Anda di halaman 1dari 10

BIOGRAFI SINGKAT BEBERAPA ULAMA HADIS 1 1 26 TOKOH-TOKOH MUHADDISIN DAN

KARYA MEREKA Oleh : BAHRIAYUB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber dari segala
sumber hukum yang utama atau yang pokok di dalam agama Islam adalah Al-Qur'an dan As-
Sunnah. Selain sebagai sumber hukum, Al-Qur'an dan As-Sunnah juga merupakan sumber ilmu
pengetahuan yang universal. Isyarat sampai kepada ilmu yg mutakhir telah tercantum di dalamnya.
Oleh kerananya siapa yang ingin mendalaminya, maka tidak akan ada habis-habisnya
keajaibannya. Untuk mengetahui As-Sunnah atau hadith-hadith Nabi, maka salah satu dari
beberapa bahagian penting yang tidak kalah menariknya untuk diketahui adalah mengetahui profil
atau sejarah orang-orang yang mengumpulkan hadith, yang dengan jasa-jasa mereka kita yang
hidup pada zaman sekarang ini dapat dengan mudah memperoleh sumber hukum secara lengkap
dan sistematis serta dapat melaksanakan atau meneladani kehidupan Rasulullah untuk beribadah
seperti yang dicontohkannya. Untuk itu pada beberapa edisi kali ini, kami sajikan secara berturut-
turut Profile Sejarah Hidup Enam Tokoh Penghimpun Hadith yang paling terkenal serta Sekilas
Penjelasan Tentang Kitab Hadith-nya yang masyhur. Abad ketiga Hijriah merupakan kurun waktu
terbaik untuk menyusun atau menghimpun Hadith Nabi di dunia Islam. waktu itulah hidup enam
penghimpun ternama Hadith Shahih yaitu: Imam Bukhari,Imam Muslim,Imam Abu Daud,Imam
Tirmidzi,Imam Nasa'I, Imam Ibn Majah danImam Bukhari.r.a Hadis adalah sumber hukum Islam
sesudah Al-Quran. Hadis didefinisikan oleh pada umumnya ulama seperti definisi al-Sunnah
sebagai segala sesuatu yang dinisbahkan kepada Muhammad saw, baik ucapan, perbuatan, dan
taqri>r (ketetapan), maupun sifat fisik dan psikis, baik sebelum beliau menjadi nabi maupun
sesudahnya. Dengan pengertian ini dapat dipahami bahwa hadis adalah ungkapan yang telah
dicanangkan Rasul dalam kehidupan manusia. Hadis-hadis Rasul yang dijumpai dalam beberapa
kitab hadis, yang pada umumnya diriwayatkan oleh beberapa ulama hadis yang menghimpunnya,
dengan jalan mencari hadis di beberapa ulama hadis sebelumnya, atau para guru-gurunya, bahkan
periwayat hadis banyak menyebrang ke beberapa daerah atau kota untuk mencari hadis Rasul.
Hadis Nabi saw yang sampai kepada kita, telah melalui suatu proses sejarah perkembangan yang
sangat panjang. Secara garis besarnya dapat dirumuskan atas tiga masa perkembangan, yakni
periode klasik, periode pertengahan, dan periode modern Namun, dari sejarah megumpulan hadis
yang ditemukan dari beberapa litearatur didapati ada beberapa periodesasi, yakni pada masa
mutaqaddimin, mutakhirin dan pada masa moderenisme, yang masing-masing periodesasi tersebut
mengalami proses baik segi pengumpulan hadis, pemahaman bahkan penerapannya hingga
sekarang. Bertitik tolak dari uraian di atas, maka dalam makalah ini akan diuraikan mengenai tokoh-
tokoh Muhaddisin dan karya mereka serta contoh hadis pada masa tersebut. Baik pada masa
mutaqaddimin, pada masa mutaakhirin dan pada masa modernisme. Sejarah panjang ilmu kritik
hadits sejak lahirnya hingga sekarang bisa dibagi menjadi dua fase (marhalah) besar. Fase pertama
disebut dengan masa riwayah. Setiap hadits pada masa ini diriwayatkan dengan sanad tersendiri
yang menghubungkan penuturnya dengan pemilik perkataan tersebut (Nabi Saw, sahabat, atau
tabiin) dengan untaian nama-nama perawi yang disebut sanad. Di masa yang berakhir kira-kira
abad keempat/kelima hijriah ini, sanad merupakan tulang punggung yang menentukan validitas
sebuah riwayat sehingga menjadi bagian penting dari agama. Buku-buku yang ditulis di masa inipun
sarat dengan sanad-sanad yang menghubungkan para pengarang buku dengan sumber
referensinya. Hal ini kita bisa temukan misalnya pada Muwattha Imam Malik (w. 179), buku-buku
Imam Asy-Syafii (w. 204 H) dan Imam Ahmad (w. 224 H), Al-Bukhari (w. 256 H), Muslim (w. 261 H),
dan buku-buku lain yang ditulis hingga masa Al-Daruquthni (w. 385 H). Urgensi sanad pada masa ini
melahirkan perhatian dan upaya luar biasa yang dicurahkan ulama hadits untuk mengoleksi dan
memverifikasi setiap riwayat dengan seksama demi memastikan tertutupnya semua celah yang
memungkinkan penyusupan unsur asing yang dapat mengeruhkan kejernihan ajaran Islam. Upaya
ini membuahkan keyakinan ilmiah di hati setiap muslim, pada saat itu hingga saat ini, bahwa Islam
dengan semua aspek akidah, syariah dan etikanya tetap terjaga kemurniannya meski telah melalui
ribuan tahun sejak wafat Rasulullah Saw. Ibn Hibban (w. 354 H) dengan sangat indah menjelaskan
upaya luar biasa ahli hadits ini dengan berkata, Andai salah seorang dari ulama itu ditanya
berapa jumlah huruf dalam setiap hadits niscaya dia mampu menghitungnya. Dan andai seorang
perawi menambahkan alif atau wau ke dalam sebuah hadits, mereka akan menyingkapnya dengan
mudah dan menjelaskannya dengan ikhlas. Tanpa mereka, atsar pasti punah dan hadits pasti
hilang, dan niscaya ajaran sesat akan menyebar dan ahli bid'ah akan meraja lela. Al-Baihaqi (w. 458
H) menambahkan bahwa upaya pengumpulan hadits di masa riwayah ini telah sempurna, maka
barangsiapa pada hari ini meriwayatkan hadits yang tidak terdapat di (dalam buku-buku karangan)
mereka maka hadits itu tidak dapat diterima. 1. Tokoh-Tokoh Muhaddisin pada Masa Mutaqaddimin
dan Karya Mereka Masa Mutaqaddimin dimulai dari penulisan hadits oleh shahabat Nabi, tabiin,
dan setursnya, sampai abad 500 hijriyah. Muhadditsin mengatakan bahwa ulama Mutaqaddimin
yang terakhir menulis Ilmu Dirayah adalah Qadli Iyadl al-Yahshubi. Tokoh ulama Mutaqaddimin yang
karyanya populer antara lain al- Imam Abu Hanifah (80 H 150 H), al-Imam Malik (92 H-179 H), al-
Syafii (204-150 H), Imam Bukhari (194 H 256 H), al-Imam Muslim (204-261H), al- Imam Ahmad
ibn Hambal (164 H-641 H), al-Imam Abu Daud (202 H-275 H), Al-Imam al-Turmudz{i (209 H 279
H), al-Nasa>iy (215 H - 303 H), Ibn Ma>jah (209 H - 273 H), Ali ibn al-Madini (161-234 H), al-Hakim
(321-405 H), al-Khathib al-Baghdadi (392-463 H) dan lain-lain. - Al-Imam Malik (92 H-179 H) Al-
Imam Abu Abdillah Anas ibn Malik al-Ashbahi, adalah seorang dari imam yang empat (imam yang
kedua), pembangun madzhab Maliki. Ia dilahirkan di Madinah pada tahun 92 H=712 M. Oleh karena
keteguhannya memegang prinsip agama, ia dicambuk oleh Jafar, bapak al-Manshur al-Abbasi.
