Anda di halaman 1dari 12

BAB II

PEMBAHASAN

A. Perkembangan Hadis pada Masa Rasulullah saw.


Periode perkembangan hadis pada masa Rasulullah saw. disebut ‘Ashr al-
Wahyi wa at-Taqwin(masa turunnya wahyu dan pembentukan masyarakat
Islam).Para sahabat menerima hadis secara langsung dan tidak
langsung.Penerimaan secara langsung seperti saat nabi memberikan
ceramah,pengajian,khotbah,atau penjelasan terhadap pertanyaan para
sahabat.Adapun penerimaan secara tidak langsung seperti mendengar dari
sahabat yang lain atau dari utusan-utusan ,baik dari utusan yang dikirim oleh nabi
ke daerah-daerah maupun utusan daerah yang datang kepada nabi.Kepandaian
baca tulis di kalangan para sahabat sudah bermunculan,hanya saja masih sangat
terbatas.Oleh karena itu,nabi menekankan untuk
menghafal,memahami,memelihara,mematerikan,dan memantapkan hadis dalam
amalan sehari-hari,serta menyampaikannya kepada orang lain

Apapun yang datang dari nabi,baik berupa ucapan,perbuatan,maupun


ketetapan menjadi pusat perhatian para sahabat dan merupakan referensi
sebagai pedoman dalam kehidupan sahabat.Namun,sahabat juga manusia
biasa,harus mengurus rumah tangga dan bekerja untuk memenuhi kebutuhan
keluarganya,maka tidak setiap kali lahir sebuah hadis di saksikan langsung oleh
seluruh sahabat sehingga sahabat mendengar sebagian hadis dari sahabat yang
lainnya atau langsung dari nabi.Apalagi sahabat nabi yang berdomisili di daerah
yang jauh dari madinah sering kali hanya memperoleh hadis dari sesama sahabat.

Rasulullah saw. dan para sahabat hidup bersama.Para sahabat selalu


berkumpul untuk belajar kepada nabi di masjid,rumah,dalam perjalanan,dan di
majelis ilmu.Ucapan dan perilaku beliau selalu direkam serta dijadikan uswah (suri
teladan) bagi para sahabat dalam urusan agama dan dunia.Adapun para sahabat
yang tidak berkumpul dalam majelis nabi untuk memperoleh petuah-petuah nabi
karena tempat tinggal mereka yang jauh ,ada di kota dan di desa,begitu juga
profesi mereka yang berbeda,sebagai pedagang,buruh,dan lain-lain,mereka pun
berkumpul bersama nabi pada saat-saat tertentu seperti hari jumat dan hari raya.
Rasulullah saw.menyampaikan tausiahnya kepada sahabat,kemudian sahabat
menyampaikan tausiahnya tersebut kepada sahabat lain yang tidak bisa hadir .

Para sahabat menerima hadis dengan bertanya langsung kepada nabi


mengenai masalah yang dihadapinya ,seperti masalah hukum syarak dan
teologi.Diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dalam kitabnya dari ‘Uqbah bin al-
Harits Tentang masalah pernikahan satu saudara karena sepersusuan.Akan
tetapi,perlu diketahui bahwa tidak selamanya para sahabat bertanya
langsung.Apabila masih biologis dan rumah tangga,mereka bertanya kepada istri-
istri nabi melalui utusan istri mereka ,seperti masalah suami mencium istrinya
dalam keadaan berpuasa.Kebanyakan sahabat menguasai hadis nabi melalui
hafalan dan tidak melalui tulisan , karena memang di konsentrasikan untuk
mengumpulkan Al-Qur’an. Hadis pada masa nabi belum ditulis secara umum
sebagaimana Al-Qur’an.Hal ini di sebabkan oleh dua faktor ,yaitu sebagai berikut.

1. Para sahabat mengandalkan kekuatan hafalan dan kecerdasan otaknya,


disamping alat-alat tulis masih kurang .
2. Adanya larangan menulis hadis nabi.Larangan tersebut disebabkan oleh
adanya kekhawatiran bercampuraduknya hadis dengan Al-Qur’an atau
mereka bisa melalaikan Al-Qur’an ,atau larangan khusus bagi orang yang di
percaya hafalannya.Akan tetapi , bagi orang yang tidak lagi di
khawatirkan ,seperti yang pandai baca tulis,atau mereka khawatir akan
lupa, maka penulisan hadis bagi sahabat tertentu diperbolehkan.

