkan dengan mengambilnya dari berbagai kota.
Diantara ulama yang megumpulkan hadits dari berbagai daerah adalah : Sufyan Ibnu
‘Uyainah, Waki’ Ibnu Jarrah, Syu’bah Ibnu Hajjaj, Ishaq Ibnu Rahawaih.
Pada akhir abad kedua barulah hadits-hadits tafsir dipisahkan dari
hadits-hadits lainnya dan tafsir disusun berdasarkan urutan mushaf. Meurut penelitian
Ibnu Nadim, orang yang pertama kali menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an menurut tertib
mushaf adalah Al-Farra’. Ia melakukannya atas permintaan Umar Ibnu Bakir.
Pada masa Abbasiyah seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan
berkembang pula ilmu tafsir. Para ulama nahwu seperti Sibawaihi dan Al-Kisaiy
meng’irabkan Al-Qur’an. Para ahli Nahwu dan bahasa menyusun kitab yang
dinamakan dengan Ma’ani Al-Qur’an.

4. Kodifikasi Tafsir
a) Periode I, yaitu pada masa Rasulullah SAW, sahabat dan permulaan masa
tabi’in. Dimana tafsir belum tertulis dan secara umum periwayatan ketika itu
tersebar secara lisan.
b) Periode II, bermula dengan kodifikasi hadits secara resmi pada masa
pemerintahan Umar bin Abdul Azis (99-101 H). Tafsir ketika itu ditulis
bergabung dengan penulisan hadits-hadits dan dihimpun dalam satu bab seperti
bab-bab hadits. Walaupun tentunya penafsiran yang ditulis itu umumnya adalah
Tafsir bi Al-Ma’tsur.
c) Periode III, dimulai dengan penyusunan kitab-kitab tafsir secara khusus dan
berdiri sendiri, yang oleh sementara ahli diduga dimulai oleh Al-Farra’(w. 207
H) dengan kitabnya berjudul Ma’ani Al-Qur’an.2

2
Ibid, hlm. 73
B. Tokoh-Tokoh Pengembang Ilmu Tafsir
1. Ibnu ‘Abbas
 Riwayat Hidup
Ia adalah Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdi
Manaf al-Quraisyi al-Hasyimi, putra paman Rasulullah SAW. Ibunya bernama
Ummul Fadl Lubanag binti al-Haris al-Hilaliyah. Ia dilahirkan ketika Bani
Hasyim berada di Syi’b, tiga atau lima tahun sebelum hijrah, namun pendapat
pertama lebih kuat.
Abdullah bin Abbas menunaikan ibadah haji pada tahun Utsman
terbunuh, atas perintah Utsman. Ketika terjadi perang siffin ia berada di al-
Maisarah, kemudian diangkat menjadi gebenur Basrah dan selanjutnya enetap
disana sampai Ali terbunuh. Kemudian ia mengangkat Abdullah bin al-Haris
sebagai penggantinya menjadi gebenur Basrah, sedang ia sendiri pulang ke
Hijaz, ia wafat di Thaif pada 65 H. Namun pendapat terakhir inilah yang
dipandang sahih oleh jumhur ulama. Al-Waqidi menerangkan tidak ada selisih
pendapat diantara para imam bahwa Ibnu Abbas dilahirkan di Syi’b ketika
kaum Quraisy memboikot Bani Hasyim dan ketika Nabi wafat ia baru berusia
13 tahun.

