Anda di halaman 1dari 27

Lompat ke isi

Buka/tutup bilah samping


Cari Lanjut

 Buat akun baru


Perkakas pribadi


Ikuti Wikipedia bahasa Indonesia di   Facebook,   Twitter,   Instagram, dan   Telegram
Daftar isi hide

Awal

Sejarah dan perkembangan teori

Tinjauan

Toggle Tinjauan subsection

Asumsi-asumsi dasar

Toggle Asumsi-asumsi dasar subsection

Bukti pengamatan

Toggle Bukti pengamatan subsection

Ciri, persoalan, dan masalah


Toggle Ciri, persoalan, dan masalah subsection

Masa depan menurut teori Ledakan Dahsyat

Fisika spekulatif melangkaui teori Ledakan Dahsyat

Penafsiran keagamaan

Kesalahan umum

Catatan

Referensi

Toggle Referensi subsection

Bacaan lanjut

Pranala luar
149 bahasa

Ledakan Dahsyat
 Halaman
 Pembicaraan
 Baca
 Lihat sumber
 Lihat riwayat

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


(Dialihkan dari Big bang)
"Big Bang" beralih ke halaman ini. Untuk kegunaan lain, lihat Big Bang (disambiguasi).

Menurut model ledakan dahsyat, alam semesta mengembang dari keadaan awal yang sangat padat dan panas
dan terus mengembang sampai sekarang. Secara umum, pengembangan ruang semesta yang
mengandung galaksi-galaksi dianalogikan seperti roti kismis yang mengembang. Gambar di atas merupakan
gambaran konsep artis yang mengilustrasikan pengembangan salah satu bagian dari alam semesta rata.

Ledakan Dahsyat atau Dentuman Besar (bahasa Inggris: The Big Bang) merupakan


sebuah peristiwa yang menyebabkan pembentukan alam semesta berdasarkan
kajian kosmologi mengenai bentuk awal dan perkembangan alam semesta (dikenal
juga dengan Teori Ledakan Dahsyat atau Model Ledakan Dahsyat). Berdasarkan
permodelan ledakan ini, alam semesta, awalnya dalam keadaan sangat panas dan
padat, mengembang secara terus menerus hingga hari ini. Berdasarkan pengukuran
terbaik tahun 2009, keadaan awal alam semesta bermula sekitar 13,7 miliar tahun lalu, [1]
[2]
 yang kemudian selalu menjadi Referensi sebagai waktu terjadinya Big Bang tersebut.[3]
[4]
 Teori ini telah memberikan penjelasan paling komprehensif dan akurat yang didukung
oleh metode ilmiah beserta pengamatan.[5][6]
Georges Lemaître, seorang biarawan Katolik Roma Belgia, dianggap sebagai orang
pertama yang mengajukan teori ledakan dahsyat mengenai asal usul alam semesta,
walaupun ia menyebutnya sebagai "hipotesis atom purba". Kerangka model teori ini
bergantung pada relativitas umum Albert Einstein dan beberapa asumsi-asumsi
sederhana, seperti homogenitas dan isotropi ruang. Persamaan yang mendeksripsikan
teori ledakan dahsyat dirumuskan oleh Alexander Friedmann. Setelah Edwin
Hubble pada tahun 1929 menemukan bahwa jarak bumi dengan galaksi yang sangat
jauh umumnya berbanding lurus dengan geseran merahnya, sebagaimana yang
dipaparkan oleh Lemaître pada tahun 1927, pengamatan ini dianggap mengindikasikan
bahwa semua galaksi dan gugus bintang yang sangat jauh memiliki kecepatan tampak
yang secara langsung menjauhi titik pandang kita: semakin jauh, semakin cepat
kecepatan tampaknya.[7]
Jika jarak antar gugus-gugus galaksi terus meningkat seperti yang terpantau sekarang,
semuanya haruslah pernah berdekatan pada masa lalu. Gagasan ini secara rinci
mengarahkan pada suatu keadaan massa jenis dan suhu yang sebelumnya sangat
ekstrem.[8][9][10] Berbagai pemercepat partikel raksasa telah dibangun untuk mencoba dan
menguji kondisi tersebut, yang menjadikan teori tersebut dapat konfirmasi dengan
signifikan, walaupun pemercepat-pemercepat ini memiliki kemampuan yang terbatas
untuk menyelidiki fisika partikel. Tanpa adanya bukti apapun yang berhubungan dengan
pengembangan awal yang cepat, teori ledakan dahsyat tidak dan tidak
dapat memberikan beberapa penjelasan mengenai kondisi awal alam semesta,
melainkan mendeskripsikan dan menjelaskan perubahan umum alam semesta sejak
pengembangan awal tersebut. Kelimpahan unsur-unsur ringan yang terpantau di
seluruh kosmos sesuai dengan prediksi kalkulasi pembentukan unsur-unsur ringan
melalui proses nuklir di dalam kondisi alam semesta yang mengembang dan mendingin
pada awal beberapa menit kemunculan alam semesta sebagaimana yang diuraikan
secara terperinci dan logis oleh nukleosintesis ledakan dahsyat.
Fred Hoyle mencetuskan istilah Big Bang pada sebuah siaran radio tahun 1949.
Dilaporkan secara luas bahwa, Hoyle yang mendukung model kosmologis alternatif
"keadaan tetap" bermaksud menggunakan istilah ini secara peyoratif, tetapi Hoyle
secara eksplisit membantah hal ini dan mengatakan bahwa istilah ini hanyalah
digunakan untuk menekankan perbedaan antara dua model kosmologis ini. [11][12][13] Hoyle
kemudian memberikan sumbangsih yang besar dalam usaha para fisikawan untuk
memahami nukleosintesis bintang yang merupakan lintasan pembentukan unsur-unsur
berat dari unsur-unsur ringan secara reaksi nuklir. Setelah penemuan radiasi latar
belakang gelombang mikro kosmis pada tahun 1964, kebanyakan ilmuwan mulai
menerima bahwa beberapa skenario teori ledakan dahsyat haruslah pernah terjadi.

Bagian dari seri

Kosmologi fisik
 Ledakan Dahsyat · Alam semesta
 Umur alam semesta
 Kronologi alam semesta

tampil

Alam semesta awal

tampil

Ekspansi · Masa depan

tampil

Komponen · Struktur

tampil

Eksperimen

tampil

 Ilmuwan

tampil

Sejarah subjek

  Kategori

  Portal Astronomi

 l
 b
 s

Sejarah dan perkembangan teori


Teori ledakan dahsyat dikembangkan berdasarkan pengamatan pada stuktur alam
semesta beserta pertimbangan teoritisnya. Pada tahun 1912, Vesto Slipher adalah
orang yang pertama mengukur efek Doppler pada "nebula spiral" (nebula spiral
merupakan istilah lama untuk galaksi spiral), dan kemudian diketahui bahwa hampir
semua nebula-nebula itu menjauhi bumi. Ia tidak berpikir lebih jauh lagi mengenai
implikasi fakta ini, dan sebenarnya pada saat itu, terdapat kontroversi apakah nebula-
nebula ini adalah "pulau semesta" yang berada di luar galaksi Bima Sakti.[14][15]
Sepuluh tahun kemudian, Alexander Friedmann, seorang kosmologis dan
matematikawan Rusia, menurunkan persamaan Friedmann dari persamaan relativitas
umum Albert Einstein. Persamaan ini menunjukkan bahwa alam semesta mungkin
mengembang dan berlawanan dengan model alam semesta yang statis seperti yang
diadvokasikan oleh Einstein pada saat itu.[16]
Pada tahun 1924, pengukuran Edwin Hubble akan jarak nebula spiral terdekat
menunjukkan bahwa ia sebenarnya merupakan galaksi lain. Georges
Lemaître kemudian secara independen menurunkan persamaan Friedmann pada
tahun 1927 dan mengajukan bahwa resesi nebula yang disiratkan oleh persamaan
tersebut diakibatkan oleh alam semesta yang mengembang. [17]
Pada tahun 1931 Lemaître lebih jauh lagi mengajukan bahwa pengembangan alam
semesta seiring dengan berjalannya waktu memerlukan syarat bahwa alam semesta
mengerut seiring berbaliknya waktu sampai pada suatu titik di mana seluruh massa
alam semesta berpusat pada satu titik, yaitu "atom purba" di mana waktu dan ruang
bermula.[18]
Mulai dari tahun 1924, Hubble mengembangkan sederet indikator jarak yang
merupakan cikal bakal tangga jarak kosmis menggunakan teleskop Hooker 100-inci
(2.500 mm) di Observatorium Mount Wilson. Hal ini memungkinkannya memperkirakan
jarak antara galaksi-galaksi yang pergeseran merahnya telah diukur, kebanyakan oleh
Slipher. Pada tahun 1929, Hubble menemukan korealsi antara jarak dan kecepatan
resesi, yang sekarang dikenal sebagai hukum Hubble.[7][19] Lemaître telah menunjukan
bahwa ini yang diharapkan, mengingat prinsip kosmologi.[20]

Gambaran artis mengenai satelit WMAP yang mengumpulkan berbagai data untuk membantu para ilmuwan
memahami ledakan dahsyat

