Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH TAFSIR AS-SALAM

Karya: Asmaji Muchtar

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah yang diampu oleh :

Bapak Dr. K.H. Muchotob Hamzah, M.M

Disusun oleh :

Muhammad Ibtihal (2018080016)

Muhammad Luthfil Hakim (2018080029)

Mohammad Haqqul Wafiq (2018080031)

ILMU QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS SYARI'AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS SAINS AL-QUR’AN

JAWA TENGAH DI WONOSOBO

2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kitab Tafsir yang bertajuk as-Salam ini adalah sebuah karya yang dibuat oleh
penulis dalam waktu selama 2 tahun 6 bulan ( 10 Mei 2016 – 10 November 2018) atas
perintah Rektor Universitas Sains Al-Quran (UNSIQ) Jawa Tengah di Wonosobo. Kitab
Tafsir ini adalah karya tafsir yang dibuat berdasar pemikiran bahwa universitas Sains al-
Qur’an (UNSIQ) adalah sebuah Perguruan Tinggi Berbasis al-Qur’an di Wonosobodan
perlu memiliki sebuah icon yang dikenal masyarakat secara umum. Dan icon itu jatuh pada
pilihan penulis tafsir dengan nama : as-Salam, yang kehadirannya dipersembahkan untuk
kepentingan mahasiswa UNSIQ khususnya dan umumnya bagi masyarakat guna
memahami kandungan ayat-ayat al-Qur’an secara sederhana.
Corak tafsir as-Salam ditulis sebagaimana kitab tafsir yang ada dengan sedikit
modifikasiuntuk membedakan kekhasan tafsir ini dengan kitab tafsir yang lain. Yang
dimaksud kekhasan disini adalah kekhasan pembahasannya terkait dengan ayat-ayat
simbolik, yang belom ditemukan dalam kitab-kitab tafsir classic. Yang dimaksud ayat-ayat
simbolik adalah ayat-ayat al-Qur’an yang mempunyai kandungan pengetahuan fenomenal
yang jika diekspliotasi maknanya menghasilkan nilai manfaat besar bagi kepentingan
peradaban manusia. Ayat-ayat simbolik ini ada kalanya berhubungan dengan sains,
teknologi, hukum, sosiologi atau bahkan berhubungan dengan metafisik yang masih
kosong penjelasan dari tafsir-tafsir classic hasil karya para ulama’ mufassir dan masayikh
islam dimasa lampau. Tafsir ayat simbolik ini dirasakan penting kehadirannya untuk
menjawab tuntutan zaman bagi kehidupan manusia. Ayat-ayat ini tidak akan habis
dieksploitasi dengan satu maksud menggali kebenarannya, karena sifat kauniyah (empiris)
yang terus menerus berkembang pemaknaan dan implementasinya sesuai kebutuhan
zaman. Karena itu penulisannya disesuaikan dengan bahasa sederhana yang mudah
difahami oleh semua lapisan pembaca baik yang berlatar belakang akademis atau non-
akademis.
Penulis menyadari: “Tiada gading tanpa retak”. Karena itu penulis berharap adanya
kritik dan saran terhadap buku tafsir ini dari berbagai kemungkinan kesalahan yang tidak
disengaja agar dikemudian hari dilakukan revisi perbaikan. Dengan begitu kehadiran buku
tafsir Assalam ini menjadi buku tafsir sederhana yang ideal sesuai tingkatannya. Harapan
penulis, semoga buku tafsir (Assalam) ini bermanfaat dan membawa berkah bagi penulis
khususnya dan pembacaya pada umumnya.
Akhirnya hanya kepada Allah kita berharap dan hanya kepada-Nya kita
memurnikan niat untuk menggapai ridha-Nya; semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya
kepada kita serta meridhai niat baik kita semua.1

1
Asmaji muchtar, Pengantar tafsir as-Salam, Wonosobo, 5 Desember 2018.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana biografi pengarang kitab Tafsir As-Salam?
2. Apa saja karya Asmaji Muchtar?
3. Bagaimana Tafsir Simbolik Perspektif Asmaji Muchtar?
4. Seperti apa contoh Tafsir As-Salam?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui biografi pengarang kitab Tafsir As-Salam.
2. Untuk mengetahui karya Asmaji Muchtar.
3. Untuk mengetahui Tafsir Simbolik Perspektif Asmaji Muchtar.
4. Untuk mengetahui contoh Tafsir As-Salam.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Biografi

