Anda di halaman 1dari 18

L AP OR AN PE N EL ITI A N

“ KONSEP ASWAJA MENURUT KH HASYIM


ASY'ARI DAN KH AQIL SIRODJ “
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mandiri Mata Kuliah
Metodelogi Penelitian

Disusun Oleh :

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


JURUSAN TARBIYAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM


20
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, saya ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat serta
hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan Tugas Mandiri Mata Kuliah Metodelogi
Penelitian yang berjudul Laporan Penelitian “ Konsep Aswaja Menurut Kh Hasyim
Asy'ari Dan Kh Aqil Sirodj “
Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak
yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun
pikirannya.
Dan harapan kami semoga Laporan Penelitian ini dapat menambah pengetahuan
dan pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi Laporan Penelitian agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih
banyak kekurangan dalam Laporan Penelitian ini, Oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan
Laporan Penelitian ini.

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i


KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iii
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................ 1
B. Rumusan Masalah.................................................................................. 4
C. Tujuan penelitian ................................................................................... 4
D. Manfaat Penelitian ................................................................................. 4
E. Tinjauan Pustaka.................................................................................... 5
F. Metode Penelitian .................................................................................. 6
G. Kajian Teori ........................................................................................... 7
H. Penutup .................................................................................................. 14
I. Daftar Pustaka ........................................................................................ 15

iii
LAPORAN PENELITIAN
“ KONSEP ASWAJA MENURUT KH HASYIM ASY'ARI
DAN KH AQIL SIRODJ “

A. Latar Belakang Masalah


Islam telah mengisaratkan adanya firqah-firqah yang akan terjadi dalam
kehidupan umat manusia, termasuk firqah dalam Islam. Setidaknya terdapat 14 hadits
yang menjelaskan hal tersebut, diantaranya hadits yang diriwayatkan oleh Al-
Tirmidzi;Artinya; Diriwayatkan dari Abu Dawud, Imam Tirmidzi, dan Ibn Majah dari
Abu Hurairah, sesungguhnya Rasulukkah SAW telah bersabda: “Telah terpecah umat
yahudi menjadi 71 golongan, umat Nashrani benar-benar terpecah menjadai 72
golongan, dan ummatku menjadi 73 golongan. Semuanya akan masuk neraka kecuali
satu golongan.” Para sahabat bertanya: “Siapakah mereka wahai rasulullah?” Nabi
menjawab: “Mereka adalah orang-orang yang mengikuti jalanku dan para sahabatku.”
.(Ahli Sunnah wal Jama’ah)
Dalam firqah-firqah tersebut semuanya akan celaka kecuali golongan yang
berkometmen melaksanakan segala amaliyah Nabi dan para sahabatnya. Lafadz “Mă
Ana ‘alaihi wa Ashhăbĭ” disebut dengan Ahli Sunnah wal Jama’ah, yang berarti
penganut Sunnah Nabi Muhammad dan Jama’ah (sahabat-sahabatnya). Dalam hal ini
pernyataan tersebut hingga saat ini masih begitu aktual, karena masing-masing
kelompok merasa sebagai ahlu sunnah wal jama’ah dan pantas sebagai kelompok yang
masuk surga.
Aswaja adalah kepanjangan kata dari “Ahlussunnah waljamaah”. Ahlussunnah
berarti orang-orang yang menganut atau mengikuti sunnah Nabi Muhammad SAW,
dan waljamaah berarti mayoritas umat atau mayoritas sahabat Nabi Muhammad SAW.
Jadi definisi Ahlussunnah waljamaah yaitu; “ Orang-orang yang mengikuti sunnah
Nabi Muhammad SAW dan mayoritas sahabat (maa ana alaihi wa ashhabi), baik di
dalam syariat (hukum Islam) maupun akidah dan tasawuf”.
KH. Hasyim Asy’ari menjelaskan tentang ahlussunnah waljamaah versi
Nahdlatul Ulama’ dapat difahami sebagai berikut:
1. Penjelasan aswaja KH Hasyim Asy’ari, jangan dilihat dari pandangan ta’rif
menurut ilmu Manthiq yang harus jami’ wa mani’ (‫ )جامع مانع‬tapi itu merupakan
gambaran (‫ )تصــور‬yang akan lebih mudah kepada masyarakat untuk bisa
mendaptkan pembenaran dan pemahaman secara jelas ( ‫)تصــد يق‬. Karena secara