Semasa tahun 1930-an, gagasan-gagasan lain diajukan sebagai kosmologi non-standar


untuk menjelaskan pengamatan Hubble, termasuk pula model Milne,[21] alam semesta
berayun (awalnya diajukan oleh Friedmann, tetapi diadvokasikan oleh Albert
Einstein dan Richard Tolman)[22] dan hipotesis cahaya lelah (tired light) Fritz Zwicky.[23]
Setelah Perang Dunia II, terdapat dua model kosmologis yang memungkinkan. Satunya
adalah model keadaan tetap Fred Hoyle, yang mengajukan bahwa materi-materi baru
tercipta ketika alam semesta tampak mengembang. Dalam model ini, alam semesta
hampirlah sama di titik waktu manapun.[24]
Model lainnya adalah teori ledakan dahsyat Lemaître, yang diadvokasikan dan
dikembangkan oleh George Gamow, yang kemudian memperkenalkan nukleosintesis
ledakan dahsyat (Big Bang Nucleosynthesis, BBN)[25] dan yang kaitkan oleh, Ralph
Alpher dan Robert Herman, sebagai radiasi latar belakang gelombang mikro
kosmis (cosmic microwave background radiation, CMB).[26] Ironisnya, justru adalah
Hoyle yang mencetuskan istilah big bang untuk merujuk pada teori Lemaître dalam
suatu siaran radio BBC pada bulan Maret 1949.[27][cat 1]
Untuk sementara, dukungan para ilmuwan terbagi kepada dua teori ini. Pada akhirnya,
bukti-bukti pengamatan memfavoritkan teori ledakan dahsyat. Penemuan dan
konfirmasi radiasi latar belakang gelombang mikro kosmis pada tahun
1964[28] mengukuhkan ledakan dahsyat sebagai teori yang terbaik dalam menjelaskan
asal usul dan evolusi kosmos. Kebanyakan karya kosmologi zaman sekarang berkutat
pada pemahaman bagaimana galaksi terbentuk dalam konteks ledakan dahsyat,
pemahaman mengenai keadaan alam semesta pada waktu-waktu terawalnya, dan
merekonsiliasi pengamatan kosmis dengan teori dasar.
Berbagai kemajuan besar dalam kosmologi ledakan dahsyat telah dibuat sejak akhir
tahun 1990-an, utamanya disebabkan oleh kemajuan besar dalam
teknologi teleskop dan analisis data yang berasal dari satelit-satelit seperti COBE,
[29]
 Teleskop luar angkasa Hubble dan WMAP.[30]

Tinjauan
Garis waktu ledakan dahsyat
Ekstrapolasi pengembangan alam semesta seiring mundurnya waktu
menggunakan relativitas umum menghasilkan kondisi masa jenis dan suhu alam
semesta yang tak terhingga pada suatu waktu pada masa lalu. [31] Singularitas ini
mensinyalkan runtuhnya keberlakuan relativitas umum pada kondisi tersebut. Sedekat
mana kita dapat berekstrapolasi menuju singularitas diperdebatkan, tetapi tidaklah lebih
awal daripada masa Planck. Fase awal yang panas dan padat itu sendiri dirujuk
sebagai "the Big Bang",[cat 2] dan dianggap sebagai "kelahiran" alam semesta kita.
Didasarkan pada pengukuran pengembangan menggunakan Supernova Tipe Ia,
pengukuran fluktuasi temperatur pada latar gelombang mikro kosmis, dan
pengukuran fungsi korelasi galaksi, alam semesta memiliki usia 13,73 ± 0.12 miliar
tahun.[32] Kecocokan hasil ketiga pengukuran independen ini dengan kuat
mendukung model ΛCDM yang mendeskripsikan secara mendetail kandungan alam
semesta.
Fase terawal ledakan dahsyat penuh dengan spekulasi. Model yang paling umumnya
digunakan mengatakan bahwa alam semesta terisi secara homogen dan isotropis
dengan rapatan energi yang sangat tinggi, tekanan dan temperatur yang sangat besar,
dan dengan cepat mengembang dan mendingin. Kira-kira 10 −37 detik setelah
pengembangan, transisi fase menyebabkan inflasi kosmis, yang sewaktu itu alam
semesta mengembang secara eksponensial.[33] Setelah inflasi berhenti, alam semesta
terdiri dari plasma kuark-gluon beserta partikel-partikel elementer lainnya.[34]
Temperatur pada saat itu sangat tinggi sehingganya kecepatan gerak partikel mencapai
kecepatan relativitas, dan produksi pasangan segala jenis partikel terus menerus
diciptakan dan dihancurkan. Sampai dengan suatu waktu, reaksi yang tak diketahui
yang disebut bariogenesis melanggar kekekalan jumlah barion dan menyebabkan
jumlah kuark dan lepton lebih banyak daripada antikuark dan antilepton sebesar satu
per 30 juta. Ini menyebabkan dominasi materi melebihi antimateri pada alam semesta.[35]
Ukuran alam semesta terus membesar dan temperatur alam semesta terus menurun,
sehingga energi tiap-tiap partikel terus menurun. Transisi fase perusakan
simetri membuat gaya-gaya dasar fisika dan parameter-parameter partikel
elementer berada dalam kondisi yang sama seperti sekarang. [36] Setelah kira-kira
10−11 detik, gambaran ledakan dahsyat menjadi lebih jelas oleh karena energi partikel
telah menurun mencapai energi yang bisa dicapai oleh eksperimen fisika partikel.
Pada sekitar 10−6 detik, kuark dan gluon bergabung membentuk barion seperti proton
dan neutron. Kuark yang sedikit lebih banyak daripada antikuark membuat barion
sedikit lebih banyak daripada antibarion. Temperatur pada saat ini tidak lagi cukup
tinggi untuk menghasilkan pasangan proton-antiproton, sehingga yang selanjutnya
terjadi adalah pemusnahan massal, menyisakan hanya satu dari 10 10 proton dan
neutron terdahulu. Setelah pemusnahan ini, proton, neutron, dan elektron yang tersisa
tidak lagi bergerak secara relativistik dan rapatan energi alam semesta didominasi
oleh foton (dengan sebagian kecil berasal dari neutrino).
Beberapa menit semasa pengembangan, ketika temperatur sekitar satu
miliar Kelvin dan rapatan alam semesta sama dengan rapatan udara, neutron
bergabung dengan proton dan membentuk inti atom deuterium dan helium dalam suatu
proses yang dikenal sebagai nukleosintesis ledakan dahsyat.[37] Kebanyakan proton
masih tidak terikat sebagai inti hidrogen. Seiring dengan mendinginnya alam semesta,
rapatan energi massa rihat materi secara gravitasional mendominasi. Setelah 379.000
tahun, elektron dan inti atom bergabung menjadi atom (kebanyakan berupa hidrogen)
dan radiasi materi mulai berhenti. Sisa-sisa radiasi ini yang terus bergerak melewati
ruang semesta dikenal sebagai radiasi latar gelombang mikro kosmis.[38]

Medan Ultra Dalam Hubble memperlihatkan galaksi-galaksi dari zaman dahulu ketika alam semesta masih
muda, lebih padat, dan lebih hangat menurut teori ledakan dahsyat.
Selama periode yang sangat panjang, daerah-daerah alam semesta yang sedikit lebih
rapat mulai menarik materi-materi sekitarnya secara gravitasional, membentuk awan
gas, bintang, galaksi, dan objek-objek astronomi lainnya yang terpantau sekarang.
Detail proses ini bergantung pada banyaknya dan jenis materi alam semesta. Terdapat
tiga jenis materi yang memungkinkan, yakni materi gelap dingin, materi gelap panas,
dan materi barionik. Pengukuran terbaik yang didapatkan dari WMAP menunjukkan
bahwa bentuk materi yang dominan dalam alam semesta ini adalah materi gelap dingin.
Dua jenis materi lainnya hanya menduduki kurang dari 18% materi alam semesta. [32]
Bukti-bukti independen yang berasal dari supernova tipe Ia dan radiasi latar belakang
gelombang mikro kosmis menyiratkan bahwa alam semesta sekarang didominasi oleh
sejenis bentuk energi misterius yang disebut sebagai energi gelap, yang tampaknya
menembus semua ruang. Pengamatan ini mensugestikan bahwa 72% total rapatan
energi alam semesta sekarang berbentuk energi gelap. Ketika alam semesta masih
sangat muda, kemungkinan besar ia telah disusupi oleh energi gelap, tetapi dalam
ruang yang sempit dan saling berdekatan. Pada saat itu, gravitasi mendominasi dan
secara perlahan memperlambat pengembangan alam semesta. Namun, pada akhirnya,
setelah beberapa miliar tahun pengembangan, energi gelap yang semakin berlimpah
menyebabkan pengembangan alam semesta mulai secara perlahan semakin cepat.
Segala evolusi kosmis yang terjadi setelah periode inflasioner ini dapat secara ketat
dideskripsikan dan dimodelkan oleh model ΛCDM, yang menggunakan kerangka
mekanika kuantum dan relativitas umum Einstein yang independen. Sebagaimana yang
telah disebutkan, tiada model yang dapat menjelaskan kejadian sebelum 10 −15 detik
setelah kejadian ledakan dahsyat. Teori kuantum gravitasi diperlukan untuk mengatasi
batasan ini.

