Anda di halaman 1dari 50

Teori Big Bang

2019/2020
Kata Pengantar
Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat
Tuhan Yang Maha Esa, karena telah melimpahkan
rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan
sehingga makalah ini bisa selesai pada waktunya.

Terima kasih juga saya ucapkan kepada teman-teman


yang telah berkontribusi dengan memberikan ide-
idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik
dan rapi.

Saya berharap semoga makalah ini bisa menambah


pengetahuan para pembaca. Namun terlepas dari itu,
Saya memahami bahwa makalah ini masih jauh dari
kata sempurna, sehingga saya sangat mengharapkan
kritik serta saran yang bersifat membangun demi
terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi
Daftar Isi
 1.Sejarah dan perkembangan teori
 2.Tinjauan
o 2.1Garis waktu ledakan dahsyat

 3.Asumsi-asumsi dasar
o 3.1Metrik FLRW

o 3.2Horizon

 4.Bukti pengamatan
o 4.1Hukum Hubble dan pengembangan ruang

o 4.2Radiasi latar belakang gelombang mikro kosmis

o 4.3Kelimpahan unsur-unsur primordial

o 4.4Evolusi dan distribusi galaksi

o 4.5Bukti-bukti lainnya

 5.Ciri, persoalan, dan masalah


o 5.1Masalah horizon

o 5.2Masalah kerataan alam semesta

o 5.3Monopol magnetik

o 5.4Asimetri barion

o 5.5Usia gugusan globular

o 5.6Materi gelap

o 5.7Energi gelap

 6.Masa depan menurut teori Ledakan Dahsyat


 7.Fisika spekulatif melangkaui teori Ledakan Dahsyat
 8.Penafsiran keagamaan
 9.Kesalahan umum
 10.Catatan
 11.Referensi
o 11.1Buku

 12.Bacaan lanjut
 13Pranala luar
Pendahuluan
Ledakan Dahsyat atau Dentuman Besar (bahasa
Inggris: The Big Bang) merupakan sebuah peristiwa
yang menyebabkan pembentukan alam
semesta berdasarkan kajian kosmologi mengenai
bentuk awal dan perkembangan alam semesta (dikenal
juga dengan Teori Ledakan Dahsyat atau Model
Ledakan Dahsyat). Berdasarkan permodelan ledakan
ini, alam semesta, awalnya dalam keadaan sangat
panas dan padat, mengembang secara terus menerus
hingga hari ini. Berdasarkan pengukuran terbaik
tahun 2009, keadaan awal alam semesta bermula
sekitar 13,7 miliar tahun lalu, yang kemudian selalu
menjadi Referensi sebagai waktu terjadinya Big
Bang tersebut. Teori ini telah memberikan penjelasan
paling komprehensif dan akurat yang didukung
oleh metode ilmiah beserta pengamatan.
Georges Lemaître, seorang biarawan Katolik Roma
Belgia, dianggap sebagai orang pertama yang
mengajukan teori ledakan dahsyat mengenai asal usul
alam semesta, walaupun ia menyebutnya sebagai
"hipotesis atom purba". Kerangka model teori ini
bergantung pada relativitas umum Albert Einstein dan
beberapa asumsi-asumsi sederhana,
seperti homogenitas dan isotropi ruang. Persamaan
yang mendeksripsikan teori ledakan dahsyat
dirumuskan oleh Alexander Friedmann. Setelah Edwin
Hubble pada tahun 1929 menemukan bahwa jarak bumi
dengan galaksi yang sangat jauh umumnya berbanding
lurus dengan geseran merahnya, sebagaimana yang
dipaparkan oleh Lemaître pada tahun 1927,
pengamatan ini dianggap mengindikasikan bahwa
semua galaksi dan gugus bintang yang sangat jauh
memiliki kecepatan tampak yang secara langsung
menjauhi titik pandang kita: semakin jauh, semakin
cepat kecepatan tampaknya.
Jika jarak antar gugus-gugus galaksi terus meningkat
seperti yang terpantau sekarang, semuanya haruslah
pernah berdekatan pada masa lalu. Gagasan ini secara
rinci mengarahkan pada suatu keadaan massa
jenis dan suhu yang sebelumnya sangat
ekstrem. Berbagai pemercepat partikel raksasa telah
dibangun untuk mencoba dan menguji kondisi tersebut,
yang menjadikan teori tersebut dapat konfirmasi dengan
signifikan, walaupun pemercepat-pemercepat ini
memiliki kemampuan yang terbatas untuk
menyelidiki fisika partikel. Tanpa adanya bukti apapun
yang berhubungan dengan pengembangan awal yang
cepat, teori ledakan dahsyat tidak dan tidak
dapat memberikan beberapa penjelasan mengenai
kondisi awal alam semesta,
melainkan mendeskripsikan dan menjelaskan perubaha
n umum alam semesta sejak pengembangan awal
tersebut. Kelimpahan unsur-unsur ringan yang terpantau
di seluruh kosmos sesuai dengan prediksi kalkulasi
pembentukan unsur-unsur ringan melalui proses nuklir
di dalam kondisi alam semesta yang mengembang dan
mendingin pada awal beberapa menit kemunculan alam
semesta sebagaimana yang diuraikan secara terperinci
dan logis oleh nukleosintesis ledakan dahsyat.
Fred Hoyle mencetuskan istilah Big Bang pada sebuah
siaran radio tahun 1949. Dilaporkan secara luas bahwa,
Hoyle yang mendukung model kosmologis alternatif
"keadaan tetap" bermaksud menggunakan istilah ini
secara peyoratif, tetapi Hoyle secara eksplisit
membantah hal ini dan mengatakan bahwa istilah ini
hanyalah digunakan untuk menekankan perbedaan
antara dua model kosmologis ini.[11][12][13] Hoyle
kemudian memberikan sumbangsih yang besar dalam
usaha para fisikawan untuk memahami nukleosintesis
bintang yang merupakan lintasan pembentukan unsur-
unsur berat dari unsur-unsur ringan secara reaksi nuklir.
Setelah penemuan radiasi latar belakang gelombang
mikro kosmis pada tahun 1964, kebanyakan ilmuwan
mulai menerima bahwa beberapa skenario teori ledakan
dahsyat haruslah pernah terjadi
Isi
Sejarah dan perkembangan teori
Teori ledakan dahsyat dikembangkan berdasarkan
pengamatan pada stuktur alam semesta beserta
pertimbangan teoritisnya. Pada tahun 1912, Vesto
Slipher adalah orang yang pertama mengukur efek
Doppler pada "nebula spiral" (nebula spiral merupakan
istilah lama untuk galaksi spiral), dan kemudian
diketahui bahwa hampir semua nebula-nebula itu
menjauhi bumi. Ia tidak berpikir lebih jauh lagi mengenai
implikasi fakta ini, dan sebenarnya pada saat itu,
terdapat kontroversi apakah nebula-nebula ini adalah
"pulau semesta" yang berada di luar galaksi Bima
Sakti.[14][15]
Sepuluh tahun kemudian, Alexander Friedmann,
seorang kosmologis dan matematikawan Rusia,
menurunkan persamaan Friedmann dari
persamaan relativitas umum Albert Einstein. Persamaan
ini menunjukkan bahwa alam semesta mungkin
mengembang dan berlawanan dengan model alam
semesta yang statis seperti yang diadvokasikan oleh
Einstein pada saat itu.[16]
Pada tahun 1924, pengukuran Edwin Hubble akan jarak
nebula spiral terdekat menunjukkan bahwa ia
sebenarnya merupakan galaksi lain. Georges
Lemaître kemudian secara independen menurunkan
persamaan Friedmann pada tahun 1927 dan
mengajukan bahwa resesi nebula yang disiratkan oleh
persamaan tersebut diakibatkan oleh alam semesta
yang mengembang.[17]
Pada tahun 1931 Lemaître lebih jauh lagi mengajukan
bahwa pengembangan alam semesta seiring dengan
berjalannya waktu memerlukan syarat bahwa alam
semesta mengerut seiring berbaliknya waktu sampai
pada suatu titik di mana seluruh massa alam semesta
berpusat pada satu titik, yaitu "atom purba" di mana
waktu dan ruang bermula.[18]
Mulai dari tahun 1924, Hubble mengembangkan sederet
indikator jarak yang merupakan cikal bakal tangga jarak
kosmis menggunakan teleskop Hooker 100-inci
(2500 mm) di Observatorium Mount Wilson. Hal ini
memungkinkannya memperkirakan jarak antara galaksi-
galaksi yang pergeseran merahnya telah diukur,
kebanyakan oleh Slipher. Pada tahun 1929, Hubble
menemukan korealsi antara jarak dan kecepatan resesi,
yang sekarang dikenal sebagai hukum
Hubble.[7][19] Lemaître telah menunjukan bahwa ini yang
diharapkan, mengingat prinsip kosmologi.[20]