Kemudian al-Manshur memintanya untuk menyusun sebuah kitab, untuk dijadikan pegangngan oleh
seluruh lapisan masyarakat yang berada di bawah kekuasaan al-Manshur, maka ia menyusun
sebuah kitab yang bernama al-Muawaththa untuk memenuhi permintaan tersebut. Al-Imam Malik
meninggal pada tahun 179 H=798., di Madinah. Penelitian dan perhitungan yang dilakukan Abu Bakr
al-Bahariy, jumlah as}ar Rasulullah, sahabat, dan ta>bii>n yang termaktub dalam kitab al-Muwat}t}a
sejumlah 1720 buah hadis. Pujian ulama terhadap beliau, antara lain: sebagaimana yang ditulis oleh
Mustafa Zahri yang mengutip pendapat Imam al-Syafiiy, mengatakan bahwa apabila dibicarakan
tentang hadis, maka Ma>lik-lah bintangnya, dan apabila dibicarakan soal keulamaan, maka Malik
jugalah bintangnya. Imam Yah}ya> ibn Sai>d al-Qahta>n dan Imam Yah}ya ibn Mai>n
menggelarinya sebagai ami>r al-mumini>n fiy al-H}adi>s}. Imam Bukha>riy sendiri mengatakan
bahwa sanad yang dikatakan ahhah al-asanid ialah bila sanad itu terdiri atas Malik, Nafi, dan Ibn
Umar. Pemikiran Ma>lik dalam bidang hukum dan fikih sangat dipengaruhi oleh lingkungan
sekitarnya, sebab dari kecil ampai akhir hayatnya ia tinggal di Madinah, sebagai tempat tumbuh dan
berkembangnya Sunnah Rasulullah, maka sewajarnya bila beliau sangat teguh pada sunnah. -
Imam Bukhari (194 H 256 H) Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim al-Jufi
al-Bukhari. Beliau dilahirkan pada tanggal 13 Syawal 194 H bertepatan dengan 810 M di kota
Bukhara. Keahlian dan perhatian al-Bukhari terhadap hadis, tampaknya diwarisi dari orang tuanya.
Sebagaimana diketahui bahwa Ismail (orang tua al-Bukhari) setelah meninggal dunia, ia telah
meninggalkan perpustakaan pribadi. Inilah yang banyak membantu imam Bukhari dalam
mempelajari imu-ilmu agama, terutama hadis. Bukhari menjelajahi negeri-negeri lain di samping
sering mondar-mandir untuk ke beberapa kota untuk menemui guru-guru hadis. Maka tersebutlah
nama beberapa kota tempat bukhari menyantri hadis, antara lain, Makkah, Madinah, Syam,
Baghdad, wasit, basrah, Bukhara, Kufah, Mesir, Heart, Naisapur, Qarasibah, Asqalan, Himsh, dan
Khurasan. Pemuda Bukhari ternyata bukanlah santri pasif yang hanya mampu menerima dan
menghafal pelajaran saja. Bukhari adalah santri yang produktif sembari belajar ia menulis buku.
Maka tersebutlah nama-nama karya tulisnya-di samping dua kitab di muka sebagai berikut: al-Tarikh
al-Shaghir, al-Tarikj al-Ausat, al-Dhuafa, al-Kuna, al-Adab al-Mufrad, al-Jami al-Shahih (sahih al-
Bukhari), Raf al-Yadain fi al-shalah, Khir al-kalam fi al-Qiraah khalf al-imam, Al-Asyribah, Asami al-
Shahabah, Bir al-Walidain, Khalq afal-Ibad, al-Musnad al-Kabir, al-Wuhdan, al-Mabsut dan al-
Hibah. Setelah berumur 62 tahun, anak yatim yang kemudian tersohor sebagai ahli hadis nomor
wahid itu, dan setelah kembali menetap di bukhara,pergi ke desa khartank di kawasan Samarqand
untuk menjenguk familinya yang bernama Ghalib bin jibril. Beberapa hari Bukhari tinggal di situ
sampai akhirnya sakit dan wafat pada hari sabtu, malam Idul Fitri, 1 Syawal 256 H. (870 M). - Imam
Muslim (204 H 261 H) Nama lengkapnya adalah Abu al-Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi an-
Naisaburi, lahir di Naisabur pada tahun 202 H/ 817 M dan meninggal pada tahun 261 H/ 875 M di
Naisabur. Ia dinisbahkan dengan nama an-Naisaburi karena ia lahir dan meninggal di Naisabur.
