Anda di halaman 1dari 7

TEORI PEMBENTUKAN TATA SURYA

1. Teori Nebula

Dalam teori Nebula, diungkapkan bahwa pada awalnya sistem tata surya ini
terbentuk dari suatu nebula atau kabut tipis yang sangat luas. Nebula atau massa
gas raksasa yang bercahaya ini berputar perlahan-lahan yang kemudian secara
berangsur -angsur mendingin, mengecil dan mendekati bentuk bola.

Rotasi yang terjadi semakin lama semakin kencang sehingga mengakibatkan bagian
tengah dari massa tersebut jadi menggelembung. Akibatnya, lingkaran materi
tersebut terlempar keluar.

Lingkaran inilah yang kemudian mendingin, mengecil, hingga akhirnya menjadi


planet -planet. Planet-planet yang terbentuk tetap mengorbit mengeliling inti massa.
Sementara lingkaran lain terlempar lagi dari pusat massa sehingga menjadi seluruh
planet yang kita kenal sekarang ini, termasuk bumi.

Pusat massa tersebut adalah matahari. Berikutnya, planet -planet yang ada juga
melemparkan massa-nya keluar angkasa sehingga berubah menjadi satelit seperti
bulan yang dimiliki oleh bumi.

Teori Nebula diketahui muncul pertama kali pada abad XVIII yang diawali oleh
pendapat dari seorang filsuf Jerman bernama Immanuel Kant. Pendapat Kant
mengenai tata surya yang terbentuk dari nebula ini kemudian diperkuat oleh Marquis
de Laplace (Piere Simon), yang merupakan seorang astronom Prancis.

Teori yang diungkapkan oleh Laplace lebih merupakan penjelasan pendapat Kant.
Meski Laplace pun tidak mengetahui sumbangan dari pemikiran kant dalam teorinya
tersebut. Karena berasal dari pemikiran dua ahli ini, maka teori Nebula juga sering
disebut sebagai Teori Kant-Laplace.

2. Teori Planetesimal
Planetesimal merupakan suatu benda padat kecil yang bergerak mengelilingi suatu
inti yang bersifat gas. Teori planetesimal mengemukakan bahwa suatu ketika sebuah
bintang melintasi ruang angkasa dengan cepat dan berada sangat dekat dengan
matahari.

Bintang yang melintas tersebut rupanya memiliki daya tarik yang besar sekali
sehingag mengakibatkan pasang di bagian gas panas matahari. Karenanya,
terdapatlah massa gas dari matahari yang terlempar keluar dan mulai mengorbit
pada matahari.

Namun, karena daya tarik yang masih banyak dimilki matahari, maka massa gas
tersebut tertahan dan bergerak mengeliling matahari. Massa gas ini lama kelamaan
menjadi dingin dan bentuknya menjadi cairan yang lalu memadat. Massa tersebutlah
yang saat ini kita kenal sebagai planet, termasuk untuk bumi kita.

Teori Planetesimal ini muncul pertama kali sekitar tahun 1900. Teori ini pertama kali
dikemukakan oleh seorang astronom bernama Forest Ray Moulton serta seorang
ahli geologi bernama T.C. Chamberlain dari Universitas Chicago.

Teori planetesimal ini didasarkan pada pengamatan bahwa beberapa bintang di


langit nampak tidak pernah berhenti bergerak. Suatu ketika, bintang yang terus
bergerak tersebu melintas sangat dekat dengan Matahari.

Lalu karena adanya gaya gravitas, maka terjadilah gaya tarik menarik antara
matahar dan bintang yang melintas tersebut. Terjadilah pasang yang mengakibatkan
terbentuknya planet -planet. Planet yang terbentuk ini yang mungkin mengikuti
bintang yang lewat tadi.

3. Teori Pasang Surut

Teori pasang surut atau teori pasang ini juga terkadang disebut sebagai teori ide
benturan. Dalam teori pasang surut atau teori ide benturan ini, disebutkan bahwa
planet-planet awalnya terbentuk secara langsung oleh gas asli matahari yang tertarik
oleh bintang yang melintas sangat dekat dan nyaris bersinggungan dengan
matahari.

Teori ini memang hampir sama dengan teori planetesimal. Hanya bedanya, pada
teori pasang surut ini planet tidak terbentuk oleh planetesimal. Teori ini menyebutkan
bahwa saat bintang berada sangat dekat dengan matahari, ada tarikan gravitasinya
yang menyedot filament gas yang berbentuk cerutu panjang.