Gambaran artis mengenai satelit WMAP yang


mengumpulkan berbagai data untuk membantu para
ilmuwan memahami ledakan dahsyat
Semasa tahun 1930-an, gagasan-gagasan lain diajukan
sebagai kosmologi non-standar untuk menjelaskan
pengamatan Hubble, termasuk pula model
Milne,[21] alam semesta berayun (awalnya diajukan oleh
Friedmann, tetapi diadvokasikan oleh Albert
Einstein dan Richard Tolman)[22] dan hipotesis cahaya
lelah (tired light) Fritz Zwicky.[23]
Setelah Perang Dunia II, terdapat dua model kosmologis
yang memungkinkan. Satunya adalah model keadaan
tetap Fred Hoyle, yang mengajukan bahwa materi-
materi baru tercipta ketika alam semesta tampak
mengembang. Dalam model ini, alam semesta
hampirlah sama di titik waktu manapun.[24]
Model lainnya adalah teori ledakan dahsyat Lemaître,
yang diadvokasikan dan dikembangkan oleh George
Gamow, yang kemudian
memperkenalkan nukleosintesis ledakan dahsyat (Big
Bang Nucleosynthesis, BBN)[25] dan yang kaitkan
oleh, Ralph Alpher dan Robert Herman, sebagai radiasi
latar belakang gelombang mikro kosmis (cosmic
microwave background radiation, CMB).[26] Ironisnya,
justru adalah Hoyle yang mencetuskan istilah big
bang untuk merujuk pada teori Lemaître dalam suatu
siaran radio BBC pada bulan Maret 1949.[27][cat 1]
Untuk sementara, dukungan para ilmuwan terbagi
kepada dua teori ini. Pada akhirnya, bukti-bukti
pengamatan memfavoritkan teori ledakan dahsyat.
Penemuan dan konfirmasi radiasi latar belakang
gelombang mikro kosmis pada tahun
1964[28] mengukuhkan ledakan dahsyat sebagai teori
yang terbaik dalam menjelaskan asal usul dan evolusi
kosmos. Kebanyakan karya kosmologi zaman sekarang
berkutat pada pemahaman bagaimana galaksi terbentuk
dalam konteks ledakan dahsyat, pemahaman mengenai
keadaan alam semesta pada waktu-waktu terawalnya,
dan merekonsiliasi pengamatan kosmis dengan teori
dasar.
Berbagai kemajuan besar dalam kosmologi ledakan
dahsyat telah dibuat sejak akhir tahun 1990-an,
utamanya disebabkan oleh kemajuan besar dalam
teknologi teleskop dan analisis data yang berasal dari
satelit-satelit seperti COBE,[29] Teleskop luar angkasa
Hubble dan WMAP.[30]
Tinjauan
Garis waktu ledakan dahsyat
Ekstrapolasi pengembangan alam semesta seiring
mundurnya waktu menggunakan relativitas
umum menghasilkan kondisi masa jenis dan suhu alam
semesta yang tak terhingga pada suatu waktu pada
masa lalu.[31] Singularitas ini mensinyalkan runtuhnya
keberlakuan relativitas umum pada kondisi tersebut.
Sedekat mana kita dapat berekstrapolasi menuju
singularitas diperdebatkan, tetapi tidaklah lebih awal
daripada masa Planck. Fase awal yang panas dan
padat itu sendiri dirujuk sebagai "the Big Bang",[cat 2] dan
dianggap sebagai "kelahiran" alam semesta kita.
Didasarkan pada pengukuran pengembangan
menggunakan Supernova Tipe Ia, pengukuran fluktuasi
temperatur pada latar gelombang mikro kosmis, dan
pengukuran fungsi korelasi galaksi, alam semesta
memiliki usia 13,73 ± 0.12 miliar tahun.[32] Kecocokan
hasil ketiga pengukuran independen ini dengan kuat
mendukung model ΛCDM yang mendeskripsikan secara
mendetail kandungan alam semesta.
Fase terawal ledakan dahsyat penuh dengan spekulasi.
Model yang paling umumnya digunakan mengatakan
bahwa alam semesta terisi secara homogen dan
isotropis dengan rapatan energi yang sangat
tinggi, tekanan dan temperatur yang sangat besar, dan
dengan cepat mengembang dan mendingin. Kira-kira
10−37 detik setelah pengembangan, transisi
fase menyebabkan inflasi kosmis, yang sewaktu itu
alam semesta mengembang secara
eksponensial.[33] Setelah inflasi berhenti, alam semesta
terdiri dari plasma kuark-gluon beserta partikel-partikel
elementer lainnya.[34]
Temperatur pada saat itu sangat tinggi sehingganya
kecepatan gerak partikel mencapai
kecepatan relativitas, dan produksi pasangan segala
jenis partikel terus menerus diciptakan dan dihancurkan.
Sampai dengan suatu waktu, reaksi yang tak diketahui
yang disebut bariogenesis melanggar kekekalan
jumlah barion dan menyebabkan
jumlah kuark dan lepton lebih banyak daripada antikuark
dan antilepton sebesar satu per 30 juta. Ini
menyebabkan dominasi materi melebihi antimateri pada
alam semesta.[35]
Ukuran alam semesta terus membesar dan temperatur
alam semesta terus menurun, sehingga energi tiap-tiap
partikel terus menurun. Transisi fase perusakan
simetri membuat gaya-gaya dasar fisika dan parameter-
parameter partikel elementer berada dalam kondisi yang
sama seperti sekarang.[36] Setelah kira-kira 10−11 detik,
gambaran ledakan dahsyat menjadi lebih jelas oleh
karena energi partikel telah menurun mencapai energi
yang bisa dicapai oleh eksperimen fisika partikel.
Pada sekitar 10−6 detik, kuark dan gluon bergabung
membentuk barion seperti proton dan neutron. Kuark
yang sedikit lebih banyak daripada antikuark membuat
barion sedikit lebih banyak daripada antibarion.
Temperatur pada saat ini tidak lagi cukup tinggi untuk
menghasilkan pasangan proton-antiproton, sehingga
yang selanjutnya terjadi adalah pemusnahan massal,
menyisakan hanya satu dari 1010 proton dan neutron
terdahulu. Setelah pemusnahan ini, proton, neutron, dan
elektron yang tersisa tidak lagi bergerak secara
relativistik dan rapatan energi alam semesta didominasi
oleh foton (dengan sebagian kecil berasal dari neutrino).
Beberapa menit semasa pengembangan, ketika
temperatur sekitar satu miliar Kelvin dan rapatan alam
semesta sama dengan rapatan udara, neutron
bergabung dengan proton dan membentuk inti
atom deuterium dan helium dalam suatu proses yang
dikenal sebagai nukleosintesis ledakan
dahsyat.[37] Kebanyakan proton masih tidak terikat
sebagai inti hidrogen. Seiring dengan mendinginnya
alam semesta, rapatan energi massa rihat materi secara
gravitasional mendominasi. Setelah 379.000 tahun,
elektron dan inti atom bergabung menjadi atom
(kebanyakan berupa hidrogen) dan radiasi materi mulai
berhenti. Sisa-sisa radiasi ini yang terus bergerak
melewati ruang semesta dikenal sebagai radiasi latar
gelombang mikro kosmis.[38]
Medan Ultra Dalam Hubble memperlihatkan galaksi-
galaksi dari zaman dahulu ketika alam semesta masih
muda, lebih padat, dan lebih hangat menurut teori
ledakan dahsyat.
Selama periode yang sangat panjang, daerah-daerah
alam semesta yang sedikit lebih rapat mulai menarik
materi-materi sekitarnya secara gravitasional,
membentuk awan gas, bintang, galaksi, dan objek-objek
astronomi lainnya yang terpantau sekarang. Detail
proses ini bergantung pada banyaknya dan jenis materi
alam semesta. Terdapat tiga jenis materi yang
memungkinkan, yakni materi gelap dingin, materi gelap
panas, dan materi barionik. Pengukuran terbaik yang
didapatkan dari WMAP menunjukkan bahwa bentuk
materi yang dominan dalam alam semesta ini adalah
materi gelap dingin. Dua jenis materi lainnya hanya