Asumsi-asumsi dasar
Teori ledakan dahsyat bergantung kepada dua asumsi utama: universalitas hukum
fisika dan prinsip kosmologi. Prinsip kosmologi menyatakan bahwa dalam skala yang
besar alam semesta bersifat homogen dan isotropis.
Kedua asumsi dasar ini awalnya dianggap sebagai postulat, tetapi beberapa usaha
telah dilakukan untuk menguji keduanya. Sebagai contohnya, asumsi bahwa hukum
fisika berlaku secara universal diuji melalui pengamatan ilmiah yang menunjukkan
bahwa penyimpangan terbesar yang mungkin terjadi pada tetapan struktur
halus sepanjang usia alam semesta berada dalam batasan 10−5.[39]
Apabila alam semesta tampak isotropis sebagaimana yang terpantau dari bumi, prinsip
komologis dapat diturunkan dari prinsip Kopernikus yang lebih sederhana. Prinsip ini
menyatakan bahwa bumi, maupun titik pengamatan manapun, bukanlah posisi pusat
yang khusus ataupun penting. Sampai dengan sekarang, prinsip kosmologis telah
berhasil dikonfirmasikan melalui pengamatan pada radiasi latar gelombang mikro
kosmis.
Metrik FLRW
Artikel utama: Metrik Friedmann–Lemaître–Robertson–Walker
Relativitas umum mendeskripsikan ruang-waktu menggunakan metrik yang
menjelaskan jarak kedua titik yang terpisah satu sama lainnya. Titik ini, yang dapat
berupa galaksi, bintang, ataupun objek lainnya, ditunjukkan menggunakan peta
koordinat yang berada di keseluruhan ruang waktu. Prinsip kosmologis menyiratkan
bahwa metrik ini haruslah homogen dan isotropis dalam skala yang besar. Satu-
satunya metrik yang memenuhi persyaratan ini adalah metrik Friedmann–Lemaître–
Robertson–Walker (metrik FLRW). Metrik ini mengandung faktor skala yang
menentukan seberapa besar alam semesta berubah seiring dengan berjalannya waktu.
Hal ini memungkinkan kita untuk membuat sistem koordinat yang dapat dipilih dengan
praktis, yaitu koordinat segerak (comoving coordinate).
Dalam sistem koordinat ini, kisi koordinat berekspansi bersamaan dengan alam
semesta yang mengembang, sehingga objek yang bergerak karena pengembangan
alam semesta akan berada pada titik yang sama dalam sistem koordinat ini. Walaupun
jarak koordinat (jarak segerak) kedua titik tetap konstan, jarak fisik antara dua titik akan
meningkat sesuai dengan faktor skala alam semesta.[40]
Ledakan Dahsyat bukanlah kejadian penghamburan materi ke seluruh ruang semesta
yang kosong. Melainkan ruang tersebut berekspansi seiring dengan waktu dan
meningkatkan jarak fisik antara dua titik yang bersegerak. Karena metrik FLRW
mengasumsikan distribusi massa dan energi yang merata, metrik ini hanya berlaku
pada skala yang besar.
Horizon
Artikel utama: Horizon kosmologis
Salah satu ciri penting pada ruang waktu Ledakan Dahsyat adalah keberadaan horizon.
Oleh karena alam semesta memiliki usia yang terbatas, dan cahaya bergerak dengan
kecepatan yang terbatas pula, maka akan terdapat berbagai kejadian pada masa lalu
yang cahayanya belum mencapai kita. Hal ini akan membatasi kita dalam mengamati
objek terjauh alam semesta (horizon masa lalu). Sebaliknya, karena ruang itu sendiri
berekspansi dan objek yang semakin jauh akan menjauh semakin cepat, cahaya yang
dipancarkan oleh kita tidak akan pernah mencapai objek jauh tersebut. Batasan ini
disebut sebagai horizon masa depan, yang membatasi kejadian-kejadian pada masa
depan yang kita dapat pengaruhi.
Keberadaan dua horizon ini bergantung pada penjelasan detail model FLRW mengenai
alam semesta kita. Pemahaman kita mengenai alam semesta pada waktu-waktu
terawalnya menyiratkan terdapatnya horizon masa lalu, walaupun pandangan kita juga
akan dibatasi oleh buramnya alam semesta pada waktu-waktu terawalnya. Oleh karena
itu, kita tidak dapat memandang masa lalu lebih jauh daripada yang kita dapat pandang
sekarang, walaupun horizon masa lalu akan menyusut dalam ruang. Jika
pengembangan akan semesta terus berakselerasi, maka akan terdapat pula horizon
masa depan..[41]

Bukti pengamatan
Terdapat beberapa bukti pengamatan langsung yang mendukung model Ledakan
Dahsyat, yaitu pengembangan Hubble terpantau pada geseran merah galaksi,
pengukuran mendetail pada latar belakang gelombang mikro kosmis, kelimpahan
unsur-unsur ringan, dan distribusi skala besar beserta evolusi galaksi[42] yang
diprediksikan terjadi karena pertumbuhan gravitasional struktur dalam teori standar.
Keempat bukti ini kadang-kadang disebut "empat pilar teori Ledakan Dahsyat".[43]
Hukum Hubble dan pengembangan ruang
Artikel utama: Hukum Hubble dan Pengembangan metrik ruang
Pengamatan pada galaksi dan kuasar yang jauh menunjukkan bahwa objek-objek ini
mengalami pergeseran merah, yakni bahwa pancaran cahaya objek ini telah bergeser
menuju panjang gelombang yang lebih panjang. Pergeseran ini dapat dilihat dengan
mengambil spektrum frekuensi suatu objek dan mencocokkannya dengan
pola spektroskopi garis emisi ataupun garis absorpsi atom suatu unsur kimia yang
berinteraksi dengan cahaya. Pergeseran ini secara merata isotropis, dan
terdistribusikan merata di kesemuaan objek terpantau di seluruh arah pantauan.
Jika geseran merah ini diinterpretasikan sebagai geseran Doppler, kecepatan mundur
suatu objek dapat dikalkulasi. Untuk beberapa galaksi, dimungkinkan pula perkiraan
jarak menggunakan tangga jarak kosmis. Ketika kecepatan mundur dipetakan terhadap
jaraknya, hubungan linear yang dikenal sebagai hukum Hubble akan terpantau:[7]
v = H0D,
dengan

 v adalah kecepatan mundur suatu galaksi ataupun objek lainnya,


 D adalah jarak segerak terhadap objek tersebut, dan
 H0 adalah konstanta Hubble, yang nilai pengukurannya
adalah 70,4 +1,3−1,4 km/s/Mpc.[32]
Hukum Hubble memiliki dua penjelasan, yaitu kita berada pada pusat
pengembangan galaksi (yang tidak mungkin sesuai dengan prinsip Kopernikus),
atapun alam semesta mengembang secara merata ke mana-mana. Pengembangan
alam semesta ini diprediksikan dari relativitas umum oleh Alexander
Friedmann pada tahun 1922[16] dan Georges Lemaître pada tahun 1927,[17] sebelum
Hubble melakukan analisi beserta pengamatannya pada tahun 1929.
Teori ini mempersyaratkan bahwa hubungan v = HD berlaku sepanjang masa,
dengan D adalah jarak segerak, v adalah kecepatan mundur, dan v, H, D bervariasi
seiring dengan mengembangnya alam semesta (oleh karenanya kita
menulis H0 untuk menandakannya sebagai "konstanta" Hubble sekarang). Untuk
jarak yang lebih kecil daripada alam semesta teramati, geseran merah Hubble dapat
dianggap sebagai geseran Doppler yang sesuai dengan kecepatan mundur v.
Namun, geseran merah ini bukan geseran Doppler sejatinya, tetapi merupakan
akibat dari pengembangan alam semesta antara waktu cahaya tersebut
dipancarkan dengan waktu cahaya tersebut dideteksi. [44]
Bahwa alam semesta mengalami pengembangan metrik ditunjukkan oleh bukti
pengamatan langsung prinsip kosmologis dan prinsip Kopernikus. Pergeseran
merah yang terpantau pada objek-objek yang jauh sangat isotropis dan homogen.
[7]
 Hal ini mendukung prinsip kosmologis bahwa alam semesta tampaklah sama di
keseluruhan arah pantauan. Apabila pergeseran merah yang terpantau merupakan
akibat dari suatu ledakan di titik pusat yang jauh dari kita, maka pergeseran
merahnya tidak akan sama di setiap arah pantauan.
Pengukuran pada efek-efek radiasi latar belakang gelombang mikro
kosmis terhadap dinamika sistem astrofisika yang jauh pada tahun 2000
membuktikan kebenaran prinsip Kopernikus, yakni bahwa Bumi bukanlah posisi
pusat alam semesta.[45] Radiasi yang berasal dari Ledakan Dahsyat ditunjukkan
cukup hangat pada masa-masa awalnya di seluruh alam semesta. Pendinginan
yang merata pada latar belakang gelombang mikro kosmis selama miliaran tahun
hanya dapat dijelaskan apabila alam semesta mengalami pengembangan metrik
dan kita tidak berada dekat dengan pusat suatu ledakan.
Radiasi latar belakang gelombang mikro kosmis
Artikel utama: Radiasi latar belakang gelombang mikro kosmis