Filament ini membesar di bagian tengah dan mengecil di kedua ujungnya. Dari
filament inilah, kemudian terbentuk sebuah planet. Pendapat ini dicetuskan pertama
kali oleh Sir James Jeans dan Sir Harold Jeffreys dari Inggris pada tahun 1918.

Jeans dan Jeffreys beranggapan bahwa kelahiran Tata Surya adalah suatu peristiwa
langka. Sebab, perisitiwa ini terjadi saat matahari nyaris bersinggungan dengan
sebuah bintang. Peristiwa yang menyebabkan lidah matahari jadi berbentuk seperti
cerutu ini juga menjadi penjelasan logis tentang ukuran planet yang berbeda satu
sama lain.

4. Teori Lyttleton atau Teori Bintang Kembar

Teori lyttleton atau yang juga sering disebut sebagai teori bintang kembar ini
mengemukakan bahwa mulanya matahari merupakan bintang kembar yang
mengelilingi sebuah medan gravitasi. Tapi, ada sebuah bintang yang menabrak
salah satu bintang kembar tersebut dan mungkin menghancurkannya.

Bintang yang hancur tersebut lantas berubah menjadi massa gas yang berputar-
putar. Karena terus berputar, maka massa gas itu berubah dingin dan membentuk
planet-planet. Sementara satu bintang lain yang bertahan menjadi pusat tata surya
yang kita kenal sebagai matahari.

Teori Lyttleton ini dicetuskan oleh R.A. Lyttleton yang merupakan seorang astronom.
Ia melakukan modifikasi terhadap teori benturan yang sebelumnya pernah ada.
Namun, teori yang diungkapkan Lyttleton ini dianggap memiliki penjelasan yang
lebih baik mengenai asal mula Tata Surya berdasarkan teori benturan.
5. Teori Awan Debu

Teori Awan Debu mengungkapkan bahwa calon Tata Surya awalnya adalah awan
yang sangat luas. Awan ini terdiri dari debu dan gas kosmos yang diperkirakan
berbentuk seperti sebuah piring.

Namun, terdapat ketidakteraturan dalam awan tersebut yang menyebabkan


terjadinya perputaran sehingga gas dan debu yang berputar berkumpul jadi satu.
Sementara debu dan gas ini terus berputar, awan tersebut pun menghilang.

Lalu, partikel-partikel debu yang keras saling berbenturan, melekat dan berubah
menjadi planet. Lalu berbagai gas yang ada di tengah-tengah awan berkembang
dan menjadi matahari.

Teori Awan Debu ini dicetuskan oleh Fred L. Whippel yang merupakan seorang
astronom asal Amerika Serikat. Jika ditelusuri dari prosesnya, teori ini seolah
merupakan pengembangan teori Nebula.

Selain apa yang diungkapkan oleh Fred L. Whippel, ada juga astronom Inggris
bernama Fred Hoyle dan astronom Swedia bernama Hannes Alven yang
mengungkapkan teori yang serupa dengan teori Awan Debu.

Mereka berpendapat bahwa pada mulanya Matahari berputar dengan cepat dengan
piringan gas di sekelilingnya. Jika merujuk pada penelitian era modern, Matahari
dikatakan berputar kira-kira satu kali dalam 27 hari.

Sementara perhitungan mutakhir juga menunjukkan bahwa Matahari primitif berputar


lebih cepat sehingga memungkinkan terlemparnya bahan -bahan yang kemudian
membentuk planet. Hal inilah yang mendukung teori awan debu ini.

6. Hipotesis Kondensasi/Kuiper
Dalam Hipotesis Kuiper, dikemukakan bahwa alam semesta ini pada awalnya terdiri
dari formasi bintang-bintang. Lalu, terdapat dua pusat yang memadat dan
berkembang dalam suatu awan antarbintang dari gas hydrogen.

Satu pusat lebih besar daripada pusat yang lainnya. Satu pusat yang lebih besar ini
kemudian memadat dan menjadi bintang tunggal yang kita kenal sebagai matahari.

Hipotesis ini dikemukakan oleh Gerard P. Kuiper (19051973). Karena masih


merupakan hipotesis dan belum dianggap sebagai teori yang memiliki dasar kuat,
pendapat Kuiper ini lumayan jarang digunakan.