Karena ingin mengembangkan ilmu dan memperluas wawasannya, ia melakukan perjalanan ke
negeri-negeri lain, seperti Hedzjaz, Iraq, Suriah, Mesir, dan lain-lain. Dalam perjalanannya ini ia
telah bertemu dan berguru kepada banyak ulama hadis dan penghafal-penghafal hadis. Guru-guru
imam Muslim, secara umum, boleh dikatakan sama dengan guru-guru Imam Bukhari, hanya saja
bahwa Muslim pernah berguru kepada imam Bukhari, terutama ketika imam Bukhari datang ke
Naisabur. Menurut pendapat Muhammad Ajaj al-Khatib (guru besar hadis di Universitas Damsyik),
hadis yang tercantum dalam kitab Sahih Muslim berjumlah 3.030 hadis tanpa pengulangan, dan bila
dengan pengulangan berjumlah 10.000 hadis. Menurut al- Khuli (seorang ilama dan ahli hadis di
Mesir), hadis yang terdapat dalam Sahih Muslim berjumlah 4.000 hadfis bila tanpa pengulangan
sedangkan bila dengan pengulangan berjumlah 7.275. Jumlah ini menurut pendapatnya juga
meliputi semua hadis yang sahih. Ini berarti bahwa di luar kitabnya ini masih banyak lagi hadis yang
dinilai sahih. Hadis-hadis yang dimuatnya dalam kitab Sahih Mulim adalah hadis yang telah
disepakati setelah ditapis dan disaring dari 300.000 buah hadis yang ia ketahui. Untuk memilh hadis
sejumlah itu, imam Muslim telah menghabiskan waktu selama lima belas tahun. Sifat siqat
(kepercayaa) seoprang rawi serta hidup semasa dengan sumber riwayatnya bagi Muslim, sudah
dianggap cukup meyakinkan bahwa hadis yang diriwayatkannya benar-benar berasal dari sumber
yang disebutkannya. Perbedaan kriteri inilah yang menyebabkan para ulama menempatkan kitab
sahih Muslim berada pada peringkat kedua, sesudah Sahih Bukhari. - Al-Imam al-Turmudz{i (209 H
279 H) Imam al-Turmuz{iy, nama lengkapnya Abu Isa Muhammad ibn Isa ibn Saurah ibn Musa
ibn al-Dahak al-Sulamiy al-Turmuziy. Beliau dilahirkan di kota Turmuz pada tahun 109 H/824 M,
sebuah kota kecil di pinggir utara sungai Amuderiya sebelah utara Iran. Imam al-Turmuziy lebih
dikenal dengan Abu Isa, namun kemudian sebagian ulama tidak menyenangi sebutan tersebut itu,
karena ada hadis yang ditakhrijkan oleh Ibn Abu Syaiban, bahwa seorang pria tidak dibenarkan
menggunakan sebutan Abu Isa, yang berarti ayah dari Isa, seperti diketahui bahwa Isa tidak
mempunyai ayah. Larangan itu sesuai dengan sabda Rasul : ( sesungguhnya Isa tidak
mempunyai bapak). Pelarangan tersebut apabila nama Abu Isa sebagai nama pertama atau nama
asli, tetapi bila hal itu hanya dimaksudkan sebagai sebutan atau julukan, maka tidak menjadi
masalah. Hal ini sesuai dengan kesepakatan para ulama untuk membedakan dengan al-Turmuziy
yang lain. Sunan al-Turmuziy, termasuk kitab yang unik, karena ada yang menyebutkan dengan al-
Jami dan ada pula yang menyebutkan dengan al-sunan. Sedikitnya ada delapan tema sehingga
dinamakan al-Jami. Kedelapan hal tersebut adalah: (1) akidah, (2) hukum-hukum fikih, (3)
memerdekakan budak, (4) etika makan dan minum, (5) tafsir al-Quran, (6) sejarah dan biografi
tokoh, (6) safar/bepergian, (7) kejadian-kejadian penting, dan (8) manakib atau pujian terhadap
perjalanan hidup seseorang. Imam al-Turmuziy adalah salah seorang imam penghafal hadis yang
terkenal dabit dan teguh hafalannya. Hal tersebut diungkapkan oleh al-Hafiz al-Alim berkata, bahwa
ia seorang daripada imam yang memberi tuntunan kepada mereka dalam ilmu hadis, mengarang
kitab al-Jami, al-Tariq, al-Ilal, sebagai seorang penulis yang alim yang meyakinkan, ia seorang
contoh dalam hafalan. Pernyataan Imam al-Bukhariy terhadap Imam al-Turmuziy yang menunjukkan
ketinggian kedudukan beliau dalam bidang hadis. Imam al-Bukhariy berkata: Apa yang aku ambil
manfaat dan pada engkau adalah lebih banyak dari apa yang engkau ambil dari padaku. -Al-
Nasa>iy (215 H-303 H) Al-Nasa>iy, nama lengkapanya adalah Abu Abd al-Rah{ma>n Ah}mad ibn
Syuaib ibn Aliy al-Khurasa>niy al-Nasa>iy. Ulama ahli hadis ini dilahirkan tahun 215 H di Nasa>,
sebuah kota kecil di Asia Tengah yang bisa ditempuh selama tujuh hari perjalanan dari Nisabur, Iran.
Semenjak kecil, al-Nasa>iy melawat keberbagai negeri untuk mempelajari hadis di usia 15 tahun.
Beliau mendengar Hadis dari Ulama besar di negeri Hijaz, Irak, Mesir, Syam dan Jazirah kemudian
beliau bertempat dan bermukim di Mesir. Di antara guru-gurunya sekaligus sumber menerima hadis
adalah Qutaibah ibn Said, Ishaq ibn Ibrahim, Ahmad ibn Abduh, Amr ibn Aliy, Hamid ibn
Masadah, Imrin ibn Musa, Muhammad ibn Maslamah, Aliy ibn Hajrar, Muhammad ibn Mansur,
Yaqub ibn Ibrahim, al- Haris ibn Miskin, dan sebagainya. Al-Imam Al-Nasaiy dengan kitabnya yang
sangat popular Sunan Al-Nasaiy, di mana kitab ini terbagi dua Sunan al-Kubra dan Sunan al-sugra.
Sunan yang kedua ini lebih populer dengan Sunan al-Mujtaba (Sunan pilihan). Penaman Sunan al-
Mujtaba tersebut dilatarbelakangi oleh historis, yaitu ketika Imam al-Nasaiy menghadiahkan Sunan
al-Kubra kepada Gubernur al-Ramlah. Gubernur tersebut menanyakan apakah semua hadis dalam
kitab (Sunan al-Kubra) adalah sahih? Al-Nasaiy menjawab di dalam kitab ini ada yang sahih, Hasan
dan hadis yang mendekati keduanya, maka gubernur berkata: Tolong tuliskan hadis-hadis yang
sahih saja, maka an-nasai mengabulkannya dengan menulis kitab Sunan al-ugra dan menamainya
al-Mujtaba Mina al- Sunan. Imam al-Nasaiy wafat pada 13 Syafar 303 H. - Al-Hakim (321-405 H)
Abu Abdullah Muhammad bin 'Abdullah bin Muhammad bin Hamdun bin Hakam bin Nuaim bin al-
Bayyi al-dabbi al-Tahmani al-Naisaburi atau yang lebih dikenal sebagai Abu Abdullah al-Hakim al-
Nisaburi atau Ibn al-Bayyi atau al-Hakim Abu Abdullah lahir di Naisabur pada hari senin 12 Rabiul
Awal 321 H. Abu Abdillah Al-hakim menuntut ilmu di mulai semenjak masih kecil melalui berkat
bimbingan dan arahan ayah serta paman dari ibunya.Adapun pertama kali dia mendengarkan hadits
tahun 330 Hijriyah ketika baru berumur tujuh tahun.Dia mendapatkan hadits secara imla dari Abu
Hatim Ibnu Hibban pada tahun 334 Hijriyah. Setelah itu, Abu Abdillah Al-hakim melakukan
perjalannya mencari ilmu dari Naisaburi ke Irak pada tahun 341 Hijriyah, selang beberapa bulan
setelah Isamail As-Shaffar meninggal dunia. Kemudian dia melakukan ibadah haji dan selanjutnya
meneruskan perjalannya mencari ilmu kenegeri Khurasan, daerah ma waraan an-nahri dan lainnya.
Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, al- Hakim adalah salah satu intelektual muslim yang
hidup pada aabad 4 H. Beliau termasuk ulama yang memegang komitmen keilmuannya. Di antara
kitab-kitab yang pernah di tulis al-Hakim adalah: Takhrij al-Sahihain, Tarikh al-Naisabur, Fadail al-
Imam al-SyafiI, Fadail al-Syuyukh, Al-Ilal, Tarikh Ulama al-Naisabur, Al-Madkhal ila Ilm al-Sahih, Al-
Madkal ila al-Iklil, Marifah Ulum al-Hadis, Al-Muzakkina li Ruwat al-Akhbar. Sebagai contoh berikut
diutarakan hadis yang dikumpulkan oleh muhaddisin pada masa mutaqaddimin, meskipun didapati
perbedaan matan namun hadis tersebut adalah hadis yang sama. 1. Sunan Ibn Majah (dua hadis)

2 ) . Sunan Abu Dawud

)


3 . Sunan al-Darimi
)
4 . Musnad Ahmad bin Hanbal

(
Pada
hadis tersebut di atas, ditemukan adanya perbedaan lafal namun maksudnya sama. Misalnya, pada
jalur Abu Ibn Majah tersebut disebutkan " " sementara dalam jalur Abu Dawud
disebutkan " " . Lafal tsabtin dengan lafal ilm dalam kedua matan tersebut sama artinya.
Dalam hal ini, term tsabt dalam berbagai kamus diartikan sebagai "suatu ketetapan dengan dasar
yang kuat", dasar yang kuat dimaksud adalah tentu saja yang bersangkutan harus memiliki ilmu
yang kuat, luas, dan mendalam. Jadi matan hadis ini, terhindar dari syuzuz (kejanggalan), dan
terhindar illat (cacat). Dengan demikian, matan hadis tersebut berkualitas shahih. 2. Tokoh-Tokoh
Muhaddisin pada Masa Mutaakhirin dan Karya Mereka Selanjutnya ilmu hadits Dirayah
dikembangkan oleh ulama Mutaakhhirin. Ulama Mutakhirin yang paling besar dalam mewarnai ilmu
Dirayah adalah al-Iraqi, Al-Mizzi, al-Dzahabi, dan Ibn Hajar al-Asqallani. Setelah itu, perkembangan
ilmu hadits berhenti. - Al-Iraqi (725 H 806 H) Al-Imam Al-Hafidz Zainuddin Abu al-Fadhl
Abdurrahim bin Al-Husain bin Abdurrahman bin Abi Bakr bin Ibrahim al-Iraqi asy-Syafi'i Al-Mishri
Syaikh al-Hadits atau yang biasa disebut dengan nama Al-Iraqi lahir di Mehran, pinggir sungai Nil
Mesir, 5 Mei 1325 /21 Jumadal Ula 725 H wafat: 24 Februari 1404/ 8 Sya'ban 806 H). Al-Iraqi lahir
di tengah keluarga yang religius. Ayahnya wafat ketika ia masih berumur 3 tahun. Ia telah menghafal
al-Qur'an ketika masih berumur 8 tahun. Selain itu ia juga menghafal kitab at-Tanbih, al-Hawi, dan
al-Ilmam. Ilmu yang pertama kali ia geluti adalah ilmu qira'at, kemudian fikih dan ushul fikih yang ia
pelajari dari Al-Isnawi. Setelah itu ia mempelajari ilmu Hadits dari ulama-ulama di negerinya,
kemudian ia pergi untuk mempelajari hadits ke berbagai negeri antara lain Makkah, Madinah,
Iskandariah, Ba'labak, Hammah, Homs, Gaza, Nablus, Damaskus, Aleppo, Tripoli, dan lain
sebagainya. Selain ilmu hadits, ia juga menguasai berbagai ilmu antara lain nahwu, bahasa Arab,
Gharib al-Qur'an, Qira'ah, Fikih dan Ushul Fikih. Karya-karyanya: Takhrij Hadits Ihya Ulumuddin,
yang dinamakan Ikhbar al-Ahya bi Akhbar al-Ihya, dan mukhtasarnya Al-Mughni 'an Hamli al-Asfar fi
Takhrij Ma Fi al-Ihya min al-Akhbar, Membuat syair dan syarh ilmu hadits dari Ibnu Shalah, Kitab al-
Marasil, Taqrib al-Isnad, At-Tabshirah wa at-Tadzkirah, Naktu Manhaj al-Baidhawi (dalam ilmu ushul
fikih), At-Tahrir fi Ushuli al-Fiqh, Nazhmu ad-Durar as-Sunniyah (Alfiyah as-Siyar an-Nabawiyyah),
Al-Alfiyah fi Gharib al-Qur'an, At-Tafsir wa al-Idhah fi Mushthalah al-Hadits, Tharh at-Tatsrib fi Syarh
at-Tatsrib. - Ibnu Hajar al-'Asqolani (773-852 H) Nama sebenarnya Syihabuddin Abul Fadhl Ahmad
bin Ali bin Muhammad bin Muhammad bin Ali bin Mahmud bin Hajar, al Kinani, al Asqalani, asy
Syafii, al Mishri. Kemudian dikenal dengan nama Ibnu Hajar, dan gelarnya al Hafizh. Adapun
penyebutan Asqalani adalah nisbat kepada Asqalan, sebuah kota yang masuk dalam wilayah
Palestina, dekat Ghuzzah. Ia lahir pada bulan Syaban 773 H, (tanggal kelahirannya diperselisihkan)
dan wafat pada tanggal 28 Dzulhijjah 852 H di Mesir. ia tumbuh di sana dan termasuk anak yatim
piatu, karena ibunya wafat ketika beliau masih bayi, kemudian bapaknya menyusul wafat ketika
beliau masih kanak-kanak berumur empat tahun. Perjalanan hidup al Hafizh sangatlah berkesan.
Meski yatim piatu, semenjak kecil beliau memiliki semangat yang tinggi untuk belajar. Beliau masuk
kuttab (semacam Taman Pendidikan al Quran) setelah genap berusia lima tahun. Hafal al Quran
ketika genap berusia sembilan tahun. Di samping itu, pada masa kecilnya, ia menghafal kitab-kitab
ilmu yang ringkas, sepeti al Umdah, al Hawi ash Shagir, Mukhtashar Ibnu Hajib dan Milhatul Irab.
Di antara karyanya yang terkenal ialah: Fathul Baari Syarh Shahih Bukhari, Bulughul Marom min
Adillatil Ahkam, al Ishabah fi Tamyizish Shahabah, Tahdzibut Tahdzib, ad Durarul Kaminah, Taghliqut
Taliq, Inbaul Ghumr bi Anbail Umr dan lain-lain. Bahkan menurut muridnya, yaitu Imam asy-
Syakhawi, karya beliau mencapai lebih dari 270 kitab. Sebagian peneliti pada zaman ini
menghitungnya, dan mendapatkan sampai 282 kitab. Kebanyakan berkaitan dengan pembahasan
hadits, secara riwayat dan dirayat (kajian). Kecenderungan Ulama Mutaakhkhirin adalah menyusun
Hadits menurut topik (mawdhu) yang dibicarakan, dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1.