Asmaji Muchtar adalah seorang penulis dan juga penerjemah buku yang sekarang lebih
melebarkan karyanya di dunia penafsiran al-Qur‟an. Mufassir kelahiran Pati, 7 Juli 1962 yang
akrab disapa Pak Asmaji ini juga mengatasnamakan dirinya sebagai Abu Asma Anshari sebagai
nicknamenya dalam beberapa karyanya, namun dalam postingan facebooknya Asmaji Muchtar
lebih sering menggunakan nama Dr. PO. Asmaji Muchtar adalah seorang doctor lulusan dari
University Malaya, beralamat tinggal di Sunggingan Rt 2 Rw 3 (depan Makam Kiyai Telingsing)
Kecamatan Kota Kabupaten Kudus. Dalam kilas perjalanan intelektualnya, Asmaji Muchtar tidak
hanya menjadi seorang pelajar di bidang akademik, namun juga merupakan seorang santri yang
pernah menimba ilmu dari beberapa Kyai di beberapa pesantren yang ada di Indonesia,
diantaranya; Pesantren Kidul Dalem, Bangil, Pasuruan, Jawa Timur, Tahun 1979, kemudian
Pesantren Al-Irsyad, Kauman Rembang, Tahun 1979 – 1982.

Kontribusinya terhadap pengembangan tafsir di Indonesia ini memunculkan gagasan-gagasan


baru, yang paling menonjol adalah ciri khas penafsirannya yang menggunakan pendekatan
simbolik. Kiprahnya dalam mendalami tafsir simbolik yang membahas secara mendalam tentang
makna dari simbol-simbol yang ada dalam al-Qur’an dimulai pada tahun 2013. Sebagai seorang
mufassir Indonesia, Asmaji Muchtar telah melahirkan beberapa karya tafsir, yaitu Tafsir al-
Mukhtamir yang diterbitkan oleh penerbit Jahabersa & Co Singapura pada tahun 2004. Kemudian
Tafsir Juz ‘Amma yang diterbitkan oleh penerbit Pustaka Ilmi Malaysia pada tahun 1999.
Kemudian Tafsir as-Salam yang diterbitkan oleh Unsiq Press Wonosobo pada Tahun 2019.

Asmaji Muchtar juga merupakan seorang dosen mata kuliah “Tafsir al-Qur‟an dan Sains” di
Fakultas Syari’ah dan Hukum (FSH) prodi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir dan Magister Studi Islam
Pascasarjana yang sekaligus merangkap sebagai Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan (FIKES) dan juga
Senad di Universitas sains al-Qur’an Jawa Tengah di Wonosobo. Spesialisasinya di bidang ilmu
tafsir al-Qur’an dan Sains memberikan warna juga wawasan baru bagi para mashasiswa.
Penyampaian materi yang dikemas secara menarik dan mudah dipahami menjadi motif rasa ingin
tahu yang lebih besar bagi para mahasiswa. Penjelasan integrasi dan korelasi antara tafsir al-
Qur’an dengan Sains dikemas dan disampaikan secara rasional dengan bahasa yang mengalir dan
mudah diterima sehingga mahasiswa lebih mudah dalam memahami materi perkuliahan. Beliau
adalah sosok dosen yang kerap disapa Pak Asmaji dan memiliki pribadi yang humoris, berinteraksi
baik dan mengerti dengan para mahasiswanya. Dalam mata perkuliahan, pak Asmaji fokus dalam
materi mata kuliah yang disampaikan, tidak melebar kemana-mana, mudah diterima dan mudah
dipahami.

Lebih rincinya mengenai perjalanan intelektual Asmaji Muchtar akan dilampirkan di bawah ini :
a) Pendidikan Formal
1. Madrasah Salafiyah, Kajen Pati, Tahun 1973 – 1978.
2. Madrasah Aliyah, Yama, Kajen, Pati, Tahun 1978-1979.
3. Sarjana Muda Fakultas Dakwah IAIN Walisongo, Semarang, Tahun 1985.
4. Sarjana Fakultas Dakwah IAIN Walisongo, Semarang, Tahun 1988.
5. S-3 Fakultas Dakwah dan Pembangunan Sumberdaya Manusia, Universiti Malaya,
Kuala Lumpur, Malaysia, Tahun 2006-2010.
b) Pendidikan Non Formal
1. Pesantren, TPH, Kajen, Tahun 1975 – 1978.
2. Pesantren Kidul Dalem, Bangil, Pasuruan, Jawa Timur, Tahun 1979.
3. Pesantren Darul Ulum, Rejoso, Peterongan, Jombang, Jawa Timur, Tahun 1979.
4. Pesantren Al-Irsyad, Kauman, Rembang, tahun 1979 – 1982.