menduduki kurang dari 18% materi alam semesta.[32]
Bukti-bukti independen yang berasal dari supernova tipe
Ia dan radiasi latar belakang gelombang mikro
kosmis menyiratkan bahwa alam semesta sekarang
didominasi oleh sejenis bentuk energi misterius yang
disebut sebagai energi gelap, yang tampaknya
menembus semua ruang. Pengamatan ini
mensugestikan bahwa 72% total rapatan energi alam
semesta sekarang berbentuk energi gelap. Ketika alam
semesta masih sangat muda, kemungkinan besar ia
telah disusupi oleh energi gelap, tetapi dalam ruang
yang sempit dan saling berdekatan. Pada saat itu,
gravitasi mendominasi dan secara perlahan
memperlambat pengembangan alam semesta. Namun,
pada akhirnya, setelah beberapa miliar tahun
pengembangan, energi gelap yang semakin berlimpah
menyebabkan pengembangan alam semesta mulai
secara perlahan semakin cepat.
Segala evolusi kosmis yang terjadi setelah periode
inflasioner ini dapat secara ketat dideskripsikan dan
dimodelkan oleh model ΛCDM, yang menggunakan
kerangka mekanika kuantum dan relativitas umum
Einstein yang independen. Sebagaimana yang telah
disebutkan, tiada model yang dapat menjelaskan
kejadian sebelum 10−15 detik setelah kejadian ledakan
dahsyat. Teori kuantum gravitasi diperlukan untuk
mengatasi batasan ini.
Asumsi-asumsi dasar
Teori ledakan dahsyat bergantung kepada dua asumsi
utama: universalitas hukum fisika dan prinsip kosmologi.
Prinsip kosmologi menyatakan bahwa dalam skala yang
besar alam semesta bersifat homogen dan isotropis.
Kedua asumsi dasar ini awalnya dianggap sebagai
postulat, tetapi beberapa usaha telah dilakukan untuk
menguji keduanya. Sebagai contohnya, asumsi bahwa
hukum fisika berlaku secara universal diuji melalui
pengamatan ilmiah yang menunjukkan bahwa
penyimpangan terbesar yang mungkin terjadi
pada tetapan struktur halus sepanjang usia alam
semesta berada dalam batasan 10−5.[39]
Apabila alam semesta tampak isotropis sebagaimana
yang terpantau dari bumi, prinsip komologis dapat
diturunkan dari prinsip Kopernikus yang lebih
sederhana. Prinsip ini menyatakan bahwa bumi,
maupun titik pengamatan manapun, bukanlah posisi
pusat yang khusus ataupun penting. Sampai dengan
sekarang, prinsip kosmologis telah berhasil
dikonfirmasikan melalui pengamatan pada radiasi latar
gelombang mikro kosmis.
Metrik FLRW
Artikel utama: Metrik Friedmann–Lemaître–Robertson–
Walker
Relativitas umum mendeskripsikan ruang-waktu
menggunakan metrik yang menjelaskan jarak kedua titik
yang terpisah satu sama lainnya. Titik ini, yang dapat
berupa galaksi, bintang, ataupun objek lainnya,
ditunjukkan menggunakan peta koordinat yang berada
di keseluruhan ruang waktu. Prinsip kosmologis
menyiratkan bahwa metrik ini
haruslah homogen dan isotropis dalam skala yang
besar. Satu-satunya metrik yang memenuhi persyaratan
ini adalah metrik Friedmann–Lemaître–Robertson–
Walker (metrik FLRW). Metrik ini mengandung faktor
skala yang menentukan seberapa besar alam semesta
berubah seiring dengan berjalannya waktu. Hal ini
memungkinkan kita untuk membuat sistem
koordinat yang dapat dipilih dengan praktis,
yaitu koordinat segerak (comoving coordinate).
Dalam sistem koordinat ini, kisi koordinat berekspansi
bersamaan dengan alam semesta yang mengembang,
sehingga objek yang bergerak karena pengembangan
alam semesta akan berada pada titik yang sama dalam
sistem koordinat ini. Walaupun jarak koordinat (jarak
segerak) kedua titik tetap konstan, jarak fisik antara dua
titik akan meningkat sesuai dengan faktor skala alam
semesta.[40]
Ledakan Dahsyat bukanlah kejadian penghamburan
materi ke seluruh ruang semesta yang kosong.
Melainkan ruang tersebut berekspansi seiring dengan
waktu dan meningkatkan jarak fisik antara dua titik yang
bersegerak. Karena metrik FLRW mengasumsikan
distribusi massa dan energi yang merata, metrik ini
hanya berlaku pada skala yang besar.
Horizon
Artikel utama: Horizon kosmologis
Salah satu ciri penting pada ruang waktu Ledakan
Dahsyat adalah keberadaan horizon. Oleh karena alam
semesta memiliki usia yang terbatas, dan cahaya
bergerak dengan kecepatan yang terbatas pula, maka
akan terdapat berbagai kejadian pada masa lalu yang
cahayanya belum mencapai kita. Hal ini akan
membatasi kita dalam mengamati objek terjauh alam
semesta (horizon masa lalu). Sebaliknya, karena ruang
itu sendiri berekspansi dan objek yang semakin jauh
akan menjauh semakin cepat, cahaya yang dipancarkan
oleh kita tidak akan pernah mencapai objek jauh
tersebut. Batasan ini disebut sebagai horizon masa
depan, yang membatasi kejadian-kejadian pada masa
depan yang kita dapat pengaruhi.
Keberadaan dua horizon ini bergantung pada
penjelasan detail model FLRW mengenai alam semesta
kita. Pemahaman kita mengenai alam semesta pada
waktu-waktu terawalnya menyiratkan terdapatnya
horizon masa lalu, walaupun pandangan kita juga akan
dibatasi oleh buramnya alam semesta pada waktu-
waktu terawalnya. Oleh karena itu, kita tidak dapat
memandang masa lalu lebih jauh daripada yang kita
dapat pandang sekarang, walaupun horizon masa lalu
akan menyusut dalam ruang. Jika pengembangan akan
semesta terus berakselerasi, maka akan terdapat pula
horizon masa depan..[41]
Bukti pengamatan
Terdapat beberapa bukti pengamatan langsung yang
mendukung model Ledakan Dahsyat,
yaitu pengembangan Hubble terpantau pada geseran
merah galaksi, pengukuran mendetail pada latar
belakang gelombang mikro kosmis, kelimpahan unsur-
unsur ringan, dan distribusi skala besar beserta evolusi
galaksi[42] yang diprediksikan terjadi karena
pertumbuhan gravitasional struktur dalam teori standar.
Keempat bukti ini kadang-kadang disebut "empat pilar
teori Ledakan Dahsyat".[43]
Hukum Hubble dan pengembangan ruang
Artikel utama: Hukum Hubble dan Pengembangan
metrik ruang
Pengamatan pada galaksi dan kuasar yang jauh
menunjukkan bahwa objek-objek ini
mengalami pergeseran merah, yakni bahwa
pancaran cahaya objek ini telah bergeser menuju
panjang gelombang yang lebih panjang. Pergeseran ini
dapat dilihat dengan mengambil spektrum
frekuensi suatu objek dan mencocokkannya dengan
pola spektroskopi garis emisi ataupun garis
absorpsi atom suatu unsur kimia yang berinteraksi
dengan cahaya. Pergeseran ini secara merata isotropis,
dan terdistribusikan merata di kesemuaan objek
terpantau di seluruh arah pantauan. Jika geseran
merah ini diinterpretasikan sebagai geseran
Doppler, kecepatan mundur suatu objek dapat
dikalkulasi. Untuk beberapa galaksi, dimungkinkan pula
perkiraan jarak menggunakan tangga jarak kosmis.
Ketika kecepatan mundur dipetakan terhadap jaraknya,
hubungan linear yang dikenal sebagai hukum
Hubble akan terpantau:[7]
v = H0D,
dengan
 v adalah kecepatan mundur suatu galaksi ataupun
objek lainnya,
 D adalah jarak segerak terhadap objek tersebut,