Menetapkan masalah atau topik yang akan dibahas. 2. Menghimpun hadits-hadits yang berkaitan
dengan masalah tersebut. 3. Menyusun runtutan hadits sesuai dengan masa turunnya, disertai
dengan pengetahuan tentang asbabul wurudnya. 4. Memahami korelasi hadits-hadits tersebut
dalam babnya masing-masing. 5. Menyusun pembahasan dalam kerangka yang sempurna. 6.
Melengkapi pembahasan dengan ayat-ayat yang relevan dengan topik tersebut. 7. Mempelajari
hadits-hadits tersebut secara keseluruhan dengan jalan menghimpun hadits-hadits yang mempunyai
makna yang sama atau mengkompromikan anatara yang amm (umum) dan yang khas (khusus),
Muthlaq yang Muqayyad (terikat) atau yang pada lahitnya bertentangan, sehingga kesemuanya
bertemu dalam satu muatan atau perbedaan atau pemaksaan. Kalau dalam ilmu tafsir dikenal istilah
tafsir bi al-matsur, maka boleh dikata bahwa Asqalani dalam mensyarah hadis juga memakai cara
itu, yaitu menjelaskan hadis dengan ayat dan memberikan komentar-komentar terhadapnya.
Sebagai contoh, berikut ini dikutip salah satu hadis yang disyarahnya yakni :



(

Al-Asqalani setelah menguraikan biodata masing-masing
periwayat hadis tersebut, ia kemudian mengutip QS. al-Bayyinah (98): 5
Setelah mengutip ayat, lalu al-Asqalani menerangkan maksud hadis tersebut dan
mengaitkannya dengan beberapa pendapat sahabat, dan tokoh tabiin, lalu ia menerangkan redaksi
awal hadis, yakni . Menurutnya, niat diperlukan dalam meng-hadapi berbagai urusan,
yakni setiap pekerjaan yang diusahakan harus disertai dengan niat. 3. Pada Masa Moderenisme
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian modernisasi adalah proses pergeseran sikap
dan mentalitas sebagai warga masyarakat untuk bisa hidup sesuai dengan tuntutan masa kini.
Pengertian yang mudah tentang modernisasi ialah pengertian yang identik, atau hampir identik
dengan pengertian rasionalisasi. Hal itu berarti proses prombakan pola pikir dan tata kerja lama
yang tidak rasional, dan menggantinya dengan pola pikir dan tata kerja baru yang rasional. Jadi,
dapat disebut moderen kalau ia bersifat rasional, ilmiah, dan sesuai dengan hukum-hukum yang
berlaku dalam alam. Muhammad bin Asy-Syaukani (w 1250 H = 1834 M) dikenal sebagai tokoh
muhaddisin pada masa moderenisme. Disamping itu tokoh hadits kontemporer yang paling terkenal
sekarang ini adalah Yusuf Qardhawi yang lahir di Mesir (9 September 1926) dan Muhammad al-
Ghazali lahir di Mesir Tahun 1917 dan wafat 1996. Kedua tokoh hadits kontomporer ini banyak
melakukan kajian-kajian secara menyeluruh tentang hadits dengan mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan modern. Meskipun ada sebagian ulama yang menggolongkannya sebagai
inkarussunnah. Ini mungkin disebabkan karena beliau sangat ketat dalam menentukan keshahihan
sebuah hadits Dalam perkembangan selanjutnya, muncul beberapa tokoh yang menghidupkan ilmu
ini, antara lain al-Dahlawi (lahir 1702 M) di India, dan Muhammad Abduh (1845-1905 M) di Mesir. Al-
Dahlawi menyajikan teori Fiqh al-Hadits, yang membagi hadits Nabi menjadi Tasyri dan Irsyad.
Tetapi teori ini tidak dikembangkan oleh ulama berikutnya. Syarah Sunan Abu Dawud, Syarah Jami
al-Tirmizi dan lain-lain, ditulis juga oleh ulama India pasca al-Dahlawi, tetapi tidak ada gagasan
epistemologi baru yang dapat dipergunakan untuk perkembangan berikutnya. Begitu juga
Muhammad Abduh memiliki gagasan baru, bahwa penilaian shahih atau tidaknya sebuah hadits,
jangan dilihat dari sanad dan matan seperti yang ada dalam kitab kuning saja, tetapi harus ditambah
lagi bahwa matan hadits di samping rasional, juga harus kontekstual, dan sejalan dengan
perkembangan zaman, dan begitulah seterusnya. Sebagai Contoh salah satu kitab hadis
moderenisme yakni kitab 2002 Mutiara Hadis yang ditulis TM. Hasbi Ashiddieqy, merupakan karya di
bidang syarah hadis yang banyak diminati, terutama oleh para pakar hadis kontemporer di
Indonesia. Karya TM. Hasbi Ash-Shiddieqy tersebut, terdiri atas VIII (delapan) jilid. Untuk cetakan
terakhir, yakni cetakan kedua, edisi kedua, merupakan suntingan dari cetakan pertama pada tahun
1954, dan telah mengalami cetak ulang pada tahun 1955, tahun 1961, serta tahun 1975. Adapun
model syarahan yang terdapat dalam kitab 2002 Mutiara Hadis berdasarkan hasil telaahan penulis,
adalah sebagai berikut : a. Pendekatan tematik Menyebutkan tema, dan menulis sebuah atau
beberapa hadis yang sesuai dengan tema tersebut, adalah model syarah yang umumnya di
dapatkan dalam kitab 2002 Mutiara Hadis. Untuk jilid I misalnya, TM. Hasbi Ash-Shiddieqy berfokus
pada tema keimanan. Masalah keimanan yang dimaksud di sini, secara jelas termaktub dalam judul-
judul setiap hadis yang disyarahnya, seperti aspek-aspek keimanan, dan unsur-unsur keimanan
yang terdapat dalam hadis tentang dialog antara Jibril dengan Nabi saw. b. Pendekatan tekstual dan
kontekstual Pendekatan tekstual yang digunakan TM. Hasbi Ash-Shiddieqy, adalah menerjemahkan
hadis itu ke dalam bahasa Indonesia secara tidak harfiyah, dan mengurai makna-makna mufradat
untuk lafal-lafal tertentu yang dianggapnya asing dalam matan hadis-hadis yang disyarahnya. Dalam
mengurai makna-makna mufradat secara tekstual, lafal diterjemahkan secara kebahasaan, misalnya
lafal ( innam) secara tekstual berarti sesungguhnya, dan secara kontekstual, lafal tersebut
dipergunakan untuk menguatkan hukum (pembicaraan) dan untuk menfaedahkan hasr = membatasi
maksud. Hasr menurutnya adalah :( menetapkan hukum pada yang
disebut saja dan menafikan hukum pada yang selain dari yang disebut itu). Dengan pendekatan
tekstual dan kontekstual tersebut, maka dipahami bahwa klausa Innamal Amlu bin Niyt dalam
matan hadis, mengandung makna tentang sahnya sesuatu amal dengan adanya niat, dan bahwa
sesuatu amal yang tidak disertai niat, tidaklah dihukum sah. Inilah yang dimaksudkan dengan hasr.