Sebagian sahabat telah menulis hadis pada masa nabi, karena ada yang
mendapatkan izin khusus dari nabi,hanya saja kebanyakan dari mereka yang
senang dan kompeten menulis hadis,yaitu menjelang akhir kehidupan Rasulullah
saw. Keadaan sunah pada masa nabi belum ditulis (dibukukan) secara
resmi,walaupun ada beberapa sahabat yang menulisnya.
B. Perkembangan Hadis pada Masa Khulafaur Rasyidin
Pada masa Khalifah Abu Bakar as-Siddiq dan Umar bin
Khattab,periwayatan hadis tersebar secara terbatas. Penulisan hadis pun masih
terbatas dan belum dilakukan secara resmi.Bahkan , pada masa itu Umar bin
Khattab melarang para sahabat untuk memperbanyak meriwayatkan hadis,dan
sebaliknya , Umar bin Khattab menekankan agar para sahabat mengerahkan
perhatiannya untuk menyebarluaskan Al-Qur’an.Dalam praktiknya , ada dua
sahabat yang meriwayatkan hadis,yaitu sebagai berikut.

1. Dengan lafal asli, yaitu menurut lafal yang mereka terima dari nabi yang
mereka hafal benar lafal dari nabi.
2. Dengan maknanya saja, yaitu mereka meriwayatkan maknanya karena tidak
hafal lafal asli dari nabi.

Periode perkembangan hadis pada masa khulafaur rasyidin disebut


‘Ashr at-Tatsabbut wa al-Iqbal min ar-Riwayah (masa membatasi dan
menyedikitkan riwayat).Nabi wafat pada tahun 11 Hijriah.Kepada umatnya ,beliau
meninggalkan dua pegangan sebagai dasar bagi pedoman hidup,yaitu Al-Qur’an
dan hadis yang harus dipegangi dalam seluruh aspek kehidupan umat.

C. Perkembangan Hadis pada Masa Sahabat Kecil dan Tabiin


Periode perkembangan hadis pada masa sahabat dan tabiin disebut
‘Ashr Intisyar ar-Riwayah ila al-Amslaar (Masa berkembang dan meluasnya
periwayatan hadis).Karena meningkatnya periwayatan hadis, muncul cullah
bendaharawan dan lembaga-lembaga hadis diberbagai daerah di seluruh
dunia.adapun lembaga- lembaga hadis yang menjadi pusat bagi usaha
penggalian,pendidikan,dan pengembangan hadis terdapat di beberapa wilayah
antara lain Madinah, Makkah, Basrah,Syam, dan Mesir.
D. Perkembangan Hadis pada Abad II dan III H
Periode ini disebut ‘Ashr Al-Kitabah wa Al-Tadwin (masa penulisan dan
pembukuan). Maksudnya, penulisan dan pembukuan secara resmi, yakni yang
diselenggarakan oleh atau atas inisiatif pemerintah. Adapun kalau secara
perseorangan, sebelum abad II H hadits sudah banyak ditulis, baik pada masa
tabiin, sahabat kecil, sahabat besar, bahkan masa Nabi SAW.
Masa pembukuan secara resmi dimulai pada awal abad II H, yakni pada
masa pemerintahan Khalifah Umar Ibn Abdul Azis tahun 101 H, Sebagai khalifah,
Umar Ibn Aziz sadar bahwa para perawi yang menghimpun hadits dalam
hafalannya semakin banyak yang meninggal. Beliau khawatir apabila tidak
membukukan dan mengumpulkan dalam buku-buku hadits dari para perawinya,
ada kemungkinan hadits-hadits tersebut akan lenyap dari permukaan bumi
bersamaan dengan kepergian para penghapalnya ke alam barzakh.
Untuk mewujudkan maksud tersebut, pada tahun 100 H, Khalifah
meminta kepada Gubernur Madinah, Abu Bakr Ibn Muhammad Ibn Amr Ibn
Hazmin (120 H) yang menjadi guru Ma’mar- Al-Laits, Al-Auza’i, Malik, Ibnu Ishaq,
dan Ibnu Abi Dzi’bin untuk membukukan hadits Rasul yang terdapat pada
penghapal wanita yang terkenal, yaitu Amrah binti Abdir Rahman Ibn Sa’ad Ibn
Zurarah Ibn `Ades, seorang ahli fiqh, murid `Aisyah r.a. (20 H/642 M-98 H/716 M
atau 106 H/ 724 M), dan hadist-hadits yang ada pada Al-Qasim Ibn Muhammad
Ibn Abi Bakr Ash-Shiddieq (107 H/725 M), seorang pemuka tabiin dan salah
seorang fuqaha Madinah yang tujuh.
Di samping itu, Umar mengirimkan surat-surat kepada gubernur yang
ada di bawah kekuasaannya untuk membukukan hadist yang ada pada ulama
yang tinggal di wilayah mereka masing-masing. Di antara ulama besar yang
membukukan hadist atas kemauan Khalifah adalah Abu Bakr Muhammad Ibn
Muslim ibn Ubaidillah Ibn Syihab Az-Zuhri, seorang tabiin yang ahli dalam urusan
fiqh dan hadits. Mereka inilah ulama yang mula-mula membukukan hadis atas
anjuran Khalifah.
Pembukuan seluruh hadits yang ada di Madinah dilakukan oleh Imam
Muhammad Ibn Muslim Ibn Syihab Az-Zuhri, yang memang terkenal sebagai
seorang ulama besar dari ulama-ulama hadist pada masanya.
Setelah itu, para ulama besar berlomba-lomba membukukan hadits atas
anjuran Abu `Abbas As-Saffah dan anak-anaknya dari khalifah-khalifah ‘Abbasiyah.
Berikut tempat dan nama-nama tokoh dalam pengumpulan hadits :

