Dosen Pengampu:
Disusun Oleh:
2023
A. PENDAHULUAN
B. PEMBAHASAN
1. Biografi Hasbi Ash-Shiddieqy
1
kemudian yang menjadikan nama Muhammad Hasbi berubah menjadi Hasbi
Ash-Shiddieqy yang merupakan keturunan ke-37 dari Abu Bakar Ash-Shiddiq.
2
menyelesaikan jabatannya sebagai anggota konstituante, ia lebih banyak
bergelut dalam dunia pendidikan.1
1
M. Rifa‟i, Epistemology Tafsir An-Nur Karya Hasbi Ash-Shiddieqy Dalam Memahami Al-Qur‟an,
Jurnal Ilmu Al-Qur‟an, Tafsir Dan Pemikiran Islam, Vol.2, No. 2, 2021.
3
Kemapanannya dalam bidang pengetahuan keislaman serta pengakuan
ketokohannya sebagai ulama serta jasa-jasanya terhadap perkembangan
Perguruan Tinggi Islam dan perkembangan ilmu pengetahuan keislaman di
Indonesia, maka dia memperoleh dua gelar doktor Honoris Causa. Adapun
gelar pertama diterimanya dari Universitas Islam Bandung pada tanggal 22
Maret 1975 dan gelar keduanya dari IAIN Sunan Kalijaga pada tanggal 29
Oktober 1975. Sebelumnya pada tahun 1960, ia diangkat sebagai Guru Besar
dalam bidang Ilmu Hadis di IAIN Sunan Kalijaga.
2
Sudariyah, Konstruksi Tafsir Al-Quran Al-Majid An-Nur Karya Hasbi Ash-Shiddieqy, Jurnal Shahih,
Vol. 3, No. 1, 2018.
4
2. TAFSIR AN-NUR
a. Identitas dan Latar Belakang Penulisan
Tafsir ini mulai ditulis oleh Hasbi Ash-Shiddieqy sejak tahun 1952
sampai dengan 1961 di sela-sela kesibukannya dalam mengajar, memimpin
fakultas, menjadi anggota konstituante dan kegiatan-kegiatan lainnya. Dengan
bekal pengetahuan, semangat dan dambaannya untuk menghadirkan sebuah
kitab tafsir dalam bahasa Indonesia yang tidak hanya sekadar terjemahan, ia
mendiktekan naskah kitab tafsirnya ini kepada seorang pengetik dan langsung
menjadi naskah siap cetak. Untuk cetakan pertama diterbitkan oleh CV Bulan
Bintang Jakarta pada tahun 1956 kemudian menyusul cetakan kedua pada tahun
1965. Untuk terbitan edisi ke II cetakan terakhir pada tahun 2000 yang dicetak
setalah Hasbi wafat dan diedit oleh kedua putranya, yakni Nouruzzaman dan
Fuad Hasbi Ash-Shiddieqy. Adapun data filologis Tafsir An-Nur sebagai
berikut:
1) Nama kitab: Tafsir Al-Nur
2) Penulis: T.M Hasbi Ash Shiddieqy
3) Warna sampul depan: Hijau
4) Warna sampul belakang: Hijau
5) Bahasa Kitab: Bahasa Indonesia
6) Cetakan: Pertama
7) Penerbit: Penerbit CV Bulan Bintang Jakarta
8) Tahun Terbit: 1956
Tafsir an-Nur ini terdiri dari 10 jilid dengan menggunakan bahasa latin
ejaan lama. Jilid I terdiri dari juz 1 s.d 3, jilid II (juz 4 s.d 6), jilid III ( juz 7 s.d
9), jilid IV (juz 10 s.d 12), jilid V (juz 13 s.d 15), jilid VI (juz 16 s.d 18), jilid
VII (juz 19 s.d 21), jilid VIII (juz 22 s.d 24), jilid IX (juz 25 s.d 27) dan jilid X
terdiri dari juz 28 s.d 30. Namun, sekitar pada tahun 1995, hak penerbitan
Tafsir al-Qur‟anul Majid An-Nur oleh ahli waris diberikan kepada PT Pustaka
Rizki Putra dan diterbitkan sebagai Cetakan Pertama Edisi Kedua. Pada edisi
5
kedua ini, tafsir ini kemudian diterbitkan dalam 5 jilid dan pada edisi keempat
tafsir ini diterbitkan dalam 4 jilid format finishing Hard Cover dengan tampilan
desain sampul dan tata letak (layout) yang lebih menarik serta jenis huruf (font)
yang berbeda dengan edisi sebelumnya sehingga dapat menarik minat para
pembaca untuk membacanya.