B. Karya – karya
a) Karya Tulis
1. Tafsir Ibnu Katsir VIII Juz, terjemah (proses cetak), Penerbit Jahabersa Singapura.
2. Al-Muhadzab, Al-Fairuzabadi, terjemah, IV Juz, Penerbit Jahabersa Singapura;
Tahun 2003.
3. Al-Mukasyafatu al-Qulub, Imam al-Ghazali, terjemah, Penerbit Jahabersa
Singapura; Tahun 2006.
4. Tafsir Ahlam al-Kabir, Ibnu Sirin, terjemah, Penerbit Jahabersa, Tahun 2002.
5. Sejarah Para Nabi, Ibnu Katsir, terjemah, Penerbit Jahabersa, Tahun 2003.
6. Pesan-Pesan Rasulullah SAW Kepada KaumWanita, terjemah, Penerbit Jahabersa,
Tahun 2002.
7. Al-Kabaair, Dosa-Dosa Besar Dalam Islam, terjemah, Ibnul Qayyim, Penerbit
Jahabersa, Tahun 2005.
8. Muhtashar Al-Umm, Imam Syafii, terjemah, Penerbit Menara Kudus, Tahun 2007.
9. Rindu dan Cinta, Imam al-Ghazali, terjemah, Pustaka Ilmu, Malaysia, Tahun 1998.
10. Pendidikan Anak Di Ranah Islam, Ulwan, terjemah, Pustaka Abdul Majid,
Malaysia, Tahun 1999.
11. Jilbab dan Cadar, Ibnu Taimiyah, terjemah, Penerbit Pedoman Ilmu Jaya, Jakarta,
Tahun 1994.
12. Kriteria Ulama Dunia dan Ulama Akherat, al-Ghazali, terjemah, Penerbit Pedomal
Ilmu Jaya, Jakarta, Tahun 1995.
13. Tauhid dan Tawakkal, al-Ghazali, terjemah, Penerbit Ramadhani, Solo, Tahun
1988.
14. Konsep Ibadah Dalam Islam; Yusuf Qardhawi, terjemah, Penerbit Central Media,
Surabaya, Tahun 1988.
15. Karakteristik Wali-Wali Allah dan Wali-Wali Syetan, Ibnu Taimiyah, terjemah,
Penerbit Ramadhani, Solo, Tahun 1989.
16. Menyingkap Rahasia Kekasih Allah, Syaikh Abdul Qadir Jailani, terjemah,
Penerbit Ramadhani, Solo, Tahun 1985.
17. Hujjah Ahlu Sunnah WalJamaah, terjemah, Penerbit Toha Putha, Semarang, Tahun
1985.
18. Etika Perkawinan, al-Ghazali, terjemah, Penerbit Pustaka Panjimas, Jakarta, Tahun
1993.
19. Ngetan Ngulon Ketemu Gus Mus, Penerbit HMT Foundation, Tahun 2005.
20. Seratus Empatpuluh Masalah Keluarga dan Cara Mengatasi, Penerbit Jahabersa
Malaysia, Tahun 2008.
21. Mengenal Hati Manusia, terjemah Mukasyafatul Qulub al-Ghazali, Penerbit
Jahabersa, Malaysia Tahun 2007.
b) Hasil Karya Pribadi
1. Meluruskan Pemehaman Akidah, Penerbit Ramadhani, Solo, Tahun 1985.
2. Tafsir Al-Mukhtamir, Penerbit Jahabersa & Co Singapura, Tahun 2004.
3. Ngetan Ngulon Ketemu Gus Mus, Penerbit HM Tamzil Foundation, Semarang
Tahun 2005.
4. Soal Jawab Fiqih Wanita, Penerbit Pustaka Ilmu Malaysia, Tahun 1999.
5. Pendidikan Anak Saleh, Penerbit Pustaka Ilmu, Malaysia, Tahun 1999.
6. Soal Jawab Fiqih Praktis, Penerbit Pustaka Ilmu Malaysia, Tahun 1999.
7. Tafsir Juz Amma, Penerbit Pustaka Ilmi, Malaysia, Tahun 1999.
8. Tafsir As-Salam, Unsiq Press, Wonosobo, Tahun 2019.
c) Karya-Karya Sedang Cetak
1. Irsyadul Ibad, Syaikh Zainuddin Malibari, terjemah, Penerbit Menara Kudus.
2. Minhajul Abidin, al-Ghazali, terjemah, Penerbit Menara Kudus.
3. Al-Ghunya Lithalibi Thariqil al-Haqq, Syaikh Abdul Qadir Jailani, terjemah,
Penerbit Menara Kudus.
4. Soal-Jawab Dalam Ibadah dan Muamalah, Penerbit Jahabersa & Co Malaysia.
5. Himpunan Fikih Mazhab Syafi‟i, Penerbit Jahabersa & Co Malaysia.
d) Karya Pribadi
1. Kamus Istilah Alquran, Penerbit Jahabersa Singapura.
2. Islam di Persimpangan Makna, Penerbit Jahabersa, Singapura.
3. Wawasan Dakwah dan Pembangunan, Penerbit Jahabersa, Singapura.
4. Ekologi Dakwah di Lingkungan Masyarakat Pantai, Penerbit Jahabersa, Singapura.
5. Tafsir al-Miqbas Li Ibni Abbas, Jahabersa & Co.
6. Kaifa Yasyaa` - Semua Terserah Allah Penerbit Jahabersa & Co.
7. Hai Orang-Orang beriman, Jahabersa & Co.
8. Walaa Takun Minal Ghaafiliin – Jangan Jadi Orang Yang Lupa, penerbit Jahabersa
& Co.
9. Ma‟isyata Dhanka - Hidup Yang Sia-Sia, Penerbit Jhabersa & Co.
10. Dialog antar Madzhab, Amzah, Jakarta, 2016.
11. Fatwa-Fatwa Imam Suyafi‟i , Amzah, Jakarta, 2014.
12. Menyusuri kehidupan para wali, Jahabersa, Malaysia, 2012.