1
definitif tentang ahlussunnah waljamaah para ulama berbeda secara redaksional tapi
muaranya sama yaitu maa ana alaihi wa ashabii.
2. Penjelasan aswaja versi KH. Hasyim Asy’ari, merupakan implimentasi dari sejarah
berdirinya kelompok ahlussunnah waljamaah sejak masa pemerintahan Abbasiyah
yang kemudian terakumulasi menjadi firqah yang berteologi Asy’ariyah dan
Maturidiyah, berfiqh madzhab yang empat dan bertashuwf al-Ghazali dan Junai al-
Baghdadi.
3. Merupakan “Perlawanan” terhadap gerakan ‘wahabiyah’ (islam modernis) di
Indonesia waktu itu yang mengumandangkan konsep kembali kepada al-quran dan
as-sunnah, dalam arti anti madzhab, anti taqlid, dan anti TBC. ( tahayyul, bid’ah
dan khurafaat). Sehingga dari penjelasan aswaja versi NU dapat difahami bahwa
untuk memahami al-qur’an dan As-sunnah perlu penafsiran para Ulama yang
memang ahlinya. Karena sedikit sekali kaum m uslimin mampu berijtihad, bahkan
kebanyakan mereka itu muqallid atau muttabi’ baik mengakui atau tidak.
Untuk menegaskan prinsip dasar organisasi ini, maka KH. Hasyim Asy’ari
merumuskan kitab Qanun Asasi (prinsip dasar), kemudian juga merumuskan kitab
I’tiqad Ahlussunnah wal Jamaah. Kedua kitab tersebut, kemudian diejawantahkan
dalam Khittah NU, yang dijadikan dasar dan rujukan sebagai warga NU dalam berpikir
dan bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan po1itik.
Khusus Untuk membentengi keyakinan warga NU agar tidak terkontaminasi oleh
paham-paham sesat yang dikampanyekan oleh kalangan modernis, KH Hasyim Asy'ari
menulis kitab risalah ahlusunah waljamaah yang secara khusus menjelaskan soal
bid’ah dan sunah. Sikap lentur NU sebagai titik pertemuan pemahaman akidah, fikih,
dan tasawuf versi ahlusunah waljamaah telah berhasil memproduksi pemikiran
keagamaan yang fleksibel, mapan, dan mudah diamalkan pengikutnya.
Dalam perkembangannya kemudian para Ulama’ NU di Indonesia menganggap
bahwa Aswaja yang diajarkan oleh KH Hasyim Asy’ari sebagai upaya pembakuan atau
menginstitusikan prinsip-prinsip tawasuth (moderat), tasamuh (toleran) dan tawazzun
(seimbang) serta ta’addul (Keadilan). Prinsip-prinsip tersebut merupakan landasan
dasar dalam mengimplimentasikan Aswaja.
Seiring dengan derasnya perkembangan ilmu pengetahuan dalam berbagai
bidang menuntut kita agar terus memacu diri mengkaji Ahlussunah Wal Jama’ah dari
berbagai aspeknya, agar warga nahdliyin dapat memahami dan memperdalam,
menghayati dan mengejawantahkan warisan ulama al salaf al salih yang berserakan
dalam tumpukan kutub al turast.
2
Nahdlatul Ulama’ dalam menjalankan paham ahlusunah waljamaah pada
dasarnya menganut lima prinsip. Yakni, at-Tawazun (keseimbangan), at-Tasamuh
(toleran), at-Tawasuth (moderat), at-Ta'adul (patuh pada hukum), dan amar makruf
nahi mungkar. Dalam masalah sikap toleran pernah dicontohkan oleh pendiri NU KH
Hasyim Asy'ari saat muncul perdebatan tentang perlunya negara Islam atau tidak di
Indonesia. Kakek mantan Presiden Abdurrahman Wahid itu mengatakan, selama umat
Islam diakui keberadaan dan peribadatannya, negara Islam atau bukan, tidak menjadi
soal. Sebab, negara Islam bukan persoalan final dan masih menjadi perdebatan.
Lain dengan para Ulama’ NU di Indonesia yang menganggap Aswaja sebagai
upaya pembakuan atau menginstitusikan prinsip-prinsip tawasuth (moderat), tasamuh
(toleran) dan tawazzun (seimbang) serta ta’addul (Keadilan). Maka Said Aqil Shirodj
dalam mereformulasikan Aswaja adalah sebagai metode berfikir (manhaj al-fikr)
keagamaan yang mencakup semua aspek kehidupan yang berdasarkan atas dasar
modernisasi, menjaga keseimbangan dan toleransi, tidak lain dan tidak bukan adalah
dalam rangka memberikan warna baru terhadap cetak biru (blue print) yang sudah
mulai tidak menarik lagi dihadapan dunia modern.
Hal yang mendasari imunitas (daya tahan) keberadaan paham Ahlus sunnah wal
jama’ah adalah sebagaimana dikutip oleh Said Aqil Siradj, bahwa Ahlus sunnah wal
jama’ah adalah “Ahlu minhajil fikri ad-dini al-musytamili ‘ala syu’uunil hayati wa
muqtadhayatiha al-qa’imi ‘ala asasit tawassuthu wat tawazzuni wat ta’adduli wat
tasamuh”, atau “orang-orang yang memiliki metode berfikir keagamaan yang
mencakup semua aspek kehidupan yang berlandaskan atas dasar-dasar moderasi,
menjaga keseimbangan dan toleransi”.
Prinsip dasar yang menjadi ciri khas paham Ahlus sunnah wal jama’ah adalah
tawassuth, tawazzun wat ta’adul, dan tasamuh; moderat, seimbang dan netral, serta
toleran. Sikap pertengahan seperti inilah yang dinilai paling selamat, selain bahwa
Allah telah menjelaskan bahwa umat Nabi Muhammad adalahummat wasath, umat
pertengahan yang adil (QS. Al-Baqarah : 143).
Harus diakui bahwa pandangan Said Aqil Siradj tentang Aswaja yang dijadikan
sebagai manhaj al fikr memang banyak mendapatkan tentangan dari berbagai pihak.
Apalagi sejak kyai Said mengeluarkan karyanya yang berjudul “Ahlussunnah wal
Jama’ah; Sebuah Kritik Historis”.
Meskipun banyak sekali yang menentang pemikiran Said Aqil Sirodj dalam
memahami Aswaja dalam konteks saat ini, akan tetapi harus diakui bahwa paradigma
yang digunakan Said Aqil Siradj dalam menafsiri Aswaja patut untuk dihormati.
3
Karena yang dilakukan merupakan wujud tafsir dalam memahami Aswaja di era
Globalisasi.
Oleh sebab itulah, penulis tertarik untuk mengupas tentang pemahaman Aswaja
dari sudut pandang KH Hasyim Asy’ari dan dari sudut pandang KH Said Aqil Siradj
dalam sebuah proposal ini.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang penulis uraikan di atas, dapat dikemukakan rumusan
masalahnya sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep aswaja menurut KH Hasyim Asy’ari dan KH Said Aqil Siroj?
2. Bagaimana persamaan konsep aswaja menurut KH Hasyim Asy’ari dan KH Said
Aqil Siroj?
3. Bagaimana perbedaan konsep aswaja menurut KH Hasyim Asy’ari dan KH Said
Aqil Siroj?

