Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH

PHILOSOPHY OF COSMOLOGY

Disusun oleh:
Maryam Musfiroh

BANDUNG
2022
PHILOSOPHY OF COSMOLOGY

Kosmologi adalah cabang dari ilmu astronomi yang mempelajari asal-usul


dan evolusi alam semesta, dari awal penciptaan yaitu “Big-Bang” hingga hari ini
dan prediksinya di masa depan. Karena keunikan alam semesta yang sulit
dijangkau, kosmologi sering dicirikan sebagai hal yang "tidak ilmiah" atau lebih
spekulatif daripada bahasan fisika lainnya dan juga sering terjadi perdebatan
diantara para kosmolog sehingga dari banyak perdebatan tersebut membuka ruang
bagi para filsuf untuk berkontribusi dalam mengembangkan ide-ide baru dalam
kosmologi.
1. Model Standar Alam Semesta
Sejak awal tahun 1970 sudah mulai bermunculan ”Model Standar” untuk
menjelaskan geometri ruang-waktu alam semesta, konstituen material, dan evolusi
dinamisnya. Model Standar alam semesta pada awalnya menggambarkan keadaan
bersuhu tinggi ("big bang") dan kemudian meluas, mendingin, dan
mengembangkan struktur seperti bintang dan galaksi. Pada skala terbesar
geometri ruang-waktu diwakili oleh model relativitas umum. Awal alam semesta
diasumsikan dengan materi dan radiasi dalam kondisi panas dengan energi berupa
foton. Saat alam semesta mengembang berbagai jenis partikel “membeku” dari
bentuk keseimbangan, hal ini terjadi untuk meninggalkan jejak yang dapat diamati
pada tahap awal evolusi.
Einstein (1917) memperkenalkan konsep kosmologi baru yaitu persamaan
medan gravitasi Einstein dengan penambahan konstanta kosmologi. Einstein
mengira bahwa alam semesta ini bersifat statis dan gravitasi daya tarik materi
akan menyebabkan alam semesta runtuh dan tidak tetap statis, sehingga Einstein
memperkenalkan apa yang disebut dengan Konstanta Kosmologi ke dalam
persamaannya yang dilambangkan dengan Λ. Pada awalnya Konstanta Kosmologi
diartikan sebagai ekspresi alami kecenderungan ruang untuk mengalami perluasan
yang dipercepat.
Namun observasi yang dilakukan oleh Hubble pada tahun 1929 menunjukkan
bahwa alam semesta mengembang, sehingga Einstein mengatakan bahwa tidak
perlu lagi memasukkan Konstanta Kosmologi pada persamaan medan gravitasi
tersebut. Akan tetapi hasil temuan peneliti supernova type Ia yang membuka fakta
baru bahwa perluasan alam semesta pada saat ini terjadi lebih cepat, sehingga
masalah Konstanta Kosmologi kembali menjadi topik penelitian yang dikaitkan
dengan adanya dark energy.
Empat orang sezaman Einstein menemukan sebuah model evolusi sederhana
yang dikenal dengan model Friedman-Lemaître-Robertson-Walker (FLRW) yang
mengemukakan bahwa alam semesta ini dibangun oleh dua prinsip kosmologi
yaitu bahwa alam semesta adalah Homogen dan Isotropik. Prinsip ini menyatakan,
di alam semesta ini seluruh materi terdistribusi merata atau homogen dan
penampakannya akan tetap sama atau isotropis dari manapun kita memandang.
Meskipun kita melihat adanya bulan, bintang-bintang, bahkan galaksi-galaksi,
namun dalam skala alam semesta semua itu dapat dianggap sebagai debu alam
semesta. Pengamatan Hubble (1929) mengenai pergeseran merah garis spektral di
galaksi meningkat secara linear dengan jaraknya yang memberikan penjelasan
kualitatif langsung dalam model FLRW.
Model lain yang menjelaskan alam semesta adalah model ꓥ CDM. Model
ꓥ CDM ini adalah sebuah model kosmologi dengan pendekatan kinematis, dengan
menganggap bahwa parameter perlambatan ekspansi alam semesta meluruh secara
eksponensial terhadap waktu.
2. Materi Gelap (Dark Matter) dan Energi Gelap (Dark Energy)
Materi gelap adalah materi yang tidak dapat dideteksi dari radiasi yang
dipancarkan atau penyerapan radiasi yang datang ke materi tersebut, tetapi