dan
 H0 adalah konstanta Hubble, yang nilai

pengukurannya adalah 70,4 +1,3−1,4 km/s/Mpc.[32]


Hukum Hubble memiliki dua penjelasan, yaitu kita
berada pada pusat pengembangan galaksi (yang
tidak mungkin sesuai dengan prinsip Kopernikus),
atapun alam semesta mengembang secara merata ke
mana-mana. Pengembangan alam semesta ini
diprediksikan dari relativitas umum oleh Alexander
Friedmann pada tahun 1922[16] dan Georges
Lemaître pada tahun 1927,[17] sebelum Hubble
melakukan analisi beserta pengamatannya pada
tahun 1929.
Teori ini mempersyaratkan bahwa
hubungan v = HD berlaku sepanjang masa,
dengan D adalah jarak segerak, v adalah kecepatan
mundur, dan v, H, D bervariasi seiring dengan
mengembangnya alam semesta (oleh karenanya kita
menulis H0 untuk menandakannya sebagai
"konstanta" Hubble sekarang). Untuk jarak yang lebih
kecil daripada alam semesta teramati, geseran merah
Hubble dapat dianggap sebagai geseran Doppler
yang sesuai dengan kecepatan mundur v. Namun,
geseran merah ini bukan geseran Doppler sejatinya,
tetapi merupakan akibat dari pengembangan alam
semesta antara waktu cahaya tersebut dipancarkan
dengan waktu cahaya tersebut dideteksi.[44]
Bahwa alam semesta mengalami pengembangan
metrik ditunjukkan oleh bukti pengamatan
langsung prinsip kosmologis dan prinsip
Kopernikus. Pergeseran merah yang terpantau pada
objek-objek yang jauh
sangat isotropis dan homogen.[7] Hal ini mendukung
prinsip kosmologis bahwa alam semesta tampaklah
sama di keseluruhan arah pantauan. Apabila
pergeseran merah yang terpantau merupakan akibat
dari suatu ledakan di titik pusat yang jauh dari kita,
maka pergeseran merahnya tidak akan sama di
setiap arah pantauan.
Pengukuran pada efek-efek radiasi latar belakang
gelombang mikro kosmis terhadap dinamika sistem
astrofisika yang jauh pada tahun 2000 membuktikan
kebenaran prinsip Kopernikus, yakni bahwa Bumi
bukanlah posisi pusat alam semesta.[45] Radiasi yang
berasal dari Ledakan Dahsyat ditunjukkan cukup
hangat pada masa-masa awalnya di seluruh alam
semesta. Pendinginan yang merata pada latar
belakang gelombang mikro kosmis selama miliaran
tahun hanya dapat dijelaskan apabila alam semesta
mengalami pengembangan metrik dan kita tidak
berada dekat dengan pusat suatu ledakan.
Radiasi latar belakang gelombang mikro kosmis
Artikel utama: Radiasi latar belakang gelombang
mikro kosmis
Citra WMAP yang menunjukkan radiasi latar belakang
gelombang mikro kosmis
Semasa beberapa hari pertama alam semesta, alam
semesta berada dalam keadaan kesetimbangan
termal, dengan foton secara berkesinambungan
dipancarkan dan kemudian diserap. Hal ini kemudian
menghasilkan radiasi spektrum benda hitam.
Seiring dengan mengembangnya alam semesta,
temperatur alam semesta menurun sehingganya
foton tidak lagi dapat diciptakan maupun dihancurkan.
Temperatur ini masih cukup tinggi bagi elektron dan
inti untuk terus berpisah tanpa terikat satu sama
lainnya. Walau demikian, foton terus "dipantulkan"
dari elektron-elektron bebas ini melalui suatu proses
yang disebut hamburan Thompson. Oleh karena
hamburan yang terjadi berulang-ulang, alam semesta
pada masa-masa awalnya akan tampak buram oleh
cahaya.
Ketika temperatur jatuh mencapai beberapa
ribu Kelvin, elektron dan inti atom mulai bergabung
membentuk atom. Proses ini disebut
sebagai rekombinasi. Karena foton jarang
dihamburkan dari atom netral, radiasi akan berhenti
dipancarkan dari materi ketika hampir semua elektron
telah berekombinasi. Proses ini terjadi 379.000 tahun
setelah Ledakan Dahysat, dikenal sebagai zaman
penghamburan terakhir. Foton-foton terakhir inilah
yang kita pantau pada radiasi latar belakang
gelombang mikro kosmis pada masa sekarang.
Pola-pola fluktuasi radiasi latar ini merupakan
gambaran langsung alam semesta pada masa-masa
awalnya. Energi foton yang berasal pada zaman
penghamburan terakhir akan mengalami pergeseran
merah seiring dengan mengembangnya alam
semesta. Spektrum yang dipancarkan oleh foton ini
akan sama dengan spektrum radiasi benda hitam,
tetapi dengan temperatur yang menurun. Hal ini
mengakibatkan radiasi foton ini bergeser ke
daerah gelombang mikro. Radiasi ini diperkirakan
terpantau di setiap titik pantauan di alam semesta dan
datang dari semua arah dengan intensitas radiasi
yang (hampir) sama.
Pada tahun 1964, Arno Penzias dan Robert
Wilson secara tidak sengaja menemukan radiasi latar
belakang kosmis ketika mereka sedang melakukan
pemantau diagnostik menggunakan
penerima gelombang mikro yang dimiliki
oleh Laboratorium Bell.[28] Penemuan mereka
memberikan konfirmasi yang substansial mengenai
prediksi radiasi latar bahwa radiasi ini bersifat
isotropis dan konsisten dengan spektrum benda hitam
pada 3 K. Penzias dan Wilson kemudian
dianugerahi penghargaan Nobel atas penemuan
mereka.
Spektrum latar belakang gelombang mikro kosmis
yang diukur oleh intrumen FIRAS pada satelit
COBE merupakan spektrum benda hitam berpresisi
paling tinggi yang pernah diukur di alam.[46] Titik-titik
data beserta ambang batas kesalahan pengukuran
pada grafik di atas tertutup oleh kurva teoretis,
menunjukkan kepresisian pengukuran yang sangat
tinggi.
Pada tahun 1989, NASA meluncurkan
satelit COBE (Cosmic Background Explorer -
Penjelajah latar belakang kosmis). Hasil penemuan
awal satelit ini yang dirilis pada tahun 1990 konsisten
dengan prediksi Ledakan Dahsyat.
COBE menemukan pula temperatur sisa alam
semesta sebesar 2,726 K dan pada tahun 1992 untuk
pertama kalinya mendeteksi fluktuasi (anisotropi)
pada radiasi latar belakang gelombang mikro dengan
tingkatan sebesar satu per 105.[29] John C.
Mather dan George Smoot dianugerahi Nobel atas
kepemimpinan mereka dalam proyek ini. Anisotropi
latar belakang gelombang mikro kosmis diinvestigasi
lebih lanjut oleh sejumlah besar eksperimen yang
dilakukan di darat maupun menggunakan balon. Pada
tahun 2000-2001, beberapa eksperimen,
utamanya BOOMERanG, menemukan bahwa alam
semesta hampir secara spasial rata dengan
mengukur ukuran sudut anisotropi. (Lihat bentuk alam
semesta.)
Pada awal tahun 2003, hasil penemuan
pertama WMAP (Wilkinson Microwave Anisotropy
Probe) dirilis, menghasilkan nilai terakurat beberapa
parameter-parameter kosmologis. Wahana antariksa
ini juga membantah beberapa model inflasi kosmis,
tetapi masih konsisten dengan teori inflasi secara
umumnya.[30] WMAP juga mengonfirmasi bahwa
selautan neutrino kosmis merembes di keseluruhan
alam semesta. Ini merupakan bukti yang jelas bahwa
bintang-bintang pertama memerlukan lebih dari
setengah miliar tahun untuk menciptakan kabut
kosmis.
Kelimpahan unsur-unsur primordial
Artikel utama: Nukleosintesis Ledakan Dahsyat
Menggunakan model Ledakan Dahsyat, kita dapat
memperkirakan konsentrasi helium-4, helium-
3, deuterium dan litium-7 yang ada di seluruh alam
semesta berbanding dengan jumlah hidrogen
biasa.[37] Kelimpahan kesemuaan unsur ini
bergantung pada satu parameter, yakni
rasio foton terhadap barion, yang nilainya dapat
dihitung secara independen dari detail struktur
fluktuasi latar belakang gelombang mikro kosmis.
Rasio yang diprediksikan (rasio massa) adalah sekitar
0,25 untuk 4He/H, sekitar 10−3 untuk 2H/H, sekitar
10−4 untuk 3He/H dan sekitar 10−9 untuk 7Li/H.[37]
Hasil prediksi ini sesuai dengan hasil pengukuran,
paling tidak untuk kelimpahan yang diprediksikan dari
nilai tunggal rasio barion terhadap foton. Kesesuaian
ini cukup baik untuk deuterium, tetapi terdapat
diskrepansi yang kecil untuk 4He dan 7Li. Dalam
kasus helium dan litium, terdapat ketidakpastian
sistematis yang cukup besar. Walau demikian,
konsistensi prediksi ini secara umumnya memberikan
bukti yang kuat akan terjadinya Ledakan Dahsyat.[47]
Evolusi dan distribusi galaksi
Artikel utama: Pembentukan dan evolusi galaksi