 Kedudukan dan Keilmuannya


Ibnu Abbas dikenal dengan julukan Turjumanul Qur’an (juru tafsir
Qur’an), Habrul Ummah (tokoh ulama umat), dan Ra’isul Mufassirin
(pemimpin para mufasir). Baihaqi dalam ad-Dala’il meriwayatkan dari Ibn
Mas’ud yang mengatakan : “Juru tafsir Qur’an paling baik adalah Ibnu Abbas.”
Abu Nu’aim meriwatkan keterangan dari mujahid, “adalah Ibn Abbas dijuluki
orang dengan al-bahr ( lautan ) karena banyanyak dan luas ilmunya”. Ibn Sa’d
meriwayatkan pula dengan sanad sahih dari Yahya bin Sa’id al-ansari : Ketika
Zaid bin Sabit wafat Abu Humairah berkata : “ Orang paling pandai umat ini
telah wafat, dan semoga Allah menjadikan Ibn Abbas sebagai penggantinya “.
Dalam usia muda, Ibn Abbas telah memperoleh kedudukan istimewa
dikalangan para pembesar sahabat mengingat ilmu dan ketajaman
pemahamannya, sebagai realisasi doa rasulullah kepadanya, dalam sebuah
hadist berasal dari Ibn Abbas dijelaskan :
“ Nabi pernah merangkulnya dan mendoakannya, ‘ Ya Allah, ajarkanlah
kepadanya hikmah.”
Dalam Mu’jam al-bagawi dan lainnya, dari Umar.
“Bahwa Umar mendekati Ibn Abbas dan berkata, sungguh saya pernah
melihat Rasululah mendoakanmu, lalu membelai kepalamu, meludahi mulutmu
dan berdoa, ‘Ya Allah, berilah ia pemahaman dalam urusan agama dan
ajarkanlah kepadanya ta’wil..’’’
Bukhari, melalui sanad Sa’id bin Jubair, meriwatkan dari Ibn Abbas, ia
menceritakan : Umar mengikutsertakan saya ke dalam kelompok tokoh-tokoh
tua perang badar. Nampaknya sebagian mereka merasa tidak senag lalu berkata,
“Kenapa anak ini diikutsertakan kedalam kelompok kami padahal kami pun
mempunyai anak-anak yang sepadan dengannya?’’Umar menjawab, “Ia
memang seperti yang kamu ketahui.” Pada suatu hari Umar memanggil mereka
dan memasukkan saya bergabung dengan mereka. Saya yakin, Umar
memanggilku agar bergabung itu semata-mata hanya untuk “ memperlihatkan “
saya kepada mereka. Ia berkata, “ Bagaimana pendapat tuan-tuan mengenai
firman Allah, Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan ( an-
Nasr [ 110 : 1 )? Sebagian mereka menjawab, “ Kita diperintah untuk memuji
Allah dan memohon ampunan kepada-Nya ketika ia memberikan pertolongan
dan kemengan kepada kita kita.” Sedang yang lain bungkam, tidak berkata apa-
apa, Lalu ia bertanya kepadaku, “ Begitulah pendapatmu, hai Ibn Abbas ?” “
Tidak “ jawabku. “ Lalu bagaimana menurutmu?” tanyanya lebih lanjut. “ Ayat
itu “, jawabku “adalah pertanda ajal Rasululah yang diberitahukan Allah
kepadanya. Ia berfiman, Apabila telah datang pertolongan Allah dan
kemenangan dan ini adalah pertanda ajalmu ( Muhammad ), maka bertasbihlah
dengan memuji Tuhanmu dan mohon ampunlah kepada-Nya, Sesungguhnya ia
Maha Penerima taubat .” Umar berkata, “ Aku tidak mengetahui maksud ayat
itu kecuali apa yang kamu katakan .”
 Tafsirnya
Riwayat dari Ibnu Abbas mengenai tafsir tidak terhitung banyaknya dan
apa yang dinukil darinya itu telah dihimpun dalam sebuah kitab tapsir ringkas
yang campur aduk yang diberi nama Tafsir Ibnu abbas. Di dalamnya terdapat
bermacam-macam riwayat dan sanad yang berbeda-beda, tetapi sanad paling
baik adalah yang melalui Ali bin Abi Talhah al-Hasyimi dari Ibnu Abbas. Sanad
ini dipedomani oleh Bukhari dalam kitab sahih-nya. Sedangkan sanad yang
cukup baik jayyid adalah yang melalui Qais bn Muslim al-Kufi dari Ata’ bin as-
Sa’ib.3