c. Pendekatan Integratif Yang dimaksud pendekatan integratif di sini adalah pendekatan sumber
autentik, yakni menerangkan sanad hadisnya dan tempat pengambilannya dengan ringkas,
kemudian mensyarahkan hadis dari jumlah ke jumlah atau dari ringkasan ke ringkasan. Dengan
melalui pendekatan integratif juga, TM. Hasbi Ash-Shiddieqy menerangkan petunjuk atau dallah
hadis dengan cara yang tidak terlalu memanjangkan, kecuali pada beberapa target yang dirasa
perlu. Dalam menerangkan dallah hadis, TM. Hasbi Ash-Shiddieqy sesuai dengan pengakuannya
sendiri merujuk pada beberapa sumber yang terdiri atas kitab-kitab syarah, kitab-kitab rijal, dan
kitab-kitab mutabar. Kitab-kitab tersebut adalah, syarah Bukhari Muslim, syarah hadis-hadis hukum,
kitab-kitab fiqhi mazhab, dan kitab rijal serta kitab lugah. Di samping pendekatan-pendekatan seperti
yang terurai di atas, TM. Hasbi Ash-Shiddieqy juga seringkali menerangkan pendapat para
muhaddisin terhadap kandungan yang dikehendaki hadis. BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN 1.
Tokoh-tokoh muhadditsin yang hidup pada abad kedua dan ketiga dinamakan Mutaqaddimin.
Masa ini dimulai dari penulisan hadits oleh shahabat Nabi, tabiin, dan setursnya, sampai abad 500
hijriyah. Tokoh ulama Mutaqaddimin yang karyanya populer antara lain al- Imam Abu Hanifah (80 H
150 H), al-Imam Malik (92 H-179 H), al-Syafii (204-150 H), Imam Bukhari (194 H 256 H), al-
Imam Muslim (204-261H), al- Imam Ahmad ibn Hambal (164 H-641 H), al-Imam Abu Daud (202 H-
275 H), Al-Imam al-Turmudzi (209 H 279 H), al-Nasaiy (215 H - 303 H), Ibn Majah (209 H - 273
H), Ali ibn al-Madini (161-234 H), al-Hakim (321-405 H), al-Khathib al-Baghdadi (392-463 H) dan
lain-lain. 2. Tokoh-tokoh Muhaddisin yang hidup pada abad keempat dinakaman Mutaakhkhirin dan
kebanyakan yang mereka kumpulkan adalah dari hasil petikan atau nukilan dari kitab-kitab
Mutaqaddimin. Ciri-ciri masa ini hampir sama dengan masa pengkajian, hanya sajacakupannya
diperluas. Misalnya masa pengkajian mengumpulkan dari beberapakitab hadits lalu disitematisasi
menurut kehendak muallif. Tokoh-tokoh muhaddisin pada masa mutaakhirin yang paling besar
dalam mewarnai ilmu Dirayah adalah al-Iraqi, Al-Mizzi, al-Dzahabi, dan Ibn Hajar al-Asqallani.
Setelah itu, perkembangan ilmu hadits berhenti dilanjutkan mada masa moderenisasi. 3. Tokoh-
tokoh muhaddisin pada masa moderenisme anatara lain: Muhammad bin Asy-Syaukani, Yusuf
Qardhawi, al-Dahlawi, Muhammad Abduh, al-Qasimi Muhammad Ajjaj al-Khathib dan TM. Hasbi
Ashiddieqy. Tokoh-tokoh hadis kontomporer ini banyak melakukan kajian-kajian secara menyeluruh
tentang hadits dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan modern, dengan menggunakan
berbagai macam pendekatan seperti: pendekatan tematik, pendekatan tekstual dan kontekstual,
pendekatan Integratif B.SARAN Dalam penyelesaian makalah ini, tentunya masih banyak
kekurangan yang penulis tidak mampu untuk menyempurnakannya,oleh itu di harap kekurangan
yang ada dalam materi ini seyogyanya mahasiswa yang lain dapat melengkapinya.Selain itu pula
disaranka dengan penuh harapan agar muatan-muatan materi makalah ni moga dapat menambah
wawasan pengetahuan mengenai tokoh-tokoh muhadditsi dan karya tulisnya serta dapat pula
menjadi acuan dalam pembuatan makalah selanjutnya yang mempunyai kaitan dengannya.
DAFTAR PUSTAKA Abdurrahim, Al-Iraqi, http://id.wikipedia.org/wiki/Abdurrahim Al-Iraqi(23 Maret
2015). Ahmad bin Hanbal, Abu Abdullah, Musnad Ahmad bin Hanbal, juz II, Bairut: al-Maktab al-
Islami, 1978. Asep, Pengembangan Ilmu Hadis, http://isif.ac.id/riset/item/137-model-
pengembangan-ilmu-hadits (23Maret 2015). Ash-Shiddieqy, Hasbi, Pokok-Pokok Ilmu Dirayah
Hadits ,Cet. V; Jakarta: Bulan Bintang, 1981. -------, Pokok-pokok Ilmu Dirayah Hadits, Cet.IX;
Jakarta: Bulan Bintang, 1998. -------, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, Cet.II; Semarang: Pustaka
Rezki Putra, 1998. -------, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis ,Cet. X; Jakarta: Bulan Bintang, 1991.
-------, TM. Hasbi, Sepatah Kata dalam Mutiara Hadis, jilid I, Cet. II; Edisi 2; Semarang: PT. Pustaka
Rizki Putra, 2005. Azami, Muhammad Mustafa, Studies in Early Hadith Literature, diterjemahkan
oleh Ali Mustafa Yaqub dengan judul Hadis Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya , Cet. I; Jakarta:
Pustaka Firdaus, 1994. Aziz, Abdul, Biografi Ibnu Hajar al-Asqolani, http://alquran-
sunnah.com/kitab/bulughulmaram/source/0.%20Pendahuluan/3.%20Biografi%20al-Hafidh%20Ibnu
%20Hajar%20al-Asqalany.htm Al-arimiy, Abu Muhammad Abdillah bin Abdurrahman. Sunan al-
Darimiy, Juz I, t.tp: Dar al-Ihya al-Sunnah al-Nabawiyah, t.th. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet. II; Jakarta: Balai Pustaka, 1995), h. 662.
