Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejarah telah mencatat bahwa tradisi penulisan tafsir di Indonesia telah tumbuh sejak
dulu dengan keragaman teknik penulisan, corak dan bahasa yang dipakai. Pada awal abad
XX, bermunculan beragam literatur tafsir yang mulai ditulis oleh kalangan muslim Indonesia.
Karya tafsir tersebut disajikan dalam model dan tema yang beragam serta bahasa yang
beragam pula. Seperti halnya T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy sebagai generasi terkemudian yang
menulis tafsir cukup 30 juz dengan model penyajian runtut sesuai dengan urutan surah dalam
mushaf Utsmani. Di samping itu banyak nama lain yang menulis tafsir bukan dengan model
runtut, tetapi dengan model tematik. Ini merupakan suatu keunikan tersendiri di dalam
sejarah penulisan tafsir al-Qur'an di Indonesia.

Di Indonesia bagi muslim yang tidak menguasai bahasa arab dengan baik, mereka pun
kini lebih memilih membaca literatur tafsir berbahasa Indonesia ketimbang yang berbahasa
lain. Dalam perkembangannya sekarang. literatur tafsir al-Qur‟an di Indonesia cukup banyak
ditulis dengan bahasa Indonesia dan aksara latin

Berikut ini akan diuraikan tentang perjalanan dan sejarah penulisan tafsir di Indonesia
terkhusus penulisan “Tafsir Al-Qur‟anul Majid Al-Nur” Karya Prof.T.M. Hasbi Ash-
Shiddieqy.1

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumusan
beberapa masalah dalam makalah ini diantaranya:

1. Siapa Dan Bagaimana Hasbi Ash-Siddieqiy?


2. Bagaimana Profil Tafsir Al-Qur'anul Majid Al-Nur?
3. Bagaimana Latar Belakang Penulisan Tafsir Al-Qur'anul Majid Al-Nur?
4. Bagaimana Metode/Manhaj Dan Teknik Penulisan Tafsir Al-Qur'anul Majid Al-Nur?

1
Andi Miswar, “Tafsir Al-Qur’an Al-Majid Al-Nur Karya T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy”, dalam Jurnal
Adabiyah Vol XV No 1, 2015, h.83-84

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Biografi Mufassir Prof. T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy


- Nama Dan Silsilah Hasbi Ash-Shiddiqey

Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy lahir di Lhokseumawe, Aceh Utara 10


Maret 1904 di tengah ulama pejabat. Dalam tubuhnya mengalir darah campuran Arab. 2 Dan
wafat di Jakarta, pada tanggal 9 Desember 1975. Ayahnya bernama Teuku Kadi Sri Maharaja
Mangkubumi Husein bin Mas‟ud, ia adalah seorang ulama yang terkenal di kampungnya dan
mempunyai sebuah pesantren (Meunasah). Ibunya bernama Teuku Amrah binti Teuku Sri
Maharaja Mangkubumi Abdul Aziz, ia seorang putri seorang Kadi kesultanan Aceh ketika
itu.

Kata Ash-Shiddieqy dinisbahkan kepada Abu Bakar Ash-Shiddiq. Karena menurut


silsilah, Hasbi Ash-Shiddeqy mempunyai kaitan nasab dengan sahabat Nabi Saw yang paling
utama itu melalui ayahnya. Menurut riwayat, Ia sebagai generasi ke-30 dari khalifah tersebut.
Sehingga ia melekatkan gelar Ash-Shiddieqy di belakang namanya.3

- Riwayat Pendidikan Hasbi Ash-Shiddiqey

Pendidikannya diawali di pesantren milik ayahnya. Kemudian ia belajar dibeberapa


pesantren lain di Aceh sampai ia bertemu dengan seorang ulama. Muhammad bin Salim al-
Kalali. Seorang ulama yang berkebangsaan Arab. Dari ulama inilah ia banyak mendapat
bimbingan dalam mempelajari kitab-kitab kuning seperti Nahwu, Sharaf, Mantik, Tafsir,
Hadis. Fiqih, dan Ilmu Kalam.