2. Mujahid bin Jabr


 Riwayat Hidup
Nama lengkapnya adalah Mujaid bin Jabr al-Makki Abul Hajjaj al-
Makhzumi al-Muqri’, maula as-Sa’ib bin Abus Sa’ib. Ia banyak meriwayatkan
dari Ali, Sa’d bin Abi Waqqas, empat orang Abdullah, Rafi’ bin Khudaij,
Aisyah, Ummu Salamah, Abu Hurairah, Suraqah bin Malik, Abdullah bin as-
Sa’ib al-Makhzumi dan lainnya. Sedang yang meriwayatkan darinya adalah
Ata’, ‘Ikramah, ‘Amr bin Dinar, Qatadah, Sulaiman al-Ahwal, Sulaiman al-
A’masy, Abdullah bin Kasir al-Qari’ dan lain-lain. Ia dihahirkan pada 21 H.
Pada masa khilafah Umar dan wafat pada 102 atau 103 H. Tetapi menurut
Yahya al-Qattan, ia wafat pada 104 H.

 Kedudukannya
Mujahid adalah pemimpin atau tokoh utama mufasir generasi tabi’in,
sehingga ada yang mengatakan bahwa ia adalah orang yang paling mengetahui
tentang tafsir diantara mereka. Ia mengambil (belajar) tafsir dari Ibn Abbas
sebanyak tiga puluh kali. Diriwayatkan dari Mujahid bahwa ia berkata : “ saya
menyodorkan (belajar) mushaf kepada Ibn Abbas sebanyak tiga kali. Saya
berhenti pada setiap ayat untuk menanyakan pengertiannya, berkenaan dengan
apa serta bagaimana pula situasi saat ia diturunkan .” Sehubungan dengan ini

3
Drs. Mudzakir As., “Studi Ilmu-Ilmu Qur’an”, (Bogor : Pustaka Lintera AntarNusa, 2011), hlm.525
as-sauri berkata, :”jika datang kepadamu tafsir Mujahid, cykuplah itu bagimu.”
Oleh karena itu kata Ibn Taimiyah “ Syafi’i, Bukhari dan ahli ilmu lainnya
banyak berpegang pada tafsirnya.
Apabila as-Sauri mengatakan ,”Jika datang kepadamu tafsir dari
Mujahid, cukuplah itu bagimu”, ini tidak berarti bahwa kita harus mengambil
segala hal yang dinisbahkan kepadanya. Karena sebagai mana perawi lain yng
banyak dinukil orang, terkadang diantara para penukilnya terdapat penukil yang
lemah yang tidak dapat dipercaya. Oleh karena itu penelitian seksama sampai
mendapat kepastian akan keselamatan sanadnya tetap diperlukan.4

3. At-Tabari
 Riwayat Hidup
Nama lengkapnya Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Khalid bin Kasir
Abu Ja’far at-Tabariat-Tabari, berasal dari Amol sedangkan lahir dan wafat di
Bagdad. Dilahirkan pada 224 H dan wafat pada 310 H. Ia adalah seorang ulama
yang sulit dicari bandingnya, banyak meriwayatkan hadits, luas pengetahuannya
dalam bidang penukilan dan pen-tarjih-an (penyelesaian untuk memilih yang
kuat), riwayat-riwayat serta mempunyai pengetahuan yang luas dalam bidang
sejarah para tokoh dan berita umat terdahulu.

 Karya Tulisnya
At-Tabari mengarang kitab cukup banyak, antara lain :
a) Jami’ul Bayan fi Tafsiril Qur’an
b) Tarikhul Umam wal Muluk wa Akhbaruhum
c) Al-Adabul Hamidah wa Akhlaqun Nafisah
d) Tarikhur Rijal
e) Ikhtilaful Fuqaha
f) Tahzibul Asar
g) Kitabul Basit fil Fiqh
h) Al-Jami’ fil Qira’at
i) Kitabut Tabsir fil Usul

4
Ibid, hlm.526
 Tafsirnya
Kitabnya tentang tafsir, Jami’ul Bayan fi Tafsiril Qur’an, merupakan
tafsir paling besar dan utama serta menjadi rujukan penting bagi para musafir
bil Ma’sir. Ibn Jarir memaparkan tafsir dengan menyandarkannya kepada
sahabat dan tabi’in. Ia juga mengemukakan berbagai pendapat dan mentarjihkan
sebagian atas yang lain. Para ulama kompoten sependapat bahwa belum pernah
disusun sebuah kitab tafsirpun yang dapat menyamainya. Ibn Jarir mempunyai
keistimewaan tersendiri berupa istinbat yang unggul dan pemberian isyarat
terhadap kata-kata yang samar i’rabnya. Dengan itulah, tafsir tersebut berada
diatas tafsir-tafsir yang lain. Sehingga Ibn Kasirpun banyak menukil darinya.5