Endang Soetari, Ilmu Hadis , Cet.II; Bandung: Amal Bakri Press, 1997. Ensiklopedi Islam , Cet. III;
Jakarta : Ichtiar Baru Van Houe, 1994. Hasyim, al-Husain, al-Jami al-Shahih Li al-Imam al-Bukhari,
dalam Turats al-Insaniyah, Cairo :Wazarah al-Tsaqafah wa al-Irsyad al-Qaumi, t. th. Hidayat, Taufiq,
Biografi al-Hafizh, http://muslim.or.id/biografi/biografi-al-hafizh-adz-dzahabi.html (23 Maret 2015).
Ismail, M. Syuhudi, Pengantar Ilmu Hadis ,Cet. X; Bandung: Angkasa, 1987. Al-Itr, Nur al-Dn,
Manhaj al-Naqd fi Ulum al-Hadits ,Damaskus: Dar al-Fikr, 1986. Khalifah, Haji, , Kasyf al-Dhunun an
Asami al-Kutub wa al-Matun , Beirut : Dar al-Ulum al-Haditsah, t. th. Karya, Soekarma, et al.,
Ensiklopedia Mini dan Sejarah Kebudayaan Islam, Cet.II; Jakarta: Logis Wacana Ilmu, 1998. Kader
Ulama Kemenag, Biografi al-Khatib al-Baghdadi,
http://kaderulamakemenag.blogspot.com/2012/12/sekilas-biografi-al-khatib-al-baghdadi.html (23
Maret 2015). Muhammad bin Yazid Ibn Majah, Abu Abdullah, Sunan Ibn Majah, Bairut: Dar al-Fikr,
t.th. M. Noor, Umar, Membandingkan Metode Mutaqaddimin dan Metode Mutaakhirin dalam Kritik
Hadis, http://umarmnoor.blogspot.com/2012/06/membandingkan-metode-mutaqaddimin-dan.html
(23 Maret 2015). Nasuha, A. Chozin, Model Pengembangan Ilmu Hadits,
http://isif.ac.id/riset/item/137-model-pengembangan-ilmu-hadits (14 April 2014). Shihab, M.Quraish
Membumikan Al-Quran. Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Umat, Cet.XIX; Bandung:
Mizan, 1994. Al-Sijistani, Abu Daud Sulaiman bin al-Asy'as, Sunan Abu Daud (Dar al-Fikr, 1984).
Sunan Ibn Majah dalam "CD. Rom Hadis", kitab Muqaddimah, hadis ke-52 Sunan Abu Daud dalam
CD. Rom Hadis, kitab Ilmu, hadis ke-3172 Sutarnadi, Ahmad, al-Imam al-Turmuiy, Peranannya
dalam Pengembangan Hadis dan Fikih, Cet.I; Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1998. Ulah, et.al,
Biografi Imam al-Hakim , http://wisnualfarisy28.blogspot.com/2012/03/biografi-imam-al-hakim.html
(23 Maret 2015). ubhiy al-alih, Mabahi fiy Ulum al-adi, diterjemahkan dengan judul
Membahas Ilmu-ilmu Hadis,Cet.I; Jakarta: Pustaka Firdaus, 199. (14 April 2014). Yaqub, Ali
Mustafa, Imam Bukahari dan Metodologi Kritik Dalam Hadis, Cet. II; Jakarta : IKAPI, 1992. Yufida,
Ulama Hadis Masa Mutaqaddimin , http://yufidia.com/ali-al-madini (23 Maret2015). Zirikli, Khair, al-
Din al-Alam, Beirut : Dar al-Ilmi al-Malayin, 1980. Mustafa Yaqub Hadis Nabawi dan Sejarah
Kodifikasinya (Cet. I; Jakarta: Pustaka Firdaus 1994), h. 74 M.Quraish Shihab, Membumikan Al-
Quran, Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Umat (Cet.XIX; Bandung: Mizan, 1994), h. 121.
Ulama hadis, tidak sepakat dalam menentukan periodesasi sejarah perkembangan hadis sejak
masa Nabi saw sampai sekarang. M.M. Azami cenderung membagi perkembangan hadis menjadi
dua, yaitu : praclassical hadith literature (masa Nabi saw akhir abad 1 H), dan the learning and
transmiting of hadith (abad II dan seterusnya). Sedangkan Musthafa Abd. al-Rauf sebagaimana
dikutip M. Syuhudi Ismail, ia menyatakan bahwa periodesasi perkembangan hadis terdiri atas lima,
yakni: marhalah al-shahifah; marhalah al-mushannaf; marhalah al-musnad; marhalah al-shahih;
marhalah tahliyah atau marhalah al-syarh wa al-tahlil. Lihat uraiannya lebih lanjut dalam Muhammad
Mustafa Azami, Studies in Early Hadith Literature, diterjemahkan oleh Ali Mustafa Yaqub dengan
judul Hadis Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya (Cet. I; Jakarta: Pustaka Firdaus 1994), h. 74 dst.
Lihat juga M. Hasbi Ashiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis (Cet. X; Jakarta: Bulan Bintang,
1991), h. 46-47, bandingkan dengan uraian Nur al-Dn al-Itr, Manhaj al-Naqd fi Ulum al-Hadits
(Damaskus: Dar al-Fikr, 1986), h. 20-50. Lihat juga, M. Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadis (Cet.
X; Bandung: Angkasa, 1987), h. 71-74. Periode klasik, yakni dari masa Nabi saw sampai
pembukuan hadis-hadis secara terpisah, yang berakhir sekitar tahun 500 H, atau abad kelima
Hijriah. Periode pertengahan, yakni sejak selesainya pembukuan hadis pada abad kelima Hijriah
sampai masa sekitar tahun 1080, atau abad kesepuluh Hijriah. Periode Modern, yakni masa
kebangkitan hadis yang ber-mula pada abad awal abad kesebelas Hijriah sampai sekarang.
Pembagian fase riwayah dan pasca riwayah, lalu pembagian ahli hadits menjadi Al-Mutaqaddimin
dan Al-Mutaakhirin ditegaskan oleh Dr Hamzah Al-Malyabari dalam buku-bukunya seperti Al-
Muwazanah baina al-Mutaqaddimin wa Al-Mutaakhirin fi Ta'lil Al-Ahaadits wa Tashhihiha (Dar Ibn
Hazm, Beirut, cet. Kedua, 2001). Di Damaskus, pembagian ini ditegaskan pula oleh seorang guru
hadits muda Fadhilah Syeikh Riyadh bin Muhammad Salim Al-Khiraqi. Abdullah bin Al-Mubarak
berkata, Sanad adalah bagian dari agama. Tanpa sanad, setiap orang bisa berbicara sembarang
keinginannya. Sufyan Al-Tsauri berkata, Sanad adalah senjata muslim. Shahih Muslim (Dar Al-
Salam, Riyadh, 1998) hal. 12. . Sohari Sahrani, Ulumul Hadis, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010),
hlm. 65 .M. Erfan Soebahar, Aktualisasi Hadis Nabi di Era Teknologi Informasi, (Semarang: Rasail,
2010), hlm. 38. Prof. A. Chozin Nasuha, Model Pengembangan Ilmu Hadits, HYPERLINK
"http://isif.ac.id/riset/item/137-model-pengembangan-ilmu-hadits"http://isif.ac.id/riset/item/137-
model-pengembangan-ilmu-hadits (23februari 2015).