Panorama langit yang menunjukkan distribusi galaksi


di luar Bimasakti.
Pengamatan mendetail terhadap morfologi dan
distribusi galaksi beserta kuasar memberikan bukti
yang kuat akan terjadinya Ledakan Dahsyat.
Perpaduan antara pengamatan dengan teori
menunjukkan bahwa galaksi-galaksi beserta kuasar-
kuasar pertama terbentuk sekitar satu miliar tahun
setelah Ledakan Dahysyat. Sejak itu pula, berbagai
struktur astronomi lainnya yang lebih besar
seperti gugusan galaksi mulai terbentuk. Populasi
bintang-bintang terus berevolusi dan menua,
sehingga galaksi jauh (yang pemantaunnya
menunjukkan keadaan galaksi tersebut pada masa
awal alam semesta) tampak sangat berbeda dari
galaksi dekat. Selain itu, galaksi-galaksi yang baru
saja terbentuk tampak sangat berbeda dengan
galaksi-galaksi yang terbentuk sesaat setelah
Ledakan Dahsyat. Pengamatan ini membantah model
keadaan tetap. Pengamatan pada pembentukan
bintang, distribusi kuasar dan gaklasi, sesuai dengan
simulasi pembentukan alam semesta yang
diakibatkan oleh Ledakan Dahysat.[48][49]
Bukti-bukti lainnya
Setelah melalui beberapa perdebatan, umur alam
semesta yang diperkirakan dari pengembangan
Hubble dan radiasi latar belakang gelombang mikro
kosmis telah menunjukkan kecocokan yang sama
(sedikit lebih tua) dengan usia bintang-bintang tertua
alam semesta.
Prediksi bahwa temperatur radiasi latar belakang
gelombang mikro kosmis lebih tinggi pada masa
lalunya telah didukung secara eksperimental dengan
mengamati garis-garis emisi kabut gas yang sensitif
terhadap temperatur pada pergeseran merah yang
tinggi. Prediksi ini juga menyiratkan bahwa amplitudo
dari efek Sunyaev–Zel'dovich dalam gugusan
galaksi tidak tergantung secara langsung pada
geseran merah.
Ciri, persoalan, dan masalah
Walaupun sekarang ini teori Ledakan Dahsyat
mendapatkan dukungan yang luas dari para ilmuwan,
dalam sejarahnya, berbagai persoalan dan masalah
pada teori ini pernah memicu kontroversi ilmiah
mengenai model mana yang paling baik dalam
menjelaskan pengamatan kosmologis yang ada.
Banyak dari persoalan dan masalah teori Ledakan
Dahsyat telah mendapatkan solusinya, baik melalui
modifikasi pada teori itu sendiri maupun melalui
pengamatan lebih lanjut yang lebih baik.
Gagasan-gagasan inti Ledakan Dahsyat yang terdiri
dari pengembangan alam semesta, keadaan awal
alam semesta yang panas, pembentukan helium, dan
pembentukan galaksi, diturunkan dari banyak
pengamatan yang tak tergantung pada model
kosmologis mana pun. Walau bagaimanapun, model
cermat Ledakan Dahsyat memprediksikan berbagai
feomena fisika yang tak pernah terpantau di Bumi
maupun terdapat pada Model Standar fisika partikel.
Utamanya, materi gelap merupakan topik investigasi
ilmiah yang mendapatkan perhatian yang
luas.[50] Persoalan lainnya seperti masalah halo
taring dan masalah galaksi katai dari materi gelap
dingin tidak sefatal penjelasan materi gelap karena
penyelesaian atas masalah tersebut telah ada dan
hanya memerlukan perbaikan lebih lanjut pada teori
Ledakan Dahsyat. Energi gelap juga merupakan topik
investigasi yang menarik perhatian ilmuwan, tetapi
tidaklah jelas apakah pendeteksian langsung energi
gelap dimungkinkan atau tidak.[51]
Di sisi lain, inflasi kosmos dan bariogenesis masih
sangat spekulatif. Keduanya sangat penting dalam
menjelaskan keadaan awal alam semesta, tetapi tidak
dapat digantikan dengan penjelasan alternatif lainnya
tanpa mengubah teori Ledakan Dahsyat secara
keseluruhan.[cat 3] Pencarian akan penjelasan yang
tepat atas fenomena-fenomena tersebut menjawab
pada masalah yang belum terpecahkan dalam fisika.
Masalah horizon
Artikel utama: Masalah horizon
Masalah horizon mencuat diakibatkan oleh premis
bahwa informasi tidak dapat bergerak melebihi
kecepatan cahaya. Dengan usia alam semesta yang
terbatas, akan terdapat horizon partikel yang
memisahkan dua daerah dalam ruang alam semesta
yang tidak memiliki hubungan kontak sebab
akibat.[52] Isotropi radiasi latar yang terpantau
menimbulkan masalah, karena apabila alam semesta
telah didominasi oleh radiasi ataupun materi
sepanjang waktunya di mulai dari masa
penghamburan terakhir, horizon partikel pada masa
itu haruslah berkoresponden sekitar 2 derajat di
langit, dan tidak akan terdapat mekanisme apapun
yang menyebabkan daerah lainnya yang dibatasi
partikel horizon untuk memiliki temperatur yang sama.
Penyelesaian atas inkonsistensi ini dijelaskan
oleh teori inflasi, yakni medan energi skalar yang
isotropis dan homogen mendominasi alam semesta
pada periode waktu terawalnya (sebelum
bariogenesis). Semasa inflasi, alam semesta
mengalami pengembangan eksponensial dan horizon
partikel berkembang lebih cepat daripada yang kita
asumsikan sebelumnya, sehingga daerah yang
sekarang ini berada berseberangan dengan alam
semesta teramati akan melangkaui partikel horizon
satu sama lainnya . Isotropi radiasi latar yang
terpantau kemudian akan menunjukkan bahwa
daerah yang lebih luas ini pernah berada dalam
hubungan kontak sebab akibat sebelum terjadinya
inflasi.
Prinsip ketidakpastian Heisenberg memprediksikan
bahwa semasa fase inflasi, akan terdapat fluktuasi
termal kuantum. Fluktuasi ini berperan sebagai cikal
bakal keseluruhan struktur alam semesta. Teori inflasi
memprediksikan bahwa fluktuasi ini bersifat invariansi
skala dan berdistribusi normal, sebagaimana yang
dikonfirmasikan oleh pengukuran radiasi latar.
Masalah kerataan alam semesta
Artikel utama: Masalah kerataan

Geometri keseluruhan alam semesta ditentukan oleh


parameter kosmologis omega, apakah omega lebih
kecil, sama dengan, ataupun lebih besar daripada
satu.
Masalah kerataan alam semesta adalah masalah
pengamatan yang diasosiasikan dengan metrik
Friedmann–Lemaître–Robertson–Walker.[52] Alam
semesta bisa saja memiliki kelengkungan spasial
yang positif, negatif, maupun nol tergantung pada
rapatan energinya. Kelengkungan alam semesta
negatif apabila rapatan energinya lebih kecil
daripada rapatan kritisnya, positif apabila lebih besar
darinya, dan nol (rata) apabila sama besar
dengannya. Permasalahnnya adalah bahwa rapatan
energi alam semesta terus meningkat dan menjauhi
nilai rapatan kritis walaupun alam semesta tetap
hampir rata.[cat 4] Fakta bahwa alam semesta belum
mencapai Kematian Kalor maupun Remukan
Besar setelah miliaran tahun memerlukan penjelasan
yang memadai, karena beberapa menit setelah
Ledakan Dahsyat, massa jenis alam semesta
haruslah di bawah satu per 1014 dari nilai kritisnya
untuk tetap ada sampai sekarang.[53]
Penyelesaian masalah ini diselesaikan oleh teori
inflasi. Semasa inflasi, ruang waktu mengembang
sedemikiannya kelengkungannya dimuluskan.
Sehingganya, diteorikan bahwa inflasi ini mendorong
alam semesta untuk tetap hampir rata dengan
rapatan alam semesta yang hampir sama dengan
nilai rapatan kritisnya.
Monopol magnetik
Artikel utama: Monopol magnetik
Persoalan monopol magnetik dicetuskan pada akhir
tahun 1970-an. Teori manunggal
akbar memprediksikan kecacatan topologi ruang yang
akan bermanifestasi menjadi magnetik monopol.
Benda ini akan dihasilkan secara efisien pada awal
alam semesta yang panas, menghasilkan kerapatan
yang lebih tinggi daripada yang konsisten dengan
pemantauan . Masalah ini diselesaikan pula
oleh inflasi kosmos, yang menghilangkan semua titik-
titik cacat dari alam semesta teramati sebagaimana ia
mendorong geometri alam semesta menjadi rata.[52]
Resolusi alternatif terhadap masalah horizon,
kerataan, dan monopol magnetik diberikan pula
oleh hipotesis kelengkungan Weyl.[54][55]
Asimetri barion
Artikel utama: Asimetri barion
Sampai sekarang masih belum dimengerti mengapa
alam semesti memiliki jumlah materi yang lebih
banyak daripada antimateri.[35] Umumnya
diasumsikan bahwa ketika alam semesta masih
berusia muda dan sangat panas, ia berada dalam
kondisi kesetimbangan dan mengandung
sejumlah barion dan antibarion yang sama besarnya.
Namun, hasil pengamatan menyiratkan bahwa alam
semesta, termasuk pula yang berada di tempat
terjauh, hampir semuanya terdiri dari materi. Proses
misterius yang dikenal sebagai "bariogenesis"
menciptakan asimetri ini. Agar bariogenesis dapat
terjadi, syarat-syarat kondisi Sakharov harus
dipenuhi. Kondisi ini mempersyaratkan bahwa jumlah
barion tidak kekal, simetri-C dan simetri-CP dilanggar,
serta alam semesta menyimpang dari kesetimbangan
termodinamika.[56] Semua kondisi ini terjadi
dalam Model Standar, tetapi efeknya tidaklah cukup
kuat untuk menjelaskan asimetri barion.
Usia gugusan globular
Pada pertengahan tahun 1990-an, pengamatan
pada gugusan-gugusan globular menunjukkan hasil
yang tampaknya tidak konsisten dengan Ledakan
Dahsyat. Simulasi komputer yang cocok dengan
pemantauan pada populasi gugusan globular bintang
menunjukkan bahwa usia gugusan-gugusan ini
sekitar 15 miliar tahun. Hal ini berkontradiksi dengan
usia alam semesta yang berusia 13,7 miltar tahun.
Persoalan ini umumnya diselesaikan pada akhir tahun
1990-an dengan simulasi komputer yang baru yang
melibatkan efek pelepasan massa yang diakibatkan
oleh angin bintang. Simulasi baru ini menunjukkan
usia gugusan globular yang lebih muda.[57] Walau
demikian, masih terdapat pertanyaan yang
meragukan seberapa akurat usia gugusan ini diukur.
Tetapi yang jelas ada bahwa objek luar angkasa ini
merupakan salah satu yang tertua di alam semesta.
Materi gelap
Artikel utama: Materi gelap