4. Ibnu Katsir
 Riwayat Hidup
Ia adalah Isma’il bin Amr al-Quraisy bin Kasir al-Basri ad-Dimaisyqi
‘Imadudin Abul Fida’ al-Muhaddis asy-Syafi’i .
Dilahirkan pada 705 H dan wafat pada 774 H, sesudah menempuh
kehidupan panjang yang sarat dengan keilmuan . ia adalah seorang ahli figh
yang sangat ahli, ahli hadist yang cerdas, sejarawan ulung dan mufasir
paripurna . Al-Hafiz Ibn Hajar menjelaskan, “ Ia adalah seorang ahli hadist
yang faqih . Karangan-karangannya tersebar luas diberbagai negeri semasa
hidupnya dan dimanfaatkan orang banyak setelah wafatnya .

 Karya Tulisnya
a) Al-Bidayah wan Nihayah dalam bidang sejarah, merupakan rujukan
terpenting bagi sejarawan .
b) Al-Kawakibud Darari dalam bidang sejarah, cuplikan pilihan dari al-
Bidayah wan Nihayah.
c) Tafsirul Qur’an al-Ijtihad fi Talabil Jihad
d) Jami’ul Masanid as-Sunanul Hadi li Aqwami Sunan dan
e) Al-Wadihun Nafis fi Manaqibil Imam Muhammad ibn Idris

5
Ibid, hlm 527
 Tafsirnya
Tentang tafsirnya ini Muhammad Rasyid Rida menjelaskan : tafsir ini
merupakan tafsir paling masyhur yang memberikan perhatian besar terhadap
apa yang diriwayatkan dari para mufasir salaf dan menjelaskan makna-makna
ayat dan hukum-hukumnya serta menjahui pembahasan i’rab dan cabang-
cabang balagah yang pada umumnya dibicarakan secara panjang lebar oleh
kebanyakan mufasir, juga menjahui pembicaraan yang melebar pada ilmu-ilmu
lain yang tidak diperlukan dalam memahami Qur’an secara umum atau
memahami huku dan nasihat-nasihatnya secara khusus.
Diantara ciri khas atau keistimewaannya adalah ialah perhatiannyayang
cukup besar terhadap apa yang mereka namakan “tafsir Qur’an dengan Qur’an”.
Dan sepanjang pengetahuan kami, tafsir ini merupakan tafsir yang paling
banyak memuat atau memaparkan ayat-ayat yang bersesuaian maknanya,
kemudian diikuti denagn (penafsiran ayat dengan) hadits-hadits marfu’ yang
ada relevansinya denan ayat (yang sedang ditafsirkan) serta menjelaskan apa
yang dijadikan hujjah dari ayat ersebut. Kemudian diikuti pula denagn asar para
sahabat dan pendapat tabi’in dan ulama salaf sesudahnya.6

5. Fakhruddin ar-Razi
 Riwayat Hidupnya
Ia adalah Muhammad bin Umar bin al-Hasan at-Tamimi al-Bakri at-
Baristani ar-Razi Fakhruddin, terkenal dengan Ibnul Khatib asy-Syafi’i al-
Faqih.
Dilahirkan di Ray pada 543 H. Dan wafat di Harah pada 606 H Ia
mempelajari ilmu-ilmu diniah dan aqliah sehingga sangat menguasai ilmu
logika dan filsafat serta menonjol dalam bidang ilmu kalam. Mengenai ilmu-
ilmu tersebut ia telah menulis beberapa kitab, syarah dan ta’liqat, sehingga ia
dipandang sebagai seorang filosof pada mansya. Dan kitab-kitabnya menjadi
rujukan penting bagi mereka yang menamakan dirinya sebagai filosof islam.