Berkenaan dengan latar belakang penulisan kitab Tafsir an-Nur, pada
pendahuluan juz I, Hasbi mengemukakan motivasi menulis kitab tafsirnya ini,
antara lain berkenaan dengan perkembangan perguruan-perguruan tinggi Islam
di Indonesia yang dicintai dalam suasana baru, adanya perhatian yang melebar
dan meluaskan perkembangan kebudayaan Islam, perkembangan kitabullah,
sunah rasul dan kitab-kitab Islam dalam bahasa persatuan Indonesia. Kemudian
bagi para pecinta tafsir yang kurang pengetahuan bahasa Arab tentunya mereka
kesulitan dalam memahami tafsir yang berbahasa Arab, maka untuk menjawab
kebutuhan tersebut, Hasbi kemudian membuat satu tafsir yang sederhana yang
dapat menuntun para pembacanya untuk memahami dengan baik. Untuk itu,
kehadiran kitab tafsir ini tidak lain untuk dijadikan sebagai pegangan karena
kitab ini disusun dengan bahasa yang mudah sehingga dapat menuntun
masyarakat Indonesia untuk mengamalkan ajaran Islam yang berlandaskan Al-
Quran dan hadis.3
Terkait dengan latar belakang penulisan tafsir ini, penulis tidak
menemukan penjelasan mengapa Hasbi memilih nama Al-Nur untuk karyanya
ini, namun disebutkkan dalam pengantarnya yang diberi judul Penggerak
Usaha, setelah menjelaskan secara ringkas kenapa dia menulis kitab tafsir
dalam bahasa persatuan Indonesia, Hasbi hanya menyatakan: “….Kemudian
dengan berpedoman kepada kitab-kitab tafsir yang mu‟tabar, kitab-kitab hadis
yang mu‟tamad, kitab-kitab sirah yang terkenal menyusun tafsir ini yang saya
namai “Al-Nur (cahaya)”. Al-Nur adalah nama salah satu Surah al-Qur‟an yaitu
3
M. Abdurrahman Wahid, Corak Dan Metodologi Tafsir Alquran Al-Madjid An-Nur Karya Hasbi
Ash-Shiddieqy, Rausyan Fikr, Vol. 14, No. 2, 2018.
6
surat nomor 24. Surah ini termasuk golongan surah-surah Madaniyah. Dinamai
Al-Nur yang berarti cahaya, diambil dari kata al-Nur yang terdapat dalam QS.
Al-Nisa: 174.4
4
Agung Perdana Kusuma, Kajian „Ulum Al-Qur‟an Dalam Pandangan Mufassir Nusantara Tgk.
Hasbie Asshidiqie, Journal Of Qur'an And Hadith Studies, Vol. 6, No. 2, 2017.
7
penamaan surat, tujuan surat dan persesuaian atau keterkaitan surah dengan
ayat sebelumnya.
b) Menerjemahkan makna ayat ke dalam bahasa Indonesia dengan cara yang
mudah dipahami dan memperhatikan makna-makna yang dikehendaki
masing-masing lafal.
c) Menafsirkan ayat-ayat itu dengan menunjuk kepada sari patinya.
d) Menerangkan ayat-ayat yang terdapat di lain-lain surat atau tempat yang
dijadikan penafsiran bagi ayat yang sedang ditafsirkan atau yang sepokok,
supaya memudahkan pembaca mengumpulkan ayat-ayat yang sepokok dan
dapatlah ayat-ayat itu ditafsirkan oleh ayat-ayat yang berkaitan.
e) Menerangkan sebab-sebab turunnya ayat, jika diperoleh atsar yang sahih
yang diakui kesahihannya oleh ahli-ahli hadis.
