Ayahnya, Abbas menjadi wajah dari Bani Hasyim, terutama setelah wafatnya Abu Thalib,
sehingga kepemimpinan Bani Hasyim dan pengasuhan Rasulullah Saw menjadi tanggung jawab
Abbas, meskipun hal tersebut tidak ditampakkan dengan terang-terangan. Karena itu pula, Abbas,
meskipun saat itu belum menyatakan keislamannya, ikut pula menghadiri Bai‟at Aqabah, hal itu
tidak lain adalah untuk mengamankan dan mendukung Rasulullah Saw. Lebih dari itu, saat
Rasulullah Saw telah hijrah ke Madinah, pamannya, Abbas juga menjadi mata-mata Rasulullah
Saw di Mekkah. Meskipun ia ikut terlibat dalam Perang Badar, namun hal itu hanyalah untuk
menjaga hubungan baiknya dengan Pimpinan Masyarakat Quraisy, yaitu Abu Sufyan.
Sedangkan Ibu dari Ibnu Abbas ialah Lubabah binti Al- Haritsah. Bibi beliau dari pihak ibu, ialah
ibu dari Khalid bin Walid. Sedangkan Bibinya yang kedua dari pihak ibu menikah dengan Usamah
Abi Syadad. Lalu Bibinya yang ketiga, Maymunah merupakan istri dari Rasulullah Saw.
Abdullah bin Abbas tumbuh di dalam lingkungan yang mencintai Rasulullah Saw. Tentu saja hal
tersebut karena beliau adalah sepupu dari Rasulullah Saw. Ia telah masuk islam secara sembunyi-
sembunyi sebelum terjadinya fathu Mekkah. Setelah Fathu Mekkah terjadi pada tahun ke-8
Hijriyah, Ibnu Abbas selalu menemani Rasulullah Saw.
Bahkan sedemikian seringnya beliau menemani Rasulullah Saw, sampai-sampai ia melihat Jibril
lebih dari satu kali. Rasulullah Saw juga mendo‟akan Ibnu Abbas lebih dari dua kali agar
dikaruniai kefaqihan dan hikmah.
Karena itulah, Abdullah bin Abbas banyak mendengar langsung hadits-hadits yang disampaikan
oleh Rasullah Saw. Beliau merupakan salah satu Sahabat Nabi yang paling banyak meriwayatkan
hadits. Secara umum, beliau menempati urutan keempat, setelah Abu Hurairah, Abdullah bin
Umar, dan Jabir bin Abdullah. Total, terdapat sekitar 1660 hadits yang beliau riwayatkan. Di
dalam kitab Sahih Bukhari dan Sahih Muslim, terdapat 75 hadits yang diriwayatkan, dan terdapat
197 perawi yang meriwayatkan hadits dari beliau.
Abdullah bin Abbas tidak hanya mengambil ilmu dari Rasulullah Saw. Ia juga belajar dari Ulama-
Ulama yang ada di antara Para Sahabat, untuk mengambil ilmu-ilmu agama yang belum ia
dapatkan sebelumnya. Abdullah bin Abbas juga sangat terkenal karena sopan santunnya. Ketika ia
berkunjung ke suatu rumah, untuk belajar kepada Para Sahabat, ia tidak mengetuk pintunya,
namun ia menunggu sampai Para Sahabat tersebut keluar dari rumahnya, barulah ia dapat
menemui mereka.
Karena semangatnya yang sangat tinggi untuk belajar, dan karena ketinggian budi pekertinya,
Abdullah bin Abbas dipuji- puji oleh Para Sahabat, antara lain oleh Abu Bakr, Umar, Utsman, Ali
dan Aisyah34. Lebih dari itu, jika Para Sahabat berbeda pendapat tentang suatu masalah dengan
Abdullah bin Abbas, mereka akan condong mengikuti pendapat Abdullah bin Abbas, karena
mereka mengetahui kedalaman ilmu Abdullah bin Abbas. Dalam banyak fatwa dan pendapatnya,
Abdullah bin Abbas juga memperkuatnya dengan Hadits Rasullah Saw.
Karena keistimewaannya dalam ilmu-ilmu keislaman, maka tidak aneh jika ia kemudian dijuluki
dengan Lautan Ilmu (al-bahr), Tinta Umat Islam (hibru al-ummah), Manusia Robbani
(robbaniyyu al-ummah) dan Penerjemah al-Qur‟an (turjuman al- Qur‟an)35.