C. Tujuan penelitian
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk menemukan jawaban dari rumusan
masalah yang ada di atas yaitu:
1. Untuk mengetahui konsep aswaja menurut KH Hasyim Asy’ari dan KH Said Aqil
Siroj
2. Untuk mengetahui persamaan konsep aswaja menurut KH Hasyim Asy’ari dan KH
Said Aqil Siroj?
3. Untuk mengetahui perbedaan konsep aswaja menurut KH Hasyim Asy’ari dan KH
Said Aqil Siroj?

D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis maupun
secara peraktis. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Secara Teoritis
a. Dapat memberikan kontribusi keilmuan secara konseptual dan pengembangan
cakrawala pemikiran ke islaman.
b. Penelitian ini diharapkan bisa memberikan sumbangsi terhadap perkembangan
aswaja kedepan.

4
c. Dapat menjadi sumber atau acuan peneliti-peneliti yang berkeinginan untuk
mengkaji permasalahan yang mempunyai relevansi dengan penelitian ini pada
suatu saat nanti.
2. Secara Praktis
Dapat memberikan pengertian kepada masyarakat umumnya dan para ilmuan
civitas akademika secara khusus dalam upaya menindak lanjuti penelitian
berikutnya yang ada relevasinya dengan kajian ini.
E. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka adalah adalah salah satau faktor terpenting dalam salah satu
penelitian sebagai alat untuk dapat memperoleh data-data yang akurat dan objektif,
sehingga tidak terdapat sebuah manipulasi data dan bisa di pertanggung jawabkan
secara ilmiah. Maka dari itulah dalam penelitian ini mengacu kepada beberapa
literature buku dan karya ilmiah lainya, sebagai pengayaan datanya, baik mengacu
kepada buku atau data yang bersifat primir maupun sekunder, data-data tersebut di
antaranya sebagai berikut:
· KH Hasyim Asy’ari. Risalah Ahl al-sunnah wal Jama’ah fi Hadithal-Mawta wa
Ashrat al-Sa ah wa Bayan Mafhum al-Sunna wa al-Bid ah. Jombang: Maktabah
al-Turath al-Islami, 1415 H.
· Achmad Muhibbin Zuhri, Pemikiran KH. M. Hasyi Asy’ari tentang Ahl Al-Sunna
Wa Al-Jama’ah. Surabaya: Khalista, 2010
· Tim Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur, Risalah Ahlussunna Wal-Jama’ah.
Surabaya: Khalista, 2012
· Dr. KH. Asep Saifuddin Chalim, M.A, Membumikan Aswaja Pegangan Guru NU.
Surabaya: Khalista, 2012
· Muhammad Rifai, KH. M. Hasyi Asy’ari Bigrafi Singkat 1871-1947. Jogjakarta:
Garasi, 2009
· Said Agil Siradj "Ahlussunnah Waljamaah dalam Lintasan Sejarah," Yogyakarta:
LKPSM, 1997
· Said Agil Siradj, Tasawuf Sebagai Kritik Sosial, Mengedepankan Islam Sebagai
Inspiras Bukan Aspirasi, Bandung: Mizan, 2006
· Mastuki HS, MA, Kiai Menggugat, Mengadili Pemikiran Kang Said. Jakarta:
Fatma Press, 1999
· Imam Baehaqi, Kontroversi Aswaja, Aula Perdebatan dan Interpretasi.
Yogyakarta: LKiS 2000