Untuk mengetahui lebih detailnya tentang metode penafsiran Hasbi Ash-
Shiddieqy dalam kitab Tafsir an-Nur berikut contohnya: QS. Al-Baqarah ayat
23. Namun, sebelum menafsirkan ayat ini, terlebih dahulu ia menjelaskan
tentang surah Al-Baqarah, berikut penjelasannya; surah ini diturunkan di
Madinah yang terdiri dari 286 ayat kecuali ayat ke 281. Ayat ini (281)
diturunkan di Mina tatkala Nabi sedang melakukan haji wadai‟. Menurut suatu
pendapat ayat tersebut adalah ayat yang terakhir diturunkan. Sebagian besar
ayat ini diturunkan ketika Nabi Muhammad berhijrah atau sebelum Nabi lama
berada di Madinah. Sedangkan penamaan surah dengan nama Al-Baqarah itu
karena surah ini menerangkan secara khusus tentang peristiwa pembunuhan
yang terjadi pada masa Nabi Musa di kalangan Bani Israil. Oleh karena itu,
untuk menyingkap tabir dari pembunuhan itu, Allah kemudian memerintahkan
Bani Israil agar menyembelih seekor lembu. Lembu tersebut adalah binatang
yang pernah dipuja oleh Bani Israil.
Selain itu, Hasbi juga menerangkan tentang tujuan inti surah ini, yakni
pertama, mendakwahkan Bani Israil dan mendiskusikan pendirian mereka yang
sesat serta memperingatkan mereka dengan nikmat Allah (bagian ini dimulai
8
dari ayat 40 sampai ayat ke 176). Kedua, mentasyri‟kan hukum-hukum yang
dikehendaki oleh masyarakat Islam yang menjadikan mereka umat yang
istimewa baik dalam bidang ibadah, muamalah maupun adat (yang demikian ini
dimulai dari ayat 177 sampai akhir surat).
Di samping itu, Hasbi juga melakukan penyesuaian atau keterkaitan surah
dengan surah sebelumnya, di mana menurut Hasbi surah sebelumnya
menerangkan tentang dasar-dasar pokok pembicaraan Alquran sedangkan surah
ini menjelaskan tentang sebagian dari persoalan-persoalan pokok yang
ditekankan oleh surah sebelumnya. Secara umum surah Al-Baqarah ini dibagi
menjadi dua pembahasan, yakni pertama, dimulai dari ayat 1 sampai ayat ke
176 menjelaskan bahwa Allah menantang kaum Yahudi dan menerangkan
masalah-masalah yang berkaitan dengan ketauhidan. Kedua, dari ayat 176
sampai akhir surah dalam bagian ini Tuhan menerangkan beberapa hukum
syari.
Kemudian setelah itu, barulah masuk kepada pembahasan ayatnya yang
dalam hal ini peneliti mengambil ayat ke 23 dari surah Al-Baqarah.
9
Wad’u syuhada akum min dunillahi: dan panggillah penolong-penolongmu
selain Allah. Yakni: Panggillah semua mereka yang hadir dalam
perhimpunanmu, pemimpin-pemimpinmu yang kamu perlukan dikala kamu
ditimpa kesusahan dan bencana atau panggillah berhala-berhalamu yang kamu
jadikan tuhan dan kamu katakan bahwa dia menjadi saksi untukmu di hari
kiamat. In kuntum shadiqin: jika kamu memang orang-orang yang benar.
Yakni: jika kamu benar dalam pendakwaan bahwa Alquran itu bukan dari
Allah, hanya Muhammad yang membuatnya dan sekarang Alquran itu terletak
dihadapanmu, cobalah buat sebuah surat untuk kamu buktikan bahwa Alquran
itu adalah buatan manusia.