Citra WMAP yang menunjukkan radiasi latar belakang gelombang mikro kosmis

Semasa beberapa hari pertama alam semesta, alam semesta berada dalam
keadaan kesetimbangan termal, dengan foton secara berkesinambungan
dipancarkan dan kemudian diserap. Hal ini kemudian menghasilkan radiasi
spektrum benda hitam.
Seiring dengan mengembangnya alam semesta, temperatur alam semesta menurun
sehingganya foton tidak lagi dapat diciptakan maupun dihancurkan. Temperatur ini
masih cukup tinggi bagi elektron dan inti untuk terus berpisah tanpa terikat satu
sama lainnya. Walau demikian, foton terus "dipantulkan" dari elektron-elektron
bebas ini melalui suatu proses yang disebut hamburan Thompson. Oleh karena
hamburan yang terjadi berulang-ulang, alam semesta pada masa-masa awalnya
akan tampak buram oleh cahaya.
Ketika temperatur jatuh mencapai beberapa ribu Kelvin, elektron dan inti atom mulai
bergabung membentuk atom. Proses ini disebut sebagai rekombinasi. Karena foton
jarang dihamburkan dari atom netral, radiasi akan berhenti dipancarkan dari materi
ketika hampir semua elektron telah berekombinasi. Proses ini terjadi 379.000 tahun
setelah Ledakan Dahysat, dikenal sebagai zaman penghamburan terakhir. Foton-
foton terakhir inilah yang kita pantau pada radiasi latar belakang gelombang mikro
kosmis pada masa sekarang.
Pola-pola fluktuasi radiasi latar ini merupakan gambaran langsung alam semesta
pada masa-masa awalnya. Energi foton yang berasal pada zaman penghamburan
terakhir akan mengalami pergeseran merah seiring dengan mengembangnya alam
semesta. Spektrum yang dipancarkan oleh foton ini akan sama dengan spektrum
radiasi benda hitam, tetapi dengan temperatur yang menurun. Hal ini
mengakibatkan radiasi foton ini bergeser ke daerah gelombang mikro. Radiasi ini
diperkirakan terpantau di setiap titik pantauan di alam semesta dan datang dari
semua arah dengan intensitas radiasi yang (hampir) sama.
Pada tahun 1964, Arno Penzias dan Robert Wilson secara tidak sengaja
menemukan radiasi latar belakang kosmis ketika mereka sedang melakukan
pemantau diagnostik menggunakan penerima gelombang mikro yang dimiliki
oleh Laboratorium Bell.[28] Penemuan mereka memberikan konfirmasi yang
substansial mengenai prediksi radiasi latar bahwa radiasi ini bersifat isotropis dan
konsisten dengan spektrum benda hitam pada 3 K. Penzias dan Wilson kemudian
dianugerahi penghargaan Nobel atas penemuan mereka.

Spektrum latar belakang gelombang mikro kosmis yang diukur oleh intrumen FIRAS pada satelit
COBE merupakan spektrum benda hitam berpresisi paling tinggi yang pernah diukur di alam.[46] Titik-titik
data beserta ambang batas kesalahan pengukuran pada grafik di atas tertutup oleh kurva teoretis,
menunjukkan kepresisian pengukuran yang sangat tinggi.

Pada tahun 1989, NASA meluncurkan satelit COBE (Cosmic Background Explorer -


Penjelajah latar belakang kosmis). Hasil penemuan awal satelit ini yang dirilis pada
tahun 1990 konsisten dengan prediksi Ledakan Dahsyat.
COBE menemukan pula temperatur sisa alam semesta sebesar 2,726 K dan pada
tahun 1992 untuk pertama kalinya mendeteksi fluktuasi (anisotropi) pada radiasi
latar belakang gelombang mikro dengan tingkatan sebesar satu per 10 5.[29] John C.
Mather dan George Smoot dianugerahi Nobel atas kepemimpinan mereka dalam
proyek ini. Anisotropi latar belakang gelombang mikro kosmis diinvestigasi lebih
lanjut oleh sejumlah besar eksperimen yang dilakukan di darat maupun
menggunakan balon. Pada tahun 2000-2001, beberapa eksperimen,
utamanya BOOMERanG, menemukan bahwa alam semesta hampir secara spasial
rata dengan mengukur ukuran sudut anisotropi. (Lihat bentuk alam semesta.)
Pada awal tahun 2003, hasil penemuan pertama WMAP (Wilkinson Microwave
Anisotropy Probe) dirilis, menghasilkan nilai terakurat beberapa parameter-
parameter kosmologis. Wahana antariksa ini juga membantah beberapa
model inflasi kosmis, tetapi masih konsisten dengan teori inflasi secara umumnya.
[30]
 WMAP juga mengonfirmasi bahwa selautan neutrino kosmis merembes di
keseluruhan alam semesta. Ini merupakan bukti yang jelas bahwa bintang-bintang
pertama memerlukan lebih dari setengah miliar tahun untuk menciptakan kabut
kosmis.
Kelimpahan unsur-unsur primordial
Artikel utama: Nukleosintesis Ledakan Dahsyat
Menggunakan model Ledakan Dahsyat, kita dapat memperkirakan
konsentrasi helium-4, helium-3, deuterium dan litium-7 yang ada di seluruh alam
semesta berbanding dengan jumlah hidrogen biasa. [37] Kelimpahan kesemuaan
unsur ini bergantung pada satu parameter, yakni rasio foton terhadap barion, yang
nilainya dapat dihitung secara independen dari detail struktur fluktuasi latar
belakang gelombang mikro kosmis. Rasio yang diprediksikan (rasio massa) adalah
sekitar 0,25 untuk 4He/H, sekitar 10−3 untuk 2H/H, sekitar 10−4 untuk 3He/H dan sekitar
10−9 untuk 7Li/H.[37]
Hasil prediksi ini sesuai dengan hasil pengukuran, paling tidak untuk kelimpahan
yang diprediksikan dari nilai tunggal rasio barion terhadap foton. Kesesuaian ini
cukup baik untuk deuterium, tetapi terdapat diskrepansi yang kecil untuk 4He dan 7Li.
Dalam kasus helium dan litium, terdapat ketidakpastian sistematis yang cukup
besar. Walau demikian, konsistensi prediksi ini secara umumnya memberikan bukti
yang kuat akan terjadinya Ledakan Dahsyat. [47]
Evolusi dan distribusi galaksi
Artikel utama: Pembentukan dan evolusi galaksi

Panorama langit yang menunjukkan distribusi galaksi di luar Bimasakti.

Pengamatan mendetail terhadap morfologi dan distribusi galaksi


beserta kuasar memberikan bukti yang kuat akan terjadinya Ledakan Dahsyat.
Perpaduan antara pengamatan dengan teori menunjukkan bahwa galaksi-galaksi
beserta kuasar-kuasar pertama terbentuk sekitar satu miliar tahun setelah Ledakan
Dahysyat. Sejak itu pula, berbagai struktur astronomi lainnya yang lebih besar
seperti gugusan galaksi mulai terbentuk. Populasi bintang-bintang terus berevolusi
dan menua, sehingga galaksi jauh (yang pemantaunnya menunjukkan keadaan
galaksi tersebut pada masa awal alam semesta) tampak sangat berbeda dari
galaksi dekat. Selain itu, galaksi-galaksi yang baru saja terbentuk tampak sangat
berbeda dengan galaksi-galaksi yang terbentuk sesaat setelah Ledakan Dahsyat.
Pengamatan ini membantah model keadaan tetap. Pengamatan pada pembentukan
bintang, distribusi kuasar dan gaklasi, sesuai dengan simulasi pembentukan alam
semesta yang diakibatkan oleh Ledakan Dahysat. [48][49]
Bukti-bukti lainnya
Setelah melalui beberapa perdebatan, umur alam semesta yang diperkirakan dari
pengembangan Hubble dan radiasi latar belakang gelombang mikro kosmis telah
menunjukkan kecocokan yang sama (sedikit lebih tua) dengan usia bintang-bintang
tertua alam semesta.
Prediksi bahwa temperatur radiasi latar belakang gelombang mikro kosmis lebih
tinggi pada masa lalunya telah didukung secara eksperimental dengan mengamati
garis-garis emisi kabut gas yang sensitif terhadap temperatur pada pergeseran
merah yang tinggi. Prediksi ini juga menyiratkan bahwa amplitudo dari efek
Sunyaev–Zel'dovich dalam gugusan galaksi tidak tergantung secara langsung pada
geseran merah.