5
F. Metode Penelitian
Dalam penelitian perlu adanya metode atau jalan, kerena kebenaran itu hanya
dapat diperoleh dengan jalan setapak demi setapak. Dengan demikian bila tercapai
hasilnya dalam ilmu pengetahuan itu merupakan urut-urutan demonstrasi pembuktian
tentang kebenaran mulai dari asas-asasnya yang telah diketahui sedikit demi sedikit
untuk mengetahui pengetahuan tentang hal yang belum diketahui. Jadi metode adalah
jalan yang dipakai untuk mendapatkan pengetahuan ilmiah.
1. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibliografi
research, yaitu jenis penelitian kepustakaan. Kerena penelitian ini merupakan kajian
mengenai pemikiran tokoh yaitu tenatang KONSEP ASWAJA (Study Komparasi
Antara Pemikiran KH. Hasyim Asy’ari dan KH. Said Aqil Sirodj). Juga bias disebut
jenis penelitian literer (teks naskah), yaitu suatu penelitian yang berdasarkan
kepustakaan , menjadikan bahan pustaka sebagai bahan sumber utama.
Sedangkan pendekatan dari penelitian ini adalah pendekatan kualitatif.
Pendekatan kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari oaring-orang dan prilaku yang diamati, dalam hal
ini data yang digunakan adalah data kepustakaan kerena penelitian ini merupakan
library research.
2. Sumber Data
Megingat studi ini seluruhnya bersifat kepustakaan library research, maka
sumber data yang digunaka penulis adalah buku-buku dan karya tulis lain (artikel
dan sebagainya) yang ada kaitannya dengan masalah pokok yang saya teliti.
Mengenai sumber data kepustakaan tersebut di bedakan dua data yaitu: data primir
dan data skunder. Data primir adalah data yang di ambil dari buku-buku asli karya
tokoh yang bersangkutan, baik berbentuk teks asli maupun terjemahan. Dan
sekunder adalah data yang brasal dari sumber lain yang ada relevansinya dengan
pokok bahasan dan penelitian.

3. Teknik Pengumpulan Data


Sesuai drngan jenis penelitian yaitu library research, maka teknik
pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini untuk mengumpulkan data di
atas adalah teknik dokumentasi. Data tersebut kemudian di olah dan dianalisis
sehingga menghasilkan suatu kesimpulan.
4. Metode Analis Data
6
Berdasarkan teknik pengumpulan data di atas, studi ini ditekankan pada
penelitian kepustakaan. adapun langkah-langkah metodis yang dipergunakan
dalam studi ini adalah:
a. Analisis Historis: yaitu analis mengenai sejarah kehidupan para tokoh dalam
penelitian ini sehingga bias ditemukan latar belakang dari pemikiran mereka.
b. Analisis Deskriptif: yaitu dengan cara mengumpulkan dan menyusun data.
Dalam konteks ini metode yang digunakan penulis tersebut dimaksudkan untuk
memaparkan secara jelas dan mendalam konsep aswaja menurut KH. Hasym
Asy’ari dan KH. Said Aqil Sirajd.

G. Kajian Teori
Dari rumusan masalah diatas, maka dalam pembahasan makalah ini akan
terfokus pada:
1. Pengertian dan Sejarah Aswaja
Sebagaimana yang telah kita ketahui bersama bahwa Aswaja bukanlah sebuah
paham (mazhab) keagamaan, melainkan Aswaja adalah sebuah manhaj Al fikr
(metode berpikir), tapi tidak sedikit diantara kita khususnya kaum nahdhiyyin
(kader NU) yang menganggap bahwa Aswaja adalah sebuah mazhab dan idiologi
yang Qot’I, sehingga tidak heran timbul sebuah pertanyaan yang sedikit nyeleneh
tetapi logis “Mengapa Aswaja menghambat perkembangan intelektual
masyarakat?” dampaknya adalah paradigma jumud (mandeg), kaku dan eksklusif.
Kalau kita pahami Aswaja adalah sebuah mazhab bagaimana mungkin dalam satu
mazhab kok mengandung beberapa mazhab dan bagaimana mungkin dalam satu
ideologi ada doktrin yang kontradiktif antara doktrin imam satu dengan imam yang
lain.
a. Pengertian Aswaja
Ahlu sunnah waljamaah berasal dari kata Ahlun yang artinya keluarga,
golongan atau pengikut. Ahlussunnah berarti orang orang yang mengikuti sunnah
(perkataan, pemikiran atau amal perbuatan Nabi Muhammad SAW.) Sedangkan
Wal Jama’ah memiliki arti Mayoritas ulama dan jama’ah umat Islam pengikut
sunnah Rasul. Dengan demikian secara bahasa aswaja berarti orang-orang atau
mayoritas para ‘Ulama atau umat Islam yang mengikuti sunnah Rasul dan para
Sahabat atau para ‘Ulama.
Sedangkan secara Istilah Berarti golongan umat Islam yang dalam bidang
Tauhid menganut pemikiran Imam Abu Hasan Al Asy’ari dan Abu Mansur Al
7
Maturidi, sedangkan dalam bidang ilmu fiqih menganut Imam Madzhab 4
(Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hambali) serta dalam bidang tasawuf menganut pada
Imam Al Ghazali dan Imam Junaid al Baghdadi. Nahdlatul Ulama sebagai
Jamiyyah Diniyyah Islamiyyah berakidah Islam menurut faham Ahlussunnah
wal Jamā’ah mengikuti salah satu madzhab empat : Hanafi, Maliki, Syafi’i dan
Hambali.
Dalam pengertian yang lebih sederhana dapat dikatakan bahwa ahlusunnah
waljama’ah adalah paham yang dalam masalah aqidah mengikuti Imam Abu
Musa Al Asyari dan Abu Mansur Al Maturidi. Dalam praktek peribadatan
mengikuti salah satu empat madzhab yaitu madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan
Hambali, dan dalam bertawasuf mengikuti Imam Abu Qosim Al Junaidi dan
Imam Abu Hamid Al Gozali.
Kalau kita mempelajari Ahlussunnah dengan sebenarnya, batasan seperti
itu nampak begitu simple dan sederhana, karena pengertian tersebut menciptakan
definisi yang sangat eksklusif Untuk mengkaji secara mendalam, terlebih dahulu
harus kita tekankan bahwa Ahlussunnah Waljamaah (Aswaja) sesungguhnya
bukanlah madzhab, Aswaja hanyalah sebuah manhaj Al fikr (cara berpikir)
tertentu yang digariskan oleh para sahabat dan muridnya, yaitu generasi tabi’in
yang memiliki intelektualitas tinggi dan relatif netral dalam mensikapi situasi
politik ketika itu. Meski demikian, bukan berarti dalam kedudukannya sebagai
Manhaj Al fikr sekalipun merupakan produk yang bersih dari realitas sosio-
kultural maupun sosio politik yang melingkupinya.
Salah satu karakter Aswaja adalah selalu bisa beradaptasi dengan situasi
dan kondisi, oleh karena itu Aswaja tidaklah jumud, tidak kaku, tidak eksklusif,
dan juga tidak elitis, apa lagi ekstrim. Sebaliknya Aswaja bisa berkembang dan
sekaligus dimungkinkan bisa mendobrak kemapanan yang sudah kondusif.
Tentunya perubahan tersebut harus tetap mengacu pada paradigma dan prinsip
al-sholih wa al-ahslah.
Karena implementasi dari qaidah al-muhafadhoh ala qodim al-sholih wa
al-akhdzu bi al jadid alashlah. Adalah menyamakan langkah sesuai dengan
kondisi yang berkembang pada masa kini dan masa yang akan datang. Yakni
pemekaran relevansi implementatif pemikiran dan gerakan kongkrit ke dalam
semua sektor dan bidang kehidupan baik, aqidah, syariah, akhlaq, sosial budaya,
ekonomi, politik, pendidikan dan lain sebagainya. Semua itu dilakukan sebagaim