Selain itu, Hasbi juga mencoba melakukan munasabah ayat yang terkait
dengan ayat yang ditafsirkan ini seperti dalam QS Al-Isra‟ ayat 88, QS Al-
Qashash ayat 49 dan Q. Hud ayat 13. Dan setelah menyebutkan munasabah
ayat barulah kemudian Hasbi menyimpulkan tentang maksud ayat ini, yakni
sebagai berikut: Dalam ayat ini Tuhan menyeru manusia kepada tauhid. Tuhan
menyebut nikmat-nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada hamba-
hambanya itu supaya mereka beribadah dan bersyukur kepada-Nya. Di antara
nikmat Tuhan adalah menciptakan alam dan bumi menjadi tempat kediaman
manusia untuk mengambil manfaat darinya. Langit yang dihiasi dengan bintang
yang berkilau guna menjadi petunjuk bagi orang yang berjalan malam dan
diturunkannya hujan agar tumbuh segala macam tanaman .5
c. Corak Tafsir
Adapun yang dimaksud dengan corak tafsir adalah bidang keilmuan yang
mewarnai suatu kitab tafsir. Hal ini disebabkan karena setiap mufasir pasti
memiliki latar belakang keilmuan yang berbeda-beda sehingga tafsir yang
5
Asep Fu‟ad Dan Masykur, Manhaj Khash Tafsir An-Nur Karya Hasby Ash-Shiddieqy, Jurnal Iman
Dan Spiritualitas, Vol.2, No. 1, 2021.
10
dihasilkan pun memiliki corak sesuai dengan disiplin ilmu yang dikuasainya.
Dalam kajian tafsir dikenal ada beberapa macam corak penafsiran, di antaranya:
11
d. Sistematika Penafsiran
Jika mengacu pada tiga bentuk sistematika penafsiran di atas, maka dapat
dikatakan bahwa Tafsir an-Nur karya Hasbi Ash-Shiddieqy ini menggunakan
sistematika tartib mushafi, karena dalam tafsir ini Hasbi menyajikan
penafsirannya sesuai dengan urutan surat yang dimulai dari surat al-Fatihah dan
diakhiri dengan surat an-Nas.
3. TAFSIR AL-BAYAN
a. Identitas Tafsir
Karya tafsir yang ditulis oleh TM. Hasbi Ash-Shiddieqy terdiri atas dua
buah, yakni Tafsir al-Nur yang terbit pada tahun 1960 dan Tafsir al-Bayan yang
penulisannya selesai tahun 1966, juga pada tahun ini pertama kali dicetak oleh
penerbit al-Ma‟arif Bandung. Tafsir al-Bayan terdiri atas dua jilid dan setiap
jilidnya berisi 15 juz. Jilid I memuat tafsiran ayat-ayat Alquran mulai juz I
sampai juz XV, sedangkan jilid II memuat tafsiran ayat-ayat Alquran mulai
XVI sampai juz XXX. Dengan demikian, karya tafsir ini memuat tafsiran ayat-
ayat Alquran secara keseluruhan, yakni 114 surah.
12
Adapun data filologis Tafsir Al Bayan sebagai berikut:
1) Nama kitab: Tafsir Al Bayan
2) Penulis: T.M Hasbi Ash Shiddieqy
3) Warna sampul depan: Hitam
4) Warna sampul belakang: Hitam
5) Bahasa Kitab: Bahasa Indonesia
6) Cetakan: Pertama
7) Penerbit: Penerbit Al Ma‟arif Bandung.
8) Tahun Terbit: Mei 1966
Format penyusunan Tafsir al-Bayan pada jilid, terdiri atas 791 halaman.
Secara terstruktur dimulai dari halaman 1-3, sebagai lembaran sampul.
Halaman 4 adalah “Lembaran tentang Surat Tanda Tashih No. 77/B-II/224/III-J
oleh Lajnah Petashih Mushaf Al-Qur‟an Dep. Agama RI pada tanggal 10
September 1977. Halaman 5, adalah Kata Pengantar dari Penerbit. Halaman 7-
8, adalah Pembuka Kata oleh Sahib Tafsir. Halaman 9-11 adalah Khiththah
Penerjemahan.