Diagram yang menunjukkan komposisi berbagai


komponen alam semesta menurut model ΛCDM –
kira-kira 95% komposisi alam semesta berbentuk
materi gelap dan energi gelap
Semasa tahun 1970-an dan 1980-an, berbagai
pengamatan menunjukkan bahwa adanya
ketidakcukupan materi terpantau dalam alam
semesta yang dapat digunakan untuk menjelaskan
kekuatan gaya gravitasi antar dan intra galaksi. Hal ini
kemudian memunculkan gagasan bahwa 90% materi
alam semesta berupa materi gelap yang tidak
memancarkan cahaya maupun berinteraksi dengan
materi barion. Selain itu, asumsi bahwa alam semesta
terdiri dari materi normal akan menghasilkan prediksi
yang inkonsisten dengan hasil pengmatan.
Khususnya, alam semesta sekarang ini tampak lebih
berbongkah-bongkah dan mengandung lebih
sedikit deuterium. Hal ini tidak dapat dijelaskan tanpa
keberadaa materi gelap. Manakala pada awalnya
materi gelap ini cukup kontroversial, keberadaannya
telah terindikasikan dalam berbagai pengamatan,
meliputi anisotropi pada radiasi latar belakang
gelombang mikro, dispersi kecepatan gugusan
galaksi, kajian pada pelensaan gravitasi, dan
pengukuran sinar-X pada gugusan galaksi.[58]
Bukti keberadaan materi gelap kebanyakan berasal
dari pengaruh gravitasi materi ini terhadap materi lain.
Sampai saat ini, belum ada partikel materi gelap yang
telah terpantau di laboratorium.
Energi gelap
Artikel utama: Energi gelap
Pengukuran pada hubungan geseran
merah dengan magnitudo semu dari supernova tipe
Ia mengindikasikan bahwa pengembangan alam
semesta telah berakselerasi sejak alam semesta
berusia setengah kali lebih muda dari sekarang.
Untuk menjelaskan akselerasi ini, relativitas
umum mempersyaratkan bahwa kebanyakan energi
dalam alam semesta terdiri dari sebuah komponen
yang bertekanan negatif, atau diistilahkan "energi
gelap". Energi gelap diindikasikan oleh sederetan
bukti.
Pengukuran pada latar belakang gelombang mikro
kosmis mengindikasikan bahwa alam semesta hampir
secara spasial rata, sehingganya menurut relativitas
umum, alam semesta haruslah memiliki energi/massa
yang hampir sama dengan rapatan kritisnya. Namun,
rapatan alam semesta yang dihitung dari
penggugusan gravitasional menunjukkan bahwa ia
hanya sekitar 30% dari rapatan kritisnya.[20] Oleh
karena energi gelap tidak menggugus seperti energi
lainnya, energi gelap dapat menjelaskan rapatan
energi yang "hilang" itu.
Tekanan negatif merupakan salah satu ciri/sifat
dari energi vakum. Namun sifat persis energi gelap
masih misterius. Hasil ekperimen dari WMAP pada
tahun 2008 yang menggabungkan data dari radiasi
latar belakang dan sumber data lainnya menunjukkan
bahwa rapatan massa/energi alam semesta
utamanya terdiri dari 73% energi gelap, 23% materi
gelap, 4,6% materi biasa, dan kurang dari 1%-nya
neutrino.[32]
Rapatan energi dalam materi menurun seiring dengan
mengembangnya alam semesta, tetapi rapatan energi
gelap tetap (hampir) konstan. Oleh karenanya, materi
mendominasi keseluruhan energi total alam semesta
pada masa lalunya. Persentase ini akan menurun
pada masa depan seiring dengan semakin
dominannya energi gelap.
Masa depan menurut teori Ledakan Dahsyat
Sebelum diindikasikannya energi gelap, para
kosmologis umumnya mengajukan dua skenario
masa depan alam semesta. Jika rapatan massa alam
semesta lebih besar daripada rapatan kritisnya, maka
alam semesta akan mencapai ukuran maksimum dan
kemudian mulai runtuh. Alam semesta kemudian
menjadi lebih padat dan lebih panas kembali, dan
pada akhirnya akan mencapai Remukan Besar.[41]
Sebaliknya, apabila rapatan alam semesta sama atau
lebih kecil daripada rapatan kritisnya, pengembangan
alam semesta akan melambat namun tidak akan
pernah berhenti. Pembentukan bintang-bintang
kemudian akan berhenti karena semua gas antar
bintang di setiap galaksi telah habis dikonsumsi;
bintang-bintang yang ada kemudian akan terus
menjalani pembakaran nuklir menjadi katai
putih, bintang neutron, dan lubang hitam. Dengan
sangat perlahan, tumbukan antara katai putih, bintang
neutron, dan lubang hitam akan mengakibatkan
pembentukan lubang hitam yang lebih besar.
Temperatur rata-rata alam semesta akan secara
asimtotis mencapai nol mutlak (Pembekuan Besar).
Selain itu, apabila proton tidak stabil, maka materi-
materi barion akan menghilang dan menyisakan
hanya radiasi beserta lubang hitam. Pada akhirnya
pula, lubang-lubang hitam yang terbentuk akan
menguap dengan memancarkan radiasi
Hawking. Entropi alam semesta akan meningkat
sampai dengan taraf tiada lagi bentuk energi lain bisa
didapatkan dari entropi tersebut. Keadaan ini disebut
sebagai kematian kalor alam semesta.
Pengamatan modern menunjukkan bahwa
pengembangan alam semesta terus berakselerasi, ini
berarti bahwa semakin banyak bagian alam semesta
teramati sekarang akan terus melewati horizon
peristiwa kita dan tidak akan pernah berkontak
dengan kita lagi. Akibat akhir dari pengembangan
yang terus meningkat ini tidak diketahui.
Model ΛCDM alam semesta mengandung energi
gelap dalam bentuk konstanta kosmologi. Teori ini
mensugestikan bahwa hanya sistem yang terikat
secara gravitasional saja, misalnya galaksi, yang
akan terus terikat bersama. Namun, galaksi-galaksi
inipun akan mencapai kematian kalor seiring dengan
mengembang dan mendinginnya alam semesta.
Penjelasan alternatif lainnya yang disebut teori energi
fantom mensugestikan bahwa pada akhirnya
gugusan-gugusan galaksi, bintang, planet, atom, inti
atom, dan materi akan terkoyak oleh pengembangan
yang terus meningkat, dan keadaan ini disebut
sebagai Koyakan Besar.[59]
Fisika spekulatif melangkaui teori Ledakan Dahsyat

Konsep pengembangan alam semesta, di mana


ruang (termasuk bagian tak teramati alam semesta) di
wakili oleh potongan-potongan lingkaran seiring
dengan berjalannya waktu.
Manakala model Ledakan Dahsyat telah cukup
mapan dalam bidang kosmologi, sangat besar
kemungkinannya model ini akan terus diperbaiki pada
masa depan. Sampai sekarang, sangat sedikit sekali
yang kita ketahui mengenai masa-masa awal sejarah
alam semesta. Teorema singularitas Penrose-
Hawking mempersyaratkan
keberadaan singularitas pada awal kemunculan
waktu. Namun, teori ini mengasumsikan bahwa
teori relativitas umum berlaku, walaupun teori
relativitas umum haruslah tidak berlaku sebelum alam
semesta mencapai temperatur Planck. Penerapan
teori gravitasi kuantum yang tepat mungkin dapat
menghindari keberadaan singularitas ini.[60]
Terdapat beberapa gagasan beserta hipotesis tak
teruji yang diajukan:

 Model keadaan Hartle-Hawking, yang mana


keseluruhan ruang waktu terbatas; Ledakan
Dahsyat mewakili batasan waktu, tetapi tidak
memerlukan keberadaan singularitas,
 Model kekisi Ledakang Dahsyat] menyatakan
bahwa alam semesta pada saat Ledakan Dahsyat
terdiri atas sejumlah kekisi fermion yang terbatas
yang merambah domain fundamental, sehingganya
ia memiliki simetri rotasional, translasional, dan
tolok. Simetri ini merupakan simetri terbesar yang
dimungkinkan, sehingganya memiliki entropi
terendah dari keadaan manapun.
 Model kosmologi membran] yang mengajukan
bahwa inflasi terjadi diakibatkan oleh pergerakan
membran-membran dalam teori dawai; model pra-
Ledakan Dahsyat; model ekpirotik, yang mana
Ledakan Dahsyat merupakan akibat tumbukan
membran-membran; dan model siklik yang sama
dengan model ekpirotik tetapi tumbukan terjadi
secara berkala. Dalam model siklik, Ledakan
Dahsyat didahului oleh Remukan Besar dan alam
semesta terus menerus melalui siklus ini dari satu
proses ke proses lainnya.
Beberapa gagasan memandang Ledakan Dahsyat
sebagai suatu kejadian yang terjadi di alam semesta
yang lebih besar dan lebih tua dan bukanlah
kebermulaan alam semesta.
Penafsiran keagamaan
Teori Ledakan Dahsyat adalah teori ilmiah,
sehingganya kebenarannya tergantung pada
kecocokan teori ini dengan hasil pengamatan yang
ada. Namun, sebagai suatu teori, ia berkaitan dengan
asal usul realitas dan alam semesta, yang pada
akhirnya memiliki implikasi teologis dan filosofis akan
konsep penciptaan ex
nihilo.[67][68][69][70][71] Sebelumnya, pada dasawarsa
1920-an dan 1930-an, para kosmologis cenderung
mendukung model keadaan tetap alam semesta dan
beberapa kosmologis mengeluh bahwa adanya
permulaan waktu dalam Ledakan Dahsyat dapat
menyusupkan konsep-konsep keagamaan ke dalam
ilmu fisika; keberatan ini terus disuarakan oleh para
pendukung teori keadaan tetap.[72] Kecurigaan ini
lebih menjadi-jadi oleh karena pengusul teori Ledakan
Dahsyat, Monsignor Georges Lemaître, adalah
seorang biarawan Katolik Roma.
Sejak diterimanya teori Ledakan Dahsyat sebagai
paradigma kosmologi fisika yang dominan, terdapat
berbagai tanggapan yang berbeda dari kelompok-
kelompok keagamaan yang berbeda akan implikasi
teori ini terhadap doktrin penciptaan keagamaan
mereka. Beberapa menerima bukti-bukti ilmiah teori
Ledakan Dahsyat; contohnya, Paus Pius XII pada
pertemuan Pontificia Academia Scientiarum tanggal
22 November 1951 mendeklarasikan bahwa teori
Ledakan Dahsyat sesuai dengan konsep penciptaan
Katolik.[74] Yang lainnya berusaha merekonsiliasi teori
ini dengan ajaran agama mereka, dan ada pula yang
menolak maupun mengabaikan bukti teori ini
Kesalahan umum