8
wujud dari upaya untuk senantiasa melaksanakan ajaran Islam dengan sungguh-
sungguh.
b. Sejarah Perkembangan
Istilah ahlussunnah waljamaah tidak dikenal di zaman Nabi Muhammad
SAW maupun di masa pemerintahan al-khulafa’ al-rasyidin, bahkan tidak
dikenal di zaman pemerintahan Bani Umayah (41-133 H /611-750 M). Terma
Ahlus sunnah wal jama’ah sebetulnya merupakan diksi baru, atau sekurang-
kurangnya tidak pernah digunakan sebelumnya di masa Nabi dan pada periode
Sahabat. Bahkan bila dirunut dari catatan, kata ini belum dipakai pada kurun
masa tabi’in (masa Sahabat) dan/atau tabi’ut tabi’in (masa sesudah periode
tabi’in).
Pada masa Al-Imam Abu Hasan Al-Asy’ari (w. 324 H) umpamanya, orang
yang disebut-sebut sebagai pelopor mazhab Ahlus sunnah wal jama’ah itu, istilah
ini belum digunakan. Sebagai terminologi, Ahlus sunnah wal jama’ah baru
diperkenalkan hampir empat ratus tahun pasca meninggalnya Nabi Saw, oleh
para Ashab Asy’ari (pengikut Abu Hasan Al-Asy’ari) seperti Al-Baqillani (w.
403 H), Al-Baghdadi (w. 429 H), Al-Juwaini (w. 478 H), Al-Ghazali (w.505 H),
Al-Syahrastani (w. 548 H), dan al-Razi (w. 606 H).
Memang jauh sebelum itu kata sunnah dan jama’ah sudah lazim dipakai
dalam tulisan-tulisan arab, meski bukan sebagai terminologi dan bahkan sebagai
sebutan bagi sebuah mazhab keyakinan. Ini misalnya terlihat dalam surat-surat
Al-Ma’mun kepada gubernurnya Ishaq ibn Ibrahim pada tahun 218 H, sebelum
Al-Asy’ari sendiri lahir, tercantum kutipan kalimat wa nasabu anfusahum ilas
sunnah (mereka mempertalikan diri dengansunnah), dan kalimat ahlul haq wad
din wal jama’ah (ahli kebenaran, agama dan jama’ah).
Pemakaian Ahlus sunnah wal jama’ah sebagai sebutan bagi kelompok
keagamaan justru diketahui lebih belakangan, sewaktu Az-Zabidi menyebutkan
dalamIthaf Sadatul Muttaqin, penjelasan atau syarah dari Ihya Ulumuddinnya Al-
Ghazali:idza uthliqa uthliqa ahlus sunnah fal muradu bihi al-asya’irah wal
maturidiyah (jika disebutkan ahlussunnah, maka yang dimaksud adalah pengikut
Al-Asy’ari dan Al-Maturidi).
Dari aliran ahlussunnah waljamaah atau disebut aliran sunni dibidang
teologi kemudian juga berkembang dalam bidang lain yang menjadi cirri khas
aliran ini, baik dibidang fiqh dan tasawuf. sehingga menjadi istilah, jika disebut
akidah sunni (ahlussunnah waljamaah) yang dimaksud adalah pengikut
9
Asy’aryah dan Maturidyah. Atau Fiqh Sunni, yaitu pengikut madzhab yang
empat ( Hanafi, Maliki, Syafi’I dan Hanbali). Yang menggunakan rujukan
alqur’an, al-hadits, ijma’ dan qiyas. Atau juga Tasawuf Sunni, yang dimaksud
adalah pengikut metode tasawuf Abu Qashim Abdul Karim al-Qusyairi, Imam
Al-Hawi, Imam Al-Ghazali dan Imam Junaid al-Baghdadi. Yang memadukan
antara syari’at, hakikat dan makrifaat.
Penyebaran dan pertumbuhan Islam di Nusantara terletak di pundak para
Ulama’. Mereka membentuk kader-kader yang akan bertugas sebagai mubaligh
ke daerah-daerah yang lebih luas. Cara ini dilakukan di dalam lembaga-lembaga
pendidikan Islam seperti pondok di Jawa, dayah di Aceh, surau di Minangkabau.
Dunia pemikiran Islam di Indonesia bagaimanapun juga mempunyai akar
pemikiran yang bersumber di pusat dunia Islam tersebut sebelumnya.
Di Indonesia sendiri, cikal-bakal berdirinya perkumpulan para ulama
kemudian menjelma menjadi Nahdhatul Ulama (Kebangkitan Ulama) tidak
terlepas dari sejarah Khilafah. Ketika itu, tanggal 3 Maret 1924, Majelis Nasional
yang bersidang di Ankara mengambil keputusan, “Khalifah telah berakhir tugas-
tugasnya. Khilafah telah dihapuskan karena Khilafah, pemerintahan dan