C. Tafsir Simbolik Perspektif Asmaji Muchtar

Simbol merupakan kiasan atau gambaran tentang dunia nyata, baik dalam
kenyataan maupun tingkatan ide. Simbolisasi ayat-ayat al-Qur’an juga bisa dimaknai
sebagai bentuk dan petunjuk prilaku masyarakat dalam memfungsikan al-Qur’an. Dalam
kajian tafsir, simbolisasi mencerminkan bahwa masyarakat menjadiakan al-Qur’an sebagai
sumber pemikiran, ajaran, dan praktik dalam kehidupan nyata.2 Ayat-ayat al-Quran seakan-
akan mempunyai makna baru yang benar-benar sesuai dengan dinamika ilmu pengetahuan
modern, sekalipun premis ini tentu tidak benar, karena al-Qur’an memang sarat berisi
pengetahuan super modern yang memerlukan rasio penalaran ganda untuk
membongkarnya.

َ‫ت لِّ ْل ُمت ََو ِّس ِمين‬ َ ِ‫ِإ َّن فِى ٰ َذل‬
ٍ َ‫ك َل َءا ٰي‬
“Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tandatanda (kekuasaan
Allah) bagi orang-orang yang memperhatikan tanda-tanda.” (QS. al-Hijr:75)

Banyak sekali peristiwa yang memiliki tanda-tanda atas kekuasaan Allah, tetapi
hanya orang-orang yang berfikirlah yang mengerti akan adanya tanda-tanda kekuasaan
Allah itu. al-Mutawassimin artinya tanda-tanda atau simbolisasi.3

Ayat-ayat simbolik memang menarik untuk dimunculkan sebagai kajian baru dalam
menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an yang belum tersentuh oleh pena mufassir klasik.
Munculnya ide ini diharapkan mampu mendorong lahirnya pengetahuanpengetahuan baru
yang bersumber dari al-Qur’an yang telah lama terpendam dalam hazanah keilmuan.4

Dibalik ayat-ayat simbolik, ada nuansa tersembunyi yang menyimpan misteri dan
istilah-istilah yang bisa dikembangkan. Ayat-ayat yang mengandung simbol juga
diklasifikasikan dalam beberapa golongan, diantaranya :

1. Teknologi
2. Ekonomi
2
A Rafiq Zainul Mun’im, Tafsir Realis Terhadap Makna dan Simbol al-Qur‟an (STAI NU
Jakarta 2017),
https://www.researchgate.net/publication/322347970_Tafsir_Realis_terhadap_Makna_dan_Simbol_Al
quran_bagi_Masyarakat_Kabupaten_Probolinggo (diakses di Wonosobo, 02 Desember 2020 pukul 22.00
WIB)
3
Asmaji Muchtar, Tafsir As-Salam, (wonosobo: UNSIQ press, 2019), hal. 372
4
Ibid., hal. Xxii
3. Pertahanan
4. Politik
5. Hukum
6. Sains
7. Peradaban, dan masih banyak lagi, sangat luas dan tidak terbatas.

Dalam surah an-Nahl Allah SWT berfirman:

‫ ِه‬n‫اخ َر فِي‬
ِ ‫و‬n َ n‫ ْٱلفُ ْل‬n‫رى‬n
َ n‫ك َم‬ n۟ ‫ َوتَ ْست َْخ ِرج‬n‫وا ِم ْنهُ لَحْ ًما طَ ِريًّا‬
َ nَ‫ونَهَا َوت‬n‫ُوا ِم ْنهُ ِح ْليَةً ت َْلبَ ُس‬ ۟ ُ‫َوهُ َو ٱلَّ ِذى َس َّخ َر ْٱلبَحْ َر لِتَْأ ُكل‬
۟ ‫َولِتَ ْبتَ ُغ‬
َ‫وا ِمن فَضْ لِ ِهۦ َولَ َعلَّ ُك ْم تَ ْش ُكرُون‬
“Dan Dialah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan
daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan
yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari
(keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur.” (QS. an-Nahl :14)

Dalam ayat tersebut Allah memperkenalkan manusia dunia kemaritiman agar


dieksploitasi kekayaan yang ada di dalamnya. Kekayaan di bawah laut itu berupa ikan dan
perhiasan (mutiara dan sejenisnya). Kata “menundukkan” (sakh-khara) dalam ayat tersebut
berarti penguasaan, yaitu menguasakan kepada manusia untuk menjelajahi alam lain (air)
yang tidak sama dengan daratan. Untuk mencapai tujuan itu Allah mengajarkan manusia
cara menciptakan kapal (al-fulk). Nabi Nuh AS. adalah Bapak perkapalan dunia, di tangan
beliaulah dihasilkan produk perkapalan pertama yang belum pernah dikenal sebelumnya.