Pada tahun 1926, ia berangkat ke Surabaya dan melanjutkan pendidikan di Madrasah


al-lrsyad, sebuah organisasi keagamaan yang didirikan oleh Syekh Ahmad Soorkati (1874-
1943), ulama yang berasal dari Sudan yang mempunyai pemikiran modern ketika itu. Disini
ia mengambil pelajaran takhassus (spesialisasi) dalam bidang pendidikan dan bahasa.

2
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, (Semarang: Pustaka
Rizki Putra, 2009), h.329
3
Andi Miswar, “Tafsir Al-Qur’an Al-Majid Al-Nur Karya T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy”, dalam Jurnal
Adabiyah Vol XV No 1, 2015, h.83-84. Lihat juga Dewan Redaksi Ensiklopedia Hukum Islam, Ensiklopedia
Hukum Islam, Cet. I, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997), h. 530

2
Pendidikan ini dilaluinya selama 2 tahun. Al-Irsyad dan Ahmad Soorkati inilah yang ikut
berperan dalam membentuk pemikirannya yang modern.

Kemudian dengan bekal ilmu yang telah dimilikinya, ia mulai terjun ke dunia
pendidikan sebagai pendidik. Pada tahun 1928, ia telah memimpin sekolah Al-Irsyad di
Lhokseumawe. Di samping itu, ia giat melakukan dakwah di Aceh dalam rangka
mengembangkan paham pembaruan (tajdid) serta memberantas syirik, bid'ah, khurafat.
Kariernya sebagai pendidik seterusnya, ia baktikan sebagai direktur Darul Muallimin
Muhammadiyah di Kutaraja (sekarang Banda Aceh) pada tahun 1940-1942. Di samping itu ia
juga membuka Akademi Bahasa Arab.

Sebagai Seorang pemikir yang banyak mengerahkan pikirannya dalam bidang hukum
islam, maka pada zaman Jepang, ia diangkat menjadi anggota Pengadilan Agama Tertinggi di
Aceh. Di samping itu, ia juga aktif dibidang politik dan menjadi anggota konstituante pada
tahun 1930. Akan tetapi kariernya dibidang politik tidak diteruskan. Dan setelah menunaikan
tugasnya sebagai anggota konstituante, ia lebih banyak berkecimpung di Dunia Perguruan
Tinggi Agama Islam. Dalam karier ini, pada tahun 1960, ia dipercaya memegang jabatan
Dekan Fakultas Syariah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, yang dipegangnya sampai tahun
1972. Pada tahun itu pula, ia diangkat sebagai guru besar (Profesor) dalam Ilmu Syariah pada
IAIN Sunan Kalijaga. Selain itu, ia pernah pula memegang jabatan sebagai Dekan Fakultas
Syariah Universitas Sultan Agung di Semarang. dan Rektor Universitas Al-Irsyad di
Surakarta (1963-1968).4

- Karya-Karya Habi Ash-Shiddiqey

Menurut catatan, buku yang ditulisnya berjumlah 73 judul (142 jilid). Sebagian besar
karyanya adalah tentang fiqh (36 judul). Bidang- bidang lainnya adalah hadis (8 judul), tafsir
(6 judul) tauhid (ilmu kalam 5 judul). Sedangkan selebihnya adalah tema-temanya yang
bersifat umum. Karena kegiatannya yang begitu tekun dalam karang-mengarang, ia diberi
tanda penghargaan sebagai salah seorang dari sepuluh penulis Islam terkemuka di Indonesia
pada tahun 1957/1958. Diantara Karya-Karya Unggulan Hasbi Ash-Shiddieqy adalah:

4
Andi Miswar, “Tafsir Al-Qur’an Al-Majid Al-Nur Karya T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy”, dalam Jurnal
Adabiyah Vol XV No 1, 2015, h.83-84. Lihat juga T.M.Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir al-Qur’an al-Majid “al-
Nur” (Cet.II, Juz I, Jakarta: Bulan Bintang. 1965), h.1-12