Orang sering kali salah mengartikan dentuman besar


sebagai suatu ledakan yang menghamburkan materi
ke ruang hampa. Padahal dentuman besar bukanlah
suatu ledakan, bukan penghamburan materi ke ruang
kosong, melainkan suatu proses pengembangan
alam semesta itu sendiri. Dentuman besar adalah
proses pengembangan ruang-waktu. Bahkan istilah
'ledakan besar' sendiri merupakan istilah salah
kaprah.
Catatan
1. ^ Dilaporkan secara meluas bahwa Hoyle
bermaksud menggunakan istilah ini secara
peyoratif. Namun, Hoyle kemudian membantah
hal ini, mengatakan bahwa ini hanyalah untuk
menekankan perbedaan antara dua teori ini bagi
para pendengar radio. Lihat Bab 9 The Alchemy
of the Heavens oleh Ken Croswell, Anchor
Books, 1995.
2. ^ Tiada konsensus seberapa lama fase the Big
Bang ada. Biasanya paling tidak beberapa menit
awal kejadian ledakan (sewaktu helium
disintesis) dikatakan terjadi "sewaktu ledakan
dahsyat.
3. ^ Jika inflasi benar terjadi, bariogenesis juga
pasti pernah terjadi, tetapi tidak sebaliknya.
4. ^ Energi gelap digunakan untuk menjelaskan

kerataan alam semesta; walau demikian, alam


semesta tetap rata selama beberapa miliar tahun
bahkan sebelum rapatan energi gelap cukup
signifikan untuk mempertahankan kerataan alam
semesta.
Referensi
1. ^ Komatsu, E. (2009). "Five-Year Wilkinson
Microwave Anisotropy Probe Observations:
Cosmological Interpretation". Astrophysical
Journal Supplement. 180:
330. Bibcode:2009ApJS..180..330K. doi:10.1088
/0067-0049/180/2/330.
2. ^ Menegoni, Eloisa; et al. (2009), "New
constraints on variations of the fine structure
constant from CMB anisotropies", Physical
Review
D, 80 (8), doi:10.1103/PhysRevD.80.087302
3. ^ The Exploratorium (2000). "Origins: CERN:
Ideas: The Big Bang". Diakses tanggal 2010-09-
03.
4. ^ Jonathan Keohane (November 08, 1997). "Big
Bang theory". NASA's Imagine the Universe: Ask
an astrophysicist. Diakses tanggal 2010-09-03.
5. ^ Feuerbacher, B.; Scranton, R. (25 January
2006). "Evidence for the Big Bang". TalkOrigins.
Diakses tanggal 2009-10-16.
6. ^ Wright, E.L. (9 May 2009). "What is the
evidence for the Big Bang?". Frequently Asked
Questions in Cosmology. UCLA, Division of
Astronomy and Astrophysics. Diakses
tanggal 2009-10-16.
7. ^ a b c d Hubble, E. (1929). "A Relation Between
Distance and Radial Velocity Among Extra-
Galactic Nebulae". Proceedings of the National
Academy of Sciences. 15 (3): 168–
73. doi:10.1073/pnas.15.3.168. PMC 522427 
. PMID 16577160.
8. ^ Gibson, C.H. (21 January 2001). "The First
Turbulent Mixing and
Combustion" (PDF). IUTAM Turbulent Mixing
and Combustion.
9. ^ Gibson, C.H. (2001). "Turbulence And Mixing
In The Early Universe". arΧiv:astro-
ph/0110012 [astro-ph].
10. ^ Gibson, C.H. (2005). "The First Turbulent
Combustion".arΧiv:astro-ph/0501416 [astro-ph].
11. ^ "'Big bang' astronomer dies". BBC News. 22
August 2001. Diakses tanggal 2008-12-07.
12. ^ Croswell, K. (1995). "Chapter 9". The
Alchemy of the Heavens. Anchor Books.
13. ^ Mitton, S. (2005). Fred Hoyle: A Life in
Science. Aurum Press. hlm. 127.
14. ^ Slipher, V.M. "The Radial Velocity of the
Andromeda Nebula". Lowell Observatory
Bulletin. 1: 56–57.
15. ^ Slipher, V.M. "Spectrographic Observations
of Nebulae". Popular Astronomy. 23: 21–24.
16. ^ a b Friedman, A.A. (1922). "Über die
Krümmung des Raumes". Zeitschrift für
Physik. 10: 377–
386. doi:10.1007/BF01332580. (Jerman)
(Terjemahan Inggris di: Friedman, A. (1999). "On
the Curvature of Space". General Relativity and
Gravitation. 31: 1991–
2000. doi:10.1023/A:1026751225741.)
17. ^ a b Lemaître, G. (1927). "Un univers
homogène de masse constante et de rayon
croissant rendant compte de la vitesse radiale
des nébuleuses extragalactiques". Annals of the
Scientific Society of Brussels. 47A: 41.(Prancis)
(Diterjemahkan di: "A Homogeneous Universe of
Constant Mass and Growing Radius Accounting for
the Radial Velocity of Extragalactic
Nebulae". Monthly Notices of the Royal
Astronomical Society. 91: 483–490. 1931.)

18. ^ Lemaître, G. (1931). "The Evolution of the


Universe: Discussion". Nature. 128: 699–
701. doi:10.1038/128704a0.
19. ^ Christianson, E. (1995). Edwin Hubble:
Mariner of the Nebulae. New York (NY): Farrar,
Straus and Giroux. ISBN 0374146608.
20. ^ a b Peebles, P.J.E.; Ratra, Bharat (2003).
"The Cosmological Constant and Dark
Energy". Reviews of Modern Physics. 75: 559–
606. doi:10.1103/RevModPhys.75.559. arXiv:astr
o-ph/0207347.
21. ^ Milne, E.A. (1935). Relativity, Gravitation and
World Structure. Oxford (UK): Oxford University
Press. LCCN 35-19093.
22. ^ Tolman, R.C. (1934). Relativity,
Thermodynamics, and Cosmology. Oxford
(UK): Clarendon Press. LCCN 34-32023.
Reissued (1987). New York (NY): Dover
PublicationsISBN 0-486-65383-8.