1. Pengumpul pertama di kota Mekah, Ibnu Juraij (80-150 H)


2. Pengumpul pertama di kota Madinah, Ibnu Ishaq (w. 150 H)
3. Pengumpul pertama di kota Bashrah, Al-Rabi’ Ibrl Shabih (w. 160 H)
4. Pengumpul pertama di Kuffah, Sufyan Ats-Tsaury (w. 161 H.)
5. Pengumpul pertama di Syam, Al-Auza’i (w. 95 H)
6. Pengumpul pertama di Wasith, Husyain Al-Wasithy (104-188 H)
7. Pengumpul pertama diYaman, Ma’mar al-Azdy (95-153 H)
8. Pengumpul pertama di Rei, Jarir Adh-Dhabby (110-188 H)
9. Pengumpul pertama di Khurasan, Ibn Mubarak (11 -181 H)
10.Pengumpul pertama di Mesir, Al-Laits Ibn Sa’ad (w. 175 H).[13]

Semua ulama yang membukukan hadis ini terdiri dari ahli-ahli pada
abad kedua Hijriah.
Kitab-kitab hadits yang telah dibukukan dan dikumpulkan dalam abad
kedua ini, jumlahnya cukup banyak. Akan tetapi, yang rnasyhur di kalangan ahli
hadits adalah:

1. Al-Muwaththa’, susurran Imam Malik (95 H-179 H);


2. Al-Maghazi wal Siyar, susunan Muhammad ibn Ishaq (150 H)
3. Al-jami’, susunan Abdul Razzaq As-San’any (211 H)
4. Al-Mushannaf, susunan Sy’bah Ibn Hajjaj (160 H)
5. Al-Mushannaf, susunan Sufyan ibn ‘Uyainah (198 H)
6. Al-Mushannaf, susunan Al-Laits Ibn Sa’ad (175 H)
7. Al-Mushannaf, susnan Al-Auza’i (150 H)
8. Al-Mushannaf, susunan Al-Humaidy (219 H)
9. Al-Maghazin Nabawiyah, susunan Muhammad Ibn Waqid Al¬Aslamy.
10.A1-Musnad, susunan Abu Hanifah (150 H).
11.Al-Musnad, susunan Zaid Ibn Ali.
12.Al-Musnad, susunan Al-Imam Asy-Syafi’i (204 H).
13.Mukhtalif Al-Hadis, susunan Al-Imam Asy-Syafi’i.