3
- Tafsir dan Ilmu Al-Qur‟an:
a. Tafsir Al-Qur’anul Majid Al-Nur
b. Ilmu-Ilmu Al-Qur’an
c. Sejarah Dan Pengantar Ilmu Al-Qur'an/Tafsir
d. Tafsir Al-Bayan
- Hadis:
a. Mutiara Hadis (Jilid I-VIII)
b. Sejarah Dan Pengantar Ilmu Hadis
c. Pokok-Pokok Ilmu Dirayah Hadis (I-II)
d. Koleksi Hadis-Hadis Hukum
- Fiqh:
a. Hukum-Hukum Fiqh Islam
b. Pengantar Ilmu Fiqh
c. Pengantar Hukum Islam
d. Fiqh Mawaris
e. Pedoman Shalat
f. Pedoman Zakat
g. Pedoman Puasa
h. Pedoman Haji
i. Peradilan Dan Hukum Acara Islam
j. Interaksi Fiqh Islam Dengan Syariat Agama Lain (Hukum Antar Golongan)
k. Kuliah Ibadah
l. Pidana Mati Dalam Syariat Islam
- Umum:
a. Al-Islam (Jilid I-II).5

Karena keahliannya dalam bidang ini dipilih sebagai wakil ketua Lembaga Penerjemah
dan Penafsir al-Qur‟an Departemen Agama RI. Karena kariernya yang cukup menonjol
dalam bidang ilmu syariat, maka oleh Universitas Islam Bandung ia diberi gelar Doktor
Honoris Causa pada tahun 1975. Oleh karena itu pula, ia terpilih menjadi Ketua Lembaga
Islam Indonesia (Letisi).

5
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid Al-Nur, Cet.II, Juz I, (Jakarta:
Bulan Bintang, 2000), h.xx-xxi

4
Ia meninggal dunia dalam usia 71 tahun dan di Kuburkan makamkan
di Pemakaman IAIN Syarif Hidayatullah Ciputat Jakarta.6

B. Profil Tafsir Al-Nur


- Sejarah Penulisan Tafsir Al-Nur

Tafsir Al-Nur adalah kitab tafsir yang disusun oleh Hasbi Ash-Shiddieqy, ditulis pada
tahun 1952 dan selesai pada tahun 1970 di Yogyakarta. Untuk cetakan pertama diterbitkan
oleh CV. Bulan Bintang Jakarta pada tahun 1956.7 Menyusul cetakan kedua pada tahun 1965.
Untuk terbitan edisi ke II cetakan terakhir pada tahun 2000 dicetak setelah Hasbi wafat, diedit
oleh kedua putranya Prof.Dr.H.Nouruzzaman dan H.Z. Fuad Hasbi Ash Shiddieqy.8

Pada cetakan kedua, Tafsir al-Nur ini terdiri dari 5 Jilid dengan menggunakan bahasa
Indonesia. Jilid I terdiri dari (Surah 1 s/d 4), Jilid II (Surah 5 s/d 10), Jilid III (Surah 11 s/d
23), Jilid IV (Surah 24 s/d 41), Jilid V (Surah 42 s/d 114).

Dalam edisi kedua tersebut terdapat sejumlah tinjauan dari segi bahasa Uraiannya
langsung berhubungan dengan tafsir ayat. Menerangkan ayat-ayat dengan menyebutkan ayat
dan hadis yang berpautan dengan ayat yang dibahas, dengan membubuhi footnote, lengkap
dengan nomor hadis dan kitab-kitabnya.9

Dalam penyusunan tafsir ini Hasbi merujuk kepada beberapa buku tafsir, seperti kitab
Tafsir Al-Qasimiy, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Al-Wadhih, dan Tafsir Al- Maraghi. Dan dalam