Mengenai isi pembahasan tafsir ini, secara berturut -turut adalah sebagai
berikut:
1) Bab I, “Jazirah Arabia Sebelum Muhammad Lahir” (h. 13 -15)
2) Bab II, “Muhammad Rasulullah Saw” (h. 17-30)
3) Bab III, “Al-Qur‟anul Majid” (h. 31-49)
4) Bab IV, “Hikmah Al-Qur‟an Diturunkan Berangsur-Angsur” (h. 51-53)
5) Bab V, “Hukum-Hukum Yang Dikandung Al-Qur‟an Serta Uslub-Uslub
Da‟wah Al-Qur‟an”, (h. 55-62)
6) Bab VI, “Segi-Segi Kemu‟jizatan Al-Qur‟an”, (h. 63-70)
7) Bab VII, “Sejarah Nuzulul Qur‟an”, (h. 71-77)
8) Bab VIII, Sejarah Mengumpul Al-Qur‟an”, (h. 79-92)
9) Bab IX, “Penafsiran Al-Qur‟an”, (h. 93-105)
13
10) Bab X, “Penerjemahan Al-Qur‟an, Hukum Menerjemahkan Al-Qur‟an”, (h.
107 -109)
11) Bab XI, “Teori Naskh dalam Al-Qur‟an”, (h. 111 -115)
12) Bab XII, “Tata Adab Membaca Al-Qur‟an dan Mendengarnya” , (h. 117-
122)
13) Bab XIII, “Sekelumit Tentang Pembahasan Qira‟ah”, (h. 123 -128)
14) Bab XIV, “Uraian Kata” yang terdiri dari “Makna dari Sifat -Sifat Allah
Swt (h. 129- 136) dan “Makna Kalimat-Kalimat Yang Banyak Maknanya”,
(h. 137-172).
Pada halaman 173, baru dimulai penafsiran ayat-ayat pada juz I sampai
halaman 225, Tafsir Al-Qur‟an al-Bayan (Suatu Penjelasan Bagi Terjemahan
Makna-Makna Al-Qur‟an). Sebelum masuk pada bagian inti atau penerjemahan
dan penafsiran, ada bagian penjelasan tentang juz itu, berupa hizb (bagian) dari
ayat-ayat dan setiap hizb dibagi ke dalam beberapa rubu‟ (sub bagian). Untuk
juz II dan seterusnya sampai ke juz XV dalam jilid I ini, masing-masing
memiliki hizb yang berbeda-beda. Banyak dan sedikitnya jumlah hizb,
tergantung pula dari presentase banyak atau sedikitnya jumlah ayat dalam setiap
juz. Kemudian, pada juz II lembarannya di mulai dari halaman 797 sampai ke
halaman 1647. Mengenai sistematika dan isi tafsiran jilid II ini, sama halnya
dengan jilid I. Namun, pada bagian akhir dari jilid II, yakni mulai halaman
1605 -1645 ada bagian khusus yang menjelaskan ungkapan-ungkapan pokok
dari isi Al-Qur‟an untuk setiap surat.
14
Dengan „inayah Allah dan taufiq-Nya, setelah selesai menyusun tafsir al-
Nur yang menerjemahkan ayat dan menafsirkannya, tertariklah pula hati saya
menyusun al-Bayan ini. Di dalam menerjemahkan ayat dalam tafsir al-Nur,
saya menempuh jalan cepat, jalan yang lazim ditempuh oleh penerjemah-
penerjemah lain. Karenanya terjemahan ayat-ayat dalam tafsir al-Nur tidak
menerjemahkan seluruh lafal, apalagi lafal-lafal yang harus diungkapkan, maka
setelah saya memperhatikan perkembangan terjemahan Al-Qur‟an akhir-akhir
ini, serta meneliti secara tekun terjemahan-terjemahan itu, nyatalah bahwa
banyak terjemahan kalimat yang perlu ditinjau dan disempurnakan. Oleh
karenanya, dengan memohon taufiq dari pada Allah SWT saya menyusun
sebuah terjemah yang lain yang meliputi segala lafal, bahkan meliputi terjemah
dari lafal-lafal yang diungkapkan menurut pendapat-pendapat ahli tafsir
kenamaan.