Tokoh-tokoh yang masyhur pada abad kedua hijriah adalah Malik,Yahya


ibn Sa’id AI-Qaththan, Waki Ibn Al-Jarrah, Sufyan Ats-Tsauri, Ibnu Uyainah,
Syu’bah Ibnu Hajjaj, Abdul Ar-Rahman ibn Mahdi, Al-Auza’i, Al-Laits, Abu Hanifah,
dan Asy-Syafi’i
E. Masa Penashihan dan Penyusunan Kaidah
Pada masa ini muncul enam kitab induk hadis, yaitu Sahih Al-Bukhari,
Sahih Muslim, Sunan Dawud, Sunan At-Tirmidzi, Sunan An-Nasa’i, dan Sunan Ibnu
Majah. Pada masa ini ulama hadis mulai melakukan pemilahan dan penyaringan
ketat terhadap hadis-hadis yang tersebar di kalangan umat Islam.Seperti telah
dimaklumi bahwa perpecahan yang terjadi di tubuh umat Islam telah berdampak
buruk terhadap perkembangan hadis. Banyak hadis palsu bertebaran akibat ulah
orang-orang yang tidak bertanggung jawab atau orang yang ingin merongrong
dan menghancurkan Islam. Oleh karena itu, para ulama berusaha keras untuk
memilah dan mengelompokkan hadis yang bisa diterima dan tidak. Mereka juga
menyusun kaidah kaidah yang bisa dijadikan panutan bagi generasi berikutnya
dalam melakukan penyaringan dan pemilahan hadis. Imam Al Bukhan membuat
terobosan dengan mengumpulkan hadis tersebar di berbagai daerah. Selain itu
beliau menulis kitab Al-Jami as-Sahih. Langkah yang dilakukan oleh imam Al-
Bukhari pada akhimya diikuti oleh para ulama hadis yang lain, Oleh karena
merebaknya hadis palsu, maka para ulama melakukan pembahasan keadaan rawi
(keadilan, kediaman masa, dan lain-lain) dan memisahkan yang sahih dari yang
dait dengan menashihkan hadis.

F. Masa Abad IV – 656 H


Pada masa ini muncul usaha untuk istikhraj, contohnya mengambil
suatu hadis dari Al-Bukhari dan Muslim lalu meriwayatkannya dengan sanad
sendiri yang lain dari sanad Al Bukhar atau Muslim Selain mu muncul usaha
istidrak, yaitu mengumpulkan hadis-hadis yang memilik syarat-syarat Al-Bukhan
dan Muslim atau salah satunya yang kebetulan belum diriwayatkan oleh
keduanya.
Periode ini dikenal dengan nama Ashr at Tahdirib was at-Tartib wa al-
istidrag wa al-Jami Pada periode ini bermunculan kitab-kitab sahih yang tidak
terdapat pada abad III (As-Sahih ibn Khuzaimah, Al-Taqsim wa al-Anwa' Ibn
Hibban) Adapun usaha penting yang dilakukan ulama hadis pada masa ini adalah
sebagai berikut

1. Mengumpulkan hadis Al-Bukhari dan Musim dalam sebuah kitab (Al-Jemi


bain as-Sahihain Ibn Furat Al-Bagawr. Muhammad ibn Abdul Haq al-Asibili)
2. Mengumpulkan hadis-hadis dalam kitab enam (Tajridus Shihah: Razin
Muawiyah).
3. Mengumpulkan hadis-hadis yang terdapat dalam berbagai kitab
4. Mengumpulkan hadis-hadis hukum dan kitab Athraf
G. Masa Tahun 656 Hijriah-Sekarang
Masa berikutnya adalah masa tahun 656 Hijrah-sekarang Masa ini
dikenal dengan nama Ashr Syarh wa al-Jami wa at-Takhrij wa al-Bahtsi (masa
pensyarahan, penghimpunan pentakhrjan, dan pembahasan) Ulama berusaha
menerbitkan isi kitab-kitab hadis, menyaringnya, dan menyusun enam kitab
takhri, serta membuat kitab-kitab jamil yang umum Pada masa ini muncul kitab-
kitab zawad, yaitu usaha mengumpulkan hadis dalam kitab sebelumnya ke dalam
kitab tertentu. Selain itu juga terdapat usaha pengumpulan hadis-hadis yang
terdapat dalam beberapa kitab ke dalam sebuah kitab.
H. Masa Pengumpulan dan Penulisan Hadis
1. Masa Pengumpulan Hadis
Pada abad pertama Hijriah, yaitu mana nabi, khulafaur rasyidin, dan
sebagian besar masa Bani Umayyah hingga akhir abad pertama Hijriah,
hadis-hadis itu berpindah-pindah dan disampaikan dari mulut ke mulut.
Masing-masing perawi pada waktu itu meriwayatkan hadis berdasarkan
kekuatan halalannya. Halalan mereka terkenal kuat sehingga mampu
mengeluarkan kembali hadis-hadis yang pernah direkam dalam ingatannya.
Ide penghimpunan hadis nabi secara tertulis untuk pertama kalinya
dikemukakan oleh Khalitah Umar bin Khattab (w. 23 H/644 M) Namun, ide
tersebut tidak dilaksanakan oleh Umar bin Khattab karena khawatir umat
Islam terganggu perhatiannya dalam mempelajari Al-Qur'an.

Pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang dinobatkan
akhir abad pertama Hijriah, yaitu tahun 99 Hijriah, datanglah angin segar
yang mendukung kelostarian hadis. Uma bin Abdul Aziz terkenal sebagai
seorang khalifah dan Bani Umayyah yang adil dan wara sehingga dipandang
sebagai khaldah rasyidin yang kelima. Beliau sangat waspada dan sadar
bahwa para perawi yang mengumpulkan hadis dalam ingatannya semakin
sedikit jumlahnya karena meninggal dunia. Pada tahun 100 H. Khalifah
Umar bin Abdul Aziz memerintahkah kepada Gubernur Madinah, Abu Bakar
bin Muhammad bin Amr bin Hazm untuk membukukan hadis-hadis nabi
dan para penghafal. Umar bin Abdul Aziz pun menulis surat kepada Abu
Bakar bin Hazm Selain kepada gubernur Madinah, khalifah juga menulis
surat kepada gubernur lain agar mengusahakan pembukuan hadis. Khalifah
juga secara khusus menulis surat kepada Abu Bakar Muhammad bin
Muslim bin Ubaidillah bin Syihab az Zuhri. Setelah itu, Syihab az-Zuhri mulai
melaksanakan perintah khalifah tersebut sehingga menjadi salah satu
ulama yang pertama kali membukukan hadis Setelah generasi Az-Zuhri,
pembukuan hadis dilanjutkan oleh Ibn Juraij (w. 150 H), Ar-Rabi bin Sabih
(w. 160 H), dan masih banyak lagi ulama lainnya. Sebagaimana telah
disebutkan bahwa pembukuan hadis dimulai sejak akhir masa
pemerintahan Bani Umayyah, tetapi belumn begitu sempurna. Pada masa
pemerintahan Bani Abbasiyah, yaitu pada pertengahan abad II Hijriah,
dilakukan upaya penyempurnaan Sejak saat itu, tampak gerakan secara
aktif untuk membukukan ilmu pengetahuan, termasuk pembukuan dan
penulisan hadis-hadis nabi Kitab-kitab yang terkenal pada waktu itu yang
ada hingga sekarang dan sampai kepada kita, antara lain Al-Muwatta' oleh
Imam Malik dan Al Musnad oleh Imam Asy-Syafii (w 204 H) Pembukuan
hadis itu kemudian dilanjutkan secara lebih teliti oleh imam-imam ahli
hadis, seperti Al-Bukhari, Muslim, At-Tirmidzi, An-Nasai, Abu Dawud, dan
Ibnu Majah. Dari mereka itu, kita kenal Kutubus Sittah (kitab-kitab) enam,
yaitu Sahih Al-Bukhan, Sahih Muslim, Sunan Abu Dawud Sunan At-Tirmidzi,
Sunan An-Nasai, dan Sunan Ibnu Majah Tidak sedikit pada masa berikutnya
dari para ulama yang menaruh perhatian besar pada Kufubus Sittah
tersebut beserta kitab Muwatta dengan cara mensyarahinya dan memberi
catatan kaki, meringkas atau meneliti sanad dan matan-matannya.
2. Masa Penulisan Hadis

Pada masa nabi tulis-menulis sudah tersebar luas. Apalagi Al-Qur'an


menganjurkan untuk belajar dan membaca Rasulullah saw pun mengangkat
para penulis wahyu hingga jumlahnya mencapai 40 orang. Nama-nama
mereka disebut dalam kitab Al-Taratib al-Idariyyah Baladzun dalam kitab
Futuhul Buldan menyebutkan sejumlah penulis wanita, di antaranya Ummul
Mu'minin Hafsah, Ummu Kulsum binti Uqbah, Asy-Syifa' binti Abdullah al-
Qurasyiyah, Aisyah binti Sa'ad, dan Karimah binti al-Miqdad.