6
Andi Miswar, “Tafsir Al-Qur’an Al-Majid Al-Nur Karya T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy”, dalam Jurnal
Adabiyah Vol XV No 1, 2015, h.86
7
Andi Miswar, “Tafsir Al-Qur’an Al-Majid Al-Nur Karya T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy”, dalam Jurnal
Adabiyah Vol XV No 1, 2015, h.86. Lihat juga T.M.Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir al-Qur’an al-Majid “al-Nur”
(Cet.II, Juz I, Jakarta: Bulan Bintang. 1965), h. 1-12
8
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid Al-Nur, Cet.II, Juz I, (Jakarta:
Bulan Bintang. 2000), h.ix
9
Andi Miswar, “Tafsir Al-Qur’an Al-Majid Al-Nur Karya T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy”, dalam Jurnal
Adabiyah Vol XV No 1, 2015, h.86. Lihat juga T.M.Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir al-Qur’an al-Majid “al-Nur”
(Cet.II, Juz I, Jakarta: Bulan Bintang. 1965), h.3

5
menerjemahkan ayat dalam bahasa Indonesia Hasbi berpedoman pada Tafsir Abu Su’ud yang
berjudul Irsyad Al-Aql Al-Salim Ila Mazaya Al-Kitab Al- Karim, dan Tafsir Shiddiq Hasan.10

Terkait dengan latar belakang penulisan tafsir ini, penulis tidak menemukan
penjelasan mengapa Hasbi memilih nama An-Nur untuk karyanya ini, namun disebutkkan
dalam pengantarnya yang diberi judul Penggerak Usaha, setelah menjelaskan secara ringkas
kenapa dia menulis kitab tafsir dalam bahasa persatuan Indonesia, Hasbi hanya
menyatakan:“….Kemudian dengan berpedoman kepada kitab-kitab tafsir yang mu’tabar,
kitab-kitab hadis yang mu’tamad, kitab-kitab sirah yang terkenal menyusun tafsir ini yang
saya namai “An-Nur (cahaya)”.11

Al-Nur adalah nama salah satu Surah Al-Qur‟an yaitu surat nomor 24. Surah ini
termasuk golongan surah-surah Madaniyah. Dinamai Al-Nur yang berarti cahaya, diambil
dari kata An-Nur yang terdapat terdapat dalam QS.An-Nisa: 174.12

- Motivasi Hasbi Ash-Shiddieqy Menulis Tafsir Al-Nur

Pada pendahuluan juz I, Hasbi mengemukakan motivasi penulisan Tafsir al-Nur yang
hadir ditengah-tengah masyarakat Indonesia. Lahirnya Tafsir Al-Nur didasari oleh semangat
yang besar dalam menulis tafsirnya. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya:

1) Usaha dan perhatian untuk mengembangkan kebudayaan Islam khususnya terkait


dengan perkembangan perguruan-perguruan tinggi Islam Indonesia. Menurutnya,
perkembangan tersebut tentu membutuhkan perkembangan al-Qur‟an, sunnah dan
referensi-refensi kitab Islam dalam bahasa persatuanIndonesia.

10
Andi Miswar, “Tafsir Al-Qur’an Al-Majid Al-Nur Karya T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy”, dalam Jurnal
Adabiyah Vol XV No 1, 2015, h.86. Llihat juga T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir al-Qur’an al-Majid “al-
Nur” (Cet.II, Juz I, Jakarta: Bulan Bintang. 1965), h.9. Lihat juga al-Zahabiy, Husein Muhammad, al-Tafsir wa
al-Mufassirun, juz I Kairo: Dar al-Kutub al-Haditsah (t.p., 1986 ).
11
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid Al-Nur, Cet.II, Juz I, (Jakarta:
Bulan Bintang. 2000), h.xi-xii
12
QS. Al-Nisa (4): 174

           

“Hai manusia, Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu. (Muhammad dengan
mukjizatnya) dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang (Al Quran).”

6
2) Perlunya penafsiran al-Qur‟an dalam bahasa Indonesia. Oleh karena itu, penafsiran ini
dirasa perlu oleh pengarang dengan menjelaskan maksud dan kandungan al-Qur‟an
khususnya bagi masyarakat yang minim pengetahuannya akan bahasa Arab sehingga
tidak dapat memilih kitab tafsir yang mu„tabar yang dapat dijadikan pilihan bacaan
dan tentunya jalan untuk memahami al-Qur‟an sangat terbatas.