Tafsir al-bayan merupakan suatu terjemahan dari ma‟na-ma‟na Al-Qur‟an
yang lebih lengkap dari terjemahan-terjemahan yang telah berkembang dalam
masyarakat dewasa ini. Dari pernyataan TM. Hasbi di atas, maka dapat
dijelaskan bahwa latar belakang penulisan Tafsir al-Bayan disebabkan oleh dua
faktor: pertama, faktor Internal, yang dimaksud di sini adalah motivasi dari
penulisnya sendiri untuk mengembangkan karya tafsirnya yang telah ia tulis
sebelumnya. Dalam hal ini, TM. Hasbi menyadari bahwa karya tafsirnya yang
berjudul Tafsir al-Nur masih perlu dikembangkan dan disempurnakan,
khususnya dari aspek metodologi tafsir. Dalam aspek ini, Tafsir an-Nur yang
mendahului Tafsir al-Bayan hanya merupakan karya tafsir yang secara
metodologis menginterpretasikan ayat-ayat al-Qur‟an secara singkat atau
dengan kata lain, sebagian lafaz atau ayat di dalam Tafsir al-Nur tersebut tidak
terinterpretasi secara tuntas. Karena itu, maka TM. Hasbi sebagai mufassir
tertarik untuk lebih mempertajam makna lafal-lafal ayat al-Qur‟an, dan
ketertarikannya itu terwujud dengan lahirnya Tafsir al-Bayan.
15
Kedua Faktor Eksternal, yang dimaksud di sini adalah motivasi yang
bersumber dari tafsir-tafsir al-Qur‟an di luar tafsir al-Nur. Dalam hal ini, T.M.
Hasbi menyatakan bahwa terjemahan-terjemahan atau tafsir-tafsir yang ada
ketika itu, masih perlu ditinjau dan disempurnakan. Terkait dengan keterangan
di atas dan tanpa mengurangi kredibilitas karya-karya tafsir lainnya, dapatlah
dikatakan bahwa Tafsir al-Bayan ini merupakan karya tafsir yang menafsirkan
makna-makna al-Qur‟an yang lebih lengkap dari pada karya-karya tafsir
lainnya pada masa itu atau dengan kata lain, Tafsir al-Bayan ini, tidak
tertandingi kredibilitasnya oleh karya-karya tafsir lainnya yang telah disusun
oleh mufassir-mufassir di Indonesia pada masa itu, tepatnya dalam kurun waktu
tahun 1950-an sampai dengan 1970-an. Mengenai latar belakang penamaan
Tafsir al-Bayan, T.M. Hasbi tidak menjelaskan dengan pasti tentang penamaan
ini. Tetapi menurut analisa para peneliti dapat dinamakan demikian karena
dalam tafsirnya sang mufassir setelah menerjemahkan ayat-ayat al-Qur‟an,
berusaha menjelaskan lafal ayat-ayat yang sulit dimengerti oleh masyarakat
dengan penjelasan yang sederhana dan ringkas.6
c. Metode penafsiran
Metode Penafsiran Metode tafsir terdiri atas empat bentuk, yakni tahlili,
ijmali, muqaran, dan maudhu‟i. Bila keempat bentuk metode tafsir ini,
dikaitkan dengan sistematika penafsiran Tafsir al-Bayan, maka dapat
disimpulkan bahwa tafsir tersebut menggunakan metode tahlili. Pada awalnya
penulis agak kesulitan menentukan metode yang digunakan oleh TM. Hasbi
dalam menafsirkan al-Qur‟an, tetapi setelah membaca kriteria penafsiran yang
dijelaskan dalam khittahnya dan membaca ayat-ayat yang ditafsirkan, maka
penulis cenderung memasukkan tafsir ini dalam kategori tafsir tahlili. Metode
tahlili, dikenal pula dengan istilah metode analitis.
6
Surahman Amin, Telaah Atas Karya Tafsir Di Indonesia: Studi Atas Tafsir Al-Bayan Karya Tm.
Hasbi Al-Siddiqi, Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman Afkaruna, Vol.9, No.1, 2013.