Abdullah bin Abbas memiliki kesungguhan yang luar biasa dalam mencari informasi. Ia
menyatakan, bahwa untuk mendapatkan satu ilmu, ia akan mendatangi lebih dari 33 Sahabat. Hal
ini untuk mengambil semua pendapat Sahabat yang bisa jadi berbeda, meskipun semua ilmu
tersebut mereka dapatkan dari Rasulullah Saw 36. Karena itu, para pakar dan ahli hadits
menganggap Abdullah bin Abbas sebagai salah satu perawi yang terpercaya. Setelah wafatnya
Rasulullah Saw, Abdullah bin Abbas hijrah ke Mekkah, di sana ia mengajarkan ilmu yang
dimilikinya kepada murid-muridnya di Mekkah.
Abdullah bin Abbas juga memiliki peran yang penting dalam mendukung khilafah Abu Bakr,
Umar, Usman, Ali dan Muawiyah. Abdullah bin Abbas juga dikenal sebagai pendukung Daulah
Bani Umayyah, karena memang nasab mereka (Bani Hasyim) bertemu dengan Bani Umayyah
pada Abdu Manaf. Ia juga bahkan menolak untuk mendukung Husein, saat ia ingin keluar dari
barisan, untuk menentang Yazid bin Muawiyah dan bergabung bersama para pendukungnya di
Iraq.
Beliau juga menentang kekhalifahan Abdullah bin Zubair yang melakukan pemberontakan di
Mekkah dan Madinah, hingga ia terpaksa hijrah dari Mekkah ke Thoif. Di Thoif ia tetap
mendukung Daulah Bani Umayyah, ia juga melakukan surat- menyurat dengan Khalifah Bani
Umayyah, Abdul Malik bin Marwan. Hingga akhirnya ia wafat di Thoif pada tahun 68 H, di usia
sekitar 70 tahun. Dalam referensi sejarah, disebutkan bahwa saat pemakamannya, muncul seekor
burung berwarna putih, yang dikatakan itu adalah perwujudan ilmu Abdullah bin Abbas, dan
terdengar suara ayat al-Qur‟an tanpa ada yang tahu, siapa yang membacakannya 37, ayat yang
dibaca tersebut ialah:
فادخلي يف عبادي.يا أيتها النفس املطمئنة ارجعي إىل ربك راضية مرضة،
وادخلي جنيت.
Artinya: Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan ridho dan diridhoi, maka
masuklah ke dalam golongan hambaKu, dan masuklah ke Surgaku. (QS. al-Fajr: 28- 30).
(Muttaqin, 2019)
Sebagai contoh pada penafsiran surat al-Baqarah ayat satu yang berbunyi Alif lām mīm (
)آلم. Berdasarkan riwayat, ayat ini memiliki berbagai penafsiran. Antara lain nama untuk al-
Qur`an, fawātiḥ al-suwar, nama surat, nama Allah, salah satu bentuk sumpah Allah, dan huruf
tertentu yang memiliki makna. Hasil penafsiran yang berbeda tentunya menunjukan sumber yang
berbeda pula. Oleh karena itu, tiap hasil penafsiran dikelompokkan berdasarkan kecenderungan
hasil penafsiran. Dengan seperti ini, maka akan diketahui apakah penafsiran ini benar bersumber
dari Ibnu Abbas atau tidak.
2. Mutaba’ah
Istilah mutāba’ah terbentuk dari kata tāba’a yang kemudian berderivasi menjadi mutāba’ah. Kata
mutāba’ah sendiri memiliki arti kesesuaian antara seorang rawi dan rawi lain dalam meriwayatkan
sebuah hadis. Baik ia meriwayatkan hadis tersebut dari guru rawi lain itu atau dari orang yang
lebih atas lagi. Dalam istilah lain diartikan persamaan suatu hadis dari segi lafal serta berasal dari
sahabat yang sama.
3. Shawāhid
Hadis yang diriwayatkan dari sahabat lain yang menyerupai suatu hadis yang diduga menyendiri,
baik serupa dalam redaksi dan maknanya maupun hanya serupa dalam maknanya saja. Namun
pada pembahasan ini ketersambungan sanad bukan menjadi pengukur untuk menjustifikasi status
riwayat, namun hanya untuk melihat bagaiman jalur yang dibentuk oleh seorang perawi.