republik, semuanya menjadi satu gabungan dalam berbagai pengertian dan
konsepnya.”Keputusan tersebut mengguncang umat Islam di seluruh dunia,
termasuk di Indonesia.
Untuk merespon peristiwa itu, sebuah Komite Khilafah (Comite Chilafat)
didirikan di Surabaya tanggal 4 Oktober 1924 dengan ketua Wondosudirdjo
(kemudian dikenal dengan nama Wondoamiseno) dari Sarikat Islam dan wakil
ketua KH A. Wahab Hasbullah dari golongan tradisi (yang kemudian melahirkan
NU). Tujuannya untuk membahas undangan kongres Kekhilafahan di Kairo
(Bandera Islam, 16 Oktober 1924). Kemudian pada Desember 1924 berlangsung
Kongres al-Islam yang diselenggarakan oleh Komite Khilafah Pusat (Centraal
Comite Chilafat). Kongres memutuskan untuk mengirim delegasi ke Konferensi
Khilafah di Kairo untuk menyampaikan proposal Khilafah. Setelah itu, diadakan
lagi Kongres al-Islam di Yogyakarta pada 21-27 Agustus 1925.
Lahirnya NU sendiri, yang merupakan kelanjutan dari Komite Merembuk
Hijaz, yang tujuannya untuk melobi Ibnu Suud, penguasa Saudi saat itu, untuk
mengakomodasi pemahaman umat yang bermazhab, jelas tidak terlepas dari
sejarah keruntuhan Khilafah. Ibnu Suud sendiri adalah pengganti Syarif Husain,
penguasa Arab yang lebih dulu membelot dari Khilafah Utsmaniyah. Jadi, secara
10
historis lahirnya NU tidak terlepas dari persoalan Khilafah. Di sisi lain, NU sejak
kelahirannya tidak berpaham sekular dan tidak pula anti formalisasi. Bahkan NU
memandang formalisasi syariah menjadi sebuah kebutuhan. Hanya saja, yang
ditempuh NU dalam melakukan upaya formalisasi bukanlah cara-cara paksaan
dan kekerasan, tetapi menggunakan cara gradual yang mengarah pada
penyadaran.
Hal ini karena sepak terjang NU senantiasa berpegang pada kaidah fiqhiyah
seperti: mâ lâ yudraku kulluh lâ yutraku kulluh (apa yang tidak bisa dicapai
semua janganlah kemudian meninggalkan semua); dar’al-mafâsid muqaddamun
‘ala jalb al mashâlih (mencegah kerusakan lebih didahulukan daripada
mengambil kemaslahatan). Sejarah NU menjadi bukti bahwa sejak kelahirannya
NU justru concern pada perjuangan formalisasi Islam.
Oleh sebab itulah tidak mengherankan jika kemudian NU bisa diterima
umat Islam Indonesia, bahkan bisa berkembang pesat menjadi salah satu paham
terbesar yang dianut oleh umat Islam terutama yang dianggap Islam tradisional.
2. Aswaja Menurut KH Hasyim Asy’ari dan KH Said Aqil Siroj
Adapun penjelasannya dari Aswaja menurut sudut pandang KH Hasyim
Asy’ari dan KH Said Aqil Siradj adalah sebagai berikut:
a. Aswaja Menurut KH Hasyim Asy’ari
KH. Hasyim Asy’ari, merupakan Rais Akbar Nahdlatul Ulama’. Beliau
memberikan tashawur (gambaran) tentang ahlussunnah waljamaah sebagaimana
ditegaskan dalam al-qanun al-asasi, bahwa faham ahlussunnah waljamaah versi
Nahdlatul Ulama’ yaitu mengikuti Abu Hasan al-asy’ari dan Abu Manshur al-
Maturidi secara teologis, mengikuti salah satu empat madzhab fiqh ( Hanafi,
Maliki, Syafi’i dan Hanbali) secara fiqhiyah, dan bertashawuf sebagaimana yang
difahami oleh Imam al-Ghazali atau Imam Junaid al-Baghdadi.
Penjelasan KH. Hasyim Asy’ari tentang ahlussunnah waljamaah versi
Nahdlatul Ulama’ dapat difahami sebagai berikut:
1. Penjelasan aswaja KH Hasyim Asy’ari, jangan dilihat dari pandangan ta’rif
menurut ilmu Manthiq yang harus jami’ wa mani’ (‫ )جامع مانع‬tapi itu
merupakan gambaran (‫ )تصــور‬yang akan lebih mudah kepada masyarakat
untuk bisa mendaptkan pembenaran dan pemahaman secara jelas ( ‫)تصــد يق‬.
Karena secara definitif tentang ahlussunnah waljamaah para ulama berbeda
secara redaksional tapi muaranya sama yaitu maa ana alaihi wa ashabii.