Ciri, persoalan, dan masalah


Walaupun sekarang ini teori Ledakan Dahsyat mendapatkan dukungan yang luas
dari para ilmuwan, dalam sejarahnya, berbagai persoalan dan masalah pada teori
ini pernah memicu kontroversi ilmiah mengenai model mana yang paling baik dalam
menjelaskan pengamatan kosmologis yang ada. Banyak dari persoalan dan
masalah teori Ledakan Dahsyat telah mendapatkan solusinya, baik melalui
modifikasi pada teori itu sendiri maupun melalui pengamatan lebih lanjut yang lebih
baik.
Teori ledakan dahsyat sejak awal kemunculannya telah mendapat banyak kritik dan
penolakan. Bahkan nama ledakan dahsyat sendiri adalah nama dari penentangnya.
Tetapi, Berbagai bukti empiris sangat mendukung teori ledakan dahsyat atau big
bang, yang sekarang pada dasarnya diterima secara universal.[50]
Gagasan-gagasan inti Ledakan Dahsyat yang terdiri dari pengembangan alam
semesta, keadaan awal alam semesta yang panas, pembentukan helium, dan
pembentukan galaksi, diturunkan dari banyak pengamatan yang tak tergantung
pada model kosmologis mana pun. Walau bagaimanapun, model cermat Ledakan
Dahsyat memprediksikan berbagai feomena fisika yang tak pernah terpantau di
Bumi maupun terdapat pada Model Standar fisika partikel. Utamanya, materi
gelap merupakan topik investigasi ilmiah yang mendapatkan perhatian yang luas.
[51]
 Persoalan lainnya seperti masalah halo taring dan masalah galaksi
katai dari materi gelap dingin tidak sefatal penjelasan materi gelap karena
penyelesaian atas masalah tersebut telah ada dan hanya memerlukan perbaikan
lebih lanjut pada teori Ledakan Dahsyat. Energi gelap juga merupakan topik
investigasi yang menarik perhatian ilmuwan, tetapi tidaklah jelas apakah
pendeteksian langsung energi gelap dimungkinkan atau tidak. [52]
Di sisi lain, inflasi kosmos dan bariogenesis masih sangat spekulatif. Keduanya
sangat penting dalam menjelaskan keadaan awal alam semesta, tetapi tidak dapat
digantikan dengan penjelasan alternatif lainnya tanpa mengubah teori Ledakan
Dahsyat secara keseluruhan.[cat 3] Pencarian akan penjelasan yang tepat atas
fenomena-fenomena tersebut menjawab pada masalah yang belum terpecahkan
dalam fisika.
Masalah horizon
Artikel utama: Masalah horizon
Masalah horizon mencuat diakibatkan oleh premis bahwa informasi tidak dapat
bergerak melebihi kecepatan cahaya. Dengan usia alam semesta yang terbatas,
akan terdapat horizon partikel yang memisahkan dua daerah dalam ruang alam
semesta yang tidak memiliki hubungan kontak sebab akibat. [53] Isotropi radiasi latar
yang terpantau menimbulkan masalah, karena apabila alam semesta telah
didominasi oleh radiasi ataupun materi sepanjang waktunya di mulai dari masa
penghamburan terakhir, horizon partikel pada masa itu haruslah berkoresponden
sekitar 2 derajat di langit, dan tidak akan terdapat mekanisme apapun yang
menyebabkan daerah lainnya yang dibatasi partikel horizon untuk memiliki
temperatur yang sama.
Penyelesaian atas inkonsistensi ini dijelaskan oleh teori inflasi, yakni medan energi
skalar yang isotropis dan homogen mendominasi alam semesta pada periode waktu
terawalnya (sebelum bariogenesis). Semasa inflasi, alam semesta mengalami
pengembangan eksponensial dan horizon partikel berkembang lebih cepat daripada
yang kita asumsikan sebelumnya, sehingga daerah yang sekarang ini berada
berseberangan dengan alam semesta teramati akan melangkaui partikel horizon
satu sama lainnya . Isotropi radiasi latar yang terpantau kemudian akan
menunjukkan bahwa daerah yang lebih luas ini pernah berada dalam hubungan
kontak sebab akibat sebelum terjadinya inflasi.
Prinsip ketidakpastian Heisenberg memprediksikan bahwa semasa fase inflasi,
akan terdapat fluktuasi termal kuantum. Fluktuasi ini berperan sebagai cikal bakal
keseluruhan struktur alam semesta. Teori inflasi memprediksikan bahwa fluktuasi ini
bersifat invariansi skala dan berdistribusi normal, sebagaimana yang
dikonfirmasikan oleh pengukuran radiasi latar.
Masalah kerataan alam semesta
Artikel utama: Masalah kerataan

Geometri keseluruhan alam semesta ditentukan oleh parameter kosmologis omega, apakah omega
lebih kecil, sama dengan, ataupun lebih besar daripada satu.

Masalah kerataan alam semesta adalah masalah pengamatan yang diasosiasikan


dengan metrik Friedmann–Lemaître–Robertson–Walker.[53] Alam semesta bisa saja
memiliki kelengkungan spasial yang positif, negatif, maupun nol tergantung pada
rapatan energinya. Kelengkungan alam semesta negatif apabila rapatan energinya
lebih kecil daripada rapatan kritisnya, positif apabila lebih besar darinya, dan nol
(rata) apabila sama besar dengannya. Permasalahnnya adalah bahwa rapatan
energi alam semesta terus meningkat dan menjauhi nilai rapatan kritis walaupun
alam semesta tetap hampir rata.[cat 4] Fakta bahwa alam semesta belum
mencapai Kematian Kalor maupun Remukan Besar setelah miliaran tahun
memerlukan penjelasan yang memadai, karena beberapa menit setelah Ledakan
Dahsyat, massa jenis alam semesta haruslah di bawah satu per 10 14 dari nilai
kritisnya untuk tetap ada sampai sekarang.[54]
Penyelesaian masalah ini diselesaikan oleh teori inflasi. Semasa inflasi, ruang
waktu mengembang sedemikiannya kelengkungannya dimuluskan. Sehingganya,
diteorikan bahwa inflasi ini mendorong alam semesta untuk tetap hampir rata
dengan rapatan alam semesta yang hampir sama dengan nilai rapatan kritisnya.
Monopol magnetik
Artikel utama: Monopol magnetik
Persoalan monopol magnetik dicetuskan pada akhir tahun 1970-an. Teori
manunggal akbar memprediksikan kecacatan topologi ruang yang akan
bermanifestasi menjadi magnetik monopol. Benda ini akan dihasilkan secara efisien
pada awal alam semesta yang panas, menghasilkan kerapatan yang lebih tinggi
daripada yang konsisten dengan pemantauan . Masalah ini diselesaikan pula
oleh inflasi kosmos, yang menghilangkan semua titik-titik cacat dari alam semesta
teramati sebagaimana ia mendorong geometri alam semesta menjadi rata. [53]
Resolusi alternatif terhadap masalah horizon, kerataan, dan monopol magnetik
diberikan pula oleh hipotesis kelengkungan Weyl.[55][56]
Asimetri barion
Artikel utama: Asimetri barion
Sampai sekarang masih belum dimengerti mengapa alam semesti memiliki
jumlah materi yang lebih banyak daripada antimateri.[35] Umumnya diasumsikan
bahwa ketika alam semesta masih berusia muda dan sangat panas, ia berada
dalam kondisi kesetimbangan dan mengandung sejumlah barion dan antibarion
yang sama besarnya. Namun, hasil pengamatan menyiratkan bahwa alam semesta,
termasuk pula yang berada di tempat terjauh, hampir semuanya terdiri dari materi.
Proses misterius yang dikenal sebagai "bariogenesis" menciptakan asimetri ini. Agar
bariogenesis dapat terjadi, syarat-syarat kondisi Sakharov harus dipenuhi. Kondisi
ini mempersyaratkan bahwa jumlah barion tidak kekal, simetri-C dan simetri-
CP dilanggar, serta alam semesta menyimpang dari kesetimbangan termodinamika.
[57]
 Semua kondisi ini terjadi dalam Model Standar, tetapi efeknya tidaklah cukup kuat
untuk menjelaskan asimetri barion.
Usia gugusan globular
Pada pertengahan tahun 1990-an, pengamatan pada gugusan-gugusan
globular menunjukkan hasil yang tampaknya tidak konsisten dengan Ledakan
Dahsyat. Simulasi komputer yang cocok dengan pemantauan pada populasi
gugusan globular bintang menunjukkan bahwa usia gugusan-gugusan ini sekitar 15
miliar tahun. Hal ini berkontradiksi dengan usia alam semesta yang berusia 13,7
miltar tahun. Persoalan ini umumnya diselesaikan pada akhir tahun 1990-an dengan
simulasi komputer yang baru yang melibatkan efek pelepasan massa yang
diakibatkan oleh angin bintang. Simulasi baru ini menunjukkan usia gugusan
globular yang lebih muda.[58] Walau demikian, masih terdapat pertanyaan yang
meragukan seberapa akurat usia gugusan ini diukur. Tetapi yang jelas ada bahwa
objek luar angkasa ini merupakan salah satu yang tertua di alam semesta.
Materi gelap
Artikel utama: Materi gelap

Diagram yang menunjukkan komposisi berbagai komponen alam semesta menurut model ΛCDM  –
kira-kira 95% komposisi alam semesta berbentuk materi gelap dan energi gelap

Semasa tahun 1970-an dan 1980-an, berbagai pengamatan menunjukkan bahwa


adanya ketidakcukupan materi terpantau dalam alam semesta yang dapat
digunakan untuk menjelaskan kekuatan gaya gravitasi antar dan intra galaksi. Hal
ini kemudian memunculkan gagasan bahwa 90% materi alam semesta berupa
materi gelap yang tidak memancarkan cahaya maupun berinteraksi dengan
materi barion. Selain itu, asumsi bahwa alam semesta terdiri dari materi normal
akan menghasilkan prediksi yang inkonsisten dengan hasil pengmatan. Khususnya,
alam semesta sekarang ini tampak lebih berbongkah-bongkah dan mengandung
lebih sedikit deuterium. Hal ini tidak dapat dijelaskan tanpa keberadaa materi gelap.
Manakala pada awalnya materi gelap ini cukup kontroversial, keberadaannya telah
terindikasikan dalam berbagai pengamatan, meliputi anisotropi pada radiasi latar
belakang gelombang mikro, dispersi kecepatan gugusan galaksi, kajian
pada pelensaan gravitasi, dan pengukuran sinar-X pada gugusan galaksi. [59]
Bukti keberadaan materi gelap kebanyakan berasal dari pengaruh gravitasi materi
ini terhadap materi lain. Sampai saat ini, belum ada partikel materi gelap yang telah
terpantau di laboratorium.
Energi gelap
Artikel utama: Energi gelap
Pengukuran pada hubungan geseran merah dengan magnitudo
semu dari supernova tipe Ia mengindikasikan bahwa pengembangan alam semesta
telah berakselerasi sejak alam semesta berusia setengah kali lebih muda dari
sekarang. Untuk menjelaskan akselerasi ini, relativitas umum mempersyaratkan
bahwa kebanyakan energi dalam alam semesta terdiri dari sebuah komponen yang
bertekanan negatif, atau diistilahkan "energi gelap". Energi gelap diindikasikan oleh
sederetan bukti.
Pengukuran pada latar belakang gelombang mikro kosmis mengindikasikan bahwa
alam semesta hampir secara spasial rata, sehingganya menurut relativitas umum,
alam semesta haruslah memiliki energi/massa yang hampir sama dengan rapatan
kritisnya. Namun, rapatan alam semesta yang dihitung dari penggugusan
gravitasional menunjukkan bahwa ia hanya sekitar 30% dari rapatan kritisnya.
[20]
 Oleh karena energi gelap tidak menggugus seperti energi lainnya, energi gelap
dapat menjelaskan rapatan energi yang "hilang" itu.
Tekanan negatif merupakan salah satu ciri/sifat dari energi vakum. Namun sifat
persis energi gelap masih misterius. Hasil ekperimen dari WMAP pada tahun 2008
yang menggabungkan data dari radiasi latar belakang dan sumber data lainnya
menunjukkan bahwa rapatan massa/energi alam semesta utamanya terdiri dari 73%
energi gelap, 23% materi gelap, 4,6% materi biasa, dan kurang dari 1%-nya
neutrino.[32]
Rapatan energi dalam materi menurun seiring dengan mengembangnya alam
semesta, tetapi rapatan energi gelap tetap (hampir) konstan. Oleh karenanya,
materi mendominasi keseluruhan energi total alam semesta pada masa lalunya.
Persentase ini akan menurun pada masa depan seiring dengan semakin
dominannya energi gelap.