Sedangkan mutāba’ah dan shawāhid murni untuk melihat keberagaman sanad yang
menyandarkan pada Ibnu Abbas. Dengan begitu, akan tampak pola jalur riwayat Ibnu Abbas.
Walaupun semisal ada riwayat yang seharusnya tidak bersambung kepada Ibnu Abbas, namun hal
itu tidak mengurangi substansi dari penafsiran Ibnu Abbas. (Nasution, 2018)
Perawi yang mengambil riwayat dari Sa‟id bin jubair adalah Azrah bin Abd Rahman al-Khuzā‟ī
al-Kūfī, namun riwayat ini cenderung sedikit, ia hanya menulis apa yang ia dengar. Ja‟far, Abd al-
A‟la,Umar bin Murrah, Manhāl, Aṭā` bin al-Sāib juga al-A‟mash mengambil riwayat dari Sa‟īd
bin Jubair,17 sanad darinya berstatus ṣaḥīḥ.
3. ‘Ikrimah
Ia merupakan pemimpin tafsir dari kalangan tabiin. Para penduduk Madinah lebih mengutamakan
Ikrimah dari pada Nafi‟. Ia lebih unggul dan perhatian pada sebab turunnya ayat dan keserasian
surat, ia juga menghafal syi‟ir Arab. Ikrimah hanya memiliki sedikit murid, di antara yang
terkenal adalah Ibnu Juraij, Yazid al-Nahwiy, Muhammad bin Abi
Muhammad, Maula Zaid bin Thabit jalur dari Zaid lah yang paling terkenal, kemudian Ayub,
„Aṭa‟, Dāwūd bin Abi Hindun, Umar bin Dinar, Uthmān bin Ghiyāth, Simāk bin Ḥarb, Dāwud bin
al-Ḥaṣīn, al-Ḥakam bin Abbān.18 Perawi-perawi yang meriwayatkan dari Ikrimah rata-rata status
riwayatnya berkisar pada status ṣaḥīḥ dan ḥasan, dan hanya sedikit yang riwayatnya menyendiri
seperti riwayat tentang hukum-hukum yaitu riwayat dari jalur Simāk dan Dāwud bin al-Ḥaṣīn.
Dalam riyawat Bukhari dibawakan sebuah hadits dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma, beliau
pernah mengkisahkan tentang dirinya: "Diriku pernah dibawa oleh Umar dalam majelis yang biasa
berkumpul didalamnya para ahli Badar. Maka terlihat dalam rona wajah, seakan-akan sebagian
mereka tidak menyukai kehadiran diriku didalam majelis, dikarenakan aku masih belia ketika itu.
Sehingga ada yang nyeletuk: "Kenapa engkau bawa anak ini bersama kita, sedang kamipun punya
anak yang sebaya dengannya? Umar menjawab: "Sesungguhnya kalian akan mengetahuinya".
Maka pada suatu ketika, aku diajak kembali ke majelisnya mereka. Tidaklah aku mengira kalau
diriku diajak saat itu kecuali untuk membuktikan pada mereka, kalau Umar tidak salah
membawanya. Maka ketika sudah berada didalam majelis Umar bertanya pada mereka: "Apa yang
kalian ketahui tentang firman Allah Shubhanahu wa ta’alla: "Apabila telah datang pertolongan
Allah dan kemenangan". Sebagian mereka ada yang menjawab: "Kami diperintah supaya memuji
kepada –Nya serta meminta ampun pada -Nya, jika kami diberi pertolongan mampu menaklukan
sebuah negeri". Lalu yang sebagian lagi terdiam tanpa memberi komentar apa-apa.
Setelah terdiam semua, lantas Umar berkata padaku: "Apakah seperti itu maknanya wahai Ibnu
Abbas? Aku menjawab: "Bukan". Lantas apa menurutmu? Pintanya. Aku katakan: "Ini merupakan
berita tentang dekatnya ajal Rasulallah Shalallahu ‘alaihiwa salla yang dikabarkan padanya. Allah
Shubhanahu wa ta’alla mengatakan: "Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. Ini
adalah tanda sudah semakin dekat waktu kematianmu. Oleh karena itu Allah Shubhanahu wa
ta’alla menyuruh: "Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada -
Nya. Sesungguhnya -Dia adalah Maha Penerima taubat". Maka umar mengatakan: "Aku tidak
mengetahui maknanya kecuali seperti apa yang engkau katakan". (HR Bukhari) (asy-Syaqawi,
2014)