Penciptaan kapal yang dilakukan Nabi Nuh AS. langsung di bawah supervisi Allah
dan bimbingan-Nya dalam menentukan konstruksi yang dibuat (lihat surat Hud ayat ke 37).
Penciptaan kapal yang dibuat Nabi Nuh AS. pertama kali berfungsi darurat untuk
menyelamatkan umatnya dari banjir besar.5 Dalam perkembanganya kapal dijadikan alat
transportasi laut yang membawa manusia untuk penyebrangan dari satu wilayah ke wilayah
lainya yang dipisahkan oleh lautan, bukan hanya itu, manusia juga memanfaatkan alat
transportasi ini sebagai alat penangkap ikan dan fasilitas liburan.

Tafsir simbolik ini berusaha menghadirkan bahasan-bahasan tafsir yang “baru”


yang boleh jadi tidak ditemukan dalam kitab-kitab tafsir lainya, terutama yang
berhubungan dengan ayat-ayat simbolik. Ibnu al-Arabi seorang ulama sufistik, juga
mengkaji makna-makna dari simbolisasi ayat-ayat al-Qur’an namun dengan pendekatan
sufistik (melangit). Berbeda dengan Asmaji Muchtar yang mencoba untuk membumikan
makna dari simbol-simbol ayat-ayat al-Qur’an.

Yang dimaksud ayat-ayat simbolik adalah ayat-ayat al-Qur’an yang mempunyai


kandungan pengetahuan fenomenal yang jika dieksploisasi maknanya menghasilkan nilai
manfaat besar bagi kepentingan peradaban manusia. Ayat-ayat simbolik ini ada kalanya
5
Asmaji Muchtar, Op.cit., 2019, hlm, xxii-xxiii
berhubungan dengan sains, teknologi, hukum, sosiologi atau bahkan berhubungan dengan
metafisik yang masih kosong penjelasan dari tafsir-tafsir klasik hasil karya para ulama‟
mufassir dan masyayikh Islam di masa lampau. Tafsir ayat-ayat simbolik ini dirasakan
penting kehadiranya untuk menjawab tuntutan zaman bagi kehidupan umat manusia. Ayat-
ayat ini tidak akan habis dieksploitas dengan satu maksud menggali kebenaranya, karena
bersifat kauniyah (empiris) yang terus menerus berkembang pemaknaan dan
implementasinya sesuai kebutuhan zaman. Ayat-ayat jenis ini sangat berbeda dengan ayat-
ayat yang berbicara tentang theology dan hukum (agama) secara ansich (harfiyah), yang
oleh para mufassir banyak dibedah dengan pembahasan panjang lebar.6

Ayat-ayat al-Qur’an menyimpan segudang misteri, persoalan itulah yang harus


diurai, agar potensi terjadinya penyumbatan cara berfikir dalam memahami ayat-ayat
simbolik dapat dihindari dan upaya untuk memperoleh makna filosofinya tercapai. Yang
terpenting dalam hal ini adalah bagaimana tafsir itu tetap berda pada koridor yang
dibenarkan dan tidak berbenturan dengan otoritas akal manusia. Beliau dalam menafsirkan
ayat-ayat al-Qur’an tidak menggunakan sebuah metode khusus, namun bukan berarti
sembarangan dalam memaknai maksud dan kandungan sebuah ayat, beliau menggunakan
beberapa pendekatan yaitu:

1. Intuisi

Banyak makna mengenai definisi dari intuisi, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) adalah daya atau kemampuan mengetahui atau memahami sesuatu tanpa difikirkan
atau dipelajari. Menurut Asmaji Muchtar pendekatan intuisi yang beliau terapkan dengan
cara melihat terlebih dahulu dari beberapa kitab atau buku tafsir-tafsir dari para mufasir
agung, ada sekitar 22 kitab tafsir yang beliau jadikan acuan, dan setelah melihat dari 5 yang
terbesar jika tidak ditemukan penafsiran dalam suatu ayat barulah mulai menafsirkan ayat
tersebut.

2. Sejarah Tafsir

Dengan mempelajari sejarah dari ayat-ayat al-Qur’an, apakah ayat-ayat tersebut


sejarahnya pernah ditafsirkan. Alasan Asmaji Muchtar membukukan dan membumikan
tafsirnya adalah untuk mengumpulkan ilmu-ilmu Tuhan yang tercecer, tidak ada yang bisa
mengklaim bahwasanya sebuah karya tafsir itu paling lengkap, karena jika demikian maka
ilmu al-Qur’an itu sangat terbatas. Persoalan itu harus diurai, agar potensi terjadinya
penyumbatan cara berfikir dalam memahami ayat-ayat al-Qur’an dapat dihindari dan upaya
untuk memperoleh makna filosofinya terapai. Yang terpenting dalam hal ini adalah
bagaimana tafsir itu tetap berada dalam koridor yang dibenarkan dan tidak berbenturan
dengan otoritas akal manusia. Kemudian dengan mempelajari sejarah ayat disimpulkan
kandungan makna dan pesan apa yang tersirat dalam ayat-ayat al-Qur’an.