Masa depan menurut teori Ledakan Dahsyat


Sebelum diindikasikannya energi gelap, para kosmologis umumnya mengajukan
dua skenario masa depan alam semesta. Jika rapatan massa alam semesta lebih
besar daripada rapatan kritisnya, maka alam semesta akan mencapai ukuran
maksimum dan kemudian mulai runtuh. Alam semesta kemudian menjadi lebih
padat dan lebih panas kembali, dan pada akhirnya akan mencapai Remukan Besar.
[41]

Sebaliknya, apabila rapatan alam semesta sama atau lebih kecil daripada rapatan
kritisnya, pengembangan alam semesta akan melambat namun tidak akan pernah
berhenti. Pembentukan bintang-bintang kemudian akan berhenti karena semua gas
antar bintang di setiap galaksi telah habis dikonsumsi; bintang-bintang yang ada
kemudian akan terus menjalani pembakaran nuklir menjadi katai putih, bintang
neutron, dan lubang hitam. Dengan sangat perlahan, tumbukan antara katai putih,
bintang neutron, dan lubang hitam akan mengakibatkan pembentukan lubang hitam
yang lebih besar. Temperatur rata-rata alam semesta akan secara asimtotis
mencapai nol mutlak (Pembekuan Besar).
Selain itu, apabila proton tidak stabil, maka materi-materi barion akan menghilang
dan menyisakan hanya radiasi beserta lubang hitam. Pada akhirnya pula, lubang-
lubang hitam yang terbentuk akan menguap dengan memancarkan radiasi
Hawking. Entropi alam semesta akan meningkat sampai dengan taraf tiada lagi
bentuk energi lain bisa didapatkan dari entropi tersebut. Keadaan ini disebut
sebagai kematian kalor alam semesta.
Pengamatan modern menunjukkan bahwa pengembangan alam semesta terus
berakselerasi, ini berarti bahwa semakin banyak bagian alam semesta teramati
sekarang akan terus melewati horizon peristiwa kita dan tidak akan pernah
berkontak dengan kita lagi. Akibat akhir dari pengembangan yang terus meningkat
ini tidak diketahui.
Model ΛCDM alam semesta mengandung energi gelap dalam bentuk konstanta
kosmologi. Teori ini mensugestikan bahwa hanya sistem yang terikat secara
gravitasional saja, misalnya galaksi, yang akan terus terikat bersama. Namun,
galaksi-galaksi inipun akan mencapai kematian kalor seiring dengan mengembang
dan mendinginnya alam semesta.
Penjelasan alternatif lainnya yang disebut teori energi fantom mensugestikan bahwa
pada akhirnya gugusan-gugusan galaksi, bintang, planet, atom, inti atom, dan
materi akan terkoyak oleh pengembangan yang terus meningkat, dan keadaan ini
disebut sebagai Koyakan Besar.[60]

Fisika spekulatif melangkaui teori Ledakan Dahsyat

Konsep pengembangan alam semesta, di mana ruang (termasuk bagian tak teramati alam semesta)
di wakili oleh potongan-potongan lingkaran seiring dengan berjalannya waktu.

Manakala model Ledakan Dahsyat telah cukup mapan dalam bidang kosmologi,
sangat besar kemungkinannya model ini akan terus diperbaiki pada masa depan.
Sampai sekarang, sangat sedikit sekali yang kita ketahui mengenai masa-masa
awal sejarah alam semesta. Teorema singularitas Penrose-
Hawking mempersyaratkan keberadaan singularitas pada awal kemunculan waktu.
Namun, teori ini mengasumsikan bahwa teori relativitas umum berlaku, walaupun
teori relativitas umum haruslah tidak berlaku sebelum alam semesta
mencapai temperatur Planck. Penerapan teori gravitasi kuantum yang tepat
mungkin dapat menghindari keberadaan singularitas ini. [61]
Terdapat beberapa gagasan beserta hipotesis tak teruji yang diajukan:
 Model keadaan Hartle-Hawking, yang mana keseluruhan ruang waktu
terbatas; Ledakan Dahsyat mewakili batasan waktu, tetapi tidak
memerlukan keberadaan singularitas. [62]
 Model kekisi Ledakang Dahsyat[63] menyatakan bahwa alam semesta pada
saat Ledakan Dahsyat terdiri atas sejumlah kekisi fermion yang terbatas
yang merambah domain fundamental, sehingganya ia memiliki simetri
rotasional, translasional, dan tolok. Simetri ini merupakan simetri terbesar
yang dimungkinkan, sehingganya memiliki entropi terendah dari keadaan
manapun.

 Model kosmologi membran[64] yang mengajukan bahwa inflasi terjadi


diakibatkan oleh pergerakan membran-membran dalam teori dawai;
model pra-Ledakan Dahsyat; model ekpirotik, yang mana Ledakan
Dahsyat merupakan akibat tumbukan membran-membran; dan model
siklik yang sama dengan model ekpirotik tetapi tumbukan terjadi secara
berkala. Dalam model siklik, Ledakan Dahsyat didahului oleh Remukan
Besar dan alam semesta terus menerus melalui siklus ini dari satu proses
ke proses lainnya.[65][66][67]
Beberapa gagasan memandang Ledakan Dahsyat sebagai suatu kejadian yang
terjadi di alam semesta yang lebih besar dan lebih tua dan bukanlah kebermulaan
alam semesta.

Penafsiran keagamaan
Teori Ledakan Dahsyat adalah teori ilmiah, sehingganya kebenarannya tergantung
pada kecocokan teori ini dengan hasil pengamatan yang ada. Namun, sebagai
suatu teori, ia berkaitan dengan asal usul realitas dan alam semesta, yang pada
akhirnya memiliki implikasi teologis dan filosofis akan konsep penciptaan ex nihilo.[68]
[69][70][71][72]
 Sebelumnya, pada dasawarsa 1920-an dan 1930-an, para kosmologis
cenderung mendukung model keadaan tetap alam semesta dan beberapa
kosmologis mengeluh bahwa adanya permulaan waktu dalam Ledakan Dahsyat
dapat menyusupkan konsep-konsep keagamaan ke dalam ilmu fisika; keberatan ini
terus disuarakan oleh para pendukung teori keadaan tetap.[73] Kecurigaan ini lebih
menjadi-jadi oleh karena pengusul teori Ledakan Dahsyat, Monsignor Georges
Lemaître, adalah seorang biarawan Katolik Roma.[74]
Sejak diterimanya teori Ledakan Dahsyat sebagai paradigma kosmologi fisika yang
dominan, terdapat berbagai tanggapan yang berbeda dari kelompok-kelompok
keagamaan yang berbeda akan implikasi teori ini terhadap doktrin penciptaan
keagamaan mereka. Beberapa menerima bukti-bukti ilmiah teori Ledakan Dahsyat;
contohnya, Paus Pius XII pada pertemuan Pontificia Academia Scientiarum tanggal
22 November 1951 mendeklarasikan bahwa teori Ledakan Dahsyat sesuai dengan
konsep penciptaan Katolik.[75] Yang lainnya berusaha merekonsiliasi teori ini dengan
ajaran agama mereka, dan ada pula yang menolak maupun mengabaikan bukti teori
ini.[76]
Kesalahan umum
Orang sering kali salah mengartikan dentuman besar sebagai suatu ledakan yang
menghamburkan materi ke ruang hampa. Padahal dentuman besar bukanlah suatu
ledakan, bukan penghamburan materi ke ruang kosong, melainkan suatu proses
pengembangan alam semesta itu sendiri. Dentuman besar adalah proses
pengembangan ruang-waktu. Bahkan istilah 'ledakan besar' sendiri merupakan
istilah salah kaprah.

Catatan
1. ^ Dilaporkan secara meluas bahwa Hoyle bermaksud menggunakan istilah ini secara
peyoratif. Namun, Hoyle kemudian membantah hal ini, mengatakan bahwa ini hanyalah
untuk menekankan perbedaan antara dua teori ini bagi para pendengar radio. Lihat Bab
9 The Alchemy of the Heavens oleh Ken Croswell, Anchor Books, 1995.
2. ^ Tiada konsensus seberapa lama fase the Big Bang ada. Biasanya paling tidak
beberapa menit awal kejadian ledakan (sewaktu helium disintesis) dikatakan terjadi
"sewaktu ledakan dahsyat.
3. ^ Jika inflasi benar terjadi, bariogenesis juga pasti pernah terjadi, tetapi tidak sebaliknya.
4. ^ Energi gelap digunakan untuk menjelaskan kerataan alam semesta; walau demikian,
alam semesta tetap rata selama beberapa miliar tahun bahkan sebelum rapatan energi
gelap cukup signifikan untuk mempertahankan kerataan alam semesta.