kehadirannya dapat dibuktikan dari efek gravitasi materi-materi yang tampak
seperti bintang dan galaksi. Ahli teori telah beralih ke perluasan Model Standar
fisika partikel untuk mencari kandidat materi gelap dalam bentuk partikel masif
yang berinteraksi lemah. Materi gelap mendominasi dinamika sistem gravitasi
terikat seperti galaksi.
Energi gelap memengaruhi perluasan kosmologis tetapi tidak relevan pada
skala yang lebih kecil. Kasus energi gelap pada dasarnya tergantung pada Model
Standar, tetapi ada bukti yang mendukung materi gelap berdasarkan dinamika
galaksi daripada kosmologi. Dalam Model Standar Kosmologi, nasib alam
semesta ditentukan oleh geometrinya, yaitu di ujung masanya, alam semesta akan
mengembang dengan kecepatan pengembangan yang semakin kecil. Namun
penemuan membantah teori tersebut dimana alam semesta mengembang
dipercepat. Sehingga dimunculkan sebuah konsekuensi untuk menjelaskan kondisi
tersebut dengan memunculkan keberadaan energi gelap. Yang dimaksud dengan
energi gelap adalah sesuatu yang menyebabkan alam semesta kita berekspansi
dipercepat. Beberapa ilmuwan berpendapat bahwa energi gelap ini adalah
konstanta kosmologi (ꓥ). Energi gelap dapat di deteksi dari adanya supernova,
bukti lain yang mendukung keberadaan energi gelap yaitu berasal dari
pengamatan CMB (Cosmic Microwave Background). Keberadaan energi gelap
yang diamati dengan perhitungan kerapatan energi vakum dalam teori medan
kuantum (QFT). Energi vakum hingga saat ini menjadi permasalahan yang sulit
dipecahkan karena berkaitan erat dengan tantangan menggabungkan QFT dan GR
dalam teori gravitasi kuantum.
3. Keunikan Alam Semesta
Keunikan alam semesta merupakan kontras utama antara kosmologi dan
bidang fisika lainnya. Sering ditegaskan bahwa kosmologi tidak dapat
menemukan hukum fisika baru sebagai konsekuensi langsung dari keunikan objek
kajiannya. Jika kita tahu bahwa hanya ada satu kejadian nyata atau mungkin dari
beberapa fenomena, maka tidak masuk akal untuk berbicara tentang menemukan
hukum untuk kejadian unik ini karena unik. Namun situasi terakhir inilah yang
kita temui dalam kosmologi. Ellis (2007) memiliki kesimpulan tentang argumen
munitz yang menyatakan bahwa konsep Hukum Fisika yang hanya berlaku untuk
satu objek patut dipertanyakan.
Argumen standar bahwa tidak mungkin menemukan hukum dalam kosmologi
mengasumsikan bahwa alam semesta tidak hanya unik, tetapi pada dasarnya
“diberikan” kepada kita seluruhnya dimana kita perlu mengurai rintangan yang
timbul karena ciri-ciri khusus alam semesta kita dengan mengikuti keunikan objek
penelitian.
4. Struktur Global
Geometri ruangwaktu tercermin dalam gerakan objek astronomi dan efek
pada radiasi yang dipancarkannya, seperti pergeseran merah kosmologis.
Menentukan geometri alam semesta berdasarkan data yang diperoleh dari
pengamatan terhadap "kumpulan data ideal", yang terdiri dari pengamatan
komprehensif terhadap kumpulan objek standar, dengan ukuran, bentuk, massa,
dan luminositas intrinsik yang diketahui, yang tersebar di seluruh alam semesta
adalah tugas yang sangat sulit.
Properti global ruangwaktu bervariasi dalam relativitas umum, tidak seperti
teori sebelumnya seperti Mekanika Newtonian, ruangwaktu dianggap bersifat
dinamis daripada sebagai latar belakang tetap. Ruang-waktu akan ditetapkan oleh
bukti yang relevan berasal dari dua sumber yaitu radiasi yang dipancarkan oleh
objek jauh yang mencapai kita dan bukti, seperti data geofisika, yang
dikumpulkan "sepanjang garis dunia kita". Setiap pengamat dapat mengambil
pandangan terbatas mereka tentang alam semesta secara akurat, hal demikian
mencerminkan properti global.
5. Kosmologi Awal Alam Semesta