3) Memurnikan tafsir al-Qur‟an dari para penulis Barat, karena menurutnya buku-buku
tafsir yang ditulis dalam bahasa orang Barat tidak dapat dijamin kebersihan dan
kesucian jiwanya. Menurut Hasbi, para penulis Barat lebih cenderung menuliskan
tafsir hanya sebagai suatu pengetahuan bukan sebagai suatu akidah yang mereka
pertahankan. Maka, tentunya hal ini sangat berbeda jauh dengan tafsir yang ditulis
oleh para ulama.

4) Indonesia menghayati perkembangan tafsir dalam bahasa persatuan Indonesia. Tafsir


ini untuk memperbanyak referensi dan khazanah Islam dalam masyarakat Indonesia.13

13
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid Al-Nur, Cet.II, Juz I, (Jakarta:
Bulan Bintang. 2000), h. xi

7
- Data Filologi Tafsir Al-Nur

Nama :Tafsir Al-Qur‟anul

Majid An-Nur

Pengarang :Prof. Dr. Teungku

Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy

Diedit Kembali Oleh :- Dr. H.Nourzzaman

Shiddieqy, MA.

- H.Z. Fuad Hasbi Ash-Shiddieqy

Penerbit :Pustaka Rizky Putra

Kota Penerbit : Semarang

Tahun Terbit : 2000

ISBN : 979-9430-01-1

Jumlah Halaman : xxxvi + 1024 hlm

Ukuran : 24 cm.

No. UU : Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang N0. 7 Th. 1987

Cetakan : Ke-2, Edisi: Ke-2

Waktu Cetak : September 2000

Warna Kertas : Putih

Cover : Hard Cover

C. Telaah Metodologis Tafsir Al-Nur


- Jenis Tafsir Al-Nur

Berdasarkan sumber-sumber yang dipakai, maka dapat diketahui bahwa metode yang
dipakai oleh Hasbi Ash-Shiddieqy dalam menyusun Tafsir Al-Nur adalah metode campuran
antara Metode bil Ra’yi atau bil Ma’qul. Hal ini juga beliau kemukakan bahwa, dalam

8
menyusun tafsir ini berpedoman pada tafsir induk, baik tafsir bil Matsur maupun kitab tafsir
bil riwayah.14

- Corak Tafsir Al-Nur

Tafsir Al-Nur Karya Hasbi Ash-Shiddieqy tidak mempunyai corak dan orientasi
terhadap bidang tertentu, sebab kalau diperhatikan semua tafsirnya tidak memuat bidang ilmu
tertentu, seperti bidang bahasa, hukum, sufi, filsafat, dan sebagainya. Pada kata pengantar
kitab tafsir Al-Nur beliau menyatakan:

“DenganMeninggalkan uraian yang tidak langsung berhubungan dengan tafsir ayat,


supaya tidak selalu para pembaca dibawa keluar dari bidang tafsir, baik ke bidang
sejarah, atau bidang ilmiah yang lain.”
Dari ungkapan diatas, Hasbi Ash-Shiddieqy tidak bermaksud menafsirkan ayat-ayat Al-
Qur‟an dengan uraian ilmiah yang panjang lebar yang dikhawatirkan keluar dari tujuan ayat-
ayat tertentu. Dengan demikain tafsir Al-Nur tidak mempunyai corak atau orientasi tertentu,
namun bisa dikatakan komplit, artinya meliputi segala bidang.15

- Manhaj/Metode Tafsir Al-Nur

Berbicara tentang metode (manhaj) Tafsir Al-Nur, dengan mencermati isi tafsir
tersebut, maka dapat dikatakan metode yang digunakan oleh Hasbi dalam karya tafsirnya ini
menggunakan metode ijma>li>.16