16
Dengan metode seperti ini, sang mufassir menjelaskan kandungan ayat
dan menerangkan makna-makna yang tercakup di dalamnya sesuai keahlian dan
kecenderungan mufassir yang menafsirkan ayat-ayat tersebut. Dalam hal ini,
T.M. Hasbi dalam menjelaskan ayat-ayat al-Qur‟an, ia menerangkan makna-
makna ayat yang tercakup di dalamnya, dan menguraikannya secara runtut ayat
demi ayat, surah demi surah sesuai dengan urutannya di dalam mushaf, yakni
mulai dari surah al-Fatihah sampai surah al-Nas. Ayat-ayat yang ditafsirkan
oleh T.M. Hasbi tersebut dijelaskan pula aspek-aspek munasabah-nya,
khususnya dalam hal munasabah antara kata dalam satu ayat dengan kata yang
sama pada ayat lainnya dan atau pada surah lainnya. Misalnya, tafsiran kata
“hudan” pada Q.S. al-Baqarah/2: 2 adalah yang memberi petunjuk kepada
orang-orang yang bersifat taqwa, oleh T.M. Hasbi mengkaitkannya dengan kata
“hudan” pada QS. Yunus/10: 57; juga “huda” pada Q.S. al-An‟am/6: 90; juga
kata “al-huda” pada QS. Fushilat/41: 17.33. Dengan tafsiran seperti ini, maka
dapat dipahami bahwa kata “hudan” pada Q.S. al-Baqarah/2: 2 sama maknanya
dan kandungannya pada ayat-ayat lain yang disebutkan di atas.
Di samping aspek munasabah ayat, maka yang terpenting juga dalam
tafsir metode tahlili adalah mengemukakan arti kosa kata ayat, asbab al-Nuzul
pendapat Nabi SAW., atau sahabat, atau tabi‟in, atau penafsir lain. Selanjutnya,
mengenai pengungkapan penafsiran yang dilakukan oleh Nabi SAW, atau
sahabat, atau para tabi‟in atau ahli tafsir lainnya. Oleh TM. Hasbi juga
melakukan hal yang demikian. Dalam hal ini, ketika ia menjelaskan ayat alif,
lam, mim, di situ ia mengatakan bahwa para mufassir mempunyai beberapa
pendapat dalam memberikan makna terhadap ayat ini. Misalnya, ada yang
berpendapat ia merupakan ayat mutasyabih dan pendapat lain menyatakan ia
sebagai pembuka surah. Di sini, secara jelas TM. Hasbi meramu berbagai
pendapat, kemudian ia juga menyatakan pendapatnya sendiri di akhir
tafsirannya. Berdasar pada uraian-uraian dan hasil analisis seperti yang
dipaparkan di atas, maka dapat dirumuskan bahwa Tafsir al-Bayan karya TM.
17
Hasbi tersebut, termasuk sebagai karya tafsir yang menggunakan metode tafsir
tahlili.
18
e. Sumber penafsiran
Adapun penulisan sumber-sumber tafsir yang banyak berkembang saat ini
adalah penulisan dengan sumber tafsir bi al-ma‟sur, penulisan dengan sumber
tafsir bi al-ra‟yi. Tafsir al-Bayan karya TM. Hasbi Ash-Shiddieqy sebagai salah
satu karya tafsir yang menggunakan metode tahliliy dan maudu‟i, tentu
memiliki metode penulisan yang memiliki corak tersendiri dalam menafsirkan
ayat-ayat Al-Qur‟an. Berdasarkan hal ini dan sesuai dengan hasil telaahan
penulis, maka Tafsir al-Bayan dapat dikelompokkan sebagai karya tafsir yang
penulisannya terbangun atas corak al-ra‟yu dan fiqih, atau dapat diistilahkan
bercorak pemikiran dan hukum.
Contoh: Memperhatikan adat setempat dan tidak memaksakan semua
manusia beradat satu. Sebagaimana penafsiran Hasbi pada surat al A‟rof : 199:
19
sebagai karya tafsir yang bercorak bil-ra‟yi. Dikatakan bahwa Tafsir al-Bayan
dikelompokkan dalam tafsir bil-ra‟yi, karena tafsiran ayat-ayatnya banyak
didominasi oleh hasil pemikiran TM. Hasbi Ash-Shiddieqy sendiri atau dengan
kata lain, Tafsirnya lebih cenderung menggunakan dominasi nalarnya dalam
menginterpretasikan ayat-ayat Al-Qur‟an. Teuku Muhammad Hasbi Ash-
Shiddieqy sengaja membangun tafsirnya ini dengan corak fiqih, karena
memang ia sangat menguasai disiplin ilmu syari‟ah. Buktinya, ia adalah mantan
dekan fakultas syari‟ah dan bahkan ia adalah guru besar (professor) dalam
hukum Islam.7
C. PENUTUP
1. Kesimpulan
Dari uraian di atas, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa M. Hasbi ash-
Shiddieqy adalah seorang ulama dan sekaligus sebagai seorang akademisi yang
sangat produktif dalam menuangkan gagasan-gagasan keislamannya baik dalam
bidang fikih, hadis, tauhid, tafsir maupun dalam bidang umum lainnya.