6
Asmaji Muchtar, Op.cit., 2019, hlm. xxi
3. Pengaruh di Masyarakat

Sebelum melakukan publikasi tafsirnya, beliau juga mempertimbangkan apakah


penafsiran yang disampaikan akan menimbulkan pro dan kontra atau tidak. Model tafsir
seperti ini tentu membawa konsekuensi yang tidak sama dengan tafsir-tafsir yang
dijelaskan ayat-ayatnya secara umum. Konsekuensi dari model tafsir yang singkat ini
adalah keterbatasan uraian terhadap ayat-ayat yang ditafsirkan sehingga boleh jadi tidak
memuaskan pembaca. Sebab tidak mungkin sebuah wadah kecil memiliki daya tamping
besar sehingga mampu menyajikan segala aspek persoalan yang dibutuhkan jawabanya.

4. Ra’yu

Ra’yu adalah salah satu cara umat islam untuk menetapkan suatu hukum dari
permasalahan-permasalahan kontemporer yang belum didapati dalam alQur’an dan Hadis.
Tidak berbeda dengan problematika pengumpulan al-Qur’an, demikian pula hal-hal yang
berkaitan dengan tafsir. Sejak era klasik terlah terjadi perbedan menyikapi corak tafsir yang
cukup tajam. Di antaranya ada yang melarang tafsir dirayah, ra’yu atau rasio karena ada
hadits yang menyatakan bahwa siapapun yang menafsirkan al-Qur’an dengan rasionya,
maka ia telah melakukan kesalahan meskipun tafsirnya itu benar. 7 Meskipun demikian,
tafsir bir-ra’yi (dirayat-rasio-kontekstual) tetap memiliki standarstandar dan kaidah-kaidah
yang tidak memberikan ruang kepada mufassir sampai ke tingkat liberal.

D. Contoh penafsiran
Ayat-ayat simbolik memang menarik untuk dimunculkan sebagai kajian baru dalam
menafsirkan ayat-ayat al-Quran yang belum tersentuh oleh pena mufassir klasik.
Munculnya ide ini diharapkan dapat mendorong lahirnya pengetahuan-pengetahuan baru
yang bersumber dari al-Quran yang telah lama terpendam dalam hazanah keilmuan. Dalam
surah an-Nahl ayat ke 14 Allah befirman :

‫ ِه‬n‫اخ َر فِي‬
ِ ‫و‬n َ n‫ ۡٱلفُ ۡل‬n‫رى‬n
َ n‫ك َم‬ َ nَ‫ونَهَ ۖا َوت‬n‫ُوا ِم ۡنهُ ِح ۡليَ ٗة ت َۡلبَ ُس‬ ْ ُ‫َوهُ َو ٱلَّ ِذي َس َّخ َر ۡٱلبَ ۡح َر لِت َۡأ ُكل‬
nْ ‫ َوت َۡست َۡخ ِرج‬n‫وا ِم ۡنهُ لَ ۡح ٗما طَ ِر ٗيّا‬
َ‫ضلِ ِهۦ َولَ َعلَّ ُكمۡ ت َۡش ُكرُون‬
ۡ َ‫وا ِمن ف‬ْ ‫َولِت َۡبتَ ُغ‬