Referensi
1. ^ Komatsu, E. (2009). "Five-Year Wilkinson Microwave Anisotropy Probe Observations:
Cosmological Interpretation". Astrophysical Journal Supplement.  180:
330.  Bibcode:2009ApJS..180..330K. doi:10.1088/0067-0049/180/2/330.
2. ^ Menegoni, Eloisa; et al. (2009),  "New constraints on variations of the fine structure
constant from CMB anisotropies",  Physical Review
D,  80  (8),  doi:10.1103/PhysRevD.80.087302
3. ^ The Exploratorium  (2000). "Origins: CERN: Ideas: The Big Bang". Diakses
tanggal 2010-09-03.
4. ^ Jonathan Keohane (November 08, 1997). "Big Bang theory". NASA's Imagine the
Universe: Ask an astrophysicist. Diakses tanggal  2010-09-03.
5. ^ Feuerbacher, B.; Scranton, R. (25 January 2006).  "Evidence for the Big
Bang".  TalkOrigins. Diakses tanggal  2009-10-16.
6. ^ Wright, E.L. (9 May 2009).  "What is the evidence for the Big Bang?".  Frequently
Asked Questions in Cosmology. UCLA, Division of Astronomy and Astrophysics.
Diakses tanggal  2009-10-16.
7. ^ Lompat ke:a b c d Hubble, E. (1929).  "A Relation Between Distance and Radial Velocity
Among Extra-Galactic Nebulae". Proceedings of the National Academy of
Sciences.  15  (3): 168–73.  doi:10.1073/pnas.15.3.168. PMC  522427 
. PMID 16577160.
8. ^ Gibson, C.H. (21 January 2001).  "The First Turbulent Mixing and
Combustion"  (PDF).  IUTAM  Turbulent Mixing and Combustion. Diarsipkan dari versi
asli  (PDF) tanggal 2018-10-04. Diakses tanggal  2010-05-12.
9. ^ Gibson, C.H. (2001). "Turbulence And Mixing In The Early
Universe". arΧiv:astro-ph/0110012 [astro-ph].
10. ^ Gibson, C.H. (2005). "The First Turbulent Combustion". arΧiv:astro-ph/0501416 [astro-
ph].
11. ^ "'Big bang' astronomer dies".  BBC News. 22 August 2001. Diakses tanggal 2008-12-
07.
12. ^ Croswell, K. (1995). "Chapter 9".  The Alchemy of the Heavens.  Anchor Books.
13. ^ Mitton, S. (2005).  Fred Hoyle: A Life in Science.  Aurum Press. hlm.  127.
14. ^ Slipher, V.M.  "The Radial Velocity of the Andromeda Nebula".  Lowell Observatory
Bulletin.  1: 56–57.
15. ^ Slipher, V.M.  "Spectrographic Observations of Nebulae". Popular Astronomy. 23: 21–
24.
16. ^ Lompat ke:a b Friedman, A.A.  (1922). "Über die Krümmung des Raumes".  Zeitschrift für
Physik. 10: 377–386. doi:10.1007/BF01332580. (Jerman)
(Terjemahan Inggris di: Friedman, A. (1999).  "On the Curvature of Space".  General Relativity and
Gravitation.  31: 1991–2000.  doi:10.1023/A:1026751225741.)
17. ^ Lompat ke:a b Lemaître, G. (1927). "Un univers homogène de masse constante et de
rayon croissant rendant compte de la vitesse radiale des nébuleuses
extragalactiques".  Annals of the Scientific Society of Brussels. 47A: 41. (Prancis)
(Diterjemahkan di: "A Homogeneous Universe of Constant Mass and Growing Radius Accounting for
the Radial Velocity of Extragalactic Nebulae".  Monthly Notices of the Royal Astronomical Society. 91:
483–490. 1931.)

18. ^ Lemaître, G.  (1931). "The Evolution of the Universe: Discussion". Nature. 128: 699–
701.  doi:10.1038/128704a0.
19. ^ Christianson, E. (1995).  Edwin Hubble: Mariner of the Nebulae. New York
(NY): Farrar, Straus and Giroux.  ISBN  0374146608.
20. ^ Lompat ke:a b Peebles, P.J.E.; Ratra, Bharat (2003). "The Cosmological Constant and
Dark Energy".  Reviews of Modern Physics.  75: 559–
606.  doi:10.1103/RevModPhys.75.559. arXiv:astro-ph/0207347.
21. ^ Milne, E.A. (1935).  Relativity, Gravitation and World Structure. Oxford (UK): Oxford
University Press.  LCCN  35-19093.
22. ^ Tolman, R.C. (1934).  Relativity, Thermodynamics, and Cosmology. Oxford
(UK): Clarendon Press.  LCCN  34-32023.
Reissued (1987). New York (NY): Dover Publications ISBN 0-486-65383-8.

23. ^ Zwicky, F. (1929).  "On the Red Shift of Spectral Lines through Interstellar
Space". Proceedings of the National Academy of Sciences. 15 (10): 773–
779.  doi:10.1073/pnas.15.10.773. PMC  522555  .  PMID  16577237. Full
articlePDF (672 KB).
24. ^ Hoyle, F.  (1948). "A New Model for the Expanding Universe". Monthly Notices of the
Royal Astronomical Society.  108: 372.
25. ^ Alpher, R.A.; Gamow, G. (1948).  "The Origin of Chemical Elements". Physical
Review.  73: 803.  doi:10.1103/PhysRev.73.803.
26. ^ Alpher, R.A.  (1948). "Evolution of the Universe".  Nature.  162:
774.  doi:10.1045/march2004-featured.collection.
27. ^ Singh, S. "Big Bang". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-06-30. Diakses
tanggal 2007-05-28.
28. ^ Lompat ke:a b Penzias, A.A.; Wilson, R. W. (1965). "A Measurement of Excess Antenna
Temperature at 4080 Mc/s". Astrophysical Journal. 142: 419. doi:10.1086/148307.
29. ^ Lompat ke:a b Boggess, N.W.; Mather, J. C.; Weiss, R.; Bennett, C. L.; Cheng, E. S.;
Dwek, E.; Gulkis, S.; Hauser, M. G.; Janssen, M. A.; et al. (1992). "The COBE Mission:
Its Design and Performance Two Years after the launch". Astrophysical Journal. 397:
420.  doi:10.1086/171797.
30. ^ Lompat ke:a b Spergel, D.N.; et al. (2006).  "Wilkinson Microwave Anisotropy Probe
(WMAP) Three Year Results: Implications for Cosmology". Diakses tanggal  2007-05-27.
31. ^ Hawking, S.W.  (1973). The Large-Scale Structure of Space-Time. Cambridge
(UK): Cambridge University Press.  ISBN  0-521-20016-4.
32. ^ Lompat ke:a b c d Hinshaw, G.; et al. (2008).  "Five-Year Wilkinson Microwave Anisotropy
Probe (WMAP) Observations: Data Processing, Sky Maps, and Basic
Results"  (PDF).  The Astrophysical Journal.
33. ^ Guth, A.H. (1998).  The Inflationary Universe: Quest for a New Theory of Cosmic
Origins. Vintage Books.  ISBN  978-0099959502.
34. ^ Schewe, P. (2005).  "An Ocean of Quarks". Physics News Update. American Institute
of Physics. 728 (1). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2005-04-23. Diakses
tanggal 2007-05-27.
35. ^ Lompat ke:a b Kolb and Turner (1988), chapter 6
36. ^ Kolb and Turner (1988), chapter 7
37. ^ Lompat ke:a b c Kolb and Turner (1988), chapter 4
38. ^ Peacock (1999), chapter 9
39. ^ Ivanchik, A.V. (1999). "The Fine-Structure Constant: A New Observational Limit on Its
Cosmological Variation and Some Theoretical Consequences". Astronomy and
Astrophysics.  343: 459.  arXiv:astro-ph/9810166  .  Bibcode:1999A&A...343..439I.
40. ^ d'Inverno, R. (1992). "Chapter 23". Introducing Einstein's Relativity. Oxford University
Press. ISBN 0-19-859686-3.
41. ^ Lompat ke:a b Kolb and Turner, 1988, chapter 3
42. ^ Gladders, M.D. (2007). "Cosmological Constraints from the Red-Sequence Cluster
Survey".  The Astrophysical Journal.  655  (1): 128–134.  arXiv:astro-ph/0603588 
. Bibcode:2007ApJ...655..128G. doi:10.1086/509909.
43. ^ The Four Pillars of the Standard Cosmology
44. ^ Peacock (1999), chapter 3
45. ^ Srianand, R.; Petitjean, P.; Ledoux, C. "The microwave background temperature at the
redshift of 2.33771". Nature. 408 (6815): 931–935.  arXiv:astro-ph/0012222 
. Bibcode:2000Natur.408..931S. Diarsipkan dari versi asli  Parameter  |archive-
url=  membutuhkan  |url=  (bantuan)  tanggal 2006-06-15.  Ringkasan –  European
Southern Observatory (December 2000).
46. ^ White, M. (1999). "Anisotropies in the CMB".  Proceedings of the Los Angeles Meeting,
DPF 99. UCLA.  arXiv:astro-ph/9903232  .  Bibcode:1999dpf..conf.....W.
47. ^ Steigman, G. (2005). "Primordial Nucleosynthesis: Successes And
Challenges". arΧiv:astro-ph/0511534 [astro-ph].
48. ^ Bertschinger, E. (2001). "Cosmological Perturbation Theory and Structure
Formation". arΧiv:astro-ph/0101009 [astro-ph].
49. ^ Bertschinger, E. (1998). "Simulations of Structure Formation in the Universe". Annual
Review of Astronomy and Astrophysics.  36  (1): 599–
654.  Bibcode:1998ARA&A..36..599B. doi:10.1146/annurev.astro.36.1.599.
50. ^ Kragh, Helge (22 Februari 1999). Cosmology and Controversy (dalam bahasa
Inggris). Princeton University Press; Revised edition.
51. ^ Direct Searches for Dark Matter, White paper, The National Academies.
52. ^ Whitepaper: For a Comprehensive Space-Based Dark Energy Mission, The National
Academies.
53. ^ Lompat ke:a b c Kolb and Turner, chapter 8
54. ^ Dicke, R.H.; Peebles, P.J.E. "The big bang cosmology—enigmas and nostrums".
Dalam Hawking, S.W. (ed); Israel, W. (ed).  General Relativity: an Einstein centenary
survey. Cambridge University Press. hlm.  504–517.
55. ^ Penrose, R. (1979). "Singularities and Time-Asymmetry". Dalam Hawking, S.W. (ed);
Israel, W. (ed).  General Relativity: An Einstein Centenary Survey.  Cambridge University
Press. hlm. 581–638.
56. ^ Penrose, R. (1989). "Difficulties with Inflationary Cosmology". Dalam Fergus, E.J.
(ed). Proceedings of the 14th Texas Symposium on Relativistic Astrophysics.  New York
Academy of Sciences. hlm.  249–264.  doi:10.1111/j.1749-6632.1989.tb50513.x.
57. ^ Sakharov, A.D. (1967). "Violation of CP Invariance, C Asymmetry and Baryon
Asymmetry of the Universe". Zhurnal Eksperimentalnoi i Teoreticheskoi Fiziki, Pisma. 5:
32. (Rusia)
(Diterjemahkan di Journal of Experimental and Theoretical Physics Letters 5, 24 (1967).)

