Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kosmologi adalah ilmu yang membahas tentang alam semesta secara makroskopis
dan selalu mengalami perkembangan dari masa ke masa. Kosmologi telah
mengalami reformasi konsep secara besar-besaran seiring dengan banyaknya
pengamatan dan data yang didapatkan. Namun, masih banyak hal yang belum
terungkap dalam kosmologi, salah satunya tentang materi yang ada di alam semesta
ini. Sejauh ini hanya sekitar 5% materi massa penyusun alam semesta yang
diketahui, dimana sisa lainnya kurang lebih 95% merupakan gabungan dari dark
matter (materi gelap) dan dark energy (energi gelap) yang sampai saat belum bisa
sepenuhnya dijelaskan [1].

Istilah dark matter sebenarnya sudah digunakan sejak tahun 1933, dimana pada saat
itu seorang astronom bernama Fritz Zwicky mempelajari gugus galaksi Coma.
Zwicky mempelajari tentang cahaya yang dipancarkan oleh gugus galaksi Coma
dan kecepatan rotasinya. Kemudian Zwicky menghitung massa dari gugus galaksi
menggunakan kecepatan rotasi gugus dan kecerahan yang dipancarkan gugus. Dari
hasil kedua perhitungan ini didapatkan massa gugus galaksi yang dihitung
menggunakan kecepatan putaran lebih besar daripada menggunakan kecerahan
cahaya [2]. Selanjutnya pada 1970-an astronom asal Amerika Serikat, Vera Rubin
dan kawan-kawannya mengonfirmasi hasil ini dengan mempelajari rotasi galaksi.
Ternyata tidak hanya pada gugus galaksi saja namun juga pada galaksi tunggal
memiliki nilai perhitungan massa yang lebih besar jika dihitung menggunakan
kecepatan rotasi daripada kecerahan cahaya. Dengan adanya hasil ini, membuat
keyakinan keberadaan dark matter itu ada semakin kuat [3]. Dark matter terbagi
menjadi tiga model yaitu hot dark matter, warm dark matter, dan cold dark matter.
Untuk saat ini cold dark matter merupakan model yang paling sesuai untuk
menjelaskan keberadaan dark matter dalam alam semesta. Model cold dark matter
digunakan karena jika dibandingkan dengan kedua model lainnya CDM memiliki
kecepatan gerak partikel lebih kecil dan massa partikel yang lebih besar jika

1
dibandingkan dengan kecepatannya . Hal ini menyebabkan alam semesta terbentuk
dimulai dari objek kecil terlebih dahulu kemudian objek yang besar, dimana hal
tersebut bersesuaian dengan alam semesta saat ini.

Dark energy berasal dari hipotesis para ilmuwan setelah adanya data pada
pengamatan Supernova tipe Ia (SN Ia) yang terakumulasi pada tahun 1998 [4].
Berdasarkan data pengamatan tersebut, diketahui bahwa ternyata alam semesta
berekspansi secara dipercepat dan dikatakan bahwa faktor yang menyebabkan alam
semesta berekspansi dipercepat adalah suatu energi yang belum dapat teramati
secara langsung yang disebut dark energy. Ini menunjukkan bahwa sekitar 68%
penyusun alam semesta adalah dark energy [4].

Meskipun bukti keberadaan dark matter telah ditemukan pada awal tahun 1930-an
[2], tetapi baru sekitar tahun 1980-an para astronom meyakini bahwa sebagian besar
massa penyusun alam semesta adalah massa yang belum dapat dijelaskan.
Selanjutnya selama dua dekade berbagai macam teori diajukan hingga akhirnya
pada awal abad ke-21, model standar kosmologi “double dark” atau disebut model
kosmologi Λ-Cold Dark Matter (Λ𝐶𝐷𝑀). Model ini merupakan model kosmologi
gabungan dari cold dark matter (materi nanoatomik yang berbeda dari pernyusun
bintang, planet, dan objek alam semesta lainnya) ditambah dengan dengan dark
energy sampai 95% dari keseluruhan penyusun alam semesta.

Alam semesta dapat dianggap sebagai sebuah sistem dinamik. Kata dinamik disini
mengacu pada fenomena yang menghasilkan pola yang berubah terhadap waktu.
Karakterisasi pola pada satu waktu terkait dengan pola pada waktu lainnya yang
kemudian mengacu pada terungkapnya peristiwa dalam proses evolusi yang
berkelanjutan. Sebagai contoh, alam semesta sebuah sistem dinamik. Dengan
menggunakan analisis sistem dinamik, sebuah sistem dapat dicari titik kritis dan
kestabilan di sekitar titik yang ditinjau [6-7]. Dalam tugas akhir ini akan dilakukan
analisis sistem dinamik pada model kosmologi ΛCDM dengan modifikasi pada
persamaan keadaan dark energy untuk mencari titik kritis dan kestabilan dari
sistem.

2
1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan dibahas pada penelitian tugas akhir ini adalah
sebagai berikut:

1. Bagaimana hasil analisis sistem dinamik yang didapat dari pemodelan


matematis model kosmologi ΛCDM dengan modifikasi persamaan keadaan
dark energy?
2. Bagaimana pengaruh modifikasi persamaan keadaan dark energy terhadap
kestabilan model?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan pada penelitian tugas akhir ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui hasil analisis dan kestabilan pemodelan matematis yang didapat


dari model kosmologi ΛCDM dengan modifikasi persamaan keadaan dark
energy.
2. Mengetahui pengaruh dari modifikasi persamaan keadan dark energy
terhadap kestabilan model.

1.4 Batasan Masalah

Adapun batasan masalah pada penelitian tugas akhir ini adalah sebagai berikut:

1. Perhitungan hanya terbatas pada model ΛCDM menggunakan metrik


Friedmann-Lemaitre-Robertson-Walker (FLRW).
2. Komponen materi berupa bentuk fluida ideal dengan tensor energi-
momentum T = diag ( −  , p, p, p ) .

Anda mungkin juga menyukai