Awal alam semesta diperkirakan telah mencapai skala energi yang jauh lebih
tinggi daripada apa pun yang diproduksi di Fermilab atau CERN. Model standar
kosmologi big-bang mensyaratkan dua kondisi awal. Pertama, awal alam semesta
dianggap sangat homogen; kedua, nilai awal konstanta hubble harus disesuaikan
nilai keakuratannya. Guth mengusulkan untuk melengkapi Model Standar dengan
memodifikasi sejarah ekspansi paling awal alam semesta, mengambil ide dari
fisika partikel. Guth mengusulkan bahwa alam semesta mengalami fase transien
yang didominasi λ ekspansi eksponensial sekitar 10 detik.

6. Penalaran Antropik dan Multiverse

Ada banyak kontroversi mengenai penalaran antropik dalam kosmologi di


beberapa dekade terakhir. Dalam menilai teori kosmologis kita perlu
memperhitungkan efek seleksi karena kehadiran kita sebagai pengamat yang
memiliki validitas prinsip-prinsip metodologis yang peka terhadap apakah kita
hidup di alam semesta yang luas dan terbatas atau alam semesta yang benar-benar
tak terbatas.

Penalaran antropik sering didiskusikan secara bersamaan dengan multiverse


(Zinkernagel, 2011). Dua garis pemikiran tentang multiverse, pertama multiverse
terdiri dari pocket alam semesta yang terisolasi secara kausal dan kedua terdapat
variasi yang sangat mencolok dari satu pocket alam semesta ke alam semesta
lainnya. Multiverse adalah teori yang menyatakan tentang adanya lebih dari satu
alam semesta. Dengan kata lain, semesta dianggap memiliki kembaran atau
salinan universe. Namun dalam pembahasan multiverse tidak mendapat dukungan
bahwa poket alam semesta lain pasti ada.

7. Kesimpulan
Bahasan di atas adalah upaya untuk mengidentifikasi tantangan pembuktian
khusus yang dihadapi dalam kosmologi. Ada gema skeptis tentang kemungkinan
pengetahuan tentang alam semesta secara keseluruhan dalam pembahasan global
sifat alam semesta. Pengamatan lokal tidak cukup untuk menjamin kesimpulan
mengenai properti global tanpa bantuan dari prinsip-prinsip umum seperti prinsip
kosmologis, yang dengan sendirinya berada pada pijakan yang tidak pasti.
Kosmolog harus menghadapi kemungkinan bahwa data yang mereka gunakan
untuk menilai teori tunduk pada efek seleksi antropik yang tidak terduga.
Akhirnya, kosmolog juga dapat melihat perubahan tujuan penjelasan mereka,
dengan berbagai fitur dari alam semesta dilacak ke fitur lingkungan dari alam
semesta dalam sudut pandang kita bukannya berasal dari hukum dinamis alam
semesta.
8. Aksiologi
Aksiologi dari bahasan filsafat kosmologi adalah sebagai berikut.
a. Ilmu yang dimiliki oleh manusia sejauh ini hanya bagian kecil dari
ilmunya Allah SWT.
b. Manusia memiliki keterbatasan dalam mengungkap misteri alam semesta.
c. Allah SWT menciptakan alam semesta yang begitu besar dengan manfaat
yang luar biasa bagi kehidupan manusia, salah satunya adalah sebagai
sumber enegi kehidupan.

Anda mungkin juga menyukai