11
2. Penjelasan aswaja versi KH. Hasyim Asy’ari, merupakan implimentasi dari
sejarah berdirinya kelompok ahlussunnah waljamaah sejak masa
pemerintahan Abbasiyah yang kemudian terakumulasi menjadi firqah yang
berteologi Asy’ariyah dan Maturidiyah, berfiqh madzhab yang empat dan
bertashuwf al-Ghazali dan Junai al-Baghdadi
3. Merupakan “Perlawanan” terhadap gerakan ‘wahabiyah’ (islam modernis)
di Indonesia waktu itu yang mengumandangkan konsep kembali kepada al-
quran dan as-sunnah, dalam arti anti madzhab, anti taqlid, dan anti TBC. (
tahayyul, bid’ah dan khurafaat). Sehingga dari penjelasan aswaja versi NU
dapat difahami bahwa untuk memahami al-qur’an dan As-sunnah perlu
penafsiran para Ulama yang memang ahlinya. Karena sedikit sekali kaum
m uslimin mampu berijtihad, bahkan kebanyakan mereka itu muqallid atau
muttabi’ baik mengakui atau tidak.
Untuk menegaskan prinsip dasar organisasi ini, maka KH. Hasyim Asy’ari
merumuskan kitab Qanun Asasi (prinsip dasar), kemudian juga merumuskan
kitab I’tiqad Ahlussunnah wal Jamaah. Kedua kitab tersebut, kemudian
diejawantahkan dalam Khittah NU, yang dijadikan dasar dan rujukan sebagai
warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan
po1itik.
Khusus Untuk membentengi keyakinan warga NU agar tidak
terkontaminasi oleh paham-paham sesat yang dikampanyekan oleh kalangan
modernis, KH Hasyim Asy'ari menulis kitab risalah ahlusunah waljamaah yang
secara khusus menjelaskan soal bid’ah dan sunah. Sikap lentur NU sebagai titik
pertemuan pemahaman akidah, fikih, dan tasawuf versi ahlusunah waljamaah
telah berhasil memproduksi pemikiran keagamaan yang fleksibel, mapan, dan
mudah diamalkan pengikutnya.
Dalam perkembangannya kemudian para Ulama’ NU di Indonesia
menganggap bahwa Aswaja yang diajarkan oleh KH Hasyim Asy’ari sebagai
upaya pembakuan atau menginstitusikan prinsip-prinsip tawasuth (moderat),
tasamuh (toleran) dan tawazzun (seimbang) serta ta’addul (Keadilan). Prinsip-
prinsip tersebut merupakan landasan dasar dalam mengimplimentasikan Aswaja.