Prof.A.ChozinNasuha,ModelPengembanganIlmuHadits, HYPERLINK
"http://isif.ac.id/riset/item/137-model-pengembangan-ilmu-hadits"http://isif.ac.id/riset/item/137-
model-pengembangan-ilmu-hadits (23februari 2015). Lihat dan bandingkan Prof. Dr. T.M. Hasbi
Ash-Shiddieqy, Pokok-Pokok Ilmu Dirayah Hadits (Cet. V; Jakarta: Bulan Bintang, 1981), h. 400
414. 1.Prof.A.ChozinNasuha,ModelPengembanganIlmuHadits, h. 400-401. Lihat, Ali Mustafa
Yaqub, Imam Bukahari dan Metodologi Kritik Dalam Hadis (Cet. II; Jakarta : IKAPI, 1992), h. 5
Lihat, Haji Khalifah, Kasyf al-Dhunun an Asami al-Kutub wa al-Matun (Beirut : Dar al-Ulum al-
Haditsah, t. th.), h. 541. Lihat pula Khair al-Din al-Zirikli, al-Alam (Beirut : Dar al-Ilmi al-Malayin,
1980), h. vi. Lihat, Ensiklopedi Islam (Cet. III; Jakarta : Ichtiar Baru Van Houe, 1994), h. 309
Lihat, Ensiklopedi Islam (Cet. III; Jakarta : Ichtiar Baru Van Houe, 1994), h. 310 Lihat,Ensiklopedi
Islam (Cet. III; Jakarta : Ichtiar Baru Van Houe, 1994), h. 312 Lihat, Ensiklopedi Islam (Cet. III;
Jakarta : Ichtiar Baru Van Houe, 1994), h. 315 Untuk lebih jelasnya dapat dilihat Ahmad Sutarnadi,
al-Imam al-Turmuiy, Peranannya dalam Pengembangan Hadis dan Fikih (Cet.I; Jakarta: Logos
Wacana Ilmu, 1998), h. 50. Hasbi Ash-Shiddieq, Pokok-pokok Ilmu Dirayah Hadis, h. 194 Sayid
Muhammad ibn Alwiy al-Malikiy al-asaniy, h. 178. Ulah, et.al, Biografi Imam al-Hakim ,
HYPERLINK "http://wisnualfarisy28.blogspot.com/2012/03/biografi-imam-al-
hakim.html"http://wisnualfarisy28.blogspot.com/2012/03/biografi-imam-al-hakim.html (23
Maret 2015). Abu Abdullah Muhammad bin Yazid Ibn Majah, Sunan Ibn Majah (Bairut: Dar al-Fikr,
t.th. Lihat juga Sunan Ibn Majah dalam "CD. Rom Hadis", kitab Muqaddimah, hadis ke-52 Abu
Daud Sulaiman bin al-Asy'as al-Sijistani, Sunan Abu Daud (Dar al-Fikr, 1984), h. 657. Lihat juga
Sunan Abu Daud dalam CD. Rom Hadis, kitab Ilmu, hadis ke-3172 Abu Muhammad Abdillah bin
Abdurrahman al-Darimiy, Sunan al-Darimiy, Juz I (t.tp: Dar al-Ihya al-Sunnah al-Nabawiyah, t.th), h.
35 Abu Abdullah Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad bin Hanbal, juz II (Bairut: al-Maktab al-Islami,
1978), h. 231 Lihat misalnya, Luwis Ma'luf, al-Munjid fiy al-Lugah (Bairut: Dar al-Masyruiq, 1978),
h.78. Prof. A. Chozin Nasuha, Model Pengembangan Ilmu Hadits, HYPERLINK
"http://isif.ac.id/riset/item/137-model-pengembangan-ilmu-hadits"http://isif.ac.id/riset/item/137-
model-pengembangan-ilmu-hadits (23 Maret 2015). Lihat dan bandingkan Prof. Dr. T.M. Hasbi
Ash-Shiddieqy, Pokok-Pokok Ilmu Dirayah Hadits (Cet. V; Jakarta: Bulan Bintang, 1981), h. 400
414. Abdurrahim, Al-Iraqi, HYPERLINK "http://id.wikipedia.org/wiki/Abdurrahim_Al-
Iraqi"http://id.wikipedia.org/wiki/Abdurrahim_Al-Iraqi (23 Maret 2015). Abdurrahim, Al-
Iraqi, HYPERLINK "http://id.wikipedia.org/wiki/Abdurrahim_Al-
Iraqi"http://id.wikipedia.org/wiki/Abdurrahim_Al-Iraqi (23 Maret 2015). Abdul Aziz, Biografi
Ibnu Hajar al-Asqolani, HYPERLINK "http://alquran-
sunnah.com/kitab/bulughulmaram/source/0.%20Pendahuluan/3.%20Biografi%20al-Hafidh%20Ibnu
%20Hajar%20al-Asqalany.htm" http://alquran-
sunnah.com/kitab/bulughulmaram/source/0.%20Pendahuluan/3.%20Biografi%20al-Hafidh%20Ibnu
%20Hajar%20al-Asqalany.htm (23 Maret 2015). Abdul Aziz, Biografi Ibnu Hajar
al-Asqolani, HYPERLINK "http://alquran-
sunnah.com/kitab/bulughulmaram/source/0.%20Pendahuluan/3.%20Biografi%20al-Hafidh%20Ibnu
%20Hajar%20al-Asqalany.htm" http://alquran-
sunnah.com/kitab/bulughulmaram/source/0.%20Pendahuluan/3.%20Biografi%20al-Hafidh%20Ibnu
%20Hajar%20al-Asqalany.htm (23 Maret 2015). Asep, Pengembangan Ilmu Hadis,
HYPERLINK "http://isif.ac.id/riset/item/137-model-pengembangan-ilmu-
hadits"http://isif.ac.id/riset/item/137-model-pengembangan-ilmu-hadits (14 April 2014).
Hadis di atas dikutipnya dari Shahih al-Bukhari, dalam kitb Bada al-wahyu. h, 99 M. Syuhudi
Ismail, Pengantar Ilmu Hadis ,Cet. X; Bandung: Angkasa, 1987., h. 11-12 Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Cet. II; Jakarta: Balai Pustaka, 1995), h. 662.
Ismail, M. Syuhudi, Pengantar Ilmu Hadis ,Cet. X; Bandung: Angkasa, 1987, h. 41. . Ash-
Shiddieqy, Hasbi, Pokok-Pokok Ilmu Dirayah Hadits ,Cet. V; Jakarta: Bulan Bintang, 1981. h .16

Anda mungkin juga menyukai