“Dan Dialah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan
daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan
yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari
(keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur.” (An-Nahl:14)
Dalam ayat tersebut Allah memperkenalkan manusia dunia kemaritiman agar
dieksploitasi kekayaan yang ada di dalamnya. Kekayaan di bawah laut itu berupa ikan dan
perhiasan (mutiara dan sejenisnya). Kata “menundukkan” (sakh-khara) dalam ayat tersebut
7
Asmaji Muchtar, Op.cit., 2019, hlm, ix
berarti penguasaan, yaitu menguasakan kepada manusia untuk mejelajahi alam lain (air)
yang tidak sama dengan daratan. Untuk mencapai tujuan itu Allah mengajarkan manusia
cara menciptakan kapal (al-fulk). Nabi Nuh AS adalah Bapak Perkapalan dunia, di tangan
beliaulah dihasilkan produk perkapalan pertama yang belum pernah dikenal sebelumnya.
Penciptaan kapal yang dilakkan Nabi Nuh AS langsung di bawah supervisi Allah dan
bimbingan-Nya dalam menentukan konstruksi yang dibuat (lihat surah Hud ayat ke 37).
Penciptaan kapal yang dibuat Nabi Nuh AS pertama kali berfungsi darurat untuk
menyelamatkan umatnya dari banjir besar. Dalam perkembangannya kapal dijadikan alat
transprtasi laut yang membawa manusia untuk penyebaran mereka dari satu wilayah ke
wilayah lain yang dipisahkan oleh lautan. Bukan itu saja dalam perkembangan lebih lanjut
manusia memanfaatkan alat transportasi ini sebagai sarana alat penangkap ikan.
Tentu ada banyak rangkaian yang harus dilalui untuk menikmati daging segar
(lahman thariyan) yang berberproein tinggi dari ikan laut. Di masa lalu penciptaan kapal
menggunakan bahan kayu. Bahan ini hanya diperoleh dengan menabang pepohonan yang
besar. Alat apa yang dapat digunakan untuk memotong dan merajang pepohonan yang
besar itu menjadi papan?: Apakah menggunakan bebatuan yang diasah?. Di sini nalar
ilmiyah akan memberi jawaban yang sering kontradiksi dengan kondisi peradaban saat itu.
Jika untuk membuat sebuah meja atau kursi diperlukan berbagai alat pendukung semisal:
gergaji, palu, serut, paku dll, maka untuk menciptakan sebuah kapal diperlukan berbagai
alat pendukung lebih dari itu. Hasil cipta sebuah alat pelayaran ini belum dapat difungsikan
untuk memperoleh daging segar (ikan) laut secara massal, kecuali dilengapi dengan
peralatan lain yang mendukungnya, yaitu jaring. Bagaimana sebuah jaring dibuat,
menggunakan bahan apa dan bagaimana modelnya; adalah rangkaian pertanyaan yang
bermuara pada berbagai disiplinilmu yang berbeda.
Untuk membuat “jaring” diperlukan serat benang, dan serat benang tidak hadir
dengan sendirinya, tetapi memerlukan penanaman spesis tanaman yang memiliki serat.
Setelah itu diportong, dikeringkan, diproses menjadi benang, dipintal dan dibuat menjadi
rajutan jaring. Baru kemudian hasil kreasi alat penangkap ikan ini ditebar ke laut untuk
menjaring ikan. Begitupun yang harus dilakukan manusia untuk mengekspoitasi kekayaan
bawah laut seperti: terumbu, mutiara dan jenis-jenis kekayaan lain. Di sini terlihat
bagaimana untuk memperoleh hasil produksi laut berupa “daging segar” memerlukan
rangkaian disiplil ilmu yang saling terkait antar satu dengan yang lain yang disebut hukum
interkoneksitas. Hukum ini berbicara tentang koneksi yang menghubungkan antar masing-
masing disiplin ilmu dengan yang lain tanpa putus dan menghadirkan nilai. Benar, suatu
peradaban manusia akan menghasilkan nalar berfikir yang panjang dengan berbagai nilai
yang bermanfaat di dalamnya.
Suatu benda, apa pun bentuknya, yang hidup atau yang mati, yang aktif atau yang
pasif, semua memiliki nilai guna (manfaa). Tetapi di mana letak manfaat dan
kegunaannya?. Nilai manfaat itu hanya dapat diketahui setelah melalui pembuktikan, baik
melalui riset, uji coba atau apa pun istilahnya yang bertujuan untuk membongkar rahasia
yang tersimpan dalam benda itu. Tanaman padi yang menghasilkan beras bermanfaat bagi
manusia untuk keperluan makan mereka. Begitu pula daun “kelor” bermanfaat bagi
penderita penyakit deabetis dan asam urat. Tetapi untuk sampai pada kesimpulan
“manfaat” yang membuat kenyang dan kesembuhan itu, langkah awalnya harus dibuktikan
melalui pengujian dan riset; dari situ baru diketahui manfaatnya. Dus, ketika para ahli
ibadah yang gemar berdzikir dalam segala kondisi itu menggunakan alam pikirnya
berselancar terhadap ciptaan-ciptaan Allah, maka mereka memperoleh jawaban pasti
bahwa semua ciptaan Allah ini tidak sia-sia. Sebab semua ciiptaan-Nya memiliki nilai
manfaat bagi manusia. Al-Quran sebagai miniatur kalam Allah yang mengandung berbagai