b. Aswaja Menurut KH Said Aqil Siroj


Seiring dengan derasnya perkembangan ilmu pengetahuan dalam berbagai
bidang menuntut kita agar terus memacu diri mengkaji Ahlussunah Wal Jama’ah
12
dari berbagai aspeknya, agar warga nahdliyin dapat memahami dan
memperdalam, menghayati dan mengejawantahkan warisan ulama al salaf al
salih yang berserakan dalam tumpukan kutub al turast.[10]
Nahdlatul Ulama’ dalam menjalankan paham ahlusunah waljamaah pada
dasarnya menganut lima prinsip. Yakni, at-Tawazun (keseimbangan), at-
Tasamuh (toleran), at-Tawasuth (moderat), at-Ta'adul (patuh pada hukum), dan
amar makruf nahi mungkar. Dalam masalah sikap toleran pernah dicontohkan
oleh pendiri NU KH Hasyim Asy'ari saat muncul perdebatan tentang perlunya
negara Islam atau tidak di Indonesia. Kakek mantan Presiden Abdurrahman
Wahid itu mengatakan, selama umat Islam diakui keberadaan dan
peribadatannya, negara Islam atau bukan, tidak menjadi soal. Sebab, negara
Islam bukan persoalan final dan masih menjadi perdebatan[11]
Lain dengan para Ulama’ NU di Indonesia yang menganggap Aswaja
sebagai upaya pembakuan atau menginstitusikan prinsip-prinsip tawasuth
(moderat), tasamuh (toleran) dan tawazzun (seimbang) serta ta’addul (Keadilan).
Maka Said Aqil Shiroj dalam mereformulasikan Aswaja adalah sebagai metode
berfikir (manhaj al-fikr) keagamaan yang mencakup semua aspek kehidupan
yang berdasarkan atas dasar modernisasi, menjaga keseimbangan dan toleransi,
tidak lain dan tidak bukan adalah dalam rangka memberikan warna baru terhadap
cetak biru (blue print) yang sudah mulai tidak menarik lagi dihadapan dunia
modern.
Hal yang mendasari imunitas (daya tahan) keberadaan paham Ahlus
sunnah wal jama’ah adalah sebagaimana dikutip oleh Said Aqil Siradj, bahwa
Ahlus sunnah wal jama’ah adalah “Ahlu minhajil fikri ad-dini al-musytamili ‘ala
syu’uunil hayati wa muqtadhayatiha al-qa’imi ‘ala asasit tawassuthu wat
tawazzuni wat ta’adduli wat tasamuh”, atau “orang-orang yang memiliki metode
berfikir keagamaan yang mencakup semua aspek kehidupan yang berlandaskan
atas dasar-dasar moderasi, menjaga keseimbangan dan toleransi”.
Prinsip dasar yang menjadi ciri khas paham Ahlus sunnah wal jama’ah
adalah tawassuth, tawazzun wat ta’adul, dan tasamuh; moderat, seimbang dan
netral, serta toleran. Sikap pertengahan seperti inilah yang dinilai paling selamat,
selain bahwa Allah telah menjelaskan bahwa umat Nabi Muhammad
adalahummat wasath, umat pertengahan yang adil (QS. Al-Baqarah : 143).
Harus diakui bahwa pandangan Said Aqil Siradj tentang Aswaja yang
dijadikan sebagai manhaj al fikr memang banyak mendapatkan tentangan dari
13
berbagai pihak. Apalagi sejak kyai Said mengeluarkan karyanya yang berjudul
“Ahlussunnah wal Jama’ah; Sebuah Kritik Historis”.
Meskipun banyak sekali yang menentang pemikiran Said Aqil Sirodj dalam
memahami Aswaja dalam konteks saat ini, akan tetapi harus diakui bahwa
paradigma yang digunakan Said Aqil Siradj dalam menafsiri Aswaja patut untuk
dihormati. Karena yang dilakukan merupakan wujud tafsir dalam memahami
Aswaja di era Globalisasi.

H. Penutup
Dari pembahasan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Ahlu sunnah waljamaah berasal dari kata Ahlun yang artinya keluarga, golongan
atau pengikut. Ahlussunnah berarti orang orang yang mengikuti sunnah
(perkataan, pemikiran atau amal perbuatan Nabi Muhammad SAW.) Sedangkan
Wal Jama’ah memiliki arti Mayoritas ulama dan jama’ah umat Islam pengikut
sunnah Rasul. Aswaja berarti orang-orang atau mayoritas para ‘Ulama atau umat
Islam yang mengikuti sunnah Rasul dan para Sahabat atau para ‘Ulama.
2. Aswaja menurut:
a. KH. Hasyim Asyari’ adalah suatu paham berteologi Asy’ariyah dan
Maturidiyah, berfiqh madzhab yang empat (Hanafi, Maliki, Syafi’I, dan
Hambali) dan bertashuwf al-Ghazali dan Junaid al-Baghdadi. Selain itu dalam
mengimplementasikan Aswaja adalah dengan prinsip at-Tawazun
(keseimbangan), at-Tasamuh (toleran), at-Tawasuth (moderat), at-Ta'adul
(patuh pada hokum/adil), dan amar makruf nahi mungkar.
b. KH. Said Aqil Siradj memandang Aswaja adalah sebagai Manhaj al Fikr
(landasan berpikir). Dalam hal inilah Aswaja dapat dipahami sebagai sesuatu
yang bisa ditafsiri secara kontekstual dan lebih modern.
Demikian laporan penelitian ini kami susun, penulis yakin bahwa masih
banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Oleh sebab itulah kritik dan
saran senantiasa kami nantikan demi perbaikan pada penyusunan laporan
penelitian yang lain. Dan semoga laporan penelitian ini bermanfaat, amien.

14
I. Daftar Pustaka
Waidi Farid. 2013. “Aswaja Menurut KH Hasyim Asy'ari dan KH Aqil Sirodj”.
Diambil dari http://farid-waidi.blogspot.com/2013/12/aswaja-menurut-kh-
hasyim-asyari-dan-kh.html. Diakses tanggal 11 Oktober 2020

Suteja Amar. 2013. “Konsep Aswaja (Study Komparasi Antara Pemikiran Kh.
Hasyim Asy’ari Dan Kh. Said Aqil Sirodj)”. Diambil dari
http://amarsuteja.blogspot.com/2013/06/proposal-skripsi-konsep-aswaja.html.
Diakses tanggal 11 Oktober 2020

15

Anda mungkin juga menyukai