Para penulis semakin banyak di Madinah setelah hijrah sesudah Perang


Badar. Nabi menyuruh Abdullah bin Said bin Ash agar mengajar menulis di
Madinah, sebagaimana disebutkan Ibn Abdil Bar dalam Al-Istab Ibnu Hajar
menyebutkan bahwa nama asli Abdullah bin Said bin Ash adalah Al-Hakam,
lalu Rasulullah saw memberinya nama Abdullah dan menyuruhnya agar
mengajar menulis di Madinah.

Para penulis sejarah Rasul, ulama hadis, dan umat Islam sependapat
bahwa Al-Qur'an al-Karim telah memperoleh perhatian yang penuh dari
Rasul dan para sahabatnya Rasul mengharapkan para sahabat untuk
menghafalkan Al-Qur'an dan menuliskannya di tempat tempat tertentu,
seperti keping-keping tulang, pelepah kurma, batu, dan sebagainya.

Oleh karena itu, ketika Rasulullah saw, wafat, Al-Quran telah dihafalkan
dengan sempurna oleh para sahabat Seluruh ayat suci Al-Qur'an pun telah
lengkap ditulis, tetapi belum terkumpul dalam bentuk sebuah mushaf.
Adapun hadis atau sunah dalam penulisannya ketika itu kurang
memperoleh perhatian seperti halnya Al-Qur'an Penulisan hadis dilakukan
oleh beberapa sahabat secara tidak resmi karena tidak diperintahkan oleh
Rasulullah saw. Diriwayatkan bahwa beberapa sahabat memiliki catatan
hadis-hadis Rasulullah saw. Mereka mencatat sebagian hadis yang pernah
mereka dengar dari Rasulullah saw.
BAB III

PENUTUP
A. KESIMPULAN
Sejarah perkembangan hadits merupakan masa atau periode
yang telah dilalui oleh hadits
dari masa lahirnya dan tumbuh dalam pengenalan,
penghayatan, dan pengamalan umat dari generasi ke generasi. Ada
beberapa periode dalam sejarah perkembangan hadis, antara lain:
Hadits Perkembangan Karakteri Model Buku
stik
Penulisan
Masa Larangan Hadis dihafal di Catatan kepentingan
Rasul Penulisan luar kepala pribadi dalam
bentuk lembaran
(shahifah)
Khulafa’ Penyederhanaan disertai sumpah Catatan pribadi dalam bentuk
dan
Rasyidin periwayatan hadis lembaran (shahifah)
saksi pada masa
ini
Tabi’in Penghimpunan bercampur antara Mushannaf, Muwaththa‟,
hadis (Al-Jam‟u hadis Nabi dan Musnad, Jami‟
wa At-Tadwin). fatwa sahabat dan
aqwal
sahabat
Kodifikasi Penghimpunan Referensi Mu‟jam, Mustadrak, Zawa‟id,
dan penertiban (muraja‟ah) pada Jami‟ dan lain-lain.
secara sistematik buku-
(al-Jam‟u wa at- buku sebelumnya
tanzhim). tetapi lebih
sistematis.
Faktor-faktor penyebab dilakukannya kodifikasi hadis, yaitu
kekhawatiran hilangnya hadis dan kemurnian hadis.

B. Saran
Berkaitan dengan sejarah perkembangan hadis, kami
menyadari bahwa dari berbagai referensi yang ada masih
banyak kesalahan dan kekurangan dalam segi penulisan,
sehingga terjadi kesalahpahamman dalam konsep sejarah
perkembangan hadis. Dan kami berharap dari refisian
makalah ini, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca dan
barokah. Amin.
DAFTAR PUSTAKA

As-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi. Sejarah dan Pengantar


Ilmu Hadis. Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009.

Hakim, Atang Abd & Jaih Mubarok. Metodologi Studi Islam.


Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012.

Idri. Studi Hadis. Jakarta: Kencana, 2010.

Khon, Abdul Majid. Ulumul Hadis. Jakarta: Amzah, 2012.

PL, Noor Sulaiman. Antologi Ilmu Hadits. Jakarta:

Gaung Persada Press, 2009. Solahudin, Agus.

Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia, 2008.

Sumbulah, Umi. Kajian Kritis Ilmu Hadis. Malang:

UIN Maliki Press, 2010. Suparta, Munzier. Ilmu

Hadis. Jakarta: Rajawali Press, 2010.

Wahid, Ramli Abdul. Studi Ilmu Hadis. Medan: Citapustaka Media Perintis,
2011.

Anda mungkin juga menyukai