ilmu dan pengetahuan, adalah satu-satunya hazanah umat Islam yang tidak akan pernah
habis dieksploitasi untuk kepentingan hidup. Dan untuk itu diperlukan olah daya pikir
nalar (ra`yu) selama tidak bersentuhan dengan akidah. Hanya ayat-ayat yang berhubungan
dengan akidah itulah yang bermakna pasti karenanya tidak boleh ditafsirkan kecuali sesuai
inti ayat itu.
Gambaran singkat ini menunjukkan betapa luas ilmu Allah yang tidak dapat
dibatasi oleh akal manusia. Sebab akal itu sendiri adalah bagian dari ciptaan Allah yang
memiliki keterbatasan dan kelemahan sebagaimana keterbatasan kelemahan pemilik akal
(manusia). Karena itu misteri apa pun yang isinya belum mampu dibongkar oleh akal
manusia, tidak boleh diartikan an-rasionality atau sesuatu yang tidak masuk akal. Di dalam
al-Quran masih banyak ilmu Allah yang masih belum tersentuh dan belum mampu
diungkap manusia dengan kemampuan jelajah alam pikir mereka; dan itu yang dikatakan
Allah: “Dan Dia (Allah) menciptakan sesuatu yang tidak kamu ketahui”; (Surah Al-Nahl
ayat ke 8).
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Buku tafsir As-Salam ini adalah buku tafsir yang penjelasan tafsirnya disesuaikan
dengan keterbatasan space yang tersedia dalam buku dan dibuat secara singkat berdasar
inti persoalan yang terkanung dalam ayat-ayat yang ditafsirkan. Dengan kata lain tidak
semua ayat dalam al-Qur’an dijelaskan makna dan maksudnya melalui tafsir yang dapat
difahami pembaca. Jika sebuah ayat dipandang perlu untuk ditasirkan, karena belum
ditemukan penjelasannya dalam tafsir-tafsir yang telah mendahului, maka penulis berupaya
menjeaskannya sesuai kemampuan. Begitu sebaiknya, penulis tidak akan mengulas sebuah
ayat jika ayat tersebut sudah banyak dijelaskan oleh para mufassir terdahulu di dalam kitab
mereka. Atau ada sebuah ayat yang dipandang perlu penjelasan dari sudut pandang
berbeda, maka penulis jelaskan maksud ayat itu sesuai kondisi yang berlangsung.
Model tafsir seperti ini tentu membawa konsekuensi yang tidak sama dengan
tafsir-tafsir yang dijelaskan ayat-ayatnya secara umum. Konsekuensi dari model tafsir yang
singkat ini adalah keterbatasan uraian tehadap ayat-ayat yang ditafsirkan sehingga boleh
jadi tidak memuaskan pembaca. Sebab tidak mungkin sebuah wadah kecil memiliki daya
tampung besar sehingga mampu menyajikan segala aspek persoalan yang dibutuhkan
jawabannya. Jika kebuthan itu yang diperlukan, maka tafsir As-Salam perlu disajikan
dalam bentuk karya yang lebih besar, sehingga space yang disajikan tidak mengikat untuk
menjelaskan makna ayat-ayat Al-Quran secara panjang lebar.
Begitulah cita-cita awal dari penulisan tafsir As-Salam, sebuah embrio tafsir Al-
Quran yang memasukkan unsur-unsur sains, dan ilmu pengetahuan lainnya (non-saintifik)
yang kelak dalam perkembangannya diharapkan menjadi sebuah karya tafsir yang
berdimensi kompleks. Narasi keilmuan manapun yang bersumber dari al-Quran
diupayakan untuk mengeksploitasinya menjadi sajian ilmu yang bermanfaat bagi kehiduan
manusia. Ilmu Allah bukan hanya berbicara tentang agama (ukhrawi), lebih dari itu juga
berbicara tentang duniawi dengan berbagai ragamnya. Karena itu ketika Allah mendorong
manusia untuk mencapai kehidupan akhirat yang ideal, manusia juga diingatkan agar tidak
melupakan bagiannya di dunia (lihat surah Al-Qashash ayat ke 77): “Dan carilah apa yang
diberikan Allah kepadamu akan kehidupan di akhirat, dan janganlah kamu melupakan
bagianmu dari dunia…”. Sekalipun dalam ayat ini Allah mengingatkan manusia degan
bahasa sederhana, yaitu “tentang bagian di dunia”, tetapi petunjuk itu memililik implikasi
yang sangat besar dan tidak terbatas. Sebab kata “min” yang bersambung dengan “ad-
dunya” dapat dimaknai secara luas yang berarti “min kullin” (menyeluruh). Artinya, segala
apa pun yang kita perlukan dari dunia untuk kepentingan hidup dalam kerangka ubudiyah
kepada Allah maka harus dicapai. Penjelasan masalah ini tentu akan semakin luas dan
panjang.
Semoga sedikit pandangan tentang tafsir As-Salam ini bermanfaat bagi kita semua.
Dan semoga Allah membuka cakrawala berfikir kita untuk mengeksploitasi ayat-ayat-Nya
guna membangun peradaban yang lebih baik dan bermanfaat bagi kehidupan manusia.
Amiin.
DAFTAR PUSTAKA

Muchtar, Asmaji, Tafsir As-Salam, (wonosobo: UNSIQ press, 2019)


Mun’im, A Rafiq Zainul, Tafsir Realis Terhadap Makna dan Simbol al-Qur‟an (STAI NU
Jakarta 2017), https://www.researchgate.net/publication/322347970_Tafsir_Realis_terhadap_Makna_dan_Simbol_Al
quran_bagi_Masyarakat_Kabupaten_Probolinggo

Anda mungkin juga menyukai