 Karta Tulisnya

6
Ibid, hlm.528
a) Mafatihul Gaib ( tafsir Qur’an )
b) Asrarut Tanzil wa Anwarut Ta’wil ( tafsir )
c) Ihkamul Ahkam
d) Al-Muhassal fi Usulil Fiqh
e) Al-Burhan fi Qira’atil Qur’an
f) Durratut Tanzil wa Gurratut Ta’wil fil yatil Mutasyabihat
g) Syahrul Isyarat wat Tanbihat li Ibn Sina
h) Ibtalul Qiyas
i) Syarhul Qanun li Ibn Sina
j) Al-Bayan wal Burhan fir Raddi ‘ala Ahliz Zaigi wat Tugyan
k) Ta’jizul Falasifah
l) RisalatulJauhar
m) Risalatul Hudus
n) Kitab al-Milal wan Nihal
o) Muhassalu Afkaril Mutaqqaddimin wal Muta’akhirinminal Hukama’
wal Mutakallimin fi ‘Ilmi kalam
p) Syarhul Mufassal liz Zamakhsyari

 Tafsirnya
Ilmu-ilmu aqliah sangat mendominasi pemikiran ar-Razi didalam
tafsirnya, sehingga ia mencampur adukkan dalamnya berbagai kajian mengenai
kedokteran, logika, filsafat dan hikmah. Ini semua mengakibatkan kitabnya
keluar dari makna-makna Qur’an dan jiwa ayat-ayatnya serta membawa nas-nas
kitab kepada persoalan-persoalan ilmu aqliah dan istilah ilmiahnya, yang bukan
untuk itu nas-nas tersebut diturunkan. Oleh karena itu kitab ini tidak memiliki
ruhaniah tafsir dan hidayah islam, sampai-sampai sebagian ulama berkata,”
Didalamnya terdapat segala sesuatu selain tafsir itu sendiri ” . 7

7
Ibid, hlm 529
6. Az-Zamakhsyari
 Riwayat Hidupnya
Ia adalah Abul Qasim Mahmud bin Umar al-Khawarizmi az-
Zamakhsyari. Dilahirkan 27 Rajab 467 H di Zamakhsyar, sebuah
perkampungan besar dikawasan Khawarizm ( Turkistan ). Ia mulai belajar
dinegeri sendiri, kemudian melanjutkan ke Bukhara dan belajar sastra kepada
Syaikh Mansur Abi Mudar. Kemudian pergi ke Mekah dan menetap cukup lama
dan memperoleh julukan Jarullah ( tetangga Allah ). Dan disana pula ia menulis
tafsirnya, al-Khasysyaf ‘an Haqa ‘iqi Gawamidid tanzil wa ‘Uyunil Aqawil fi
Wujuhid Ta’wil, Ia meninggal dunia pada 538 H di Jurjaniah Khawarizm
setelah kembali dari Mekah.

 Keilmuan dan Karyanya


Zamakhsyari adalah salah seorang imam dalam bidang ilmu bahasa,
Ma’ani dan Bayan. Bagi orang-orang yang membaca kitab ilmu nahwu dan
balagah tentu sering menemukan keterangan-keterangan yang dikutib dari kitab
Zamakhsyari sebagai hujjah. ia Mempunyai banyak karya dalam bidang hadits,
tafsir, nahwu, dan lain-lain. Diantaranya adalah :
a) al-Kasysyaf, tentang tafsir Qur’an
b) al-faiq, tentang tafsir hadits
c) al-Minhaj, tentang usul
d) al-Mufassal, tentang nahwu
e) Asasul balagah, tentang bahasa
f) Ru’usul Masa’ililFiqhiyah, tentang Fiqh