Kegigihan beliau dalam menulis suatu karya tidak bisa lepas dari latar belakang
masyarakat Indonesia yang sangat minim akan pengetahuan keagamaan, atas
dasar inilah kemudian Hasbi membuat sebuah karya tafsir yang sangat
monumental pada masa itu bahkan sampai sekarang.
Keberadaan Tafsir al-Qur‟anul Majid an-Nur dan tafsir al-bayan ini
memiliki ciri khas yang sangat berbeda dengan kitab-kitab tafsir sebelumnya
maupun sesudahnya, di samping ia ditulis oleh seorang ulama yang sangat
kompeten dalam bidang keilmuannya, tafsir ini juga sangat khas dengan nuansa
fikih keindonesiaannya. Dalam menafsirkan ayat-ayat hukum Hasbi tidak serta
merta menerima hukum tersebut secara tekstual atau pun menafsirkan ayat-ayat
7
Sulaiman Ibrahim, Khazanah Tafsir Nusantara: Telaah Atas Tafsir Al-Bayan Karya Tm. Hasbi Ash
Shiddieqy, Jurnal Pemikiran Konstruktif Bidang Filsafat Dan Dakwah, Vol. 18, No. 2, 2018.
20
hukum tersebut sesuai dengan mazhab yang dianutnya, yakni mazhab Syafi‟i,
tetapi ia juga berusaha memaparkan atau menguraikan tentang berbagai riwayat
atau pendapat para ulama yang sesuai dengan tema, kemudian baru Hasbi
mengaitkan dengan konteks kehidupan masyarakat Indonesia yang sangat
pluralistik. Dengan begitu, penafsiran Hasbi dengan mudah diterima dan
dipahami oleh masyarakat Indonesia.
21
DAFTAR PUSTAKA
Amin Surahman. 2013. Telaah Atas Karya Tafsir Di Indonesia: Studi Atas Tafsir Al-
Bayan Karya Tm. Hasbi Al-Siddiqi. Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman Afkaruna.
Vol.9. No.1.
Fu‟ad Asep Dan Masykur. 2021. Manhaj Khash Tafsir An-Nur Karya Hasby Ash-
Shiddieqy, Jurnal Iman Dan Spiritualitas. Vol.2. No. 1.
Ibrahim Sulaiman. 2018. Khazanah Tafsir Nusantara: Telaah Atas Tafsir Al-Bayan
Karya Tm. Hasbi Ash Shiddieqy. Jurnal Pemikiran Konstruktif Bidang
Filsafat Dan Dakwah. Vol. 18. No. 2.
Kusuma Agung Perdana. 2017. Kajian „Ulum Al-Qur‟an Dalam Pandangan Mufassir
Nusantara Tgk. Hasbie Asshidiqie. Journal Of Qur'an And Hadith Studies.
Vol. 6. No. 2.
Rifa‟i M. 2021. Epistemology Tafsir An-Nur Karya Hasbi Ash-Shiddieqy Dalam
Memahami Al-Qur‟an. Jurnal Ilmu Al-Qur‟an. Tafsir Dan Pemikiran Islam.
Vol. 2. No. 2.
Sudariyah. 2018. Konstruksi Tafsir Al-Quran Al-Majid An-Nur Karya Hasbi Ash-
Shiddieqy. Jurnal Shahih. Vol. 3. No. 1.
Wahid M. Abdurrahman. 2018. Corak Dan Metodologi Tafsir Alquran Al-Madjid
An-Nur Karya Hasbi Ash-Shiddieqy. Rausyan Fikr. Vol. 14. No. 2.
LAMPIRAN