Penggunaan metode ijma>li> oleh Hasbi dalam menyusun karya tafsirnya ini, telah dia
ungkapkan dalam Penggerak Usaha (Kata Pengantar) tafsirnya, bahwa dia menafsirkan ayat
dengan menunjuk kepada sari patinya (pokok permasalahan yang dikandung oleh masing-
masing ayat). Langkah metodologis ini dilakukan oleh Hasbi, bertujuan agar menghindarkan
para pembacanya keluar dari maksud dan makna pokok dari setiap ayat yang ditafsirkan.17

14
Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, Cet II, (Ciputat: CV. Sejahtera Kita, 2013), h.166
15
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid Al-Nur, Cet.II, Juz I, (Jakarta:
Bulan Bintang. 2000), h. xiii
16
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid Al-Nur, Cet.II, Juz I, (Jakarta:
Bulan Bintang. 2000), h. xii
17

9
- Sistematika Penulisan Tafsir Al-Nur

Sistem penulisan tafsir ini, disusun berdasarkan tartib mushaf (surah demi surah dan
ayat demi ayat). Dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Penyebutan ayat secara tartib mushaf tanpa diberi judul.18


2. Terjemahan ayat ke dalam Bahasa Indonesia dengan diberi judul “Terjemahan”. 19
Contohnya pada QS Al-Ahqaf /46: 35 sebagai berikut:

            

             

 

Terjemahnya: “Karena itu Bersabarlah, sebagaimana kesabaran Rasul-rasul Ulul Azmi


yang mempunyai keteguhan hati, dan janganlah kamu meminta disegerakan (azab) bagi
mereka. pada hari mereka melihat azab yang dijanjikan kepada mereka, dan mereka
(merasa) seolah-olah tidak tinggal (di dunia) melainkan sesaat pada siang hari.
(Inilah) suatu penjelasan yang cukup, Maka apakah akan dibinasakan melainkan kaum
yang kafir saja.”
3. Penafsiran masing-masing ayat dengan didukung oleh ayat yang lain, hadis, riwayat
Sahabat dan Tabi‟in serta penjelasan yang ada kaitannya dengan ayat tersebut dan
tahapan ini diberi judul “Tafsirnya”.20
Sebagaimana contoh berikut: “Tafsirnya”
Fashbir ka maa shabara ulul ‘azmi minar rusuli =“karena itu bersabarlah
sebagaimana kasabaran Rasu-rasul ulul azmi”.
Apabila gangguan terhadap kamu terus berlanjut wahai Muhammad, tetaplah
bersabar, sebagaimana kesabaran yang diperlihatkan para Rasul sebelummu.
Kuatkanlah kemauan engkau supaya kamu dapat mematahkan mereka.

Wa laa tasta’ jil lahum = “Dan janganlah engkau tergesa-gesa untuk mereka”.21

18
Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, Cet II, (Ciputat: CV. Sejahtera Kita, 2013), h.166
19
Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, Cet II, (Ciputat: CV. Sejahtera Kita, 2013), h.166
20
Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, Cet II, (Ciputat: CV. Sejahtera Kita, 2013), h.166
21
Kaitkan dengan QS.Muzammil (7): 11

10
Dan janganlah engkau tergesa-gesa wahai Muhammad, memohon untuk disegerakan
azab bagi kaummu, karena azab itu pasti datang menimpa mereka.

Ka annahum yauma yarauna maa yuu’aduuna lam yalba-tsu illa saa’atam min
naharin = “Pada hari mereka melihat azab yang dijanjikan, terasalah oleh mereka,
seolah-olah mereka tidak berhenti di dunia ini, melainkan sekedar sesaat di siang
hari”.22

Ketika mereka menyaksikan azab yang begitu dahsyat, barulah mereka merasa seolah-
olah mereka berdiam di dunia ini, hanya sesaat saja.

Balaa-ghun = “Inilah adalah sebuah penjelasan”.

Penjelasan ini cukup bagi mereka, jika mereka mau memikirkannya dan mau
mengambil pelajaran dari padanya.

Fa hal yuhlaku illal qaumul faasiquun = “Maka apakah akan dibinasakan selain
dari kaum yang kafir saja.”