7. Teori Big Bang

Ledakan Dahsyat atau Dentuman Besar (bahasa Inggris: Big Bang) merupakan
sebuah peristiwa yang menyebabkan pembentukan alam semesta berdasarkan
kajian kosmologi mengenai bentuk awal dan perkembangan alam semesta (dikenal
juga dengan Teori Ledakan Dahsyat atau Model Ledakan Dahsyat). Berdasarkan
permodelan ledakan ini, alam semesta, awalnya dalam keadaan sangat panas dan
padat, mengembang secara terus menerus hingga hari ini. Berdasarkan pengukuran
terbaik tahun 2009, keadaan awal alam semesta bermula sekitar 13,7 miliar tahun
lalu, yang kemudian selalu menjadi Referensi sebagai waktu terjadinya Big
Bang tersebut. Teori ini telah memberikan penjelasan paling komprehensif dan
akurat yang didukung oleh metode ilmiah beserta pengamatan.

Georges Lematre, seorang biarawan Katolik Roma Belgia, dianggap sebagai orang
pertama yang mengajukan teori ledakan dahsyat mengenai asal usul alam semesta,
walaupun ia menyebutnya sebagai "hipotesis atom purba". Kerangka model teori ini
bergantung pada relativitas umum Albert Einstein dan beberapa asumsi-asumsi
sederhana, seperti homogenitas dan isotropi ruang. Persamaan yang
mendeksripsikan teori ledakan dahsyat dirumuskan oleh Alexander Friedmann.
Setelah Edwin Hubble pada tahun 1929 menemukan bahwa jarak bumi
dengan galaksi yang sangat jauh umumnya berbanding lurus dengan geseran
merahnya, sebagaimana yang dipaparkan oleh Lematre pada tahun 1927,
pengamatan ini dianggap mengindikasikan bahwa semua galaksi dan gugus bintang
yang sangat jauh memiliki kecepatan tampak yang secara langsung menjauhi titik
pandang kita: semakin jauh, semakin cepat kecepatan tampaknya.

Jika jarak antar gugus-gugus galaksi terus meningkat seperti yang terpantau
sekarang, semuanya haruslah pernah berdekatan pada masa lalu. Gagasan ini
secara rinci mengarahkan pada suatu keadaan massa jenis dan suhu yang
sebelumnya sangat ekstrem. Berbagai pemercepat partikel raksasa telah dibangun
untuk mencoba dan menguji kondisi tersebut, yang menjadikanteori tersebut dapat
konfirmasi dengan signifikan, walaupun pemercepat-pemercepat ini memiliki
kemampuan yang terbatas untuk menyelidiki fisika partikel. Tanpa adanya bukti
apapun yang berhubungan dengan pengembangan awal yang cepat, teori ledakan
dahsyat tidak dan tidak dapat memberikan beberapa penjelasan mengenai kondisi
awal alam semesta, melainkan mendeskripsikan dan menjelaskan perubahan umum
alam semesta sejak pengembangan awal tersebut. Kelimpahan unsur-unsur ringan
yang terpantau di seluruh kosmos sesuai dengan prediksi kalkulasi pembentukan
unsur-unsur ringan melalui proses nuklir di dalam kondisi alam semesta yang
mengembang dan mendingin pada awal beberapa menit kemunculan alam semesta
sebagaimana yang diuraikan secara terperinci dan logis oleh nukleosintesis ledakan
dahsyat.

8. Teori Creatio Continua

Dikemukakan oleh Bondi dan Gold. Berpendapat bahwa saat diciptakan alam
semesta ini tidak ada, alam semesta ada dan selamanya tetap ada setelah
diciptakan. Setiap saat ada partikel yang dilahirkan dan ada yang lenyap, yang
kemudian mengembun menjadi kabut, bintang dan jasad alam semesta, karena
partikel yang lebih besar daripada partikel yang lenyap, maka jumlah materi makin
bertambah dan mengakibatkan pemuaian alam semesta. Penegmbangan tersebut
mencapai titik batas 10 milyar tahun, dalam kurun waktu tersebut akan
menghasilkan kabut-kabut baru. Teori ini berpendapat bahwa 90 % materi alam
semesta ialah hedrogen yang akhirnya membentuk helium dan zat-zat lainnya.
9. Hipotesis Protoplanet

Teori ini dikemukakan oleh Carl Van Weizsaecker, G.P. Kuipper dan Subrahmanyan
Chandarasekar. Menurut teori protoplanet, di sekitar matahari terdapat kabut gas
yang membentuk gumpalan-gumpalan yang secara evolusi berangsur-angsur
menjadi gumpalan padat. Gumpalan kabut gas tersebut dinamakan protoplanet.

Anda mungkin juga menyukai