 Mazhab Fiqh dan Akidahnya


Zamakhsyari bermashab Hanafi beraqidah paham Mu’tazilah. Ia
mena’wilkan ayat-ayat Qur’an sesuai dengan mazhab dan akidahnya dengan
cara yang hanya diketahui oleh orang ahli dan menamakan kaum Mu’tazilah
sebagai saudara seagama dan golongan utama yang selamat dan adil.
 Tafsirnya
Kitab al-Kasysyaf karya Zamakhsyari adalah sebuah kitab tafsir paling
masyhur diantara sekian banyak tafsir yand disusun oleh mufasir bir-ra’yi yang
mahir dalam bidang bahasa. Al-Alusi, Abus su’ud,an-nasafi dan para musafir
lain banyak menukil dari kitab tersebut tetapi tanpa menyebutkan sumbernya.
Paham mu’tazilah dalam tafsirnyaitu telah diungkapkan dan di teliti oleh
‘Allamah Ahmad an-Nayir yang dituangkan dalam bukunya al-Intisaf. Dalam
kitab ini an-Nayir menyerang Zamakhsyari dengan mendiskusikan masalah
akidah Mu’tazilah yang dikemukakannya dan mengemukakan pandangan yang
berlawanan dengannya sebagaimana ia mendiskusikan masalah-masalah
kebahasan. Al-Maktabah at-Tijariyah Mesir telah menerbitkan al-Kasysyaf
cetakan terakhir yang diterbitkan oleh Mustafa Husain Ahmad dan diberi
lampiran 4 buah kitab
a) Al-intisaf oleh an-Nayyir
b) Asy-syafi fi Takhriji Ahadisil Kasysyaf oleh al-Hafiz Ibn Hajar
al’asqalani
c) Hasyiyah Tafsir al-Kasysyaf oleh Syaikh Muhammad ‘Ulyan
al_marzuqi
d) Masyahidul Insaf ‘ala Syawahidil Kasysyaf juga oleh al Marzuqi

Kitab yang terkhir ini menunjukkan bahwa tafsir Zamakhsyari


mengandung akidah Mu’tazilah yang diungkapkan secara tersirat.8

8
Ibid, hlm 531
7. Asy-Syaukani
 Riwayat hidup
Nama lengkapnya adalah Qadi Muhammad bin Ali bin Abdullah asy-
Syaukani as-San’ani, seorang imam mujtahid, pembela sunnah dan pembasmi
bid’ah.
Dilahirkan pada 1173 H di kampung Syaukan dan dibesarkan di San’a.
Ia belajar Qur’an dengan sungguh-sungguh, menuntut ilmu dan mendengarkan
pelajaran dengan tekun dari ulama-ulama besar serta menghafal tidak sedikit
kitab matan tentang nahwu, saraf dan balagah, juga menguasai ilmu usul dan
tatacara meneliti dan berdebat sehingga ia menjadi seorang imam yang layak
mendapatkan acungan jempol. Sepanjang hayat ia senantiasa bergelut dengan
ilmu baik dengan membaca maupun dengan mengajar sampai menemui ajalnya
pada 1250 H.

 Mazhab dan Akidahnya


Syaukani mempelajari Fiqh Mazhab Imam Zaid sampai ia menjadi
tokoh kenamaannya, mengarang, berfatwa, dan kemudian belajar hadits hingga
mencapai tingkat yang lebih unggul dari orang sezamannya, Akhirnya iapun
melepaskan belenggu taqlid, menjadi pembela sunnah dan menumbangkan
musuh-musuhnya. Dalam pandangannya, taqlid adalah haram dan untuk ini ia
menulis sebuah risalah yang diberi nama al-Qaulul Mufid fi Adillatil Ijtihad wat
Taqlid.

 Karangannya
Ia mempumyai sebuah karangan bermutu dalam berbagai cabang ilmu.
Diantaranya
a) Fathul Qadir, tentang Tafsir
b) Nailul Autar, sebuah syarah atas kitab Muntaqal Akhbar karya al-majd
Ibn Taimiyah, kakek Syaikul Islam Ibn Taimiyah. Sebuah kitab hadits
terbaik yang disusun menurut sistematika fiqh.
c) Irsyadul Fuhul, tentang Ushuk Fiqh
d) Al-Fathur Rabbani, kumpulan fatwanya
 Tafsirnya
Fathul Qadir karya asy-Syaukani adalah sebuah tafsir yang
menggabungkan antara riwayat dengan istinbat dan penalaran atas nas-nas ayat.
Dalam tafsir ini, asy-Syaukani banyak bersandar pada tokoh-tokoh mufassir
seperti an_Nahhas, Ibn ‘Atiyah dan al-Qurtubi. Tafsir ini, kini banyak beredar
diberbagai penjuru dunia Islam.9

9
Ibid, hlm. 532

Anda mungkin juga menyukai