23. ^ Zwicky, F. (1929). "On the Red Shift of


Spectral Lines through Interstellar
Space". Proceedings of the National Academy of
Sciences. 15 (10): 773–
779. doi:10.1073/pnas.15.10.773. PMC 522555 
. PMID 16577237. Full articlePDF (672 KB).
24. ^ Hoyle, F. (1948). "A New Model for the
Expanding Universe". Monthly Notices of the
Royal Astronomical Society. 108: 372.
25. ^ Alpher, R.A.; Gamow, G. (1948). "The Origin
of Chemical Elements". Physical Review. 73:
803. doi:10.1103/PhysRev.73.803.
26. ^ Alpher, R.A. (1948). "Evolution of the
Universe". Nature. 162:
774. doi:10.1045/march2004-featured.collection.
27. ^ Singh, S. "Big Bang". Diakses tanggal 2007-
05-28.
28. ^ a b Penzias, A.A.; Wilson, R. W. (1965). "A
Measurement of Excess Antenna Temperature at
4080 Mc/s". Astrophysical Journal. 142:
419. doi:10.1086/148307.
29. ^ a b Boggess, N.W.; Mather, J. C.; Weiss, R.;
Bennett, C. L.; Cheng, E. S.; Dwek, E.; Gulkis,
S.; Hauser, M. G.; Janssen, M. A.; et al. (1992).
"The COBE Mission: Its Design and Performance
Two Years after the launch". Astrophysical
Journal. 397: 420. doi:10.1086/171797.
30. ^ a b Spergel, D.N.; et al. (2006). "Wilkinson
Microwave Anisotropy Probe (WMAP) Three
Year Results: Implications for Cosmology".
Diakses tanggal 2007-05-27.
31. ^ Hawking, S.W. (1973). The Large-Scale
Structure of Space-Time. Cambridge
(UK): Cambridge University Press. ISBN 0-521-
20016-4.
32. ^ a b c d Hinshaw, G.; et al. (2008). "Five-Year
Wilkinson Microwave Anisotropy Probe (WMAP)
Observations: Data Processing, Sky Maps, and
Basic Results" (PDF). The Astrophysical Journal.
33. ^ Guth, A.H. (1998). The Inflationary Universe:
Quest for a New Theory of Cosmic
Origins. Vintage Books. ISBN 978-0099959502.
34. ^ Schewe, P. (2005). "An Ocean of
Quarks". Physics News Update. American
Institute of Physics. 728 (1). Diakses
tanggal 2007-05-27.
35. ^ a b Kolb and Turner (1988), chapter 6
36. ^ Kolb and Turner (1988), chapter 7
37. ^ a b c Kolb and Turner (1988), chapter 4
38. ^ Peacock (1999), chapter 9
39. ^ Ivanchik, A.V. (1999). "The Fine-Structure
Constant: A New Observational Limit on Its
Cosmological Variation and Some Theoretical
Consequences". Astronomy and
Astrophysics. 343: 459. arXiv:astro-ph/9810166 
. Bibcode:1999A&A...343..439I.
40. ^ d'Inverno, R. (1992). "Chapter
23". Introducing Einstein's Relativity. Oxford
University Press. ISBN 0-19-859686-3.
41. ^ a b Kolb and Turner, 1988, chapter 3
42. ^ Gladders, M.D. (2007). "Cosmological
Constraints from the Red-Sequence Cluster
Survey". The Astrophysical Journal. 655 (1):
128–134. arXiv:astro-ph/0603588 
. Bibcode:2007ApJ...655..128G. doi:10.1086/509
909.
43. ^ The Four Pillars of the Standard Cosmology
44. ^ Peacock (1999), chapter 3
45. ^ Srianand, R.; Petitjean, P.; Ledoux, C. "The
microwave background temperature at the
redshift of 2.33771". Nature. 408 (6815): 931–
935. arXiv:astro-ph/0012222 
. Bibcode:2000Natur.408..931S. Ringkasan – Eu
ropean Southern Observatory (December 2000).
46. ^ White, M. (1999). "Anisotropies in the
CMB". Proceedings of the Los Angeles Meeting,
DPF 99. UCLA. arXiv:astro-ph/9903232 
. Bibcode:1999dpf..conf.....W.
47. ^ Steigman, G. (2005). "Primordial
Nucleosynthesis: Successes And
Challenges". arΧiv:astro-ph/0511534[astro-ph].
48. ^ Bertschinger, E. (2001). "Cosmological
Perturbation Theory and Structure
Formation". arΧiv:astro-ph/0101009[astro-ph].
49. ^ Bertschinger, E. (1998). "Simulations of
Structure Formation in the Universe". Annual
Review of Astronomy and Astrophysics. 36 (1):
599–
654. Bibcode:1998ARA&A..36..599B. doi:10.114
6/annurev.astro.36.1.599.
50. ^ Direct Searches for Dark Matter, White
paper, The National Academies.
51. ^ Whitepaper: For a Comprehensive Space-
Based Dark Energy Mission, The National
Academies.
52. ^ a b c Kolb and Turner, chapter 8
53. ^ Dicke, R.H.; Peebles, P.J.E. "The big bang
cosmology—enigmas and nostrums". Dalam
Hawking, S.W. (ed); Israel, W. (ed). General
Relativity: an Einstein centenary
survey. Cambridge University Press. hlm. 504–
517.
54. ^ Penrose, R. (1979). "Singularities and Time-
Asymmetry". Dalam Hawking, S.W. (ed); Israel,
W. (ed). General Relativity: An Einstein
Centenary Survey. Cambridge University Press.
hlm. 581–638.
55. ^ Penrose, R. (1989). "Difficulties with
Inflationary Cosmology". Dalam Fergus, E.J.
(ed). Proceedings of the 14th Texas Symposium
on Relativistic Astrophysics. New York Academy
of Sciences. hlm. 249–264. doi:10.1111/j.1749-
6632.1989.tb50513.x.
56. ^ Sakharov, A.D. (1967). "Violation of CP
Invariance, C Asymmetry and Baryon Asymmetry
of the Universe". Zhurnal Eksperimentalnoi i
Teoreticheskoi Fiziki, Pisma. 5: 32. (Rusia)
(Diterjemahkan di Journal of Experimental and
Theoretical Physics Letters 5, 24 (1967).)

57. ^ Navabi, A.A.; Riazi, N. (2003). "Is the Age


Problem Resolved?". Journal of Astrophysics
and Astronomy. 24(1–2):
3. Bibcode:2003JApA...24....3N. doi:10.1007/BF0
3012187.
58. ^ Keel, B. "Dark Matter". Diakses
tanggal 2007-05-28.
59. ^ Caldwell, R.R; Kamionkowski, M.; Weinberg,
N. N. (2003). "Phantom Energy and Cosmic
Doomsday". Physical Review Letters. 91 (7):
071301. arXiv:astro-ph/0302506 
. Bibcode:2003PhRvL..91g1301C. doi:10.1103/P
hysRevLett.91.071301. PMID 12935004.
60. ^ Hawking, S.W.; Ellis, G.F.R. (1973). The
Large Scale Structure of Space-Time.
Cambridge (UK): Cambridge University
Press. ISBN 0-521-09906-4.
61. ^ Hartle, J.H.; Hawking, S. (1983). "Wave
Function of the Universe". Physical Review
D. 28 (12):
2960. Bibcode:1983PhRvD..28.2960H. doi:10.11
03/PhysRevD.28.2960.
62. ^ Bird, Paul (2011). "Determining the Big Bang
State Vector" (PDF).
63. ^ Langlois, D. (2002). "Brane Cosmology: An
Introduction". arΧiv:hep-th/0209261 [hep-th].
64. ^ Linde, A. (2002). "Inflationary Theory versus
Ekpyrotic/Cyclic Scenario". arΧiv:hep-
th/0205259 [hep-th].
65. ^ Than, K. (2006). "Recycled Universe: Theory
Could Solve Cosmic Mystery". Space.com.
Diakses tanggal 2007-07-03.
66. ^ Kennedy, B.K. (2007). "What Happened
Before the Big Bang?". Diarsipkan dari versi
asli tanggal 2007-07-04. Diakses tanggal 2007-
07-03.
67. ^ Russel, R.J. (2008). Cosmology: From Alpha
to Omega. Fortress
Press. ISBN 9780800662738. Amazingly, some
secularists attribute to t=0 a direct implication.
The June 1978 issue of the New York
Timescontained an article by NASA's Robert
Jastrow, an avowed agnostic, entitled "Found
God?" Here Jastrow depicts the theologians to
be "delighted" that astronomical evidence "leads
to a biblical view of Genesis." Though claiming to
be agnostic, he argued without reservation for
the religious significance of t=0: It is beyond
science and leads to some sort of creator.
68. ^ Corey, M. (1993). God and the New
Cosmology. Rowman &
Littlefield. ISBN 9780847678020. Indeed,
creation ex nihilo is a fundamental tenet of
orthodox Christian theology. Incredibly enough,
modern theoretical physicists have also
speculated that the universe may have been
produced through a sudden quantum
appearance "out of nothing." Physicist Paul
Davies has claimed that the particular physicis
involved in the Big Bang necessitates creation ex
nihilo.
69. ^ Lerner, E.J. (1992). The Big Bang Never
Happened: A Startling Refutation of the
Dominant Theory of the Origin of the
Universe. Vintage
Books. ISBN 9780679740490. From theologians
to physicists to novelists, it is widely believed that
the Big Bang theory supports Christian concepts
of a creator. In February of 1989, for example,
the front-page article of the New York Times
Book Reviewargued that scientists and novelists
were returning to God, in large part through the
influence of the Big Bang.
70. ^ Manson, N.A. (1993). God and Design: The
Teleological Argument and Modern
Science. Routledge. ISBN 9780415263443. The
Big Bang theory strikes many people as having
theological implications, as shown by those who
do not welcome those implications.
71. ^ Davis, J.J. (2002). The Frontiers of Science &
Faith. InterVarsity
Press. ISBN 9780830826643. Genesis' concept
of a singular, ex nihilo beginning of the universe
essentially stands alone among the cosmolgies
of the ancient world and exhibts, at this point,
convergence with recent big bang cosmological
models.
72. ^ Kragh, H. (1996). Cosmology and
Controversy. Princeton (NJ): Princeton University
Press. ISBN 0-691-02623-8.
73. ^ People and Discoveries: Big Bang Theory,
www.pbs.org
74. ^ Ferris, T. (1988). Coming of age in the Milky
Way. Morrow. hlm. 274, 438. ISBN 978-0-688-
05889-0., citing Berger, A. (1984). The Big bang
and Georges Lemaître: proceedings of a
symposium in honour of G. Lemaître fifty years
after his initiation of big-bang cosmology,
Louvainla-Neuve, Belgium, 10–13 October
1983. D. Reidel. hlm. 387. ISBN 978-90-277-
1848-8.
75. ^ Wright, E.L (24 May 2009). "Cosmology and
Religion". Ned Wright's Cosmology Tutorial.
Diakses tanggal 2009-10-15.
Daftar Pusaka
Judul : Teori Big Bang
Penulis : Georges Lemaitre
Tanggal Tayang : 18 November 2019
Waktu Akses : 19 November 2019
Pukul 23:04
URL :
https://id.wikipedia.org/wiki/Ledakan_Da
hsyat

Anda mungkin juga menyukai