Yang tertimpa azab hanyalah orang-orang yang menyalahi perintah Allah dan
larangannya, karena Allah tidak mengazabkan selain dari orang yang berhak
mendapat azab. Itulah keadilan Ilahi..23

4. Kesimpulan intisari dari kandungan ayat yang diberi judul “Kesimpulan”.24


Contohnya, “Kesimpulan”.
Dalam ayat-ayat ini Allah menyuruh Nabi bersabar terhadap gangguan kaumnya,
sebagaimana Ulul Azmi telah bersabar. Dan meminta kepada Nabi untuk tidak
tergesa-gesa memohon disegerakan azab itu datang menimpa mereka, barulah mereka
measakan bahwa mereka tinggal di dunia hanya sekejap.
Pada bagian akhir Allah menutup surat ini dengan menerangkan bahwa pelajaran-
pelajaran yang diberikan oleh Allah telah cukup bagi orang-orang yang mau
mengambil pelajaran.25

22
Kaitkan dengan QS. Abasa (80): 46
23
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid Al-Nur, Cet.II, Juz V, (Jakarta:
Bulan Bintang. 2000), h. 3846
24
Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, Cet II, (Ciputat: CV. Sejahtera Kita, 2013), h.166

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari uraian di atas, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa T.M. Hasbi Ash-
Shiddieqy adalah seorang ulama dan penulis Islam terkemuka di Indonesia, ia sangat
produktif menuliskan gagasan keislamannya, ditandai dengan sejumlah hasil karya tulisnya
yang mencakup berbagai disiplin ilmu keislaman. Baik dibidang fiqh, hadis, tafsir, tauhid,
maupun di bidang umum lainnya.

Tafsir Al-Nur secara umum dikategorikan sebagai karya tafsir dengan metode ijmali>.
Metode ijmali> tersebut digunakan oleh Hasbi dengan tujuan untuk menjelaskan makna-
makna al-Qur‟an dengan uraian yang singkat dan bahasa yang mudah, sehingga dapat
dipahami oleh seluruh kalangan baik yang berpengetahuan luas maupun yang tidak. Dengan
demikian, maka konsekuensi dari metode tersebut, Hasbi berusaha menguraikan tafsiran atas
ayat-ayat al-Qur‟an dengan tidak membatasinya pada corak dan atau cabang keilmuan Islam
tertentu, sehingga dapat dikatakan bahwa Tafsir Al-Nur selain menggunakan metode ijma>li>
juga memiliki corak yang bersifat umum, karena mencakup seluruh cabang keilmuan yang
diketahuinya dan sesuai dengan makna al-Qur‟an serta tidak berseberangan dengan
penafsiran para ulama tafsir secara umum.

B. Saran

Demikian Makalah yang kami susun ini, pastinya dalam penyusunannya masih jauh
dari kesempurnaan. Oleh karenanya, kami mengharapkan adanya kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca. Serta kami pun berharap dengan disusunnya makalah ini
dapat menambah pengetahuan dan wawasan kita mengenai Tafsir Al-Qur‟anul Majid Al-Nur
Karya Prof. T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy.

25
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid Al-Nur, Cet.II, Juz V, (Jakarta:
Bulan Bintang. 2000), h. 3846

12
DAFTAR PUSTAKA

Amir, Mafri, 2013, Literatur Tafsir Indonesia, Cet II, Ciputat: CV. Sejahtera Kita.

Ash-Shiddieqy , Teungku Muhammad Hasbi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, 2009,
Semarang: Pustaka Rizki Putra.

Ash-Shiddieqy , Teungku Muhammad Hasbi, 2000, Tafsir Al-Qur’anul Majid Al-Nur, Cet.II,
Juz I, Jakarta: Bulan Bintang.

Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, 2000, Tafsir Al-Qur’anul Majid Al-Nur, Cet.II,
Juz V, Jakarta: Bulan Bintang.

Miswar, Andi, 2015, “Tafsir Al-Qur’an Al-Majid Al-Nur Karya T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy”,
dalam Jurnal Adabiyah Vol XV No 1.

13

Anda mungkin juga menyukai