58. ^ Navabi, A.A.; Riazi, N. (2003). "Is the Age Problem Resolved?".  Journal of
Astrophysics and Astronomy. 24 (1–2):
3. Bibcode:2003JApA...24....3N.  doi:10.1007/BF03012187.
59. ^ Keel, B. "Dark Matter". Diakses tanggal  2007-05-28.
60. ^ Caldwell, R.R; Kamionkowski, M.; Weinberg, N. N. (2003). "Phantom Energy and
Cosmic Doomsday". Physical Review Letters.  91  (7): 071301.  arXiv:astro-ph/0302506 
. Bibcode:2003PhRvL..91g1301C.  doi:10.1103/PhysRevLett.91.071301. PMID 1293500
4.
61. ^ Hawking, S.W.; Ellis, G.F.R. (1973).  The Large Scale Structure of Space-Time.
Cambridge (UK):  Cambridge University Press. ISBN 0-521-09906-4.
62. ^ Hartle, J.H.; Hawking, S. (1983). "Wave Function of the Universe". Physical Review
D.  28  (12): 2960.  Bibcode:1983PhRvD..28.2960H.  doi:10.1103/PhysRevD.28.2960.
63. ^ Bird, Paul (2011). "Determining the Big Bang State Vector"  (PDF). Diarsipkan dari  versi
asli  (PDF) tanggal 2018-09-29. Diakses tanggal  2011-07-22.
64. ^ Langlois, D. (2002). "Brane Cosmology: An Introduction". arΧiv:hep-th/0209261 [hep-
th].
65. ^ Linde, A. (2002). "Inflationary Theory versus Ekpyrotic/Cyclic
Scenario". arΧiv:hep-th/0205259 [hep-th].
66. ^ Than, K. (2006). "Recycled Universe: Theory Could Solve Cosmic
Mystery".  Space.com. Diakses tanggal  2007-07-03.
67. ^ Kennedy, B.K. (2007).  "What Happened Before the Big Bang?". Diarsipkan dari versi
asli tanggal 2007-07-04. Diakses tanggal  2007-07-03.
68. ^ Russel, R.J. (2008). Cosmology: From Alpha to Omega.  Fortress
Press. ISBN 9780800662738. Amazingly, some secularists attribute to t=0 a direct
implication. The June 1978 issue of the  New York Times contained an article by NASA's
Robert Jastrow, an avowed agnostic, entitled "Found God?" Here Jastrow depicts the
theologians to be "delighted" that astronomical evidence "leads to a biblical view of
Genesis." Though claiming to be agnostic, he argued without reservation for the religious
significance of t=0: It is beyond science and leads to some sort of creator.
69. ^ Corey, M. (1993). God and the New Cosmology. Rowman &
Littlefield. ISBN 9780847678020. Indeed, creation ex nihilo is a fundamental tenet of
orthodox Christian theology. Incredibly enough, modern theoretical physicists have also
speculated that the universe may have been produced through a sudden quantum
appearance "out of nothing." Physicist Paul Davies has claimed that the particular
physicis involved in the Big Bang necessitates  creation ex nihilo.
70. ^ Lerner, E.J. (1992). The Big Bang Never Happened: A Startling Refutation of the
Dominant Theory of the Origin of the Universe. Vintage
Books. ISBN 9780679740490. From theologians to physicists to novelists, it is widely
believed that the Big Bang theory supports Christian concepts of a creator. In February
of 1989, for example, the front-page article of the  New York Times Book Review  argued
that scientists and novelists were returning to God, in large part through the influence of
the Big Bang.
71. ^ Manson, N.A. (1993).  God and Design: The Teleological Argument and Modern
Science. Routledge. ISBN 9780415263443. The Big Bang theory strikes many people
as having theological implications, as shown by those who do not welcome those
implications.
72. ^ Davis, J.J. (2002). The Frontiers of Science & Faith.  InterVarsity
Press. ISBN 9780830826643. Genesis' concept of a singular, ex nihilo beginning of the
universe essentially stands alone among the cosmolgies of the ancient world and
exhibts, at this point, convergence with recent big bang cosmological models.
73. ^ Kragh, H. (1996).  Cosmology and Controversy. Princeton (NJ): Princeton University
Press. ISBN 0-691-02623-8.
74. ^ People and Discoveries: Big Bang Theory, www.pbs.org
75. ^ Ferris, T. (1988). Coming of age in the Milky Way. Morrow. hlm. 274, 438. ISBN 978-
0-688-05889-0., citing Berger, A. (1984). The Big bang and Georges Lemaître:
proceedings of a symposium in honour of G. Lemaître fifty years after his initiation of big-
bang cosmology, Louvainla-Neuve, Belgium, 10–13 October 1983. D. Reidel.
hlm. 387.  ISBN  978-90-277-1848-8.
76. ^ Wright, E.L (24 May 2009). "Cosmology and Religion". Ned Wright's Cosmology
Tutorial. Diakses tanggal 2009-10-15.

Buku
 Kolb, Edward; Turner, Michael (1988). The Early Universe. Addison–
Wesley. ISBN 0-201-11604-9.
 Peacock, John (1999). Cosmological Physics. Cambridge University
Press. ISBN 0521422701.

Bacaan lanjut
 Barrow, J.D. (1994). The Origin of the Universe: To the Edge of Space
and Time. New York: Phoenix. ISBN 0-465-05354-8.
 Alpher, R.A.; Herman, R. (1988). "Reflections on early work on 'big bang'
cosmology". Physics Today. 8: 24–34.
 Mather, J.C.; Boslough, J. (1996). The very first light: the true inside story
of the scientific journey back to the dawn of the Universe. Basic Books.
hlm. 300. ISBN 0-465-01575-1.
 Singh, S. (2004). Big Bang: The origins of the universe. Fourth
Estate. ISBN 0-00-716220-0.
 Davies, P.C.W. (1992). The Mind of God: The scientific basis for a
rational world. Simon & Schuster. ISBN 0-671-71069-9.
 "Cosmic Journey: A History of Scientific Cosmology" . American Institute
of Physics. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-10-21. Diakses
tanggal 2011-07-22.
 Feuerbacher, B.; Scranton, R. (2006). "Evidence for the Big
Bang". TalkOrigins.
 "Misconceptions about the Big Bang". Scientific American. 2005.
 "The First Few Microseconds". Scientific American. 2006.
 Roos, M. (2008). "Expansion of the Universe – Standard Big Bang
Model". arΧiv:0802.2005.

Pranala luar
 Cosmology di Curlie (dari DMOZ)
 Model ledakan dahsyat dengan grafik animasi
 Bukti Ledakan Dahsyat
Kategori: 
 Articles using legacy format in Template:LCCN
 Astrofisika
 Kosmologi
 Dentuman Besar
 Halaman ini terakhir diubah pada 25 Juni 2022, pukul 15.06.
 Teks tersedia di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa; ketentuan tambahan
mungkin berlaku. Lihat Ketentuan Penggunaan untuk lebih jelasnya.
 Kebijakan privasi

 Tentang Wikipedia

 Penyangkalan

 Tampilan seluler

 Pengembang

 Statistik

 Pernyataan kuki

Anda mungkin juga menyukai